
Katalog Seni Kaligrafi
Kelas Kaligrafi
Kampung Budaya Piji Wetan

7-9 April 2023


Taman Dolanan KBPW
dalam rangka Pameran Kaligrafi

Katalog ini diterbitkan sebagai materi publikasi dan dokumentasi pendukung
Pameran Kaligrafi “Exploring Khat” Kelas Kaligrafi Kampung Budaya Piji Wetan
Pendamping Kelas : Muhammad Musyafak S.Pd
Peserta Kelas Kaligrafi :
Fahrul Iqbal Al fariqi, Dafina Rihaadatul Aisya, Nurul Fata, Maulida Thifa Z, Ainal Untsa, Tsania Rifqia Azizah, Mustofa Hafifi, Anita Salsa Billa, Zahwa Isna Nur S, Aqiilatun Nisfa, Hilmi Mu’afa, Nawwaaf Milliyya, Aktafian Ersyadani, Nisa’ul Khusna, Aulia Naila Firdaus, Naela Puspitasari, M. Jaza Al Aufa, M.Choirul Anam, M. Kharis Ulinnuha, Saiful Annas
Penata Letak : Baidlowie
Foto : Omen
Diterbitkan oleh : Kampung Budaya Piji Wetan

Kaligrafi Arab atau yang biasa dikenal dengan khat merupakan salah satu bentuk
kesenian yang cukup familiar di Indonesia. Namun karena keakrabannya, banyak orang tidak
lagi melihat keterampilan ini sebagai cabang seni yang unik dibandingkan dengan yang lain.


Di banyak tempat, khat ditumpuk di sudut jalan, tersedia di kios-kios kecil dekat makam pahlawan, tokoh agama, atau orang suci. Banyak dari karya-karya ini tidak lagi dianggap sebagai bentuk
seni melainkan sebagai cetakan.
Sayangnya, para seniman
khat sendiri seringkali mengabaikan
pentingnya citra mereka sebagai
pencipta seni. Banyak di antara
mereka yang puas hanya menjadi
"tukang cat" di tempat ibadah
komunitasnya sendiri. Satu-satunya
saat mereka mendapat pengakuan
adalah ketika mereka memenangkan
kompetisi yang mereka ikuti.
Namun, seni kontemporer Indonesia
mulai menunjukkan pesonanya
melalui khat.
Salah satu event penting yang
menampilkan keindahan khat adalah
Festival Istiqlal pada 1990an. Festival
ini menyoroti kekayaan budaya dan
seni warisan Islam, dengan khat
sebagai salah satu fokus utamanya.
Melalui acara ini, masyarakat dapat
menjelajahi khat dan mengapresiasi keindahannya.
Eksplorasi khat juga mengarah
pada pembahasan tentang estetika
dan transestetik. Seniman Khat
menantang norma dan menciptakan
karya yang unik dan kontemporer.
Perpaduan khat tradisional dengan
unsur modern menciptakan bentuk
seni baru yang menarik bagi generasi muda.
Pemanfaatan khat sebagai
alat diplomasi budaya dapat
menjembatani kesenjangan antara
dunia Islam dan Barat. Khat dapat
dijadikan sebagai media untuk
menyampaikan nilai-nilai, budaya, dan identitas keislaman melalui seni.
Sebagai permata yang tersembunyi
di kancah seni rupa Indonesia, seni khat juga patut mendapat pengakuan lebih. Melalui eksplorasi khat, kita bisa mengapresiasi keindahan dan potensinya untuk menjembatani budaya dan bangsa.
Seniman khat perlu diberi lebih banyak kesempatan untuk
memamerkan karya seninya, dan masyarakat perlu dididik tentang pentingnya khat dalam lanskap
budaya dan seni Indonesia.
Khat melekat dalam budaya
kehidupan santri di desa-desa yang seringkali memiliki inisiatif unik untuk membantu masyarakat dalam mengelola ruang publik. Di Kabupaten Kudus misalnya, pemukiman yang didalamnya ada pondok pesantren lebih kondusif dan berdaya dibanding yang lainnya. Tidak hanya dalam aspek agama saja, namun juga sosial-ekonomi.
Penggarapan proyek ini akan melibatkan para seniman kaligrafi di Kampung Budaya Piji Wetan. Di sana ada kelas kaligrafi yang dilaksanakan setiap jumat sore mulai dari usia 1225 tahun. Mereka mengeksplorasi
kearifan di desa, baik itu simbol, cerita rakyat, permainan tradisional dan lainnya. Mereka juga bisa
memadukan kaidah-kaidah kaligrafi yang mereka pelajari ke dalam isu sosial maupun kultural yang mereka alami di lingkungan mereka sendiri.

