MahardhikaZINE

Page 1


Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait yang dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


MAHARDHIKAZINE Copyleft Š Kementrian Koordinator Sosial Politik KM ITB 2016/ 2017

Penyunting

: Audhina N. Afifah & Tri Yanti

Desain Sampul Utama : Lucky Lukman Hakim Desain Sampul

: Dhiya Fida Pangestu Nur Amelia Rafi Danan Sudrajat Audhina N. Afifah

Diterbitkan oleh Kementerian Koordinator Sosial Politik KM ITB Jalan Ganesa No. 10, Kota Bandung, Jawa Barat 40132 Email : sospol@km.itb.ac.id


Selamat Datang di Lembar Perjuangan!

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" - Tan Malaka Ada satu hal menarik yang selalu terjadi ketika beberapa kali saya mengeskalasi isu sejak ancang-ancang awal hingga akhirnya turun ke jalan: banyak orang yang ketakutan. Ketakutan yang saya maksud bukanlah tentang bergidik ngeri atau mengecut ciut, melainkan lebih kepada kepongahan yang akhirnya berakhir dengan kesimpulan bahwa sebaiknya kita netral saja daripada berkomentar sia-sia. Saat ini, sudah lebih banyak yang menganggap bahwa pergerakan mahasiswa perlu dimodernkan: dilaksanakan di laboratorium, di ruang kelas, di tanah penelitian, di panggung seminar internasional, atau paling mudah, di layar sentuh telepon genggam. Salahkah? Tentu tidak. Bukankah kecemerlangan itu nantinya akan menjadi sesuatu yang luar biasa? Karena mengenyam pendidikan-sayangnya-masih menjadi sebuah kemewahan. Kaya raya sekali rasanya ketika berkesempatan mendengarkan kuliah dari guru besar ternama atau bahkan seorang pejabat yang sedang mengabdi pada bangsa. Habis itu, selfie deh. Di sisi lain, mungkin sudah dianggap di dunia paralel, ada sekelompok lainnya yang bersikukuh tetap meneriakkan segalanya dengan otot. Dengan peluh. Dengan spanduk rebel yang kata-katanya pantas dan/atau tidak pantas. Jas almamaternya biasanya menandakan mereka adalah sang eksekutif, atau si aktivis. Yang tangannya tidak terangkat di kelas saat namanya dipanggil ketika perkuliahan jatuh pada Hari Peringatan blablabla Nasional. Yang menghabiskan malam-malamnya berdiskusi tentang orang-orang yang sebenarnya sih, tidak dia kenal. Mereka bersikeras bahwa apapun yang dilakukan penguasa adalah salah, dan jalan terbaik adalah turun ke jalan!

Memangnya, seperti apa sih, jalanan? Jika kamu mau merunduk sedikit lagi, silakan lanjutkan membaca ke halaman selanjutnya. (Ssstt.. Ini isinya cuma sedikit. Dan bisa saja apa yang diutarakan disini bohong. Namanya juga propaganda.)

Salam, Audhina Nur Afifah (Sempat menjadi) Menteri Propaganda dan Eskalasi Isu Kabinet KM ITB 2016


伀氀 攀栀  䴀愀 栀愀 爀 搀栀椀 欀 愀   娀攀椀 渀


Rapat kerja nasional BEM Seluruh Indonesia diadakan pada tanggal 1-4 April 2016 di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Rakernas ini turut dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari 50an universitas yang berbeda. Agenda rakernas ke-9 antara lain laporan progress dari Koordinator pusat, Koordinator Forum Perempuan, Koordinator-koordinator wilayah, dan koordinator Isu. Selain itu, terdapat sidang komisi yang terdiri dari dua sidang, yaitu sidang komisi wilayah dan sidang komisi Isu. Pada rakernas ini juga disepakati eskalasi isu pendidikan untuk memperingati hari pendidikan nasional, 2 Mei 2016 di masing-masing pembagian wilayah BEM SI berupa aksi dan akan diadakan aksi nasional di tanggal 20 Mei 2016. Selain agenda inti, terdapat seminar yang bertemakan “kedaulatan maritim bangsa” serta tak tertinggal peserta disuguhkan keindahan tanah Lombok dengan pantai-pantai dan field trip yang dilakukan ke beberapa landmark kabupaten Lombok. Peran kabinet KM ITB dalam BEM SI Di tahun 2016 ini BEM SI mengawal 8 isu besar, yaitu energi, ekonomi, kesehatan, lingkungan, korupsi, maritime, pertanian, dan pendidikan. Kabinet KM ITB diamanahkan oleh aliansi energy BEM SI untuk menjadi koordinator Isu. Di tahun ini, isu energy terbagi dalam tiga besar sub isu, yaitu ketenagalistrikan, migas, dan minerba. Dalam rakernas, kita menyepakati untuk mengawal isu 35000 MW, nasionalisasi blok-blok migas, dan revisi UU Minerba serta UU Migas. Adapun eskalasi awal yang akan dilakukan adalah dengan mengadakan kajian di kampus masing-masing dan akan dibawa tuntutannya untuk aksi nasional BEM SI tanggal 20 Mei 2016. Kultur Gerakan Setiap mahasiswa ITB yang datang pada agenda-agenda BEM SI agaknya akan punya komentar yang sama, “anak-anak BEM SI sumbunya pendek juga ya.” Komentar ini muncul lantaran persepsi BEM SI untuk banyak melakukan gerakan adalah dengan aksi turun ke jalan. Jargon-jargon dan gaya pembawaan yang dibawakan di forum-forum BEM SI juga akan tidak familiar untuk rata-rata mahasiswa ITB. Berbagai daerah dan universitas juga punya keunikan dalam cara geraknya. Universitas Sriwijaya mempunyai budaya kuat untuk turun ke jalan dengan membawa ribuan mahasiswa. Bahkan, tempo hari UNSRI melakukan aksi dikonfirmasi kedatangan aksi 200 orang, ternyata yang datang adalah 2000 orang mahasiswa. Kampus

yang mempunyai pola gerakan yang cukup mirip adalah Institut Teknologi Sepuluh November. Seperti ITB, pengajuan gerakan atau aksi juga harus melalui mekanisme pengatasnamaan di kongres KM ITS. Polemik Fahri Hamzah dan Pihak Oportunis Dalam seminar yang bertemakan “Kedaulatan Maritim Bangsa” panitia rakernas mengundang Fahri Hamzah sebagai salah satu tokoh nasional yang berasal dari Lombok. Akan tetapi, polemik pemecatan Fahri Hamzah dari partai PKS dimanfaatkan oleh salah satu organisasi ekstra kampus untuk menggaet dukungan dalam kampanyenya memberikan dukungan moral untuk fahri hamzah. Akhirnya beberapa media lokal memberitakan hal tersebut dan fahri hamzah memanfaatkan kesempatan emas itu. Peristiwa itu sempat menggegerkan forum karena ada beberapa perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa yang marah besar dengan luputnya perhatian koordinator pusat akan pemanfaatan dari pihak luar tersebut. UNPAD menyatakan walkout dari Rakernas BEM SI setelah malam itu dan mencari tempat penginapan lain karena BEM SI menolak untuk memberikan klarifikasi. Alasan dibalik penolakan klarifikasi tersebut adalah mencegah isu yang justru akan tereskalasi jika BEM SI secara reaktif menanggapi berita lokal tersebut. Yang Unik dari Timur Dalam rakernas ini, saya sempat berbincang-bincang dan berbagi cerita dengan banyak orang dari berbagai belahan bumi nusantara, salah satunya teman-teman dari Indonesia timur. Fajrin gibran merupakan Presiden Mahasiswa Unidar Ambon, Maluku. Dalam dunia pergerakan mahasiswa dia telah merasakan manis pahitnya perjuangan. Tiga kali di pecat dari kampusnya dan sempat di penjara beberapa hari hanya karna meperjuangkan hak-hak mahasiswa. SK Pemecatan nya selalu di cabut setelah konsolidasi para Alumni dan pada akhirnya pimpinan kampus pun berhasil di lengserkan di eranya. Saya juga berbincang dengan seorang ketua BEM dari salah satu universitas di Maluku yang berkiprah sangat lama di dunia kemahasiswaan. Umurnya 29 tahun, memiliki istri PNS dan dua orang anak. Satu kalimat terpintas dalam kepala saya “alamak, luar biasa sekali konsistensi kawan-kawan kita dari timur !”


䴀攀 渀漀氀 愀欀   倀 攀 洀戀 愀渀最甀渀愀渀  䤀 渀猀 琀 愀渀  䬀 攀 爀 攀 琀 愀  䌀 攀 瀀 愀 琀 伀氀 攀栀  䰀 甀琀 栀昀 椀   䴀甀栀愀 洀愀 搀  䤀 焀戀愀 氀


“Buta terburuk adalah Buta Politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat dan lain lain semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh, sehingga ia bangga membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si Dungu ini tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.” Bertolt Brecht

Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang; Dalam usia 10 tahun lebih 1 Bulan, KM ITB masih harus terus belajar untuk bersikap. Seringkali kita gagal memahami, dengan posisi sebagai bagian dari masyarakat sipil yang memiliki kesempatan pada aksesakses terhadap informasi dan ilmu pengetahuan yang mungkin masih terbatas, tentu ada peranan lebih yang juga tersematkan secara atributif, secara otomatis, pada bahu kita sebagai mahasiswa, yang juga bagian dari masyarakat sipil. Seringkali kita gagal memahami, bahwa diamnya orangorang yang tahu, ialah pengkhianatan, karena ia membiarkan ilmunya, pengetahuannya terbeli. Terkadang kita tidak menyadari, bahwa diam, adalah bentuk sikap kesetujuan secara tidak langsung. Padahal, semestinya apabila kita melihat kemungkaran maka hendaknya kita mengubahnya dengan sekuat kuatnya kuasa yang kita miliki; jika tidak mampu, maka dengan sekuat kuatnya nasihat kita, baik dalam ucapan maupun tulisan; jika tidak mampu juga, maka dengan ketidaksetujuan hati dan perasaan; dan yang demikian adalah selemah lemahnya perjuangan sebagai manusia yang memiliki kesempatan lebih untuk mengakes pengetahuan. Teringat kembali pada sebuah percakapan malam dengan senator HMP PL ITB 2014/2015, kak Lathifah Zahratul Jannah, apakah sebenarnya kemahasiswaan diorganisir dalam bentuk organisasi kemahasiswaan itu ialah sebagai upaya untuk mewujudkan pergerakan mahasiswa yang terorganisir? Lalu bagaimana jika justru mekanisme organisasi malah mempersulit pergerakan yang dilakukan? Dua pertanyaan untuk direnungkan bersama, terutama ditujukan pada rekan rekan senator dan para ketua lembaga himpunan mahasiswa jurusan yang terhormat.

Sebuah Otokritik: Aksi Instan Menolak Pembangunan Instan Kereta Cepat?

