TBM Bulletin : Peace, War, Religion

Page 1

Cover ntar disini ya gengs pake yang di potosop


#BreakingDownBarriers

“god is peace; religion is man’s attempt to commune with god; and war is the worst result of man’s failure to do so.”

ACT I

Finding Peace 01 | THINK BEYOND MECHANICAL

“Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.” Seru Musa kepada kaum Bani Israel, seperti yang dituliskan di Alquran (5: 21-26). Namun, mereka menolak memasukinya dengan alasan penduduk di sana sangat kuat dan kejam. Pada akhirnya, mereka justru meminta Tuhan dan Musa berperang sendiri melawan penduduk di negeri tersebut, sementara mereka hanya akan menunggu saja. Tuhan kemudian mengharamkan negeri itu pada Bani Israel selama empat puluh tahun sehingga, selama itu, mereka berputar-putar dalam kebingungan di muka bumi. Empat puluh tahun berlalu, mereka mendiami dan menguasai wilayah tertentu di Mediterrania Timur. Namun, cobaan belum berhenti bagi mereka. Di “tanah yang dijanjikan” tersebut, mereka masih ditindas oleh bangsa pribumi yang berkuasa di sana. Berusaha mencari kedamaian, Bani Israel akhirnya meminta pemimpin mereka saat itu, Samuel, untuk mengangkat seorang raja agar Bani Israel dapat bersatu melawan penindasan. Thalut (Saul), dari suku Benyamin, kemudian dinobatkan menjadi raja. Memulai awal berdirinya Kerajaan Israel. Thalut digantikan menantunya, Dawud dari suku Yehuda, yang kemudian digantikan oleh putranya, Sulaiman (Salomo). Pada masa kekuasaan Sulaiman, dibangunlah tempat di Yerusalem yang dijadikan pusat ibadah Bani Israil, yakni Bait Suci (Masjidil Aqsha, Baitul Maqdis, Beit HaMikdash). Setelah Sulaiman mangkat, Kerajaan Israel terbagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Yehuda dengan Yerusalem sebagai ibu kota dan Kerajaan Israel dengan Samaria sebagai ibukota. Kerajaan Samaria dan keturunannya disebut bangsa Samaria dan Yahudi kemudian digunakan untuk penduduk Kerajaan Yehuda. Sayangnya, bangsa Samaria hancur lebih dulu setelah ditaklukkan oleh bangsa Asyur. Nasib bangsa Yahudi pun tidak begitu baik, Kristen datang dan mereka diusir oleh Nebukadnezar dari Romawi. Hal ini


terjadi akibat bangsa Yahudi dianggap telah menyalib Yesus dan menolak ajarannya. Bangsa Yahudi akhirnya tersebar dalam beberapa wilayah di dunia yang sebagian besar berada di Eropa. Di Eropa, mereka mengalami berbagai macam diskriminasi akibat berkembangnya 1anti-Semitism. Setelah bertahun-tahun persekusi akhirnya sekitar tahun 1896, seorang jurnalis Austria-Yahudi sekuler, Theodor Herzl menjadi yang pertama mengubah gemuruh nasionalisme Yahudi menjadi gerakan internasional. Gerakan ini lebih dikenal dengan sebutan Zionisme yang menjadi ideologi nasional Israel.

hudi, yang merasakan anti-Semitisme Eropa yang brutal secara langsung, meyakini bahwa orang-orang Yahudi tidak akan pernah bisa bertahan hidup di luar negara mereka sendiri. Mereka menunjuk Palestina sebagai destinasi karena Mediterrania Timur merupakan tanah air yang bersejarah bagi mereka. Klaim ini didasarkan pada janji Alkitabiah bagi Ibrahim dan keturunannya. Dalam berbagai kitab dan ajaran agama, disebutkan bahwa Tuhan berjanji melalui Ibrahim dan keturunannya untuk memberikan tanah suci, yang disebut Tanah Kanaan. Selama sebagian besar bangsa Yahudi pergi, mereka yang tetap tinggal menjadi kaum minoritas di Mediterrania Timur (termasuk Palestina dan Yordania) yang dikendalikan oleh Ottoman selama berabad-abad. Di sana mereka hidup berdampingan dengan beragam agama yang pada umumnya hidup berdampingan dalam kedamaian. Kemudian bangsa Yahudi dari Eropa perlahan berdatangan dalam jumlah kecil dan bermukim di daerah pedesaan. Pada 1918, Perang Dunia I pecah dan membuka jalan agar lebih banyak lagi kedatangan orang-orang Yahudi ke Mediterrania Timur. Setelah Perang Dunia I, dengan adanya Deklarasi Balfour dan pengendalian Inggris atas wilayah yang disebut British Mandate for Palestine, imigrasi orang-orang Yahudi diperbolehkan.

Zionis percaya bahwa ajaran Yahudi (Yudaisme) bukan hanya agama, melainkan juga kebangsaan dan bahwa orang Yahudi berhak mendapatkan negara mereka sendiri─di tanah air leluhur mereka (Israel)─dengan cara yang sama sebagaimana orang Prancis layak mendapatkan Prancis atau orang Indonesia seharusnya memiliki Indonesia. Bangsa Ya1. Anti-Semitism atau antisemitisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang tidak suka pada segala sesuatu yang bersangkutan dengan bangsa Yahudi.