Maulida
Difa (10) tampak serius. Tangan kanannya memegang pensil khusus. Dengan berhati-hati ia menggoreskan tinta pada sebidang kertas dihadapannya. Membuat garis, menyusun pola, hingga mengisi detail-detail ruang pada bidang putih di atas meja. Sore itu, Minggu (28/03), ada puluhan anak dan remaja bersama Maulida sedang menyelesaikan karya mereka untuk sebuah pameran kaligrafi di kampung budaya.

Sejak 2022, Kampung Budaya
Piji Wetan memang membuka program kelas seni kaligrafi arab untuk publik. Ada 20-an peserta yang mengikuti kelas itu setiap
jumat sore. Kampung Budaya Piji
Wetan menginisiasi kelas ini untuk
mengajak anak-anak dan remaja di lereng muria akrab dengan kegiatan seni.
Tahap demi tahap dilalui dengan senang hati oleh anak-anak dan remaja dengan rentang usia 12 sampai 25 tahun. Mereka belajar
mengeksplorasi huruf-huruf arab, hiasan mushaf, dekorasi hingga teknik lukis di atas kanvas. Mereka mau untuk saling membantu, memberi semangat dan saling mengapresiasi.
”Saya senang ada kelas kaligrafi, semoga kelas ini ada terus.
Aamiin,” ungkap Maulida Difa
Zahrani siswi kelas 4 MI Hidayatul
Mustafidin Dawe Kudus itu.
Tak hanya Maulida, kami juga mewawancarai peserta lain.
Mengapa tertarik Ikut Kelas
Kaligrafi di KBPW?
Muhammad Khoirul Anam, pemuda asal Kudus ini menjawab
dengan mantap. Ketertarikannya di dunia seni kaligrafi bahkan ia rasakan sejak kecil. Dari menggambar hingga dukungan kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya dulu, Anam masih
konsisten menggeluti bidang seni rupa religi islami itu.
”Saya tertarik untuk
mengikuti kelas ini karena dari awal
saya sudah pernah belajar kaligrafi.
Sejak kecil bisa menggambar, kemudian sewaktu Mts ada kegiatan kaligrafi, bahkan sampai sekarang
kuliah pun saya juga bergabung ke
organisasi bisa mewadahi minat saya,” kata Anam beberapa waktu yang lalu.
Mendapati KBPW yang juga membuka kelas kaligrafi, ia pun tambah bersemangat. Terlebih koordinator kelas ini juga sudah ia kenal, sewaktu belajar kaligrafi di sekolah.
Hal serupa juga dirasakan oleh Davina Rihadlatul Aisyah, siswi kelas 6 MI asal Desa Purwosari, Kecamatan Kota Kudus. Davina yang dikenalkan seni kaligrafi pertama oleh gurunya di kelas 5 mengaku mempunyai ketertarikan pada karya seni rupa yang indah dan enak dipandang itu. Hal tersebut juga didukung dengan bakatnya dalam menggambar.
”Kenapa saya ikut kaligrafi, karena awalnya saya suka menggambar dan menulis indah. Jadi tidak ada keterpaksaan karena memang keinginan saya sendiri ikut kelas kaligrafi ini,” ungkap Davina.
Sementara Anita Salsabila, salah satu mahasiswa IAIN Kudus yang bergabung dalam kelas kaligrafi ini mengaku tertarik sebab ingin mengembangkan kemampuannya di bidang seni kaligrafi.
”Saya sudah pernah belajar kaligrafi, jadi enjoy saja menikmati kegiatannya. Selain itu saya ikut kelas ini juga ingin mengembangkan pengalaman saya terharap seni kaligrafi,” ujarnya.
Bagaimana kesan terhadap kelas kaligrafi KBPW ini?
Sebagian besar peserta, ketika
ditanya kesan selama mengikuti
kelas kaligrafi, mengaku senang dan puas. Selain pembelajarannya yang
santai, materi yang diberikan juga lebih detail dan enak dipahami.
Seperti yang diutarakan oleh
Anita Salsabila. Ia mengaku banyak materi yang didapatkan selama mengikuti kelas rutin setiap Jumat sore itu. Seperti halnya materi teknik melukis, teknik mewarnai, membuat ornamen dan lain-lain.
”Menyenangkan tentunya, dari kita yang sejak awal sudah minat ikut, di sini pembelajarannya dijelaskan secara detail, bagaimana kaidahnya, per hurufnya dijelaskan,” ungkap Anita.
Sepakat dengan yang
disampaikan Anita, Anam juga merasakan hal yang sama. Selain pembelajarannya yang lengkap, kelas kaligrafi juga membuat dirinya merasa bertambah wawasan dan pengalaman.
”Kita juga bisa mengaplikasikan hasil belajar dari kelas ini, misalnya membuat kaligrafi secara mandiri di rumah, atau membuat karya lain semacamnya.”
Apa saja yang dipelajari dalam
kelas kaligrafi?
Di kelas kaligrafi triwulan pertama ini, anak-anak mulai
dikenalkan pada kaidah khat naskhi.
Tujuannya ialah untuk melatih anak
supaya mempunyai goresan dan tulisan yang indah terlebih dahulu.
”Pertama kita belajar kaidah
khat naskhi, kemudian berlajut ke teknik mewarnai dan membuat ornamen-ornamen, selanjutnya kita diajari membuat tulisan-tulisan
seperti surat pendek dan kalimat pendek lain,” kata Anam ketika
ditanya apa saja yang ia dapatkan dari kelas kaligrafi di KBPW.
Begitu juga dengan Davina, ia merasa belajar banyak di kelas
kaligrafi outdoor di Kampung
Budaya Piji Wetan. Belajar cara memegang pensil, spidol, menggambar, melukis dan menulis kalimat-kalimat pendek.
”Kemarin membuat kalimat Robbis rohli shodri, lalu hari ini menyelesaikan kaligrafi surat Al Ikhlas,” jelasnya.
Apa kendala selama mengikuti kegiatan di kelas kaligrafi?
Tak ada kendala yang berarti dialami oleh para peserta, termasuk Anita. Baginya kendala yang dimaksud bukan semata kendala, akan tetapi lebih ke bagaimana memanaje waktu dengan baik.
”Kegiatannya mepet sama jam kuliah, jadi memang perlu menyesuaikan diri. Untuk kendala lainnya sepertinya tidak ada,” jawab Anita tegas.
Bagaimana harapan dengan adanya kelas kaligrafi di KBPW?
Harapan memajukan kelas
kaligrafi dan kebudayaan di Lereng
Muria menjadi kesepakatan
bersama. Tentunya, harapan itu perlu didukung dengan tumbuhnya
generasi-generasi penerus di dalam kesenian rupa kaligrafi.
”Semoga bisa istiqomah dan terus belajar kaligrafi, mengikuti event dan lomba-lomba baik tingkat umum dan tingkat mahasiswa,” ujar Anam.
”Harapannya semoga bisa lebih mahir dalam menulis kaligrafi yang indah,” ungkap Davina.

