Pengaruh jenis material dinding terhadap kenyamanan termal

PENGARUH JENIS MATERIAL DINDING TERHADAP KENYAMAN TERMAL Aurelia Agraputri1, Kezia Clarisa2, Amelia3, Chricentia Valerie Phoebe4 1234

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia b12190030@john.petra.ac.id ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk membahas pengaruh material pada dinding bangunan terhadap kenyamanan termal, khususnya pada iklim tropis lembab. Material yang tepat sangatlah penting untuk meningkatkan kenyamanan termal.

Karena kenyamanan termal merupakan salah satu aspek terpenting dalam mendesain bangunan, diperlukan adanya penyesuaian antara material dan lingkungan sekitar. Karakteristik material yang tepat digunakan pada daerah tropis adalah nilai U-value yang rendah, konduktivitas rendah, serta timelag tinggi. Bukaan juga diperlukan pada arsitektur tropis khususnya yang terletak di daerah tropis lembab. Bukaan mampu membuat cahaya matahari dan angin mengalir masuk ke dalam bangunan sehingga kelembaban dalam bangunan dapat berkurang. Metode yang digunakan adalah menganalisa data sekunder tentang material dinding LT House dan Cam Thanh Villa A&A dalam menunjukkan respon arsitektur terhadap kondisi iklim tropis lembab. Hasil analisis menunjukkan kedua bangunan sama-sama memiliki desain arsitektur yang baik karena dapat menanggulangi masalah termal yang ada dengan solusi desain yang berbeda.

Kata kunci: Material; Tropis; Kenyamanan Termal PENDAHULUAN Arsitektur adalah salah satu bagian terpenting dari hidup manusia, terutama bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Robert Gutman mengatakan bahwa arsitektur merupakan kulit ketiga dari manusia.

Oleh karena itu, dalam perancangan sebuah arsitektur, tidak hanya dari segi keindahannya saja yang perlu diperhatikan, namun juga dari segi struktural, material, bahkan respon terhadap iklim, karena fungsi dari bangunan adlaha bagaimana arsitektur menjembatani manusia dan lingkungannya (Gutman, 1976).

Salah satu elemen arsitektur yang berpengaruh ialah penggunaan material. Material selubung bangunan berperan penting dalam mendapatkan kenyamanan termal ruang dalam. Material yang digunakan pada setiap negara berbeda-beda karena berdasarkan dengan ketersediaan sumber daya alam, fungsinya dalam memengaruhi kenyamanan termal, dan kesesuaiannya dengan iklim. Karakteristik iklim tropis yang sangat menonjolkan kelembaban tinggi dan kecenderungan suhu tinggi membuat arsitek harus bisa membuat desain yang mampu memberikan rasa nyaman. Sebab, material tertentu bila digunakan dapat menyerap radiasi, dapat menurunkan suhu udara, dan dapat menghambat perpindahan panas. Oleh karena

itu, pemilihan material untuk desain merupakan hal yang penting (Lippsmeier, 1969).

Untuk lebih menjelaskan hal tersebut, penulis memilih dua karya arsitektur, yaitu LT House karya Tropical Space dan Cam Thanh A&A Villa kara VRA Design. Kedua karya tersebut mampu menunjukkan respon arsitektur terhadap kondisi iklim tropis lembab dari segi materialnya. LT House dipilih karena arsiteknya dapat emmanfaatkan sekaligus menghemat biaya yang dikeluarkan. Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design dipilih karena menggunakan material yang bervariasi dan memiliki banyak bukaan yang mampu membuat bangunan ini responsif terhadap lingkungan. Selain itu, kedua karya tersebut berlokasikan di negara yang sama, yaitu Vietnam.

Melalui kedua karya arsitektur tersebut, dapat dilihat pengaruh material yang digunakan terhadap kenyamanan termal, bagaimana cara memaksimalkan tingkat kenyamanan penghuni melalui penggunaan material dinding, dan jenis material seperti apa yang cocok digunakan pada bagian dinding bangunan beriklim tropis lembab. Dengan begitu, arsitek dapat memilih material yang baik sesuai dengan iklim dan kebutuhan, serta menyesuaikan dengan kenyamanan pengguna.