Selain itu, Inggris juga menyetujui bahwa tanah Palestina adalah national home bagi bangsa Yahudi, terlepas dari fakta bahwa September 2021 | 02


#BreakingDownBarriers orang-orang Arab-Palestina sudah lebih dulu menjadi penduduk di sana. Lalu, seiring waktu, perselisihan antara orang-orang Arab-Palestina dan Yahudi meningkat. Akhirnya, pada 1930, perselisihan yang tak kunjung usai memaksa Inggris untuk membatasi imigrasi Yahudi. Akan tetapi, orang-orang Yahudi tidak terima dan mereka memutuskan untuk membentuk Jewish Militias guna melawan Inggris dan orang-orang Arab-Palestina. Orang-orang Yahudi di Eropa pun mengalami nasib yang tidak baik, khususnya di Jerman. Pada 30 Januari 1933, Hitler ditunjuk oleh presiden Paul von Hindenburg menjadi kanselir Jerman dan kehidupan Yahudi Jerman pun mulai berubah.

Dua bulan berikutnya, dengan adanya Enabling Act, Hitler naik ke puncak kekuasaan pemerintahan Jerman. Hitler mulai mengesahkan anti-jews policies yang menyebabkan pengeksklusifan dan pengasingan orangorang Yahudi dari kehidupan sosial-politik di Jerman. Tidak lama kemudian, Kristallnacht terjadi dan memberi pesan bahwa kekerasan terhadap kaum Yahudi diperbolehkan. Perang Dunia II, anti-Semitism yang brutal, dan Holocaust membangkitkan kembali keyakinan orang-orang Yahudi untuk kembali ke jalan Zion. Pasca Perang Dunia II, semakin banyak orang Yahudi Eropa yang pindah ke Palestina dan dukungan agar adanya Jewish State pun semakin banyak. Orang-orang Arab-Palestina melihat gelombang imigran Yahudi ini sebagai gerakan kolonial Eropa yang ingin merebut tanah 03 | THINK BEYOND MECHANICAL

mereka. Akibatnya, kedua pihak bertempur dengan sengit hingga Inggris pun tidak mampu menahan keduanya dan memutuskan untuk melepas wilayah tersebut. Lalu, pada 1947, PBB menyetujui rencana Resolution 181 untuk membagi dua wilayah Palestina menjadi Arab State (negara bagian bagi penduduk Arab-Palestina) dan Jewish State (negara bagian bagi penduduk Yahudi). Rencana ini ditujukan agar orang Yahudi mempunyai negara, dan Palestina mendapatkan kemerdekaannya, sehingga kekerasan dapat berhenti. Hampir sekitar 650.000 orang Yahudi pergi ke wilayah biru (perhatikan daerah berwarna biru pada gambar di sebelah kiri), dan mayoritas penduduk Arab (kira-kira dua kali ukuran komunitas Yahudi) pergi ke wilayah berwarna oranye. Lalu, untuk wilayah Yerusalem sendiri ditentukan sebagai sebuah corpus separatum agar dikendalikan oleh pihak internasional. Penduduk Yahudi menerima kesepakatan itu. Di lain sisi, orang-orang Palestina melihat rencana itu sebagai perpanjangan dari upaya Yahudi yang telah berjalan lama untuk mendorong mereka keluar dari tanah tersebut sehingga mereka menentangnya. Kemudian, negara-negara Arab: Mesir, Yordania, Irak, dan Suriah menyatakan perang terhadap Israel dalam upaya untuk mengembalikan Palestina seperti sedia kala. Perang ini dikenal sebagai Perang Arab-Israel (1948-1949).


ACT II This Is Home

Every age, it seems, is tainted by the greed of men.

September 2021 | 04


#BreakingDownBarriers Pasukan Israel berhasil mengalahkan pejuang Palestina dan tentara Arab dalam Perang Arab-Israel. Namun, bagi Israel itu saja tidak cukup. Mereka memutuskan untuk melanggar perjanjian awal perbatasan dan memaksa 700.000 warga Palestina keluar dari tanah mereka sendiri. PBB menjanjikan 56 persen dari British Palestine untuk Jewish State. Pascaperang, Israel mengendalikan seluruh teritori Tepi Barat, Bagian Timur Yerusalem, dan Jalur Gaza. Pada 1967, Israel berperang lagi dengan negara tetangga yang dikenal sebagai Six Day War. Pada akhir perang, Israel telah mendorong perbatasan mereka lebih dari yang mereka miliki sebelumnya. Saat itu, Israel memegang Bukit Golan dari Syria, Tepi Barat dari Yordania, Gaza, dan Semenanjung Sinai dari Mesir. Pada akhirnya, Israel menduduki seluruh teritori Palestina termasuk seluruh area Yerusalem dan tempat suci di sana. Hal ini membuat Israel bertanggung jawab untuk mengatur orang-orang Palestina yang masih ada di wilayah tersebut, bangsa yang mereka perangi selama bertahun-tahun. Israel menghadapi dilema. Apa mereka tetap mengambil Tepi Barat lalu memberikan kewarganegaraan Israel dan hak berdemokrasi bagi 1,1 juta warga Palestina yang ada di sana, Apa mereka mengembalikan Tepi Barat kepada Yordania, Ataukah membiarkan warga Palestina mendirikan negaranya? Israel paham bahwa sebagian besar pengungsi Palestina dan keturunan mereka tinggal di Gaza, Tepi Barat, dan di negara tetangga, yaitu Yordania, Suriah, dan Lebanon. Mengizinkan mereka maupun keturunan mereka untuk kembali ke rumah mereka bukanlah pilihan, karena itu akan membuat Israel kewalahan dan mengancam keberadaan mereka sebagai negara Yahudi. Sebuah jalan keluar pun muncul pada September 1978. Anwar Saddat, Presiden Mesir, dan Menachem Begin, Perdana Menteri Israel, bertemu untuk membahas penyelesaian konflik antar dua negara dengan Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat, sebagai mediatornya. Tujuannya adalah menciptakan perda05 | THINK BEYOND MECHANICAL