”Kelas kaligrafi di KBPW semakin berkembang dan dapat memunculkan kelas-kelas lanjutan untuk jenis khot yang lain, karena jenis khat di kaligrafi banyak sekali,” kata Anita. []


Kaligrafi merupakan salah satu cabang kesenian yang cukup
populer di dunia. Demikian itu menjadi salah satu alasan mengapa
seseorang mau belajar kaligrafi. Namun, tidak hanya itu, ternyata
banyak pula mutiara hikmah yang
terkandung dalam cabang seni menulis huruf ini.
Hal itu diungkapkan oleh mentor kaligrafi Kampung Budaya
Piji Wetan, Muhammad Musyafak. Menurutnya, kaligrafi dulunya
diciptakan oleh orang-orang hebat
yang tidak sekadar mengerti ilmu

tata bahasa saja. Para pencetus
kaidah kaligrafi, kata Musyafak, juga dikenal sebagai seorang yang
memiliki nalar makrifat yang tinggi.
“Bagaimana tidak? Kalau
tidak ada kaligrafi, apakah kita bisa
mengerti huruf-huruf Alquran
layaknya sekarang ini yang sudah ada titik dan harakatnya,” kata juara
3 MTQ Nasional 2020 di Padang itu kepada anak didiknya, Jum’at (20/01/23).
Musyafak kemudian banyak bercerita tentang sosok para pendahulu kaligrafi. Pernah suatu ketika, kata dia, pada era kekhalifahan ada seorang kaligrafer diminta menulis bentuknya lafadz
Allah. Itu perjuangannya luar biasa, ia istikharah berkali-kali. Pun juga
disalahkan beberapa kali, sampai
dihukum potong tangan karena menurut sang raja tidak sempurna.
“Dan hasilnya sekarang bisa
kita baca dan bayangkan kalau lafadz
Allah itu struktur kalamnya seperti itu. Betapa besarnya perjuangan seorang seniman kaligrafi, coba bayangkan,” kata Musyafak.
Kemudian, Musyafak juga
menceritakan keteladanan dari seorang Ibnu Muqlah. Sejak dini, Ibnu Muqlah memang sudah memiliki bakat menulis khat. Hanya saja, ia berguru pada orang yang kemampuan kaligrafinya biasa saja. Suatu ketika sang guru itu meminta kepada Ibnu Muqlah untuk pergi mencari guru yang lebih hebat, tapi tidak mau. Ibnu Muqlah saking tawadhu’nya merasa cukup dengan gurunya tersebut hingga membuat guru itu terharu lantas mendoakan Ibnu Muqlah.
“Semoga kelak engkau menjadi kaligrafer yang hebat dan diikuti oleh masyarakat dunia. Dan ternyata benar, sekarang Ibnu Muqlah menjadi panutan bagi para kaligrafer di seluruh dunia,” ujar Syafak menutup pertemuan sore itu.