TINJAUAN PUSTAKA Arsitektur Iklim Tropis Lembab Arsitektur tropis lembab adalah sebuah karya arsitektur yang mencoba untuk memecahkan problematika iklim setempat, dalam hal ini iklim tropis lembab (Karyono, 2013). Konsep rumah tropis pada dasarnya membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya. Tujuan yang ingin dicapai dalam konstruksi tropis lembab ialah menciptakan bangunan yang nyaman terhadap suhu pagi hingga maalm.

Penanganan masalah terutama dari kondisi suhu tinggi dan kelembaban tinggi terhadap tingkat kenyamanan ketika berada di dalam ruangan yang merupakan salah satu contoh aplikasi konsep rumah tropis. Meskipun konsep rumah tropis selalu dihubungkan dengan sebab akibat dan adaptasik bentuk (tipologi) bangunan terhadap iklim, banyak juga interpretasi konsep ini dalam tren yang berkembang dalam masyarakat.

Misalnya, penggunaan material tertentu sebagai representasi dari kekayaan alam tropis, seperti kayu, batuan ekspos, dan material yang asli yang diekspos lainnya (Lippsmeier, 1969).

Pada daerah tropis lembab, suhu diurnal (variasi suhu antara siang dan malam hari) relatif seimbang, memungkinkan sedikit peluang pengurangan panas oleh emisi di malam hari. Material dan konstruksi ringan digunakan untuk mempermudah pergerakan udara. Masuknya radiasi panas matahari harus dihindari dengan elemen pembayangan dan permukaan luar yang reflektif. Jika tidak, harus terdapat insulasi pada dinding dan atapnya. Insulasi dapat menghambat pendinginan meskipun sedikit.

Pada malam hari, kondensasi dapat terjadi pada isolasi karena perbedaan suhu pada kedua permukaan material. Panas yang masuk melalui lubang atau dihasilkan oleh penghuni dan peralatan harus dihilangkan dengan ventilasi silang alami (Lippsmeier, 1969).

Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan alam yang dapat memengaruhi manusia dan dapat dikenadlikan oleh arsitektur (Synder,1989). Kenyamanan termal adalah keadaan pikiran manusia yang memberikan kepuasan terhadap lingkungan sekitar. Kenyamanan ini dirasakan bila terdapat keseimbangan termal dimana panas yang dihasilkan tubuh setara dengan pelepasan dan perolehan panas pada tubuh dan lingkungan melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Selain faktor

lingkungan, kenyamanan termal juga dipengaruhi oleh faktor personal, yaitu aktivitas dan pakaian (Latifah, 2015).

Gambar 1. Perpindahan panas pada tubuh manusia (Sumber: Latifah, 2015) Beban Panas Bangunan Beban panas eksternal berasal dari perpindahan panas melalui selubung bangunan dari matahari dan lingkungan luar. Perpindahan panas pada bangunan termasuk perpindahan panas melalui dinding.

Perpindahan panas pada bangunan dapat terjadi melalui konduksi yang terjadi langsung dengan kontak antar benda, konveksi melalui udara, dan radiasi melalui proses pelepasan gelombang elektromagnetik, yang terjadi melalui dinding dan jendela seperti pada Gambar 2. (Szokolay, 2003)

Gambar 2. Komponen-komponen perpindahan panas pada bangunan (Sumber: Jakarta Green Building, 2012) Pada wilayah beriklim tropis, tingkat radiasi yang diterima jauh lebih banyak daripada wilayah beriklim lain. Sengatan cahaya matahri paling banyak diterima oleh suatu bangunan berasal dari sisi barat dan timur. Secara umum, material yang digunakan pada suatu bangunan akan berpengaruh terhadap kenyamanan termal di dalam bangunan. Hal ini dipengaruhi dari proses pertukaran kalor secara radiasi dan konduksi antara bangunan dengan lingkungan di sekitarnya (Karyono, 2013).