Kronologi Eskalasi dan Aksi Isu pembangunan kereta cepat sudah bergulir dari tengah tahun lalu, 2015. Mulai kembali hangat pada akhir Januari, tepatnya 21 Januari 2016. Rasanya, untuk setiap lembaga himpunan mahasiswa jurusan yang berlangganan surat kabar/harian (dan dibaca), seharusnya tidak ada yang tidak tahu mengenai isu ini, ya tanggal 21 Januari ialah tanggal groundbreaking proyek kereta cepat di tanah PT Perkebunan Nusantara VIII. Sejak bulan Januari, isu ini sempat bergulir di grup ketua lembaga himpunan mahasiswa jurusan masa bakti 20152016, dan terdapat berbagai sudut pandang dari berbagai perspektif keilmuan. Pada hari Selasa, tanggal 2 Februari 2016, kami mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan Diskusi Publik Kereta Cepat di Gedung DPR-RI yang diselenggarakan oleh Komisi VI DPR-RI, dengan menghadirkan pembicara dan juga audiens dari berbagai latar belakang diantaranya Pakar Analisis Kebijakan Publik, Pakar Transportasi dan Tata Ruang, dan juga dari pihak Politisi maupun Praktisi. Saya, bersama Anugerah Yudha MTI’12, Ega Zulfa MTI’12, Azman Hafid HMP’12 dan Fakhri Guniar MTI’13, berangkat ke Jakarta, dengan tujuan untuk lebih menggali informasi mengenai kejelasan soal isu kereta cepat ini, supaya informasi yang kami terima tidak hanya bersumber dari media saja, ya istilahnya mungkin dapat dikatakan proses Triangulasi Data. Sebenarnya, kami mencoba mengundang perwakilan dari rumpun kajian infrastruktur dan yang mungkin berkaitan dengan proyek ini, namun dari HMP, HMS, HME, HMM dan MTI, hanya dari MTI yang pada akhirnya berkesempatan untuk turut serta. Jum’at 5 Februari 2016 (jika saya tidak salah), kami berdiskusi dengan rekan-rekan BEM SI Jabar dalam sebuah agenda konsolidasi wilayah dan sempat isu ini diangkat, lalu kita sempat sepakat untuk mengadakan sebuah diskusi publik, meskipun pada akhirnya tidak jadi karena harapannya proses inventarisasi isu dapat dilakukan secara partisipatif. Malam harinya, pada saat forum kultural rapat pimpinan, isu ini juga sempat diangkat, namun memang pembahasan sistem keuangan untuk Student Summit sepertinya lebih menarik untuk dibahas pada malam itu.


Kami dari Kabinet KM ITB 2016 merencanakan untuk mengadakan Diskusi Publik pada hari Minggu, tanggal 14 Februari 2016, namun karena mesti mempersiapkan Student Summit, dan Musyawarah Kerja internal Kabinet, maka digeser ke pekan depan. Semua lembaga termasuk Kabinet disibukkan oleh pembahasan mengenai hal-hal yang bersifat internal terutama bagian sistem keuangan yang diwacanakan akan dikelola oleh mahasiswa secara terpusat.

Seminggu menuju Sebulan Kereta Cepat Minggu, 14 Februari 2016 malam hingga senin dini hari, kami berdiskusi dan bertukar pandangan dengan rekan rekan dari Komune Rakapare yang telah mengadakan beberapa kali diskusi bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Bandung City Watch (BCW), mengenai tanggapannya terhadap proyek kereta cepat. Yang hadir pada saat itu dari kami ialah Aditya HIMATIKA’12, Ega MTI’12, Aziz HMP’13. Darisana kami merasa memiliki pandangan yang cukup sama terkait mempertanyakan kebermanfaatan proyek ini terhadap spektrum masyarakat yang lebih luas, juga terkait prosedur izin terutama mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pengerjaan proyek tersebut. Senin, 15 Februari 2016, kami menghubungi pembicarapembicara untuk melakukan Diskusi Publik pada hari Minggu 21 Februari 2016 sebagai momentum Sebulan Groundbreaking Kereta Cepat.

Kabar Mendadak Selasa, 16 Februari 2016 malam, kami mendapatkan kabar bahwa KM ITB diundang ke Hotel Grand Royal Panghegar, untuk menghadiri Sosialisasi “Manfaat” Proyek Kereta Cepat untuk Pembangunan Jawa Barat; hal ini tentu menjadi kesempatan yang langka karena sosialisasi diisi langsung oleh Menteri BUMN sebagai narasumber, Pada hari Jum’at 19 Februari 2016. Hari Rabu, 17 Februari 2016 malam, kami mengumpulkan rekan rekan perangkat OSKM 2015 untuk berpartisipasi dalam mengawal acara undangan sosialisasi tersebut, karena diharapkan mereka telah siap menghadapi segala kemungkinan dinamisasi lapangan yang terjadi. Pada malam itu pula kami merumuskan pernyataan sikap dan langsung menghubungi PJS Ketua Kongres untuk melakukan proses audiensi Pengatasnamaan KM-ITB untuk kepentingan Pernyataan Sikap yang akan dibawa pada acara sosialisasi tersebut dan juga rencana aksi lapangan apabila ternyata yang diperbolehkan masuk hanyalah sebagian orang saja.

Kamis, 18 Februari 2016, forum audiensi struktural bersama Kongres KM ITB untuk memaparkan draf pernyataan sikap dan rencana aksi lapangan sementara karena belum terdapatnya konfirmasi orang yang pasti terkait siapa saja yang bisa berangkat ke forum sosialisasi tersebut. Akhirnya setelah disahkan dengan syarat, kami melakukan revisi pernyataan sikap sambil melakukan propaganda ke lembaga-lembaga himpunan mahasiswa jurusan yang ada di KM ITB sebagai upaya pensuasanaan dan pembukaan pendaftaran terbuka bagi yang berminat ikut ke acara tersebut. Kamis malam, diadakan rapat pimpinan, forum kultural dengan para ketua lembaga himpunan mahasiswa jurusan, namun ternyata yang dapat menjamin massa lembaga juga kehadiran dirinya pada esok hari tidaklah banyak.

Detik-detik yang Menentukan Jum’at 19 Februari 2016 dini hari, kami bersiap-siaga untuk kebutuhan aksi lapangan yang berbentuk aksi dan sosialisasi kreatif berupa bagi bagi mie instant sebagai simbol penolakan terhadap Pembangunan Instant Kereta Cepat, yang mencoba menunjukkan bahwa masyarakat lebih membutuhkan mie instant dibandingkan kereta instant, juga wayang-wayang, spanduk, dan cetak keras selebaran pernyataan sikap supaya sikap KM ITB tersampaikan selain kepada stakeholder terkait, juga kepada masyarakat luas. Jum’at 19 Februari 2016 pagi, kami berkumpul sejumlah 30 orang dan berangkat ke Hotel Grand Royal Panghegar menggunakan kendaraan masing masing dan tiba sekitar pukul 09.15 di lokasi. Saat kita mencoba memasuki gedung dan berharap dapat mendengarkan sosialisasi dari Menteri BUMN terkait proyek kereta cepat ini, ternyata kita ditolak oleh satuan pengamanan setempat. Akhirnya Presiden KM ITB 2016, Muhammad Mahardhika Zein berorasi dan membuka aksi lapangan dan sosialisasi kreatif di trotoar depan gedung Hotel Grand Royal Panghegar, setelah membuka aksi, beliau masuk dan mencoba menanyakan hal-hal yang menjadi kegelisahan bersama dalam pernyataan sikap KM ITB. Kami membagi diri menjadi dua kelompok, di sebelah utara dan di sebelah selatan perlintasan sebidang kereta api Jl. Merdeka. Di lokasi, banyak realisasi yang berubah dari yang telah direncanakan karena lalu lintas ternyata cukup padat, tidak seperti yang diperkirakan. Memanfaatkan ditutupnya jalan karena berada di perlintasan sebidang kereta api, kami membagi-bagikan


kertas pernyataan sikap dan juga mie instan kepada para pengendara, masyarakat sekitar dan juga pejalan kaki yang melintas. Ada yang membacakan puisi, berorasi, dan bernyanyi, serta menampilkan seni pertunjukan berupa pawai sebaris berbentuk kereta-keretaan sambil bernyanyi demikian: “Naik kereta cepat tut... tut... tut... Siapa hendak tuntut?

Ke Bandung, dari Jakarta Yang boleh naik cuma yang kaya Ayo kawanku lekas naik! Kereta ku dibuat buru-buru... Naik kereta cepat wush... wush... wush... Siapa hendak tuntut? Ke Bandung, dari Jakarta Yang boleh naik cuma yang kaya Ayo kawanku lekas naik! Kereta ku tak indahkan AMDAL...” Sekitar hampir dua jam kita melakukan aksi di Jl. Merdeka, Aksi sengaja dibawakan dengan cara-cara yang menyenangkan, bahkan ada beberapa adik adik di SD sekitar lokasi yang ikut bernyanyi dan berbaris membentuk kereta-keretaan bersama rekan rekan massa aksi. Selain KM ITB, terdapat juga rekan rekan dari Komune Rakapare, Walhi, yang juga menolak pembangunan kereta cepat. Aksi ditutup dengan orasi dari Muhammad Mahardhika Zein yang memaparkan hasil dari sosialisasi yang ternyata forumnya telah disetting sehingga pihak yang kontra terhadap proyek hanya mendapatkan satu kesempatan untuk bertanya dan memberikan tanggapan (dari rekan rekan Walhi), namun pernyataan sikap KM ITB dan undangan untuk memberikan pernyataan secara terbuka dalam diskusi di kampus ITB telah diterima oleh Ibu Rini Soemarno, dan memberikan kontak juru bicara menteri BUMN untuk memfollow-up tindak lanjut. Setelah menegaskan kembali pernyataan sikap KM ITB, aksi diakhiri dengan menggemakan Salam Ganesha bersama-sama. Kemudian beriringan pawai ke arah utara dan mengadakan evaluasi sebelum pada akhirnya berangkat untuk menunaikan ibadah Shalat Jum’at. Semoga dengan penjelasan diatas ini dapat menjadi titik terang, bahwa perjalanan aksi kemarin tidaklah tiba-tiba saja terjadi. Kami mengakui banyak kekurangan baik dalam hal persiapan maupun pelaksanaannya, semoga menjadi evaluasi bagi kami kedepannya. Refleksi Aksi “Turun Ke Jalan”: Bagian dari Proses Redefinisi Pergerakan Kemahasiswaan

“Be the Change that You Want to See in the World” Terkadang, kita memandang sebelah mata gerakan berbentuk aksi massa menggunakan metode turun ke

Jalan. Tidak sedikit dari kita menilai bahwa banyaknya diversifikasi jenis metode gerakan yang ada menyingkirkan metode lapangan. Memandang bahwa cara cara tersebut konvensional, tidak kreatif, mengganggu masyarakat dan membahayakan. Padahal setiap warga negara, secara perorangan ataupun kelompok, bebas menyatakan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggungjawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum (yang tentunya hierarki hukumnya lebih tinggi dibandingkan TAP Kongres KM ITB) Namun nyatanya tidak jarang, alam pikiran kita yang justru masih bernuansa orde baru, tidak siap untuk menggunakan hak dan tanggungjawab berdemokrasi, tidak siap memasuki realita reformasi, di usianya yang padahal sudah 14 tahun ini. Citra buruk metode aksi turun ke jalan, boleh jadi karena rekan-rekan yang kreatif tidak ada dan menjadi bagian dari aksi tersebut. Boleh jadi karena rekan-rekan yang santun tidak turut serta menjadi bagian dari aksi tersebut. Boleh jadi karena rekan-rekan yang peduli terhadap lingkungan serta kenyamanan orang lain tidak turut serta menjadi bagian dari aksi tersebut. Sehingga terciptalah aksi yang mungkin ada dalam benak pikiran beberapa rekan-rekan sekalian, aksi lapangan yang diwarnai bentrokan dengan aparat, menghalangi kendaraan dan membuat kemacetan, meninggalkan banyak sampah dan menghasilkan polusi asap dari ban yang dibakar. Puji syukur, aksi 19 Februari kemarin, berjalan dengan tertib dan damai, beberapa dari kami sun tangan kepada pihak aparat kepolisian yang berjaga di lokasi dan dihadiahi “puk-puk” semangat dan himbauan untuk tetap damai dan sesuai aturan dalam menyatakan pendapat di muka umum, bahkan tidak jarang disambut hangat oleh pengendara yang secara proaktif meminta selebaran. Partisipasi adik adik SD dalam tepukan tangan semangat kepada kami dan partisipasi dalam seni pertunjukkan kereta-keretaan sambil melantunkan lagu kereta api yang telah dimodifikasi menjadi kereta cepat pun menunjukkan bahwa aksi ini cukup menyenangkan dan tidak membahayakan. Rekan-rekan yang aksi juga tidak meninggalkan sampah dan juga tidak menghalangi para pengguna jalan raya karena orasi maupun hiburan dalam bentuk puisi maupun seni pertunjukan memanfaatkan momen kereta yang melintas. Mie Instan sebagai simbol penolakan Mahasiswa ITB terhadap pembangunan instan kereta cepat pun disambut dengan baik oleh masyarakat.