maian di kawasan Timur Tengah, mendirikan otonomi Palestina di Tepi Barat dan Gaza, serta mengembalikan Semenanjung Sinai kepada Mesir. Pertemuan ini dikenal sebagai Perjanjian Camp David. Ironisnya, nama Palestina disebut secara khusus dalam kerangka perdamaian Timur Tengah ketika negosiasi, tetapi dalam prosesnya, mereka cenderung dilupakan sehingga menimbulkan kontroversi di kalangan negara-negara Arab. Sebagai respons, Liga Arab pun menjatuhkan sanksi kepada Mesir akibat mengkhianati perjuangan Palestina dengan memutus hubungan diplomatik, membekukan keanggotaan Mesir di Liga Arab, dan menghentikan bantuan ekonomi. Walaupun demikian, ekonomi Mesir tidak akan hancur karena masih mendapat keuntungan dari penambangan minyak dan sokongan dana yang cukup besar dari Amerika Serikat setiap tahunnya pascaperjanjian itu. Semangat perjanjian meredup saat Anwar Saddat ditembak oleh anggota organisasi radikal Jihad Islam Mesir pada parade mi-


rakyat Palestina masih belum selesai. Namun, dengan berkurangnya sosok dominan dari negara-negara Arab yang selama ini menjaga mereka, rakyat Palestina membutuhkan sosok baru untuk memimpin mereka melawan militer Israel di wilayah itu. PLO (Palestinian Liberation Organization) menjadi sosok yang sangat dominan dalam peperangan melawan Israel pada tahun-tahun berikutnya. Selagi peperangan berlanjut, sebuah permasalahan baru mulai bercabang dari akar yang sama. Masalah ini masih berlanjut hingga saat ini, yaitu masuknya orang-orang Israel ke daerah Palestina (yang diakui di tingkat intenasional sebagai tindakan ilegal) untuk membuat permukiman. Orang-orang ini dikenal sebagai settlers (pemukim) yang mendirikan rumah di Tepi Barat dan Gaza─ tidak peduli apakah rakyat Palestina mengizinkan mereka untuk masuk atau tidak. Motif mereka bermacam-macam. Ada yang pindah karena alasan religius, beberapa sebagai bentuk nasionalisme mereka untuk mengklaim tanah itu bagi Israel, dan tidak sedikit juga karena alasan ekonomi (harga rumah di sana lebih terjangkau dan disubsidi oleh pemerintah Israel). Permukimannya juga terbagi menjadi dua, yaitu berupa kota kecil dengan ribuan penduduk atau hanya berupa komunitas kecil. Namun, kehidupan penduduk ilegal ini dapat dikatakan lebih damai dan nyaman daripada apa yang dimiliki oleh mayoritas rakyat Palestina─mereka bahkan dijaga oleh pasukan bersenjata. Bertambahnya pemukim akhirnya memaksa penduduk Palestina pergi dari tanah mereka dan memecah belah komunitas mereka. 2

liter dan turunnya Jimmy Carter dari kursi presiden. Dengan menghilangnya aktor utama perjanjian dari kontestasi politik, Israel mempertahankan cengkramannya terhadap Palestina. Empat tahun setelah perjanjian, Israel melakukan keputusan yang tidak sesuai kesepakatan. Israel memperluas permukiman Yahudi di Tepi Barat yang membuat Palestina semakin terisolasi. Rencana untuk menghilangkan pengaruh Israel di wilayah pendudukan pun gagal seiring dengan hilangnya mimpi akan kedamaian bagi Palestina. Namun, perjanjian ini menandai awal dari berakhirnya konflik senjata antara Israel dengan mayoritas negara-negara Arab untuk beberapa dekade selanjutnya. Bahkan, beberapa negara Arab berdamai dengan Israel walaupun mereka tidak pernah menandatangani perjanjian damai secara formal. Dengan meredanya tensi antara negara-negara Arab dan Israel, pasukan Israel semakin leluasa berkeliaran di wilayah Palestina, yaitu Tepi Barat dan Jalur Gaza yang artinya perjuangan

Kenyataan ini meyakinkan rakyat Palestina bahwa mimpi mereka untuk mempunyai kedamaian di tanah mereka sendiri semakin sulit. Ketika tidak ada lagi jalan keluar yang tersedia, satu-satunya pilihan adalah berdiri tegap dan memberanikan diri melawan gempuran artileri berat dengan apa yang dimili2. PLO merupakan sebuah organisasi yang telah dibentuk

oleh Liga Arab pada 1964 untuk memerdekakan Palestina, termasuk melalui tindakan terorisme September 2021 | 06


#BreakingDownBarriers babkan banyak warga Palestina yang pindah haluan dan mendukung 3Hamas. Perpecahan politik dan kekerasan akhirnya terjadi di antara orang-orang Palestina, diakibatkan oleh meningkatnya rivalitas antara Hamas dan PLO. Akibatnya, militan Palestina membunuh lebih dari 250 warga Palestina yang dicurigai bekerja sama dengan militer Israel dan sekitar 100 orang Israel selama The First Intifada.