Material Solid dan Void

Material terbagi menjadi material solid dan void.

Material solid adalah material yang membentuk suatu komposisi yang solid – berkesinambungan tanpa adanya celah atau rongga yang dibuat untuk aliran udara, misalnya dinding. Sedangkan material void adalah material yang membentuk ruang di antara partikel material solid dengan perkiraan untuk aliran udara dan cahaya lewat, misalnya jendela kaca (Amsterdam, 2008).

Material solid hanya bisa mentransmisikan panas melalui konduksi sedangkan material void dapat mentransmisikan panas melalui konveksi dan radiasi, sehingga proporsi luas material void memiliki pengaruh sangat besar terhadap beban pendinginan karena menentukan total perolehan panas yang masuk ke dalam bangunan. Hal ini dikarenakan jendela kaca dapat memasukkan panas ke dalam bangunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinding masif. Oleh karena itu, rasio luas material void terhadap material solid (WWR) yang lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi untuk mencapai kenyamanan termal (Jakarta Green Building, 2012).

Gambar 3. Tabel nilai transfer panas bahan (Sumber: Szokolay, 2003)

Dinding bangunan umumnya terdiri atas beberapa lapisan material dengan ketebalan dan sifat termal yang berbeda. Gabungan nilai konduktansi (k) dan nilai resistansi (R) dari setiap lapisan bahan menentukan sifat termal keseluruhan dari dinding tersebut yang dapat direpresentasikan dengan Nilai-U (Jakarta Green Building, 2012).

Salah satu material dengan U-value yang rendah adalah batu bata. Nilai U-value nya sebesar 3,28 W/m²K dan dapat turun hingga 2,14 W/m²K jika konstruksi lebih tebal dan diplester, sehingga cocok digunakan di dalam iklim tropis lembab. Sedangkan untuk material insulasi, sang arsitek menggunakan udara karena kecepatan rambat panasnya rendah sekali, sehingga cocok digunakan di iklim tropis lembab. Digunakannya batu bata merah sebagai material membuktikan teori tentang konduktivitas termal bahwa semakin besar konduktivitas termal suatu bahan, maka direkomendasikan akan semakin layak juga digunakan untuk bahan bangunan (Halauddin, 2006).

U-value

Karakteristik Jendela

U-value (nilai-U) merupakan kemampuan transmisi termal material dalam kondisi steady-state.

U-value merupakan kebalikan dari nilai R total, dimana R total adalah jumlah nilai resistansi permukaan luar, resistansi dari seluruh lapisan bahan penyusun, dan resistansi permukaan dalam. Nilai U dinyatakan dama W/m²K (Willoughby, 2003).

Jendela adalah lubang pada dinding yang biasanya diberi penutup. Pada daerah tropis, orientasi bangunan dibuat menghindari arah radiasi matahari langsung. Untuk meningkatkan kenyamanan termal, misalnya pada bangunan dengan orientasi bukaan jendela utara-selatan, maka dinding yang menghadap timur dan barat haruslah memiliki material yang lambat dalam menghantarkan kalor dari radiasi matahari sehingga pada malam hari, ketika radiasi matahari minimum, kalor yang merambat melalui dinding akan sampai di dalam ruangan dan menghangatkan ruangan (Tyas, W.I., et al, 2015).

Karakteristik Dinding

𝑅=

1 1 ; 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑈 = 𝑘 𝑅

Hubungan nilai R dan nilai U adalah berbanding terbalik, dimana semakin besar nilai R, maka nilai U akan semakin kecil nilainya. Semakin kecil nilai U, semakin besar pula waktu tunda (timelag). Timelag adalah waktu yang dibutuhkan agar panas dapat merambat dari sisi luar ke sisi sebelah dalam (Piraccini et al., 2007).

Proporsi luas jendela memiliki pengaruh sangat besar terhadap beban pendinginan karena menentukan total perolehan panas yang masuk ke dalam bangunan.