Namun aksi ini bukanlah titik akhir perjuangan kita dalam menggugat keinstanan proyek kereta cepat ini, itikad baik perlu diusahakan dengan baik pula, Jika kedepannya proyek tetap dilanjutkan dan rekan-rekan dari Walhi jadi menempuh jalur hukum untuk menggugat hal ini melalui PTUN, kami siap berdampingan dalam satu koalisi untuk mengusahakannya apabila Kongres KM ITB menyetujui. Sehingga untuk membangun citra aksi mahasiswa yang berjalan dan berdampak baik bagi masyarakat umum, tentu perlu diniatkan dengan baik dan dilakukan dengan baik pula, aksi mahasiswa yang baik tidak akan terjadi apabila hanya dikritiki dengan baik dan dimaki dengan baik saja. Sepakat bahwa perlu banyak studi mengenai metode-metode pergerakan dan relevansinya terhadap zaman, namun apabila kepedulian terhambat pengemasan gerakan, akan sampai kapan kita terusmenerus terdiam dan berdiskusi? Epilog: Ucapan Terima Kasih dan Permohonan Maaf Sebesar-besarnya, kami ucapkan permohonan maaf kepada rekan rekan ketua lembaga himpunan mahasiswa jurusan, apabila dalam proses persiapan aksi ini kami dirasa “melangkahi� posisi rekan rekan sebagai unsur pimpinan di KM ITB. Semoga kedepannya, melalui pelibatan rekan rekan, akan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah massa yang terlibat dalam aksi-aksi yang akan dilakukan oleh KM ITB. Juga terima kasih dan mohon maaf kami ucapkan kepada Kongres KM ITB 2016, terkhusus pada Komisi Pengawas dan PJS Ketua Kongres, Yehezkiel David HMTM Patra’13 atas kepercayaan rekan-rekan sekalian dan atas ketidaksempurnaan kami dalam merencanakan dan mengeksekusi proses pengatasnamaan KM ITB dalam pernyataan sikap kemarin. Sebesar-besarnya terimakasih kami ucapkan kepada para penjaga pintu perlintasan kereta api, satuan pengamanan gereja katedral St.Peter, rekan rekan sesama massa aksi dari Komune Rakapare dan Walhi, semoga perjuangan kita dapat menemui titik akhir sebagaimana yang diharapkan; Juga khususnya pada rekan rekan perangkat, massa aksi dan juga para Senator yang mengawasi: Agam, Ardhi, Fauzan, Luthfi Jr, Arya, Yudha, Munjin, Ulwi, Taro, Zaky, Adit dan Adit, Ega, Farah, Lubbi, Iban, Afif, Fadly, Nunu, Safa, Wira, Ali, Gigih, Noris, Abdiel, Bayu, Azmi, Faris, baik mewakili lembaganya maupun sebagai individu, serta rekan rekan yang terlibat dalam persiapan aksi yang tidak bisa diucapkan satu persatu.

Apabila yang karena turun aksi, ada dari rekan-rekan yang meninggalkan kelas kuliah; Ketahuilah, hal tersebut bukan bentuk pengguguran tanggungjawab kita semua sebagai mahasiswa. Hindarilah melakukan titip absen atau yang mencederai integritas akademik kita sebagai mahasiswa, gunakanlah hak 20% ketidakhadiran kita di ruang kelas untuk memaksimasi tanggungjawab kita sebagai mahasiswa. Karena yakinlah, tanggungjawab kita sebagai mahasiswa bukan hanya ada di ruang-ruang kuliah, bukan hanya terletak pada bangku-bangku kuliah, tapi juga di luar ruang-ruang kampus, di tempat-tempat terbuka, di jalanan, menggunakan landasan kebenaran ilmiah dan pancasila untuk menyuarakan suara-suara masyarakat yang disenyapkan pengusaha dan penguasa melalui media yang berkepentingan, untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat yang dikesampingkan, untuk mempertajam kepedulian dan rasa empati serta membangun kepemimpinan kolektif di lapangan, untuk mengupayakan terjadinya sebuah perubahan menuju keadaan yang lebih baik. Karena kebenaran takkan menang tanpa diperjuangkan; Karena kebenaran ilmiah takkan tegak tanpa keberanian ilmiah. Semoga nurani tetap menyala di kampus ITB; Panjang umur, Kemahasiswaan!

Sabtu, 20 Februari 2016

Luthfi Muhammad Iqbal Menteri Koordinator Sosial Politik Kabinet KM ITB 2016



“Teruntuk Kalian yang Penasaran dalam Pergerakan Kemahasiswaan” Sekapur Sirih Romantisme mahasiswa sudah berlangsung sejak entitas pelajar perguruan tinggi ini turut menemani proses pendewasaan bangsa Indonesia. Di sisi lain, seiring perkembangan waktu, pemaknaan terhadap status mahasiswa malah mengalami degradasi. Lihat saja kegiatan yang dilaksanakan tahunan, namun pelaksananya hanya melakukan repetisi tanpa adanya pemaknaan kembali terhadap hal tersebut. Padahal sebagai generasi penerus proses pemaknaan nilai mahasiswa dan semangat untuk memperbaiki situasi harus tetap lestari agar negara masih mendapat jaminan akan adanya orang yang mengayomi dengan bijak di masa yang akan datang. Dalam rangka pelestarian semangat itu, mahasiswa harus terus mencurahkan daya upayanya dalam menggerakkan seluruh potensi yang ada demi menuju cita-cita masyarakat madani. Melihat konstelasi holistik bangsa saat ini yang masih jauh dari ideal, mahasiswa terus mengusahakan bentuk pergerakan yang sesuai dalam menjawab kebutuhan ini. Usaha yang dilakukan dan paling besar pengaruhnya adalah mengorganisasi dirinya sendiri. Untuk menjawab permasalahan yang ada Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) muncul. Untuk itu, segala bentuk pergerakan yang dilakukan oleh KM ITB sematamata ditujukan untuk menyelesaikan ketimpangan kondisi ideal dan aktual bangsa Indonesia. Pada tahun 2014, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menggaung-gaungkan suatu konsep negara ideal bernama Nawacita yang akan diangkat selama masa jabatannya. Konsep ini mengulik beberapa pemikiran terobosan mengenai kesejahteraan rakyat dan revolusi sektoral. Sayangnya, ide besar ini keberjalanan sangat jauh dari impian yang diharapkan. Melihat hal ini, mahasiswa sesuai peran yang disebut di atas sudah sewajarnya memiliki kegelisahan untuk menegakkan kembali keidealan tetap berada di jalannya. Untuk itu dilakukan lah beberapa bentuk pergerakan yang akan dirangkum dalam Jurnal Kebangkitan Nasional Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Kesalahan muatan maupun redaksi penulisan akan menjadi sebuah pelajaran dalam yang terus diperhatikan dalam dunia pergerakan untuk itu dimohonkan sebuah pemakluman. Selamat berselancar di dalam kenangan perjuangan. Impulsifitas Benteng Seni Rupa Menginjak Bulan Mei tahun 2016 seluruh jajaran di dalam Kementerian Koordinator Sosial Politik (Kemekoan Sospol) KM ITB disibukkan dengan beberapa pertanyaan mengenai gerakan apa yang akan diusung dalam

menyambut Hari Kebangkitan Nasional. Luthfi Muhammad Iqbal PL’12 selaku Menteri Koordinator (Menko) Sospol di bulan sebelumnya sedang sangat aktif membahas rencana “barter” pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengenai pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang umum disebut tax amnesty. Kebijakan legislatif inisiatif pemerintah ini disinyalir memiliki dampak negatif yang lebih banyak ketimbang manfaat positifnya. Untuk itu, KM ITB ingin melakukan tuntutan terhadap pembahasan dan rencana pengesahan yang terendus akan dilaksanakan oleh Komisi X DPR RI di gedung kerja mereka pada tanggal 19 Mei 2016. Saya lupa tepatnya tanggal berapa di Bulan April akhir, waktu itu malam hari dan kami masih mencari tempat untuk berdiskusi mengenai rencana gerakan dan eskalasi isu yang akan dilakukan sepanjang Bulan ini. Audhina N. Afifah DI’12 menyarankan kepada kami untuk berdiskusi di dalam gedung bersejarah kebanggaan Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR), gedung seni rupa, dengan syarat saya tidak boleh menggunakan atribut berbau himpunan mahasiswa jurusan termasuk jaket merah lusuh saya. Sepakat lah kami untuk menanggalkan identitas kami sementara. Saat itu kami masih berlima dengan komposisi Luthfi M. Iqbal PL’12 (Obe), Adhitya “PHX” Firmansyah MA’12 (Adit), Ega Zulfa Rahcita TI’12 (Ega), Audhina N. Afifah DI’12 (Udhin) dan saya, Ardhi Rasy Wardhana TA’13 (Ardhi). Kami masih menunggu salah seorang yang juga akan ikut dan bertanggung jawab terhadap gerakan yang bakal direncanakan Aulia Ramadhan TI’13 (Agam). Duduk lah kami berlima di sudut dekat tata usaha untuk memulai diskusi yang mengubah banyak stigma mitos pergerakan KM ITB nantinya. Pemikiran mulai dikeluarkan satu per satu tidak pelak suatu ide harus melalui debat dan diskusi keras terlebih dahulu. Agam pun datang di tengah perseteruan ide ini. Diskusi tetap berlanjut diiringi beberapa candaan Menko Sospol yang harus diakui mencairkan suasana. Dari diskusi muncul ide untuk mengadakan forum bebas, yaitu forum darurat seluruh mahasiswa ITB untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan, melakukan aksi, ataupun merestui kegiatan genting terpusat seperti Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM). Selain itu, timbul juga ide untuk menyatakan sikap di Kubus depan kampus ganesa dan aksi selama dua hari, yaitu tanggal 19 dan 20 Mei 2016. Ke semua ide yang bermunculan saya anggap gila! Kenapa? Karena itu bukan hal yang lumrah beberapa tahun terakhir. Ingat saja kapan terakhir forum bebas dilaksanakan benar-benar untuk melaksanakan aksi? KM ITB yang tidak terbiasa melakukan aksi demonstrasi pun harus diajak untuk aksi langsung selama dua hari? Dan tempatnya pun di Jakarta? Banyak pertanyaan pasti di benak peserta rapat kali itu, tapi kami tetap optimis kalau pembelajaran memang paling baik


dengan mencoba. Dan rapat ini pun berhasil menjadi pemuas hasrat urat nadi kami yang menyala-nyala di tengah benteng seni ini. “Semoga saja massa kampus menerima ide gila kami”, pikirku di dalam hati kecil. Tak Ada Jalan Lain