Kampung
Budaya Piji Wetan (KBPW) kembali membuat gebrakan kesenian. Kali ini komunitas berbasis masyarakat desa itu menerbitkan buku ajar seni kaligrafi jilid pertama. Buku tersebut disusun langsung oleh mentor kelas kaligrafi KBPW, Muhammad Musyafak.
Musyafak menerangkan buku ajar ini disusun untuk memudahkan anak-anak dalam belajar menulis khat atau kaligrafi. Untuk jilid pertama kali ini, ia baru menyusun panduan khusus kaidah-kaidah penulisan khat naskhi.
“Rencananya ini akan berlanjut ke kaidah dan jenis khat lainnya, seperti khufi, diwani, tsuluts, dan juga pada akhirnya nanti termasuk kaidah pewarnaan dan desain kalau memungkinkan,

semoga saja,” papar Musyafak, Jumat (20/01/23).
Selain itu, menurutnya, kelebihan buku ajar ini terletak pada isinya yang detail menjelaskan panjang pendeknya ukuran huruf, titik hingga harakat. Ia juga menambahkan keterangan seperti sejarah huruf, asal usul jenis khat dan turunannya sebagai pengetahuan serta penambah wawasan.

“Makanya kami buat berjilid supaya lebih komprehensif dan urut,” kata Juara 3 MTQ Nasional
2020 di Padang ini.
Buku ini, imbuhnya, nantinya juga akan dibagikan ke sekolah-sekolah di Kabupaten
Kudus, khususnya wilayah Muria.
Mengingat ini adalah hasil kerjasama dengan Kemdikbud-Ristek RI dan LPDP jadi untuk sementara buku ini
tidak diperjualbelikan.
“Sekolah atau anak yang mau mendapatkan bukunya bisa menghubungi admin kampung budaya piji wetan atau ikut kelas kami setiap jumat sore,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur KBPW
Muchammad Zaini mengapresiasi langkah yang ditorehkan oleh Musyafak. Menurutnya, ini adalah sebuah kemajuan dan prestasi tersendiri bagi dunia seni kaligrafi di Kudus.
“Akhirnya, ada salah satu kaligrafer muda Kudus yang berani
memunculkan karyanya dalam
bentuk yang berbeda, yaitu buku ajar.
Kami cukup bangga dan semoga bisa
bermanfaat untuk banyak pihak,” kata Wakil Ketua Lesbumi Kudus ini.

Fahrul Iqbal Al Fariqi ............
Bahan : Manila Paper
Ukuran : 60x60 cm
Jenis Kaligrafi : Naskah

Anita Salsa Billa
“Baiat Kepada Allah”
Bahan : Banner Jepang
Ukuran : 60x40 cm
Jenis Kaligrafi : Digital Calligraph

Anita Salsa Billa
“Mukjizat-Nya”
Bahan : Banner Jepang
Ukuran : 60x40 cm
Jenis Kaligrafi : Digital Calligraph

Fajar Muayyad .........
Bahan : Acrilic on Canvas
Ukuran : 60x80 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

Fajar Muayyad .........
Bahan : Acrilic On Canvas
Ukuran : 60x50 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

M. Choirul Anam
“Ucapan Salam Dari Tuhan”
Bahan : Acrilic on Canvas
Ukuran : 50x50 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

M. Choirul Anam
“Rahmatan Lil ‘Alamin”
Bahan : Acrilic On Canvas

Ukuran : 60x80 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer
Nurul Fata
“Waktu Tajam Bagaikan Pedang”
Bahan : Acrilic on Canvas
Ukuran : 40x50 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

Aulia Naila Firdaus
“Cahaya Illahi”
Bahan : Acrilic On Canvas
Ukuran : 60x80 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

Nisa’ul Khusna
“Dzikir Pagi dan Petang”
Bahan : Acrilic on Canvas
Ukuran : 60x60 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

Oktavian Ersyadani
“Muhasabah Diri”
Bahan : Acrilic On Canvas

Ukuran : 50x50 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer
Fahrul Iqbal Al Fariqi .........
Bahan : Acrilic on Canvas
Ukuran : 40x60 cm
Jenis Kaligrafi : Kontemporer

“La Tahzan”
Bahan : Acrilic on Leaf
Exploring Khot

“La Tahzan”
Bahan : Acrilic On Leaf
Exploring Khot

“Bismillah”
Bahan : Acrilic on Leaf
Exploring Khot