Hal ini dikarenakan jendela kaca dapat memasukkan panas ke dalam bangunan jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan dinding masif. Oleh karena itu, rasio luas jendela terhadap dinding yang lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi. Nilai ideal luas jendela adalah 20% dari luas dindign keseluruhan (Prakoso, 2014).

Karakteristik Kaca Kaca merupakan bahan anorganik yang dapat memiliki sifat jernih, tembus cahaya atau berkilau.

Karakteristik transmisi termal material kaca diukur dari Nilai-U, untuk konduksi, dan Koefisien Perolehan Panas Matahari (Solar Heat Gain Coefficient – SHGC). SHGC untuk berbagai tipikal material kaca yang diproduksi secara lokal disajikan pada tabel.

Material kaca dengan kinerja lebih baik memiliki nilai SHGC rendah, pada tabel ditunjukkan pada kaca rendah emisivitas (Jakarta Green Building, 2012).

Gambar 4. Nilai U, Transmisi Cahaya dan Nilai SHGC dari Tipikal Material Kaca (Sumber: Jakarta Green Building, 2012) METODOLOGI Metode yang digunakan adalah menganalisa data yang didapat dari pengumpulan data sekunder tentang material dinding terhadap kondisi termal bangunan.

Analisis data ini dilakukan pada LT House dan Cam Thanh Villa A&A dalam menunjukkan respon arsitektur terhadap kondisi iklim. Analisis ini dibatasi dalam keterkaitan material dinding saja. Analisis arsitektur tropis dan standar kenyamanan termal dibutuhkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap efektivitas material yang digunakan terhadap kenyamanan termal di dalam bangunan. Variabel yang diperhitungkan ialah luas jendela, luas dinding keseluruhan, dan jenis material. Variabel-variabel inilah yang dipakai sebagai dasar dari bahasan analisis 2 karya arsitektural ini. Sumber-sumber yang digunakan untuk mengetahui luas bangunan, denah, tampak, dan potongan merupakan hasil olahan data dari laman archdaily.com ANALISA LT House

Gambar 5. LT House karya Tropical Space (Sumber: Archdaily, 2016) Pada LT House karya Tropical Space, bagian dinding menggunakan material batu bata merah yang memiliki pola penyusunan berongga. Pada arsitektur LT House, material dinding didominasi oleh batu bata merah, dimana sifat batu bata merah bisa dilihat di Gambar 6.

Gambar 6. Tabel thermal properties batu bata merah (Sumber: Szokolay, 2003) Batu bata merah memiliki U-value sebesar 3,28 W/m²K yang berdampak pada timelag yang cukup besar (2,6 jam), sehingga pada siang hari panas membutuhkan waktu yang lama untuk masuk ke dalam bangunan. Panas yang masuk ke dalam bangunan pada siang hari terperangkap dan lama untuk keluar kembali di malam hari. Akibatnya, suhu di dalam bangunan lebih tinggi dibanding suhu di luar bangunan. Untuk mengatasi hal ini, arsitek mendesain material batu bata menjadi berongga sehingga udara dingin bisa masuk dan mendinginkan bangunan.

Terdapat pula beton pada material dinding yang digunakan sebagai struktur bidang utama (loadbearing wall).

Pada LT House, dinding menggunakan material batu bata merah (material solid), namun sang arsitek mengkomposisikannya sehingga batu bata ini tidak menjadi material yang solid saja. Sang arsitek mendesain batu bata ini agar memiliki celah/ rongga (void) sehingga hubungan antara material solid dan void tercipta. Hubungan antara material tersebut mampu menciptakan ventilasi sehingga aliran udara dapat masuk ke dalam bangunan.

Gambar 10. Tampak Tenggara Gambar 7. Detail fasad LT House

Rasio luas jendela terhadap luas dinding keseluruhan pada LT House terhitung sebesar 17,83%.

Mengacu pada nilai ideal luas jendela, yaitu 20% dari luas dinding keseluruhan, luas jendela pada rumah ini di bawah batas ideal sebanyak 2,17%. Rasio luas jendela sudah terhitung baik karena mendekati nilai ideal. Pada bukaan rumah ini tidak terdapat kaca sehingga memungkinkan cahaya matahari dan udara bisa masuk ke dalam bangunan. Cahaya matahari yang masuk dihambat oleh pola-pola batu bata tersebut.