“Sekali Layar Terkembang, Pantang Surut Biduk ke Pantai” Slogan ini cukup menggambarkan apa yang kami laksanakan semenjak ide terlontar. Segala persiapan walaupun di tengah badai ujian akhir tetap kami jalankan. Dalam persiapan ini, kami menurunkan beberapa calon perangkat aksi dalam Aksi Hari Buruh mayday (tidak atas nama KM ITB). Hal ini bertujuan agar mereka memiliki intuisi dan kemampuan manajemen lapangan. Setelah itu, kami melakukan kunjungan kultural kepada lembagalembaga naungan KM ITB untuk mengundang dan berdiskusi sedikit mengenai konten Forum Bebas yang akan dilaksanakan tanggal 9 Mei 2016. Hari demi hari terlewatkan sampai tiba malam forum dilaksanakan. Massa kampus yang datang karena penasaran cukup banyak kisaran puluhan sampai seratusan orang memenuhi Basement CC Barat. Forum dimulai dengan penjelasan sedikit mengenai substansi kajian yang akan disikapi dalam menyambut Hari Kebangkitan Nasional. Dipaparkan lah isu mengenai tax amnesty dan keenergian beserta tuntutan yang akan dipilih KM ITB nantinya. Massa kampus cukup antusias dalam diskusi kajian kali itu terlihat dari timbulnya beberapa pertanyaan kritis dan solusi dari mulut mereka. Setelah diskusi konten, tampak gugup Menko Sospol beranjak maju ke depan massa untuk menerangkan rencana aksi dua hari yang pernah keluar dari otak kami. Massa kampus sebagian tampak heran, sebagian lainnya memasang muka serius, dan sisanya terlihat masa bodoh terhadap rencana ini. Setelah mereka mengetahui iktikad kami, antitesis keluar dari peserta Forum Bebas kali ini. Diskusi alot pun terjadi di kalangan anggota biasa KM ITB akibat model yang diajukan oleh Kemenkoan Sospol, yaitu aksi pembacaan sikap di Kubus dan aksi demonstrasi selama dua hari BERUTURUT-TURUT di Gedung DPR RI hari pertama dan Istana Merdeka hari berikutnya. Padahal kita ketahui bersama bahwa massa kampus tidak terbiasa terhadap bentukan pergerakan seperti ini. Dialektika pun terjadi sampai pada akhirnya menyintesis suatu kesimpulan bahwa KM ITB SEPAKAT AKSI. Kesepakatan ini menyatakan bahwa tuntutan massa kampus terhadap rapat yang akan diadakan oleh DPRI RI tanggal 19 Mei 2016 adalah menolak pengesahan RUU Pengampunan Pajak dengan empat buah argumentasi dari pemikiran keekonomian, persamaan dihadapan hukum, keadilan sosial, dan pengaruh global melalui metode aksi demonstrasi di

gedung parlemen. Selain itu, student government ini pun bersepakat untuk memberikan hadapan

tuntutan dengan metode yang sama, namun lokasinya di Istana Merdeka, mengenai nasionalisasi beberapa blok minyak-gas dan tambang serta penguatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi dan mineral. Seusai “kopi darat” ini keluar kami bukannya lega karena satu kegiatan telah terlaksana. Kami bertambah was-was. Cuma satu kata “Lawan” Setiap harinya kami melakukan diskusi ke beberapa lembaga dan tokoh-tokoh terkait di bidangnya agar kami semakin mempertajam argumentasi yang dibangun. Tak lupa teknis lapangan pun kami susun agar massa KM ITB semakin tergambar akan bentukan hari pelaksanaan. Audiensi ke depan meja kongres juga kami lakukan agar tercapai suatu kesepakatan sikap yang disetujui bersama seluruh lembaga KM ITB. Setelah kajian sikap dan teknis rampung, kami berpindah mempersiapkan properti dan atribut yang akan digunakan selama aksi. Waktu itu kami mempersiapkannya sehari sebelum keberangkatan di depan sekretariat HIMASTRON (Labtek VIII) dengan beberapa pasukan aksi dan perangkat Kemenkoan Sospol. Ada kejadian lucu yang terjadi ketika malam sebelum keberangkatan. Ketika itu kami berpikiran untuk mencari panggung yang fleksibel untuk dibawa ke depan Gd. DPR supaya orang yang berorasi dapat levelling yang sesuai untuk dilihat semua orang. Kami mencari di sekitar basement Labtek VIII dekat sekretariat HIMATIKA, tetapi yang ada hanya lah kayu-kayu yang tidak kuat untuk menopang tubuh. Tengah malam pun tiba dan beberapa dari kami hendak pulang. Setelah berjalan beberapa saat, salah satu dari mereka yang ingin pulang ini berkata kepada saya bahwa kelihatannya ada kayu pengepak yang cukup besar dan kuat biasa digunakan untuk memperkuat barang yang ingin didistribusi melalui jalan darat atau laut. Kayu ini berada di basement Lab. Doping yang penuh dengan beberapa kotak kayu besar bekas barang. Saya dan Ramadhan (SI’13) tidak ragu untuk masuk dan berencana membawa “panggung” kami. Di tengah semangat itu, ketika berada di dalam kami merasa ada yang aneh. Ternyata gedung itu dipantau 24 jam melalui CCTV, “pantas basement-nya dibiarkan tanpa penjagaan”, ujar saya dalam hati. Sontak saja saya mengatungkan leher baju sampai menutupi hidung, sedangkan Rama menutupi mukanya dengan bandana yang ia kenakan. Tanpa ragu kami bawa beberapa kayu itu ke depan sekretariat HIMATIKA dan akhirnya adrenalin yang memuncak itu pun perlahan teredam. “Kami hanya ‘meminjam’ saja kayu ini demi kebaikan bangsa”, pikir saya. Setelah semua persiapan properti beres, kami bergegas membawa semuanya ke pelataran Kubus depan kampus ganesa. Hari yang dipersiapkan


dengan mengorbankan waktu tidur dan belajar kami pun akhirnya mencapai titik kulminasinya. Kamis, 19 Mei 2016 Gd. DPR/ MPR RI Kami bersepakat dengan massa kampus beberapa hari sebelumnya untuk kumpul dan mengadakan briefing pada pukul 04.00. Seperti biasa, ketika jam berdentang hanya beberapa orang yang hadir, tapi kami tak putus asa. Kami telfon beberapa orang yang mungkin masih berada di kostan dan kami hampiri orang-orang yang masih tertidur di dalam sekretariat lembaga masingmasing. Briefing pagi pun dimulai, dipimpin oleh saya selaku komandan lapangan aksi. Setelah itu ada juga tambahan mengenai lapangan dari Agam selaku koordinator lapangan. Briefing kali ini di akhiri oleh Dhika Zein selaku Presiden KM ITB dengan memberikan orasi penyemangat yang berisikan pelurusan niat. Seselesainya, kami mengambil air wudhu sejenak di Masjid Salman untuk menunaikan ibadah solat subuh. Dari masjid kami langsung bergegas menuju bus dan berangkat sekitar pukul 5.15. Di jalan, sebagian dari kami terlelap karena tidak tidur mengurusi pembuatan properti. Perjalanan total lima jam itu terasa singkat di dalam jalan tol dan sangat menyita waktu ketika memasuki Jakarta di pagi hari. Kami sampai di Parkir Timur Senayan sekitar pukul 10.00 dan langsung melakukan persiapan serta briefing akhir. Kami juga berkoordinasi di lapangan dengan aparat kepolisian yang sedang bertugas agar saling membantu dan tidak terjadi hal-hal di luar kesepakatan yang telah dilakukan jauh hari sebelumnya. Setelah semua siap, kami berjalan menyusuri senayan dan keluar melalui gerbang utara. Setelah menyeberang jalan besar lantunan lagu totalitas perjuangan pun kami kumandangkan. Panji-panji KM ITB beserta cetakan spanduk bertuliskan “Bangkit Bergerak� pun diacungkan ke udara. Pengendara bermotor yang berjalan perlahan di lalu lintas ibu kota melihat kami yang sedang asyik sendiri ini. Seiring langkah maju, lagu perjuangan lain pun kami nyanyikan menghapus peluh. Sampai lah kami di depan gedung hijau yang katanya melambangkan burung garuda yang sedang bersujud. Burung perkasa ini mencium tanah lambang kesetaraan dengan rakyat yang ada di bawahnya. Di situlah kami mengemukakan keluh kesah kami di hadapan sang garuda. Saya melakukan orasi pembuka agar seluruh massa kampus yang ikut kembali sadar dengan tujuan yang akan dibawa jauh-jauh sampai ke sini. Sikap kami terhadap tax amnesty pun kami utarakan di atas “mimbar� bebas yang berasal dari Lab. Doping itu. Orasi berganti orasi, tak ragu dibawakan pula secarik dua carik puisi. Sungguh pemandangan yang jarang dilihat di dalam kampus ketika semua orang menampilkan ekspresi diri terhadap sikap yang dibawa. Teatrikal pun kami lakukan demi menggambarkan keadaan masyarakat

yang keadilan sosialnya diberangus pejabat karena memberikan pengampunan pajak pada kaum kaya raya. Ketika azan zuhur, saya menginstruksikan kepada seluruh peserta untuk mengambil air wudhu dan solat berjamaah di bawah terik matahari. Lagi-lagi fenomena yang sulit sekali ditemukan di kampus selain saat Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa mengadakan solat berjamaah untuk mahasiswa baru. Setelah solat, saya mendapat kabar bahwa perwakilan kami telah berhasil masuk untuk menemui anggota legislatif yang bersangkutan. Seakan tidak letih, pukul 13.00 kami melanjutkan aksi kami kembali dengan dimulai oleh orasi dari beberapa Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Ada yang berasal dari Kalimantan, dari Jawa Tengah, dari Aceh, dan sekitar Jakarta. Semuanya mengumandangkan kegelisahan yang sama terhadap kebijakan legilatif tax amnesty ini. Setelah beberapa jam disengat panas matahari, perwakilan kami pun keluar dari gedung megah itu. Diwakilkan oleh Dhika Zein, Presiden KM ITB, melalui orasinya berkata bahwa tiga dari sepuluh fraksi sudah menyetujui kajian mengenai UU Pengampunan Pajak ini. Tujuh fraksi sisanya belum dapat ditemui dan akan ditindaklanjuti setelah hari ini. Walaupun kesimpulan masih menggantung, saya harus menutup aksi kali ini dengan suka cita. Masih ada hari esok untuk diperjuangkan dan pasukan harus dijaga kondisinya. Usai ditutup, peserta langsung diarahkan untuk memasuki bus dan sebagian kembali ke Bandung. Sebagian sisanya menginap di sekretariat Ikatan Alumni ITB di Jalan Hang Lekiu. Saya beserta beberapa Presiden BEM SI ditambah Obe selaku Menko Sospol KM ITB mengendarai mobil menuju Universitas Yarsi untuk mengikuti konsolidasi aksi Hari Kebangkitan Nasional esok hari. Sampai di Yarsi kami solat dan makan terlebih dahulu. Saya terlalu letih malam itu, jadi saya meminta izin untuk tidur di mobil oleh Dhika. Dia pun mengizinkan. Setelah beberapa saat terlelap, kaca mobil saya diketok oleh dua orang yang masih sayup-sayup saya lihat. Pengetok ini adalah Obe dan Dhika yang baru saja selesai konsolidasi. Di dalam mobil mereka menceritakan sedikit mengenai pembahasan di dalam, yaitu mengenai teknis besok dan muatan yang akan dibawa oleh masing-masing koordinator isu dari penjuru negeri. Tak terasa sampai lah kami di Jalan Hang Lekiu. Sekejap saya terlelap dalam tidur ternyenyak beberapa hari terakhir. Bukan karena tuntutan terpenuhi, tapi saya beristirahat dengan lelap untuk menyongsong hari esok yang lebih berat. Jumat, 20 Mei 2016 Istana Merdeka Terbelalak mata saya melihat jam di pagi hari yang menunjukkan sekitar pukul 8 di pagi hari. Sekejap saya mengambil air wudhu dan menunaikan solat subuh yang sudah di luar waktu. Di ruang tengah telah duduk