ki. Perlawanan ini dikenal dengan sebutan The First Intifada yang dimulai pada 9 Desember 1987. Berawal dari tewasnya Taleb Abu Zaid dan tiga rekannya sesama orang Palestina sehari sebelumnya akibat ditabrak oleh kendaraan pengangkut tank milik Israel. Setelah mengetahui insiden ini, keluarga Taleb dan rakyat Palestina murka. Mereka memakamkan korban yang dihadiri oleh setidaknya 10.000 orang yang berlanjut menjadi aksi demonstrasi yang kemudian dibalas oleh tentara Israel dengan tembakan. Rakyat Palestina membalas dengan lemparan batu dan bom molotov. Harga yang dibayar sangat mahal, antara 1987-1991, lebih dari 1.000 nyawa rakyat Palestina menjadi korban termasuk lebih dari 200 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur 16 tahun. Intifada melibatkan ratusan ribu orang, banyak yang tidak memiliki pengalaman berperang sebelumnya termasuk anak-anak dan remaja. Selama beberapa tahun pertama, intifada melibatkan berbagai bentuk pembangkangan sipil termasuk demonstrasi besar-besaran, pemogokan, penolakan untuk membayar pajak, pemboikotan produk Israel, grafiti yang bernada politis, dan pendirian “sekolah bawah tanah” atau freedom school dikarenakan sekolah reguler ditutup oleh militer Israel sebagai tanggapan atas pemberontakan. Pada saat yang bersamaan, banyak warga Palestina di Gaza menganggap PLO terlalu sekuler dan terlalu berkompromi. Hal ini menye07 | THINK BEYOND MECHANICAL

3. Kelompok ekstremis yang didedikasikan untuk kehancuran Israel dan menjadi penentang PLO


ACT III Opening A New Page we’re highly trained to seek peace, yet we have no idea how to maintain it.

Pada awal 1990-an, kedua belah pihak sadar bahwa situasi tidak bisa lagi untuk terus dilanjutkan dan mereka harus segera berdamai. Namun, kesepakatan tidak dapat terjadi tanpa adanya perwakilan dari Palestina dalam perundingan. Terlebih lagi, Palestina tidak mempunyai sebuah organisasi ataupun persekutuan yang mampu menampung seluruh suara Palestina di tengah perpecahan politik itu. Oleh sebab itu, perundingan hanya dapat berjalan ketika Palestina mempunyai seorang delegasi dan Israel harus menerima mereka sebagai mitra negosiasi. Di saat inilah PLO mulai dihubungi secara diam-diam oleh Israel sebab sebelum intifada otoritas Israel telah mendorong pengembangan organisasi Islam radikal sebagai cara untuk memecah belah warga Palestina di wilayah konflik. Akan tetapi, ketika popularitas Islamis radikal tumbuh dan menantang moderasi PLO, Israel menyesali kebijakannya untuk mendorong politik islam radikal sebagai salah satu cara agar dapat menghabisi PLO. Akhirnya, Israel percaya bahwa Hamas, Jihadis Islam, dan gerakan islamis ekstrem yang lebih luas, di mana Israel menjadi akselerator kelompok ini, lebih menjadi ancaman bagi Israel daripada PLO. Dalam Surat Pengakuan Bersama, 9 September 1993 (beberapa hari sebelum penandatanganan Kesepakatan Oslo I) masing-masing pihak setuju untuk menerima pihak lain sebagai mitra negosiasi: PLO mengakui Negara Israel dan Israel mengakui PLO sebagai September 2021 | 08


#BreakingDownBarriers “wakil rakyat Palestina”; tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian, setelah sekitar sembilan bulan melakukan negosiasi di Oslo, perdana menteri Israel dan pemimpin PLO menandatangani Perjanjian Oslo di halaman Gedung Putih ditemani senyuman Presiden Bill Clinton yang merasa “telah aktif berpartisipasi saat proses negosiasi”. Setelah penandatanganan, Israel yang diwakili oleh PM Yitzhak Rabin dan pemimpin PLO, Yasser Arafat, berjabat tangan dan menjadi awal dari serangkaian siklus negosiasi, suspensi, mediasi, negosiasi ulang dan suspensi lagi. Dengan adanya pengakuan bersama ini, Israel bersedia untuk menarik diri dari Jalur Gaza dan Jericho. Perihal penarikan pasukan dari wilayah Tepi Barat, yang masih perlu didiskusikan lebih jauh, akan ditentukan lebih lanjut selama periode sementara lima tahun. Pada tahun 1994, PLO membentuk Otoritas Palestina dengan kuasa untuk “berpemerintahan sendiri”. Kemudian, pada Januari 1996, pemilihan diadakan untuk Dewan Legislatif Palestina dan presiden PA, yang masing-masing dimenangkan dengan mudah oleh Fatah dan Yasser Arafat. Ini merupakan langkah besar pertama menuju Israel yang diharapkan suatu saat akan menarik diri dari wilayah Palestina dan memungkinkan Palestina merdeka. Perjanjian Oslo memungkinkan berdirinya Otoritas Palestina dan memberikan Palestina sedikit kebebasan untuk mengatur diri mereka di daerah-daerah tertentu. Namun, pendukung garis keras dari kedua sisi menentang adanya Perjanjian Oslo ini. Baik radikal Islam maupun beberapa pemimpin lokal di Tepi Barat dan Jalur Gaza menentang kepemimpinan Arafat dan menolak Perjanjian Oslo. Hamas memperke09 | THINK BEYOND MECHANICAL

nalkan taktik bom bunuh diri pada periode ini. Beberapa aksi dilakukan sebagai pembalasan atas serangan Israel, termasuk pembantaian pada 1994 oleh seorang warga Israel kelahiran Amerika kepada 29 warga Palestina yang sedang berdoa di Masjid Ibrahim di Hebron. Lainnya karena termotivasi oleh keinginan untuk menggagalkan Perjanjian Oslo. Orang-orang sayap kanan di Israel melakukan demonstrasi dan menentang kepemimpinan PM Yitzhak Rabin, menyebut dia sebagai pengkhianat dan nazi. Lalu, tak lama setelah Rabin menandatangani kesepakatan kedua Perjanjian Oslo, seorang warga Israel sayap kanan menembaknya di Tel Aviv. Kekerasan ini menunjukkan bagaimana para ekstremis dari kedua belah pihak dapat menggunakan kekerasan untuk menggagalkan perdamaian dan beresiko membuat konflik menjadi permanen demi sepenuhnya menghancurkan pihak lain. Dinamika tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Berbagai negosiasi terus dilanjutkan agar kesepakatan akhir dapat dicapai, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan.