Dapat dilihat bahwa LT House merupakan salah satu desain yang mampu memberikan kenyamanan termal karena material yang digunakan didesain untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitarnya.

Gambar 8. Aliran udara pada LT House

Rasio luas jendela terhadap dinding sisi timur laut terhitung sebesar 17,99% dan rasio luas jendela terhadap dinding sisi tenggara 16,98%. Karena bentuk selubung bangunan cenderung berulang, dapat diketahui bahwa dinding sisi tenggara dan sisi barat laut lebih bersifat masif dibandingkan dinding sisi timur laut dan sisi barat daya.

Gambar 9. Tamapak Timur Laut

Pada LT House, ruang-ruang servis dan tangga dengan dinding lebih masif terletak pada dinding sisi tenggara yang berfungsi sebagai ruang buffer agar radiasi panas tidak langsung masuk ke ruang bagian dalam yang memiliki aktivitas lebih banyak. Dinding yang memiliki lebih banyak bukaan diorientasikan lebih ke arah utara dan selatan. Hal ini memungkinkan bangunan LT House mendapatkan pencahayaan alami dengan tetap meminimalkan perolehan panas dari radiasi matahari secara langsung. Selain itu, selubung bangunan yang menghadap ke arah barat laut dan tenggara (dimana matahari paling panas berada di barat laut dan barat daya) diatasi dengan menaruh banyak pohon pada bagian barat laut untuk lebih menghalau panas matahari. Sehingga secara termal,

setiap orientasi bangunan terpikirkan dengan sangat baik.

Cam Thanh A&A Villa

Gabar 13. Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design (Sumber: Archdaily, 2020)

Gambar 11. Denah Lantai 1 LT House

Pada Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design, dindingnya menggunakan material batu bata merah dan beton (material solid). Lain halnya dengan LT House dimana dindingnya disusun berongga agar udara bisa mengalir masuk, pada Cam Thanh A&A Villa dinding sepenuhnya ditutup oleh susunan bata merah yang diekspos (mengikuti budaya sekitar dan ketersediaan sumber daya alam) sehingga udara hanya dapat mengalir melalui jendela (material void). Selain itu, pada bangunan ini diterapkan penggunaan struktur yang juga berfungsi untuk mengurangi solar heat gain pada bangunan, berupa alat pembayangan. Semakin tebal suatu material, maka semakin mampu material tersebut mendinginkan bangunan karena perolehan solar heat gain menjadi semakin kecil.

Gambar 14. Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design (Sumber: Archdaily, 2020)

Gambar 12. Denah Lantai 2 LT House

Pemilihan beton sebagai material struktur merupakan keputusan yang sangat baik karena memiliki sifat insulasi termal sehingga dapat membantu pengendalian termal dalam ruang agar suhu

tetap stabil. Nilai U (U-value) dari beton adalah sebesar 1,15 W/m²K. Nilai tersebut menunjukkan bahwa beton merupakan material yang mampu memberikan timelag yang cukup besar sebelum kalor masuk ke dalam bangunan.

Gambar 15. Tampak Barat Daya Cam Thanh A&A Villa

Gambar 16. Tampak Barat Laut (kiri), Tenggara (kanan) Cam Thanh A&A Villa Pada Cam Thanh A&A Villa, udara dapat masuk melalui bukaan-bukaan yang ada. Rasio luas jendela terhadap luas dinding keseluruhan pada Cam Thanh A&A Villa terhitung sebesar 28,76%. Mengacu pada nilai ideal luas jendela, yaitu 20% dari luas dinding keseluruhan, luas jendela pada villa ini melebihi batas ideal sebanyak 8,76%.