beberapa dari kami yang sedang menyantap sarapan di atas meja tamu. Ada pula orang yang nampak berumur separuh baya sedang duduk serius mengetik di laptopnya. Saya langsung duduk di sekitar mereka dan basa-basi Orang Jawa -memang ayah saya seorang keturunan Jawa- menanyakan makanan yang berada dia atas meja tamu itu milik siapa. Semua teman saya tersenyum dan berkata “Ah, bisa saja nih. Tinggal ambil saja basa-basi.” Tanpa ragu lagi saya santap bubur ayam yang sudah terkontaminasi rasa pedas itu. Dengan santai saya bertanya “Gimana yang lain? Bukannya kita sudah telat”. Seorang kakak tingkat saya di teknik industri, Ega, menjawab dengan nada kesal “Yang lain tuh sudah di sekitar Monas, kita harus buru-buru.” Orang tua paruh baya tadi pun tiba-tiba bertanya “Mau ngapain memangnya ke Monas?”. “Kami mau aksi, Pak” Jawab kami sedikit berhati-hati. “Apa tuntutan kalian?” Tanya orang itu lagi. “Isu energi dan infrastruktur Pak serta tax amnesty”, dengan polos kami menjawab. Obrolan pun berlanjut sampai kami pun tahu orang itu adalah alumnus ITB pula sekitar tahun 80an. Beliau pun memberikan beberapa nasihat yang saya lupa isinya mengenai tuntutan kami. Setelah bersiap, kami pun beranjak dari sekretariat IA ITB menggunakan mobil Nissan march milik saya. Macet pagi hari di Jakarta tidak bisa kami hindari sehingga rasa tidak enak terhadap kawan di Monas yang sudah mulai menghubungi dengan nada kesal pun meningkat. Sekitar empat puluh lima menit berjibaku di tengah macetnya ibu kota, kami pun sampai di parkiran IRTI Monas. Saya parkirkan mobil dan segera menuju kerumunan orang yang sedang memegang beberapa instrumen aksi seperti pengeras suara, spanduk, ikat kepala, dan lain-lain. Sontak salah satu dari mereka berkata kepada saya “Jam berapa nih? Kurang siang datangnya.” Dengan malu saya tetap berkumpul di sekitar mereka. Tanpa buang-buang waktu saya langsung meminta izin kepada Dhika Zein selaku Presiden KM ITB untuk memulai santiaji aksi kali ini. Sama kepada hari sebelumnya, briefing saya buka dengan doa lalu disusul dengan teknis dan standar operasi. Orasi pembakar semangat juga saya kumandangkan agar sekitar 70an orang massa aksi yang ikut hari ini sedikit lebih bergairah. Setelah selesai melakukan briefing, saya pun langsung memimpin untuk berjalan keluar parkiran dan menuju patung kuda di Jalan M.H. Thamrin. Di patung kuda yang heroik itu kami bergabung dengan massa aksi lainnya dari aliansi BEM SI. Setidaknya, ada tiga ratus massa dari berbagai kampus di seluruh penjuru Indonesia. Saya sebagai komandan lapangan KM ITB sedikit kecewa dengan jumlah massa yang hadir, pasalnya, kampuskampus di Jakarta menyebutkan di hari sebelumnya membawa massa yang menurut saya sangat banyak. Bayangkang saja, kampus pendidikan negeri bercorak hijau di Jakarta menjajikan mendatangkan tujuh ratus

massa aksi, kenyataannya yang hadir kala itu hanya sekitar seratusan orang. Begitu juga dengan kampus lain yang berada di bilangan Jakarta melakukan hal yang demikian. Jumlah yang dijanjikan terlalu jauh dengan jumlah yang datang mengikuti. “Yah, sudah lah, Jan. Sama-sama tahu saja” kataku menyemangati Fauzan TM’13 komandan lapangan medik KM ITB pada aksi kali ini yang mempertanyakan ke mana massa yang dijanjikan semalam. Kami melakukan jalan santai sambil bernyanyi lagu perjuangan mahasiswa dengan diikuti iringan pengeras suara yang berasal dari mobil sound. Sesampainya di Taman Segitiga Monas di seberang Istana Merdeka, saya merasa kaget karena setelah kami masuk taman itu, kami langsung dikelilingi oleh jeruji kawat yang dimaksudkan untuk menahan kami merangsek maju ke dekat istana. Aksi dibuka oleh koordinator lapangan pusat BEM SI yang berasal dari kampus negeri pertanian Bogor dari atas mobil sound. Isinya kurang lebih membakar semangat massa aksi dan mengemukakan tujuan dari aksi kali ini. Setelah itu, naik lah ke atas mobil itu komandan lapangan aksi pusat yang nantinya akan berada tetap di atas sana selama aksi berlangsung. Dia pun mempersilakan kampus-kampus koordinator isu untuk melakukan orasi ilmiah terhadap kajian masing-masing. Setelah beberapa kampus berorasi, komandan lapangan aksi menyerukan untuk melakukan Solat Jumat berjamaah. Setelah membubarkan pasukan KM ITB, saya pun bersuci di toilet dalam kawasan Monas. Kami menunaikan perintah mendengarkan ceramah dan solat di lapangan aksi kami di Taman Segitiga Monas. Ada hal menarik yang disampaikan khotib waktu itu, koordinator pusat BEM SI, Presiden BEM UNJ. Ia mengucapkan Q.S. Al Ahzab ayat 66-67 yang artinya

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, Andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul’. Dan mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesarpembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)” Seketika itu saya merinding dan merasa terbakat semangatnya karena ayat yang sudah ada ribuan tahun itu. Dengan gegap gempita, setelah selesai jumatan kami bersiap kembali. Saya ingat dengan percakapan di dalam mobil tadi pagi kepada Ega tentang orasi perempuan KM ITB. Tanpa berpikir saya mendorong-dorong Ega agar menyusun alur yang akan disampaikan perempuan lucu ini. Akhirnya dia pun setuju. Hahaha. Terbahak-bahak saya dalam hati karena ini akan jadi hal yang unik dalam menginsepsi informasi kepada peserta aksi. Namun, sembari perempuan ini mempersiapkan perform mereka, saya sudah lebih dulu dipanggil oleh panitia


terpusat untuk melakukan orasi ilmiah mengenai energi dan sumber daya mineral. Naik lah saya ke atas mobil sound. Ratusan mata memandang dan sekejap hening. Awalnya saya ragu, tetapi sudah kepalang tanggun piker saya. Saya mulai orasi dengan fakta-fakta yang ada di Indonesia tentang tata kelola migas dan tambang. Saya bubuhi fakta itu dengan sajak puitis ditambah pertanyaan agitasi kepada massa aksi. Mereka pun selalu menjawab pertanyaan dengan harapan saya yang akhirnya membakar massa aksi sekitarnya. Beragam orasi lainnya dari berbagai warna jaket almamater mewarnai aksi hari itu. Puncaknya terjadi ketika ada organisasi ekstra kampus Konsenstrasi Aksi Massa Mahasiswa Indonesia (KAMMI) yang memaksa bergabung ke dalam kumpulan BEM SI. Usaha yang coba dihalangi oleh aparat kepolisian pun sempat memecahkan fokus kami terhadap panggung utama di atas mobil sound. Akhirnya kordinator lapangan pusat pun berkoordinasi kepada KAMMI sehingga massa aksi kami tetap terpisah. Setelah sekian lama aksi berlangsung, presiden-presiden BEM SI akhirnya dipersilakan berdiskusi langsung di dalam Istana Negara untuk menyampaikan aspirasinya. Satu napas lega saya hembuskan karena rasa letih kami satu saat dikipasi sedikit angina segar. Sembari “advokad-advokad” kami masuk untuk menyampaikan kajian mengenai Nawacita, kami pun di luar tetap mengagitasi massa di tengah panas terik kota Jakarta. Semangat kami sempat redup karena setelah sekian lama aksi pasca-jumatan sampai sore sekitar jam 17 belum juga berujung hasil. Akhirnya kami pun mendesak perlahan sesekali menggunakan “satu langkah revolusi” untuk menyatakan ekspresi kami terhadap lambatnya respon pemerintah terhadap tujuan aksi. Akhirnya di saat langit kemerahan tanda menuju maghrib, presiden-presiden BEM SI keluar bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) diikuti oleh aparta kepolisian. Koordinator Pusat BEM SI, yaitu Presiden BEM UNJ, membuka orasi dan memberikan panggung kepada Mensesneg untuk menjelaskan hasil advokasi di dalam bekas istana gubernur Hindia Belanda. Beliau pun menyatakan bahwa kajian kami telah diterima dan akan diteruskan ke kementerian terkait. Selain itu, beliau mewakili Presiden RI, Joko Widodo, meminta maaf kepada massa aksi karena bapak presiden kita masih berada di luar kota sehingga tidak bisa menemui peserta aksi. Mendadak ekspresi kekecewaan di luapkan mahasiswa yang menyebabkan Mensesneg mengeluarkan gimmick dengan berteriak agar mahasiswa kembali fokus pada pembahasan tersampaikannya aspirasi, bukan pada kehadiran Jokowi. Walaupun mengganjal, aksi kali itu ditutup oleh Korpus dengan menyanyikan lagu darah juang dan ditutup doa. Massa KM ITB pun saya halau keluar kerumunan dan evaluasi sedikit yang dipimpin Dhika Zein. Setelah itu kami pun berfoto ria agar perjuangan ini sempat kami ingat di masa

yang akan datang. Agar dokumentasi ini membekukan idealisme kami dan menjadi memori berharga ketika kami mulai keluar dari kerangka idealisme tersebut. Negara adalah Kami Ungkapan Louis XIV “L’Etat c’est moi” yang menerapkan paham absolutisme itu sudah jelas salah besar. Kalimat yang berarti negara adalah saya seharusnya dimodifikasi menjadi “Negara adalah kita” sehingga kata “kita” menggambarkan bahwa negara berdiri di atas rasa persatuan dan kesatuan rakyatnya. Mahasiswa adalah bagian dari negara yang masih relevan ketika menyampaikan suaranya kepada penguasa. KM ITB yang turut serta dalam Aksi Harkitnas untuk menyampaikan suaranya merupakan suatu kemajuan pola pandang terhadap bentukan alternatif gerakan sosial politik ini. Kami yang sebelumnya bungkam karena menganggap model ini kuno, kini sudah mulai mengurangi sinisme terhadap alternatif penyuaraan aspirasi melalui demonstrasi di negara demokrasi ini. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena berkatNya lah saya mampu gagah berdiri di depan massa aksi. Saya juga mengemukakan terima kasih semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Kepada semua orang-orang tua kami yang telah bersikeras menyekolahkan kami sampai perguruan tinggi. Ini lah perjuangan kami yang ibu bapak tidak ketahui.