Pada pertengahan tahun 2000, Presiden Bill Clinton mengundang PM Ehud Barak dan Arafat ke Camp David untuk menyelesaikan negosiasi mengenai kesepakatan akhir yang telah lama tertunda. Sebelum mereka bertemu, Barak menyatakan “garis merahnya”: Israel tidak akan kembali ke perbatasan mereka yang dahulu sebelum tahun 1967, Yerusalem Timur dengan 175.000 (sekarang sekitar 200.000) pemukim Yahudi akan tetap berada di bawah kedaulatan Israel, Israel akan mencaplok blok pemukiman di Tepi Barat yang berisi sekitar 80 persen dari 180.000 (sekarang sekitar 360.000) pemukim Yahudi, dan Israel tidak akan menerima tanggung jawab hukum atau moral atas terciptanya masalah pengungsi Palestina. Sesuai dengan Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB dan pemahaman mereka tentang semangat Oslo Declaration of Principles, Palestina meminta penarikan Israel dari sebagian besar Tepi Barat dan Jalur Gaza, termasuk Yerusalem Timur, serta pengakuan sebagai negara merdeka di wilayah-wilayah tersebut.

dalam masalah Yerusalem dan pengungsi, tidak memungkinkan tercapainya kesepakatan di KTT Camp David. Meskipun Barak menawarkan proposal yang jauh lebih luas untuk penarikan Israel dari Tepi Barat daripada yang telah dipertimbangkan oleh pemimpin Israel lainnya secara terbuka, Barak bersikeras untuk mempertahankan kedaulatan Israel atas Yerusalem Timur. Sikap ini tidak dapat diterima oleh orang-orang Palestina dan sebagian besar dunia Muslim. Arafat akhirnya meninggalkan Camp David dengan status yang lebih tinggi di antara konstituennya karena dia tidak menyerah pada tekanan Amerika dan Israel. Barak pulang untuk menghadapi krisis politik di dalam pemerintahannya sendiri, termasuk kepergian mitra koalisi yang merasa dia telah menawarkan terlalu banyak kepada Palestina. Namun, tabu Israel dalam membahas masa depan Yerusalem telah dipatahkan. Untuk pertama kalinya, beberapa orang Israel mulai menyadari bahwa mereka tidak akan pernah mencapai perdamaian jika mereka bersikeras memaksakan persyaratan mereka pada orang Palestina; mayoritas menjadi percaya bahwa jika itu masalahnya, Israel harus belajar hidup dengan konflik tanpa batas. Orang Palestina juga menyadari bahwa perdamaian tidak akan datang dan pemahaman ini membuka jalan untuk The Second Intifada pada tahun 2000an akhir.

Tuntutan yang berlebih antara kedua belah pihak, terutama

September 2021 | 10


#BreakingDownBarriers

ACT IV Wind and Words

No Gods or Kings. Only Man

11 | THINK BEYOND MECHANICAL

Intifada kedua bermula pada 28 September, saat Ariel Sharon yang merupakan kandidat Partai Likud sebagai calon perdana menteri mengunjungi Temple Mount ‘makam suci’ dengan didampingi 1.000 penjaga bersenjata. Mengingat seruan terkenal Sharon untuk mempertahankan pencaplokan Israel atas Yerusalem Timur, langkah ini memicu protes besar Palestina di Yerusalem. Keesokan harinya, orang-orang Palestina melemparkan batu ke arah orang-orang Yahudi yang berdoa di Tembok Barat. Polisi Israel kemudian menyerbu Temple Mount dan menewaskan sedikitnya empat orang serta melukai 200 pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Di penghujung hari, pasukan Israel membunuh tiga orang Palestina lagi di Yerusalem yang memicu demonstrasi dan bentrok di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Intifada kedua jauh lebih berdarah dari yang pertama. Selama tiga minggu pertama pemberontakan, pasukan Israel menembakkan 1 juta peluru tajam ke arah demonstran Palestina yang tidak bersenjata. Ini adalah eskalasi secara sadar dalam penggunaan kekuatan bersenjata yang dirancang untuk menghindari pemberontakan sipil yang berkepanjangan, seperti intifada pertama. Oleh karena itu, simpati dunia internasional pun mengarah kepada Palestina. Israel mengecap menyebarnya protes sebagai tindakan agresi sehingga penggunaan kekuatan bersenjata diperluas dengan mengerahkan tank, helikopter tempur, dan bahkan pesawat tempur F-16. Tentara Israel menyerang instalasi PA di Ramallah, Gaza, dan di tempat lain. Lingkungan sipil menjadi sasaran penembakan dan pengeboman udara. Para pejabat Israel menggambarkan intifada kedua sebagai “konflik bersenjata sebelum perang”, dan mengklaim bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri untuk menyerang “musuh”, serta menyangkal bahwa musuh-musuh tanpa kewarganegaraan itu memiliki hak untuk menggunakan kekuatan, bahkan untuk mempertahankan diri sendiri. Menjelang akhir konflik, sekitar 1.000 orang Israel dan 3.200 orang Palestina meninggal.