Rasio luas jendela terhadap dinding sisi barat daya terhitung sebesar 33,47%, sedangkan rasio luas jendela terhadap dinding sisi tenggara sebesar 15,21% dan 25,72% pada dinding sisi barat laut. Karena bentuk selubung bangunan cenderung berulang, dapat diketahui bahwa dinding sisi tenggara dan sisi barat laut lebih bersifat masif dibandingkan dinding sisi timur laut dan sisi barat daya.

Pada Cam Thanh A&A Villa, terdapat ruang tamu dengan dinding lebih masif yang terletak pada dinding sisi tenggara, yang berfungsi sebagai ruang buffer agar radiasi panas tidak langsung masuk ke ruang bagian dalam, dimana memiliki aktivitas lebih banyak. Sedangkan pada dinding yang memiliki lebih banyak bukaan diorientasikan lebih ke arah utara dan selatan, yaitu pada dinding sisi timur laut dan barat daya.

Pada bukaan villa ini digunakan jenis kaca bening biasa, yang memiliki nilai U (U-value) sebesar 4,94W/m²K. Pemilihan jenis kaca dan jumlah luasan jendela yang didominasi pada dinding sisi barat daya memungkinkan panas dari radiasi matahari masuk ke dalam bangunan untuk mengontrol kelembaban yang ada akibat dari adanya kolam di sisi bangunan, sehingga kelembaban yang ada di dalam bangunan bisa berkurang dengan adanya kaca. Kolam yang ada di dekat bangunan meningkatkan kelembaban secara tak langsung. Padahal, iklim tropis lembab memiliki kelembaban yang cukup tinggi. Oleh karena itu, arsitek sengaja mendesain bangunan dengan memaksimalkan jumlah bukaan untuk menurunkan kelembaban di dalam bangunan.

Selubung bangunan yang lebih sempit menghadap ke arah barat laut dan tenggara, dimana matahari paling panas berada di barat laut dan barat daya. Untuk mengatasi hal ini, sang arsitek membuat area pembayangan pada daerah di atas kolam (substraksi), serta meminimalkan bukaan pada sisi barat laut. Sehingga secara termal, setiap orientasi dari bangunan terpikirkan dengan baik.

Gambar 17. Denah dan interior Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design Komparasi Bangunan Kedua bangunan memiliki kelebihannya masingmasing dalam menanggulangi masalah termal. LT House menanggulangi masalah termal dengan menyusun batu bata yang merupakan material solid dengan sedemikian rupa sehingga menciptakan void (rongga-rongga udara) pada dinding agar udara dapat masuk ke dalam bangunan. Rongga udara ini banyak ditemui dalam berbagai sisi bangunan karena material batu bata memiliki nilai U-value yang cukup tinggi (3,28 W/m²K). Hal ini menunjukkan bahwa batu bata mudah menyerap paas (timelag sekitar 2,6 jam) sehingga aliran udara melalui void dapat membantu memberikan kenyamanan termal di dalam bangunan.

Lain halnya dengan Cam Thanh A&A Villa dalam menanggulangi masalah termalnya, yaitu dengan memberikan banyak bukaan berupa jendela kaca (28,67% dari luas total dinding bangunan). Bukaan tersebut berfungsi untuk memasukkan aliran udara, serta sinar matahari ke dalam bangunan. Sinar matahari tersebut digunakan untuk mengurangi kelembaban terutama karena kelembaban daerah tropis lembab yang relatif tinggi, apalagi terdapat kolam pada sisi bangunan Cam Thanh A&A Villa yang menambah kelembaban pada bangunan. Jadi, Cam Thanh A&A Villa dan LT House sama-sama memiliki desain arsitektur yang baik karena dapat menanggulangi masalah termal yang ada dengan solusi desain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

KESIMPULAN Pada LT House karya Tropical Design dan Cam Thanh A&A Villa karya VRA Design, telah banyak menggunakan material yang sesuai dengan iklim tropis lembab. Materialnya didominasi oleh batu bata merah dan beton yang memiliki nilai U-value, yaitu 3,28 W/m²K dan 1,15 W/m²K. Meski tidak menggunakan insulator, nilai U-value pada materialmaterial tersebut terbilang standar sehingga cocok sebagai material bangunan tropis dengan memberikan modifikasi pada desainnya.