“Tidak semua mahasiswa dahulu melakukan perjuangan,

namun semua disamaratakan dalam sejarah membela rakyat sebagai kepentingan. Dan pada akhirnya perjuangan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang mencari bukan kepada mereka yang berdiam diri”

Atas Nama Tuhan, Bangsa, dan Almamater! Salam Ganesa untuk Rakyat Indonesia!

Ardhi Rasy Wardhana Komandan Lapangan Aksi Kebangkitan Nasional 2016 Anggota Biasa KM ITB


琀 攀 爀 渀礀 愀 琀 愀  猀 攀 欀 椀 琀 愀 爀 欀 甀  猀 攀 搀 愀渀最  琀 椀 搀 愀欀   戀 愀椀 欀 ⴀ 戀 愀椀 欀   猀 愀樀 愀 漀氀 攀栀  䐀椀 猀 欀 愀   倀爀 椀 渀椀   䘀 愀 搀椀 氀 愀 猀 愀 爀 椀


Entah memang suratan atau sudah digakan. Saya yang

itu pula sepertinya awal pandang saya terhadap dunia ini

dulu tak pernah bersentuhan dengan dunia semacam ini

berubah.

sekarang malah “terjebak� di dalamnya. Dunia yang penuh dengan realita-realita tak terduga ataukah memang saya saja yang selama ini selalu menutup mata dan juga telinga.

Setelah briefing dan arahan teknis hari itu kami pun berangkat. Dengan kompak mengenakan pakaian serba itam kami berjalan kaki menuju Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat atau orang sering menyebutnya Gedung Sate,

Malam itu tangga; 1 Mei 2016. Di grup line kemenkoan

tempat aksi akan dilakukan. Saya menempatkan diri saya

saya tergabung yaitu Kemenkoan Sosial Politik ramai

tak lebih dari seorang observer, saya hanya mengamati

membicarakan

aksi

keadaan sekitar, bertanya-tanya kepada para orang yang

memperingati Hari Buruh dan juga Hari Pendidikan

terlibat mengapa mereka melakukan hal tersebut, dan

Nasional. Saya coba acuhkan itu. Menjadi seorang silent

bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa hal ini bisa

reader dan muncul jika hanya mereka membutuhkan

terjadi. Saya melihat beberapa kelompok aksi pada hari

bantuan administrasi. Tapi rasa itu muncul. Muncul

itu, mulai dari kelompok mahasiswa, kelompok buruh

mungkin hingga saya tak sanggup untuk membendung.

yang menuntut hakya dan juga mungkin kelompok

Segala rasionalitas yang saya pikirkan bahwa hal-hal

orang-orang

semacam itu hanya sebuah cara yang sudah tidak

pengamat.

mengenai

keikutsertaan

jamannya lagi dan hanya membuang-buang waktu. Tetapi saya butuh jawaban. Jawaban atas pertanyaanpertanyaan di pikiran saya yang tidak ingin saya jawab hanya karena sudah pandang subjektif. Hari Senin, 2 Mei 2016 pukul 07.00 Entah apa yang merasuki saya, saya berangkat menuju kampus dan berkumpul di Tugu Kubus. Tugu Kubus tempat para orang-orang yang akan mengikuti aksi itu berkumpul. Entah semesta memang sedang mendukung atau hanya kebetulan belaka, saya memandang tidak ada jadwal kuliah pada hari itu. Di Tugu Kubus sudah beberapa orangyaitu Kak Obe (Menteri Koordinator Sosial Politik Kabinet Nyala KM ITB), Bang Upi (Koordinator Lapangan OSKM 2013), dan Kak Ega (Wakil Menteri Koordinator Sosial Politik Kabinet Nyala KM ITB). Kak Ega nampaknya cukup terkejut melihat kemunculan saya pagi itu, karena memang sebelumnya saya tidak mengabarkan apa-apa. Hari itu saya mulai mengenal orang-orang hebat yang membuka wawasan dan membebaskan pandangan saya yang terkungkung bertahun-tahun dalam kepolosan dan kewajaran dan hari

seperti

saya

yang

menjadi

seorang

Aksi ini nampaknya menjawab pernyataan kontroversial yang dinyatakan oleh Bapak Walikota Bandung, bahwa beliau menjamin tidak aka nada aksi buruh pada Mayday tahun 2016 ini. tanggal 1 Mei 2016 jatuh pada hari Minggu, jika diasumsikan secara logka tidak aka nada kantor pemerintahan yang beroperasi, sehingga tidak ada tempat bagi buruh untuk mengadu. Selain itu, konon Bapak Walikota Bandung sedang menyiapkan fasilitas jemput karyawan dan juga penyediaan sembako murah, sehingga ke depannya buruh tidak perlu lagi melakukan demonstrasi karena sebagian pengeluaran mereka berkurang. Lucu. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang ingin dilakukan oleh Bapak Walikota Bandung. tapi saya mengapresiasi bentuk kepedulian Bapak Walikota yang setidaknya sudah memikirkan keadaan buruh saat ini, kebutuhan yang harus tetap dipenuhi dengan gaji yang pas-pasan, sisem kerja

outsourcing,

kondisi

kerja

yang

tidak

memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dan sebagainya. Bagaimana bisa fasilitas antar-jemput dapat membungkam hak menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya serta menodai ha katas


kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat? Bagaimana bisa sembako murah menutupi kebrobokan system kerja yang dialami para buruh selama ini? karena hal ini tidak sesederhana itu, masalahmasalah akan terus bermunculan karena dari situlah tempat kita

belajar. Aksi

ini

merupakan bentuk

konsistensi para buruh dalam meneriakan ketidakadilan yang dialami. Sebuah konsistensi

yang harusnya

diapresiasi atas gerakan yang berkelanjutan yang bukan hanya sebuah listrik kejut yang akan hilang seketika. Konsistensi yang akan menjawab pandangan sinis terhadap gerakan-gerakan buruh. Pukul 16.00 aksi tersebut selesai. Guyuran hujan menjadi sebuah berkah yang kami amini untuk menenangkan jiwa-jiwa yang meuap meneriakkan kedzoliman atas apa yang mereka alami selama ini. saya pun pulang dengan membawa sebuah pengalaman baru. Pengalaman yang menjadikan saya tidak lagi mau menjadi bagian dari masyarakat sinis negeri ini. pengalaman yang mengajarkan saya bahwa hidup memang tidak seharusnya baik-baik saja. Saya menjadi mengetahui banyak hal, latar belakang kejadian-kejadian seperti ini terjadi, dan menjadikan saya sadar bahwa mahasiswa memang tidak boleh hanya duduk diam di dalam kelas. Dan pengalaman ini menjadi awal saya masuk ke dunia yang baru saya sadari ternyata sedang tidak baik-baik saja. Happy Mayday! Diska Prini Fadilasari Anggota Biasa KM ITB



Kuno dan hal yang sia-sia. Sepertinya itulah yang ada di benak kebanyakan orang tentang demonstrasi dewasa ini. Aksi turun ke jalan yang zaman dahulu hal wajar dilakukan sebagai bentuk perlawanan kepada penguasa yang sewenang-wenang, kini sudah dianggap tabu. Banyak yang berkata, mahasiswa yang turun ke jalan sudah tidak relevan lagi dengan zaman sekarang. Bahkan ada segelintir orang yang berpikir bahwa kecacatan dalam pemerintahan tidak tepat kalau harus diurusi lagi oleh mahasiswa. Namun, bukan berarti mahasiswa di era teknologi ini tidak menyadari hal itu. Demonstrasi yang diisi dengan orasi dan terkesan seperti berteriak-teriak tidak jelas disadari oleh mahasiswa sebagai hal yang kurang tepat dilakukan dalam penyampaian aspirasi. Tapi, bukan berarti demonstrasi merupakan hal yang buruk, demonstrasi dapat dimaknai sebagai pembelajaran politik bagi mahasiswa, tentang bagaimana kita seharusnya bereaksi terhadap kesewenang-wenangan negeri ini. Demonstrasi bukan sekedar terjebak romantika kemahasiswaan masa lalu. Penasaran dan Kesempatan Sore itu, Kamis, 6 Oktober 2016, saya dan Dana Annisa Rifiena MA’15 (Dana) bertemu dengan Menteri PRISMA Aulia Ramadhan MRI’13 (Agam) di gedung tengah Sunken Court tempat sekretariat unit kajian Tiben berada. Kami datang bermaksud untuk mengobrol mengenai permasalahan PKL Dayang Sumbi dan gerbang belakang kampus ITB Ganesha yang sampai saat ini belum selesai kasusnya. Ditengah-tengah obrolan kami Agam berkata pada saya tentang rencana aksi yang akan diadakan pada tanggal 20 Oktober 2016 di Jakarta dalam rangka 2 tahun kepemerintahan Jokowi-JK. Saya lupa apa tepatnya yang ia katakan namun akhirnya dengan alasan regenerasi dan juga posisi saya sebagai manajer isu nasional kementrian PRISMA, ia menunjuk saya sebagai koordinator aksi kali ini. Saya yang sama sekali belum pernah aksi turun ke jalan tentu saja dibuat bingung karena tiba-tiba ditunjuk sebagai koordinator aksi. Agam kemudian meminta saya untuk menghubungi Ega Zulfa Rahcita TI’12 (Mbak Ega) untuk menanyakan kelanjutan rencana aksi ini. Agam juga menyarankan saya untuk mulai merancang kira-kira perangkat apa saja yang akan diperlukan nantinya. Selasa sore 11 Oktober 2016, saya, Agam, Mbak Ega, Dana, Menko Sosial Politik Kabinet Nyala KM ITB Luthfi Iqbal PL’12 (Obe), Yulida Rachma PL’14 (Yulida) dan juga Nur Ghifari Aziz PL’13 (Aziz) sebagai Menteri PUSAKA duduk melingkar di sekretariat KM ITB untuk