Intifada Kedua benar-benar mengubah sudut pandang orang-orang. Orang Israel menjadi lebih skeptis terhadap orang Palestina. Mereka ragu apakah orang-orang Palestina akan pernah menerima perdamaian, atau apakah berdamai itu layak untuk dicoba. Politik Israel bergeser ke kanan, negara pun membangun tembok dan pos pemeriksaan untuk mengontrol gerakan Palestina. Mereka tidak lagi berusaha menyelesaikan konflik, tetapi hanya mengelolanya. Orang-orang Palestina merasa bernegosiasi hanya sia-sia dan kekerasan pun tidak dapat memberikan apa yang mereka inginkan, kesadaran mulai terbangun bahwa mereka terjebak di bawah okupasi yang terus berkembang tanpa masa depan sebagai manusia merdeka. Tahun itu, Israel menarik diri dari Gaza. Hamas memperoleh kekuasaan, tetapi berpisah dari Otoritas Palestina dalam perang saudara singkat yang memisahkan Gaza dari Tepi Barat. Israel menempatkan Gaza di bawah blokade yang mencekik, mengakibatkan pengangguran meningkat menjadi 40%. Di Tepi Barat, semakin banyak okupasi yang mencekik orang-orang Palestina yang sering merespons dengan protes dan terkadang dengan kekerasan walaupun kebanyakan hanya ingin hidup normal. Di Gaza, Hamas dan kelompok ekstremis lainnya berperang secara berkala dengan Israel. Pertempuran itu membunuh banyak orang Palestina, termasuk banyak warga sipil. Di Israel sendiri, kebanyakan orang telah menjadi apatis dan sebagian besar okupasi membuat konflik relatif dihapuskan dari kehidupan sehari-hari mereka, walaupun terkadang diisi aksi kekerasan yang beragam dari waktu ke waktu.

Konflik terbaru yang terjadi adalah di pertengahan 2021. Pecahnya bentrokan saat itu dimulai dengan serangkaian tindakan kontroversial Israel di Yerusalem termasuk upaya pengusiran sejumlah keluarga Palestina di Yerusalem Timur, yaitu Syeikh Jarrah, oleh pemukim Yahudi sayap kanan dan atas keputusan Mahkamah Agung Israel. Akibatnya, warga Palestina berbaris dan menentang penggusuran itu. Setiap keluarga Palestina di Yerusalem sadar, apabila mereka tidak memprotes penggusuran ini, mereka akan menjadi korban selanjutnya. Sebagai respons atas meluasnya protes, polisi Israel menyerang jemaah Palestina di Masjid al-Aqsa yang mendorong Hamas untuk menembakkan rentetan roket ke Yerusalem dan kota-kota besar lainnya di Israel. Israel menanggapi dengan serangan udara destruktif di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Dilansir dari BBC, kementerian kesehatan Palestina mengatakan setidaknya 243 orang, termasuk lebih dari 100 wanita dan anak-anak, tewas di Gaza. Israel menyatakan telah menewaskan sedikitnya 225 gerilyawan selama pertempuran itu. Hamas belum memberikan angka korban dari para pejuang mereka. Di Israel sendiri, terdapat dua belas orang yang menjadi korban, termasuk dua anak-anak tewas menurut layanan medisnya. Militer Israel mengatakan lebih dari 4.300 roket ditembakkan ke wilayahnya oleh gerilyawan dan menyerang lebih dari 1.000 sasaran gerilyawan di Gaza. Israel dan Hamas setuju untuk menghentikan pertempuran pada 20 Mei. Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang ditengahi oleh Mesir, Qatar, dan PBB diberlakukan sekitar pukul 02:00 pada tanggal 21 Mei 2021, sehingga berakhirlah 11 hari pertempuran.

September 2021 | 12


#BreakingDownBarriers

ACT V There’s no peace for the wicked There is a darkness within man. Whether the dark will spark self-reflection, or a ruinous nostalgia, is up to oneself entirely. Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik terlama dan paling kontroversial di dunia. Perseteruan antara dua musuh bebuyutan yang mengklaim wilayah yang sama. Namun, apa yang sebenarnya terjadi jauh lebih rumit dari itu, terlebih lagi setiap fakta dan detail sejarah dipermasalahkan oleh kedua belah pihak dan pembela mereka. Di suatu titik tertentu, kita pasti mengerti bahwa masalah ini tidak akan selesai ketika satu pihak masih berusaha berdebat dengan pihak yang lain tentang siapa yang memiliki hak atas wilayah Palestina: apakah penduduk Palestina atau penduduk Israel. Saya yakin, jika kita masih melihat permasalahan seperti itu saja, kita akan frustasi dan meninggalkan ruang diskusi dengan perasaan kesal. Seharusnya kita mengerti bahwa kedua pihak, Israel dan Palestina, tidak dapat didamaikan apabila keduanya bersikeras untuk mempunyai kuasa penuh atas seluruh wilayah dan menginginkan kehancuran total dari pihak lainnya. Mereka yang bersikeras memaksakan narasi mereka terhadap satu sama lain, atau mengubah konflik menjadi perang agama, tidak dapat

13 | THINK BEYOND MECHANICAL

membuat kompromi yang diperlukan untuk perdamaian. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang berasal dari komunitas internasional yang mendukung satu pihak dan mengingkari hak pihak lainnya. Ini merusak dan hanya memperkuat ekstremis. Oleh sebab itu, kita seharusnya lebih memfokuskan diri tentang bagaimana kita dapat mengamankan masa depan yang damai bagi keduanya. Ada dua opsi yang kerap dianggap sebagai solusi dari konflik ini, yaitu two state solution dan one state solution. Solusi dari one state solution adalah menggabungkan Israel, Tepi Barat, dan Jalur Gaza menjadi satu negara besar. Argument ini muncul dalam dua versi. Satu, yang disukai oleh beberapa kaum kiri dan Palestina, adalah dengan menciptakan satu negara demokratis. Muslim Arab akan melebihi jumlah orang Yahudi, sehingga mengakhiri Israel sebagai negara Yahudi. Versi lain, yang disukai oleh beberapa orang kanan dan Israel, adalah Israel mencaplok Tepi Barat dan memaksa warga Palestina keluar atau menolak hak mereka untuk memilih.