Baik LT House, maupun Cam Thanh A&A Villa memiliki banyak bukaan pada bangunannya. Pada LT House, bukaan didesain dengan batu bata yang dibuat berongga sehingga udara dapat masuk. Rasio luas jendela terhadap luas dinding keseluruhan pada LT House sebesar 17,83%, yang berarti baik karena hampir mendekati rasio ideal luas jendela. Angin dan cahaya dapat masuk ke dalam bangunan tanpa terhalangi oleh kaca. Lain halnya pada Cam Thanh A&A Villa, dimana bukaan diperankan oleh kaca dengan perbandingan rasio terhadap luas dinding keseluruhan pada Cam Thanh A&A Villa sebesar 28,67%. Rasio ini melebihi rasio standar luas jendela dengan tujuan untuk memasukkan pencahayaan, agar dapat menurunkan tingkat kelembaban di dalam bangunan akibat adanya kolam.

Kedua bangunan ini menerapkan konsep desain pasif melalui pemilihan material sebagai respon terhadap masalah site dan iklim setempat. Kedua bangunan juga merupakan contoh desain yang mampu memberikan kenyamanan termal karena material yang digunakan didesain untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitarnya, terutama dalam menyikapi iklim tropis lembab.

DAFTAR PUSTAKA Amsterdam, E.V. (2008). Construction Materials for Civil Engineering. Juta & Co, Kenwyn. doi: https://books.google.co.id/books?id=GCpOmKQWrk UC&dq=Construction+Materials+for+Civil+Enginee ring +pdf&source=gbs_navlinks_s ArchDaily. (2016). LT House / Tropical Space. doi: https://www.archdaily.com/789533/lt-housetropical-space

ArchDaily. (2020). Cam Thanh A&A Villa / VRA Design. doi: https://www.archdaily.com/934226/cam-thanh-aand-a-villa-vra-design Ardianto, O.P.S.(2012). Konsep Bioclimatic Design Berlanggam Postmodern. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. doi: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-236683408100035-Presentation.pdf Jakarta Green Building. (2012). Selubung Bangunan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta. doi: https://greenbuilding.jakarta.go.id/files/userguides/IF CGuideVol1-IND-edit.pdf Halauddin. (2006). Pengukuran Konduktivitas Termal Bata Merah Pejal. Jurnal Gradien, Universitas Bengkulu. doi: https://ejournal.unib.ac.id/index.php/gradien/article/d ownload/172/146 Karyono, T.H. (2013). Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga. Rajawali Pers, Jakarta.

Latifah, N.L. (2015). Fisika Bangunan. Griya Kreasi, Jakarta. doi: https://books.google.co.id/books?id=dRWoCgAAQB AJ&dq=fisika+bangunan&source=gbs_navlinks_s Lippsmeier, G. (1969). Tropenbau : Building in the Tropics. Callwey, München.

Piraccini, S.; Fabbri, K. (2017). Building A Passive House : The Architect’s Logbook. Springer, Cham. doi : https://books.google.co.id/books?id=Rx4DwAAQBAJ&dq=building+A+Passive+House+:+Th e+Architect% E2%80%99s+Logbook Prakoso, A.; Lamahala, K.; Sentanu, G. (2014). Kajian Penerapan Material pada Selubung Bangunan yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal dan Visual doi: https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekakarsa/article /view/462/699 Snyder, J.C.(1989). Pengantar Arsitektur. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Szokolay, S.V. (2003). Introduction to Architectural Science : The Basis of Sustainable Design. Routledge, Cheshire.

Tyas, W.I., et al. (2015). Orientasi Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal pada Rumah Susun Leuwigajah Cimahi. Jurnal Reka Karsa Itenas. doi: https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekakarsa/article /view/628 Willoughby, J. (2003). Plant Engineer’s Reference Book. Butterworth-Heinemann, Oxford. doi: https://www.sciencedirect.com/book/9780750644525 /plant-engineers-reference-book#book-description