membicarakan kelanjutan aksi 2 tahun Jokowi-JK. Obe mengatakan kalau nantinya KM ITB tidak akan melakukan aksi mandiri. Seperti aksi 20 Mei lalu, kali ini KM ITB akan bergabung dengan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) untuk bersamasama melakukan demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta. Aliansi BEM SI berencana untuk mengkat 3 isu yakni lingkungan, kekerasan pada wanita dan anak-anak serta ekonomi. Pada isu lingkungan masalah utama yang diangkat adalah program reklamasi dan kebakaran hutan, lalu pada bidang ekonomi akan diangkat masalah tax amnesty. Pada isu kekerasan wanita dan anak-anak akan diangkat masalah undang-undang hukuman kebiri. Selain 3 isu yang akan diusung oleh BEM SI, ITB sebagai koordinator bidang energi di BEM SI mengusulkan untuk menambah isu tentang mineral dan batubara (minerba) untuk diangkat saat aksi nanti. Hal itu didasari dengan alasan KM ITB merasa permasalahan yang ada di bidang energi (mineral, bahan tambang) kurang terangkat ke media. Ini disadari setelah dilangsungkannya acara September Energi bulan lalu. Ternyata banyak terjadi kecacatan hukum di bidang minerba ini, seperti diberlakukannya peraturan-peraturan yang bertentangan dengan undang-undang. Pertemuan hari itu lalu menghasilkan timeline kegiatan yang akan dilakukan sampai hari-H aksi dan juga susunan perangkat yang akan bertugas. Hari Kamis, 13 Oktober 2016 dikeluarkanlah pernyataan sikap resmi KM ITB terhadap isu minerba dengan menyertakan 5 tuntutan yang salah satu diantaranya adalah menuntut diturunkannya Luhut Binsar Panjaitan dari jabatannya sebagai Menteri ESDM dikarenakan niatannya untuk merubah salah satu Peraturan Pemerintah tentang minerba yang jelas-jelas melanggar Undang-undang. Tapi kemudian esok harinya Presiden Jokowi melantik Ignasius Jonan mantan Menteri Perhubungan menjadi Menteri ESDM yang baru, dengan Archandra Tahar sebagai wakilnya. Rilis pernyataan sikap pun direvisi kembali. Menurut timeline yang sudah dibuat pada Selasa lalu, hari Jumat, 14 Oktober 2016 pukul 20.00 adalah jadwal untuk audiensi dengan Kongres KM ITB. Audiensi ini bertujuan untuk memaparkan tentang aksi yang akan dilakukan seperti konten yang akan dibawa dan teknis pada hari-H akan seperti apa. Audiensi ini juga dimaksudkan untuk meminta izin pada Kongres sebagai perwakilan dari massa kampus -atau lebih tepatnya massa himpunan- tentang apakah KM ITB diperbolehkan untuk ikut aksi ke Jakarta atau tidak. Mengikuti forum


Kongres merupakan hal baru bagi saya, seperti mendengarkan para senator menyampaikan aspirasi dan mengamati suasana apa yang tercipta ketika forum berlangsung. Atas dasar penasaran, walaupun esok hari saya harus menghadapi ujian tengah semester Aljabar Linier Elementer, saya mengikuti audiensi sampai selesai. Syukurlah, Kongres memutuskan memberi izin pada kami untuk melaksanakan aksi 20 Oktober nanti.

Kok malahan di relaksasi

Karena tuntutan akademik dan kewajiban kami belajar untuk ujian hari esok, saya dan Dana pulang terlebih dahulu dan tidak mengikuti Rapat Pimpinan yang diadakan setelah kami pulang.

Bangun industri tolak relaksasi

Aksi Bersama Rakyat Kecil Pencerdasan-pencerdasan tentang isu dan tuntutan yang akan dibawa juga tak lupa dilakukan pada berbagai kalangan dari mulai internal kabinet KM ITB, massa KM ITB, sampai masyarakat. Untuk massa KM ITB sendiri, selain penyebaran informasi melalui senator pada masing-masing HMJ, rilis pernyataan aksi pun disebar melalui akun-akun media sosial. Lalu, bagaimana dengan pencerdasan masyarakat? Pada timeline persiapan aksi telah diputuskan bahwa kami akan melakukan kegiatan pra-aksi pada hari Minggu tanggal 16 Oktober 2016 di kawasan Car Free Day yang berlangsung di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda. Nantinya di dalam acara pra –aksi ini akan dilakukan berbagai macam kegiatan mulai dari orasi, teatrikal dan juga interaksi langsung ke masyarakat dalam bentuk wawancara mengenai kinerja Jokowi-JK selama 2 tahun. Malam hari sebelum pra-aksi, kami mempersiapkan berbagai macam keperluan yang dibutuhkan untuk esok harinya seperti mencetak rilis, membuat teknis lapangan, dan juga membuat poster-poster yang berisikan isu dan tuntutan 20 Oktober nanti. Selain itu Yulida juga membuat komik yang berisikan cerita tentang bagaimana perusahaanperusahaan yang bergerak di bidang minerba dengan santainya melanggar undang-undang yang ada. Diselasela kegiatan kami mempersiapkan pra-aksi sambil berkarauke di sekretariat KM ITB, tak lupa juga Menko Sospol, Obe, membuat lagu-lagu yang bertemakan tuntutan-tuntutan dan keberjalanan pemerintahan 2 tahun Jokowi-JK. Ketika bulan sudah meninggi, akhirnya terciptalah 2 buah lagu gubahan Obe yang nantinya juga dinyanyikan saat hari-H aksi.

Katanya mau mandiri energi Sumber daya dikelola oleh anak negeri

Peraturan-peraturan bau konspirasi Penguasa pengusaha bagi komisi Undang-undang dikhianati Tata diri tolak relaksasi

Hilirisasi itu harga mati Melalui Official Account KM ITB dan broadcast ke grupgrup di media sosial, pra-aksi di CFD ini juga turut mengajak massa kampus untuk ikut berpartisipasi. Rencananya aksi akan dilaksanakan mulai pukul 07.00 dan diisi dengan orasi, teatrikal serta long march ke daerah Gasibu. Namun dikarenakan massa yang datang hanya sedikit -kurang lebih 20 orang- akhirnya diputuskanlah bahwa kami hanya akan berkegiatan di sekitar CFD Dago saja. Selain membawa flyer rilis pernyataan sikap, bendera KM ITB, toa, komik dan poster, Mbak Ega bersama Audhina N. Afifah DI’12 (Udhin) juga membawa properti caping karton dan kain tulle. Properti ini nantinya akan dipakai saat teatrikal ditengah-tengah masyarakat yang berada di CFD Dago. Ketika menunggu beberapa massa aksi lain yang akan ikut, tiba-tiba segerombolan anak laki-laki berusia sekitar 9–10 tahun datang ke arah kami. Saya sebenarnya tidak tahu anak-anak ini berasal dari mana namun sepertinya mereka mengenal beberapa massa aksi yang ikut hari itu. Awalnya mereka hanya berfoto-foto dengan properti aksi yang kami bawa. Tetapi kemudian anak-anak kecil ini meminta agar diizinkan ikut aksi di CFD. Mereka bahkan yang paling bersemangat ketika menyanyikan lagu Halohalo Bandung. Walaupun massa aksi kami hanya sedikit, boleh dibilang aksi di CFD ini cukup menyita perhatian masyarakat karena kehadiran anak-anak kecil tersebut. Obe bahkan menyebut mereka malaikat kecil karena telah “menyelamatkan� aksi ini. Selain membagikan flyer ketika long march dan juga orasi di depan Rumah Sakit Borromeus, beberapa dari kami juga menghampiri masyarakat untuk bertanya tentang pendapat mereka mengenai kepemerintahan Jokowi-JK selama 2 tahun menjabat sekaligus menjelaskan tentang tujuan kami melakukan aksi di CFD ini. Bukan hanya massa aksi yang menghampiri masyarakat, banyak juga masyarakat yang menghampiri


kami dan bertanya tentang apa yang sedang kami lakukan. Ketika kami menjelaskan kepada masyarakat tentang aksi yang akan dilakukan di Jakarta, banyak yang mendukung niatan kami dan menyemangati kami. “Semoga aksinya bisa berjalan lancar, dan jangan lupa untuk hati-hati”, ujar salah seorang bapak. Kegiatan pra-aksi di CFD ini diakhiri dengan aksi teatrikal dari beberapa massa aksi dan juga anak-anak kecil yang sebelumnya ikut serta, kemudian dilanjutkan orasi dari Muhammad Mahardhika Zein SI’12 (Dhika) sebagai Presiden KM ITB dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tak lupa juga kami mengumandangkan Salam Ganesha dipimpin oleh Dhika. Bertemu TPB dan utusan HMJ (lagi) Forum zona HMJ yang bertujuan untuk pemaparan lebih lanjut tentang aksi nanti dimulai dari hari Senin tanggal 17 Oktober hingga hari Selasa tanggal 18 Oktober. Forum zona ini juga dimaksudkan ntuk menanyakan kepastian dari setiap lembaga tentang jumlah massa yang sekiranya akan mengikuti aksi pada Kamis nanti. Forum zona dibagi menjadi 6 zona, 3 zona berlangsung pada hari Senin, sisanya pada hari Selasa. Saya, bersama Agam dan Dana bertugas di zona Barat Tengah. Dari 6 lembaga yang diundang hanya 4 lembaga yang perwakilannya bisa datang. Tidak lupa ajakan aksi juga disampaikan pada massa TPB. Hari Senin siang Mbak Ega dan beberapa staff Kementerian Sosial Politik mengunjungi massa SAPPK. Mbak Ega bercerita walaupun banyak yang menyatakan tidak bisa ikut aksi karena alasan UTS pada hari Sabtu, massa TPB sangatlah antusias dan juga responsif selama forum berlangsung. Tapi faktanya, saat hari H aksi TPB SAPPK-lah yang paling banyak ikut ke Jakarta. Kami juga sempat mengunjungi TPB FTMD. Praktikum yang dilangsungkan pada hari Kamis, membuat mereka tidak bisa mengikuti aksi. Karena keterbatasan waktu, tidak semua fakultas bisa kami kunjungi. Ajakan aksi hanya disampaikan pada ketua angkatan masing-masing fakultas untuk nantinya disampaikan lagi kepada angakatannya. Rabu, 19 Oktober 2016 pukul 19.00 briefing kepada massa aksi dimulai di basement CC Barat. Selain mengundang massa aksi yang sudah mendaftar, diundang juga perwakilan dari HMJ untuk pemaparan teknis aksi yang lebih detail dibandingkan saat audiensi kongres dan forum zona yang diadakan hari sebelumnya. Namun, yang datang pun tidak terlalu banyak. Di forum

ini dijelaskan mengenai 5 tuntutan aksi yang sudah ditetapkan pada konsolnas tanggal 18 Oktober di Universitas Yarsi. Obe dan Dhika datang ke konsolnas di Jakarta sebagai perwakilan dari KM ITB. Obe juga menjelaskan tentang rencana KM ITB mengunjungi DPR sebelum bertandang ke lokasi aksi di Istana Negara. Pada tanggal 20 Oktober 2016 bertepatan dengan hari-H aksi ternyata terdapat agenda Rapat Kerja Nasional Menteri ESDM baru Ignatius Jonan bersama dengan Komisi VII DPR RI. KM ITB sebagai koordinator di bidang energi yang membawa isu mengenai minerba akhirnya memutuskan untuk datang ke gedung DPR dengan tujuan peninjauan dan sekaligus memberikan buku Elegi Energi langsung kepada pihak yang bersangkutan. Tak lupa juga Obe memaparkan bahwa ketika aksi nanti ada massa aksi lain yang akan bergabung yakni dari aliansi buruh Indonesia yang membawa tuntutan upah kerja minimum Indonesia yang lebih rendah dari negara lain. Diperkenalkan juga Koordinator Lapangan yang akan bertugas yaitu Lubbi Sabiili Rusydi TM’14 (Lubbi). Malam itu juga kami mempersiapkan properti aksi yang akan dibawa esok hari, seperti membuat properti ikat kepala. 1000 flyer rilis pernyataan sikap dan komik buatan Yulida juga sudah diperbanyak pada siang hari. Poster-poster juga sudah di print dan ditempeli kardus dibagian belakangnya agar lebih kuat. Semua perlengkapan yang akan dibawa kemudian dimasukkan kedalam 2 buah kardus, dan persiapan selesai pada pukul 23.00. Mbak Ega terlihat senang sekali karena persiapan selesai jauh lebih awal daripada pengalaman aksi sebelumnya. Halo Atap Hijau Total massa aksi yang mendaftar kurang lebih 86 orang dan dari HIMATIKA ITB –HMJ tempat saya bernaunghanya 2 orang yang dapat ikut serta, yakni saya dan I Gede Bagus Gigih Ferdian MA’15 (Gigih). Dari awal ketika Agam meminta saya menjadi koordinator aksi, saya sudah mengajak Gigih untuk ikut serta dalam persiapan aksi, tapi karena ada kesibukan lain ia menolak. Namun Gigih berjanji kepada saya untuk datang pada hari H aksi. Sayang sekali Dana, teman satu jurusan saya yang juga turut serta dalam mempersiapkan aksi ini tidak bisa datang karena ada urusan lain. Massa aksi diminta untuk berkumpul di Tugu Kubus pada pukul 04.30 pagi. Ketika saya datang, baru beberapa orang yang sudah berada di Tugu Kubus salah satunya adalah Obe. Massa aksi lainnya satu per satu berdatangan seiring dengan matahari yang mulai