Hampir seluruh dunia, termasuk sebagian besar Zionis, menolak opsi ini sebab opsi ini dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat diterima. Di sisi lain, Two state solution didasarkan pada ide bahwa orang Israel dan Palestina ingin menjalankan negara mereka secara mandiri: Orang Israel menginginkan negara Yahudi, dan orang Palestina menginginkan negara Palestina. Karena tidak ada pihak yang bisa mendapatkan apa yang diinginkannya jika menjadi satu negara,

satu-satunya solusi yang cukup memuaskan semua orang adalah memisahkan orang Palestina dan Israel. Namun, Two state solution membutuhkan kompromi dari kedua belah pihak untuk dapat disetujui. Tanpa adanya pemahaman tersebut, konflik ini tidak dapat diselesaikan dengan perang dan kekerasan, tetapi hanya dapat diselesaikan dengan resolusi politik, kepemimpinan, dan kompromi, konflik Israel-Palestina tidak akan selesai. Ditambah lagi bentrokan yang terus berulang,

kerap kali meneriakkan hal yang sama bahwa perseteruan ini tidak hanya sekedar competing nationalism, tetapi juga konflik agama. Kita harus memahami bahwa konflik agama bukanlah konflik hak, tetapi pertarungan melawan hak orang lain untuk hidup dengan menggunakan keyakinan mereka sebagai pembenaran─tidak ada kompromi bagi para ideolog agama. Apabila semua pihak menganggap ini adalah konflik agama, religious extremist akan mulai mengambil alih situasi dan menutup segala kemungkinan untuk diadakannya perdamaian permanen. Sebut saja setiap kali Israel memenangkan perang, setiap kemenangan yang mereka raih tidak hanya dianggap sebagai kemenangan militer, tetapi juga dianggap sebagai pertanda religius bahwa bangsa Yahudi ditakdirkan untuk kembali ke “tanah yang dijanjikan”. Tanpa adanya kesadaran untuk mundur selangkah demi kebaikan bersama dari masing-masing pihak, ini hanya akan semakin menegangkan situasi saat ini. Hamas adalah organisasi teror Islam radikal yang berjuang bukan untuk mendirikan negara Palestina, tetapi melawan keberadaan “kafir” Yahudi yang tinggal di Israel. Pada tahun 2006, Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan Rusia menetapkan parameter untuk Hamas yang mencakup penerimaan perjanjian damai sebelumnya antara Israel dan Palestina, yakni komitmen untuk meniadakan kekerasan dan pengakuan Israel, yang berakhir ditolak oleh Hamas. Parameter ini diterbitkan setelah Israel menarik diri dari Jalur Gaza, mencabut okupasi dan menarik pasukan militernya, dan Hamas memenangkan pemilihan Palestina. Seandainya Hamas mengadopsi prinsip-prinsip ini, kehidupan penduduk Jalur Gaza hari ini mungkin terlihat berbeda dan Gaza dapat berkembang. Hanya saja, bagi Hamas, mengakhiri konflik adalah sesuatu yang tidak akan pernah disetujuinya selama adanya negara Israel. Apartemen-apartemen nyaman dan mobil model paling baru tidak akan memicu Hamas untuk menerima Israel; ini hanya akan terjadi September 2021 | 14


#BreakingDownBarriers setelah mereka mewujudkan mimpi mereka untuk melenyapkan negara Yahudi. Hanya kemenangan Hamas yang mereka anggap mengarah pada perdamaian, bukan kemakmuran Palestina. Jika begitu, konflik tidak akan berakhir dengan niat baik kedua belah pihak, tetapi dengan satu pihak menyerah pada tuntutan perang pihak yang lain. Oleh sebab itu, kita tidak sepatutnya mengembangkan opini bahwa konflik Israel-Palestina adalah konflik agama. Kita seharusnya memfokuskan diri terhadap segala hal yang dapat mendorong perdamaian permanen dan melemahkan ekstremis dari kedua belah pihak.

solution juga tampak lebih jauh. Ini terjadi bukan karena kurangnya usaha, meskipun upaya untuk mencapai garis finis selalu gagal (termasuk yang terakhir pada tahun 2014, ketika Amerika Serikat mengusulkan parameter untuk negosiasi sesuai dengan dua negara untuk dua bangsa). Kesempatan terakhir yang terlewatkan ini, serta tren politik lainnya di Israel dan Palestinian Authority, dapat mengarah pada pemahaman bahwa itu adalah mimpi yang tidak mungkin dipenuhi. Kekerasan pada bulan Mei dengan Hamas dan di dalam Israel memberi kita semua gambaran tentang one state solution.

Akan tetapi, kebijakan AS-Israel dalam beberapa tahun terakhir benar-benar sebaliknya. Pemerintahan Trump mendukung upaya pemerintah Israel untuk lebih gencar melakukan pencaplokan tanah. Seandainya semua upaya itu berhasil, kita akan mencapai titik di mana kita tidak bisa lagi untuk kembali. Tanah tidak akan lagi dibagi dan masa depan politik dua negara akan tertutup bagi kita selamanya. Selanjutnya, kebijakan ini melemahkan dan mendelegitimasi Otoritas Palestina, termasuk memotong dukungan keuangan. Dengan pelantikan Biden pada bulan Januari, visi two state solution yang didukung oleh Amerika Serikat telah muncul kembali dan memberi secuil harapan agar terbukanya pintu perdamaian.

Bahkan jika perdamaian tidak dapat kita lihat dan point of no return lebih dekat serta membahayakan daripada sebelumnya, kita tidak boleh pergi ke sana. Perjuangan yang paling penting untuk saat ini adalah menjaga jalan perdamaian agar tetap terbuka. Kita harus membuat kebijakan di antara Amerika Serikat, negara-negara Timur Tengah, Israel, dan Otoritas Palestina. Kita bisa mulai dengan mengakui bahwa hanya mendukung satu narasi dan menyangkal yang lain tidak akan membawa kita ke mana-mana, itu hanya akan memperkuat ekstremisme di kedua sisi. Solusinya harus mencerminkan hak, aspirasi, dan kepentingan sah kedua belah pihak, dengan kompromi yang memungkinkan kita semua untuk memenuhi aspirasi bersama kita yang sah dan hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan.

Masalahnya adalah untuk mencapai two state 15 | THINK BEYOND MECHANICAL


It’s a shame that Arafat walked away from the table in 2000. Obviously there’s no panacea, but a two-state solution with an emphasis on human rights? feels like a great place to begin. Written by: Nurhadid, K.55 Designed by: • Nurhadid, K.55 • Edra Abhista A , K.61

Referensi 1. tirto.id.(2021, 26 Maret).Perjanjian Camp David dan Pergolakan Timur Tengah Tak Kunjung Reda. Diakses pada 21 Juli 2021, dari https://tirto.id/perjanjian-camp-david-dan-pergolakan-timur-tengah-tak-kunjung-reda-gbvp 2. tirto.id.(2019, 6 Oktober).Anwar Sadat Damaikan Mesir-Israel, Akibatnya: Dibunuh Kaum Islamis. Diakses pada 20 Juli 2021, dari https://tirto.id/anwar-sadat-damaikan-mesir-israel-akibatnya-dibunuh-kaum-islamis-cxSV 3. ucg.org.(2011, 16 Februari). Are All Israelites Jews?. Diakses pada 12 Juli 2021, dari https://www.ucg.org/bible-studytools/booklets/the-united-states-andbritain-in-bible-prophecy/are-all-israelites-jews 4. timeslive.co.za.(2021, 4 Juli). Peace in the Middle East: ‘Oslo’ offers a glimpse of what could’ve been. Diakses pada 30 Juli 2021, dari https://www.timeslive.co.za/ sunday-times/lifestyle/2021-07-04-peacein-the-middle-east-oslo-offers-a-glimpseof-what-couldve-been/ 5. mfa.fov.il.Israel Ministry of Foreign Affairs, 2017. 1897: The First Zionist Congress takes place in Basel, Switzerland. Diakses pada 2 Agustus 2021, dari https:// mfa.gov.il/Jubilee-years/Pages/1897-TheFirst-Zionist-Congress-takes-place-inBasel,-Switzerland.aspx

6. Beinin, Joel and Lisa Hajjar, “Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict: A Primer.” (Washington, DC: Middle East Research and Information Project, 2014). 7. vox.com.(2018, 14 Mei). What is Zionism?. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https:// www.vox.com/2018/11/20/18080010/zionism-israel-palestine 8. vox.com.(2018, 14 Mei). How did Israel become a country in the first place?. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https://www. vox.com/2018/11/20/18080016/israel-zionism-war-1948 9. vox.com.(2018, 14 Mei). What are the “two-state solution” and the “one-state solution”?. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https://www.vox. com/2018/11/20/18080094/what-arethe-two-state-solution-and-the-one-statesolution 10. vox.com.(2018, 14 Mei). What is the Israeli-Palestinian peace process?. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https://www.vox. com/2018/11/20/18080090/israel-palestine-peace-process 11. vox. 2016, 20 Januari. The Israel-Palestine conflict: a brief, simple history [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/ watch?v=iRYZjOuUnlU 12. tirto.id.(2021, 21 Mei). Apa Itu Intifada I dan II dalam Sejarah Konflik Palestina & Israel?. Diakses pada 30 Juli September 2021 | 16


#BreakingDownBarriers 2021, dari https://tirto.id/apa-itu-intifada-i-dan-ii-dalam-sejarah-konflik-palestina-israel-gf8J 13. dunia.tempo.co.(2021, 13 September). Pakar Timur Tengah UGM Jelaskan Asal-usul Konflik Palestina Israel. Diakses pada 14 Mei 2021, dari https://dunia. tempo.co/read/1464051/pakar-timur-tengah-ugm-jelaskan-asal-usul-konflik-palestina-israel 14. ugm.ac.id.(2021, 18 Mei). Pengamat Timur Tengah: Kunci Perdamaian Pelestina – Israel Taati Hasil Perundingan. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https:// www.ugm.ac.id/id/berita/21139-peng a m a t - t i m u r- t e n g a h - k u n c i - p e r d a maian-pelestina-israel-taati-hasil-perundingan 15. bbc.com.(2021, 21 Mei). Israel-Gaza ceasefire holds despite Jerusalem clash. Diakses pada 29 Juli 2021, dari https:// www.bbc.com/news/world-middleeast-57195537 16. vox.com.(2021, 10 Mei). Israeli-Palestinian tensions erupt into open conflict. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https:// www.vox.com/22440330/israel-palestine-gaza-airstrikes-hamas-updates-2021 17. apnews.com.(2021, 21 Mei). Israel, Hamas agree to cease-fire to end bloody 11-day war. Diakses pada 24 Juli 2021, dari https://apnews.com/article/israel-palestinian-cease-fire-hamas-caac81bc36fe9be67ac2f7c27000c74b 18. tirto.id.(20 Juni 2019). Orang Samaria di Tengah Konflik Israel Palestina. Diakses pada 21 Juli 2021, dari https://tirto. id/orang-samaria-di-tengah-konflik-israel-palestina-ecBN 19. “Antisemitisme”. 2016. Pada KBBI Daring. Diakses pada 26 Juli 2021, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Antisemitisme 20. Broshi, Maguen (2001). Bread, Wine, Walls and Scrolls. Bloomsbury Publish-

17 | THINK BEYOND MECHANICAL


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.