muncul. Kami pergi ke Jakarta dengan menggunakan 1 buah bis dan 3 buah mobil. Presiden KM, Dhika yang bertugas sebagai jenderal lapangan berangkat terlebih dahulu bersama Mbak Ega dan Aziz pada pukul 3 pagi menggunakan mobil pribadinya untuk menghindari macet dan agar bisa tiba pagi hari saat pembukaan aksi. Mobil yang dikendarai oleh Nicco Avinta FT’15 (Nicco) membawa Obe yang akan menuju gedung DPR terlebih dahulu untuk mengurus perizinan dan lain-lain. Ardhi Rasy Wardhana TA’13 (Ardhi) dengan beberapa massa aksi lain menggunakan mobilnya juga pergi lebih awal untuk kemudian bertugas sebagai divisi konsumsi yang akan mempersiapkan makan siang untuk massa aksi. Bis akhirnya berangkat pukul 6 pagi. Namun, tidak semua massa aksi ikut berangkat pada pagi hari. Karena ada urusan lain yang harus diurus, banyak massa aksi yang menyusul pada siang harinya. Ada juga massa aksi yang sebelumnya sudah berada di Jakarta. Bis memasuki kawasan Jakarta sekitar pukul 09.00 WIB. Karena kondisi pagi itu yang lumayan padat, perjalanan menuju gedung DPR memakan waktu yang cukup lama. Massa aksi di bis memanfaatkan waktu untuk berlatih lagu-lagu yang diciptakan Obe. Kami berlatih lagu dipimpin oleh Muhammad Luthfi J TM’12 (Upi). Lucunya walaupun Upi memimpin menyanyikan lagu, tapi ialah satu-satunya orang selalu salah nada pada salah satu bagian lagu, tapatnya pada bagian “Sudah 2 tahun, jangan lupa kawal Jokowi”.

Kita bakal demonstrasi, bareng-bareng sama BEM SI Sudah 2 tahun jangan lupa kawal Jokowi Belum lagi tax amnesty, langgar hukum sana sini Sudah 2 tahun jangan lupa kawal Jokowi Minerba di relaksasi, hilirisasi cuma mimpi Sudah 2 tahun jangan lupa kawal Jokowi Perlindungan perempuan, hanya seperti impian Sudah 2 tahun jangan lupa kawal Jokowi (dinyanyikan dengan nada Salam 2 Jari Jokowi-JK) Obe juga selalu memberikan kabar mengenai kelanjutan kunjungan KM ITB ke DPR. Setelah menemui humas DPR, Obe berkata kalau sudah mendapatkan izin memasuki ruang rapat tapi hanya diperbolehkan 20 orang saja. Karena KM ITB membawa massa sebanyak 58

orang, disepakatilah rencana bahwa massa aksi akan dibagi 3 shift agar semua bisa melihat dan masuk ke dalam ruang rapat. Kurang lebih pukul 10.00, bis kami memasuki area gedung DPR MPR. Ini pertama kalinya saya datang ke DPR. Saya kagum dengan atap hijaunya yang katanya terlihat seperti burung garuda yang sedang menunduk, melambangkan DPR dan MPR sebagai wakil rakyat yang selalu melihat ke bawah dan membela rakyatnya. Setelah turun dari bis kami bertemu dengan Obe, melakukan briefing dan kemudian bersama-sama masuk ke bagian dalam gedung. Sebelum benar-benar masuk ke ruang rapat, kami harus melalui bagian penerimaan tamu terlebih dahulu. Ternyata rencana rolling massa yang kami buat gagal untuk dilaksanakan, bagian penerimaan tamu hanya memperbolehkan 5 orang saja yang dapat masuk ke ruang rapat, padahal sebelumnya dibagian humas sudah diperbolehkan membawa 20 orang. Disitu massa aksi tidak bisa berbuat apa-apa selain memenuhi peraturan yang berlaku disana. Akhirnya perwakilan KM ITB yang diutus untuk melakukan peninjauan di Rakernas ini adalah Obe, Nicco, Adriana Kumala SI’14 (Ana), Dwi Bintang Susatyo TM’14 (Bintang) dan Prima SAPPK’16. Massa aksi sisanya kemudian melanjutkan perjalanan ke Istana Negara untuk kemudian bergabung bersama massa aksi BEM SI. Mahasiswa yang Turun ke Jalan Massa aksi turun dari bis beberapa meter di belakang barisan aksi BEM SI yang menutupi sebagian ruas Jalan Medan Merdeka. Belum sempat kami masuk ke barisan aksi, massa aksi perempuan dari KM ITB langsung diarahkan ke dalam area Monas untuk melaksanakan solat Dzuhur. Kami -massa aksi perempuan- dipisahkan dengan massa aksi laki-laki yang menunaikan solat Dzuhur di tengah jalan. Kondisi saat itu masih terlihat kondusif, namun massa aksi masih dihalangi oleh barisan polisi untuk mendekati Istana Negara. Bahkan massa aksi tidak diperbolehkan untuk masuk ke area aksi yang di rencanakan sebelumnya. Area aksi yang dimaksud yaitu pelataran depan gerbang Monas yang menurut peraturan yang ada adalah tempat yang legal untuk melakukan aksi demonstrasi. Setelah melaksanakan ibadah solat Dzuhur, massa aksi perempuan kemudian bergabung lagi bersama massa aksi lainnya. Barisan aksi kali ini disusun dengan barikade


massa aksi laki-laki yang mengelilingi massa aksi perempuan, mobil sound yang berada ditengah-tengah barisan, dan barisan panji-panji yang berada di depan berhadapan langsung dengan barisan polisi. Saat itu, setelah semua massa aksi telah bergabung kembali, massa aksi dari aliansi buruh juga ikut bergabung. Secara bergantian perwakilan dari mahasiswa dan buruh menyampaikan orasinya dengan tidak lupa diselingi agitasi-agitasi yang bertujuan untuk membakar semangat massa aksi. Di momen inilah Upi sebagai perwakilan dari KM ITB naik ke atas mobil sound dan mengajak massa aksi untuk bersama-sama menyanyikan salah satu lagu gubahan Obe.

spanduk besar yang saya juga lupa tulisannya apa. Saya berpikir HMI akan ikut bergabung bersama massa aksi kami, tapi ternyata ia membawa massa aksi sendiri yang jumlahnya juga cukup banyak.

Aksi ini membawa tagar Literasi Mahasiswa, yaitu Lima Tuntutan Reformasi Mahasiswa yang berisikan tuntutan sebagai berikut:

Selain orasi dan agitasi yang terus-menerus dilakukan oleh perwakilan mahasiswa, demonstrasi ini juga diisi dengan aksi teatrikal yang dilakukan oleh perwakilan mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI), dan Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). UPI menampilkan teatrikal yang menceritakan tentang 2 orang anak bernama Nawa dan Cita yang dilupakan oleh Bapak kandungnya sendiri. Padahal dulu 2 orang anak ini sangat disanjung oleh sang Bapak.

1. Tindak tegas mafia kasus kebakaran hutan dan lahan 2. Tolak reklamasi Teluk Benoa dan Teluk Jakarta 3. Tolak tax amnesty yang tidak pro rakyat 4. Tolak perpanjangan izin ekspor konsentrat setelah Januari 2017 dan komitmen terhadap usaha hilirisasi minerba 5. Cabut hukum kebiri, selesaikan akar permasalahan kejahatan seksual pada perempuan dan anak Dari mulai ibadah shalat Dzuhur selesai ditunaikan sampai adzan Ashar berkumandang aksi terus menerus diisi dengan orasi tentang tuntutan-tuntutan yang dibawa dan tidak lupa meminta Presiden Joko Widodo untuk keluar dan menemui mahasiswa. Aksi dihentikan sementara karena akan dilaksanakan shalat Ashar berjamaah. Massa aksi perempuan dari KM ITB kemudian menuju ke bagian dalam Monas untuk beristirahat karena sebelumnya sudah melaksanakan solat Ashar terlebih dahulu. Sekitar pukul 15.30 datanglah barisan aksi baru dari arah dalam area Monas yang berjumlah cukup banyak, hampir menyaingi jumlah massa aksi BEM SI. Saya tidak tahu dari aliansi mana massa aksi ini datang, tapi dari panjipanji yang saya lihat, barisan massa aksi itu terdiri dari HMI, PMII, PMKRI dan beberapa organisasi lainnya yang saya tidak ketahui. Kedatangan massa aksi ini cukup membuat gempar polisi-polisi yang juga sedang beristirahat. Sebelumnya, ketika massa aksi KM ITB sedang beristirahat makan siang di depan gedung RRI, saya melihat sedikit massa dari HMI yang membawa

Pukul 16.00 kami kembali lagi memasuki barisan massa aksi BEM SI. Massa aksi buruh sudah tidak bergabung bersama kami sejak pukul 14.00, namun mereka meminjamkan mobil soundnya kepada massa aksi BEM SI. Massa aksi masih terus mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera keluar dan menemui mahasiswa. Massa aksi juga meminta kepada polisi agar dibukakan jalan untuk menuju arah Istana Negara.

Kurang lebih pukul 16.30 barisan massa aksi memutuskan untuk menutup keseluruhan Jalan Medan Merdeka karena permintaan mahasiswa yang tidak digubris sama sekali oleh polisi dan juga pihak Istana Negara. Sempat juga terjadi aksi dorong-dorongan antara mahasiswa dengan polisi yang menyebabkan ada salah satu mahasiswa yang terluka dibagian kepalanya. Tak lupa juga aksi dibarengi dengan dikumandangkannya lagu-lagu perjuangan seperti lagu Darah Juang oleh seluruh massa aksi. Sampai sekitar jam 17.00 Presiden Joko Widodo masih belum mau menemui mahasiswa. Dari berita yang saya dapat di media sosial, Jokowi sedang menerima gubernur-gubernur untuk membahas masalah pungutan liar. Presiden mahasiswa dari universitas-universitas pun sebenarnya sudah menemui pihak terkait dan meminta Presiden Joko Widodo secara baik-baik untuk keluar menemui mahasiswa yang dari pagi hari sudah melakukan aksi. Tapi apa yang diterima Presma dari pihak Istana sangat jauh dari harapan. Pihak istana menolak kedatangan mahasiswa dan tidak mau tahu nasib dari massa aksi, karena massa aksi bukan tanggung jawab Istana melainkan tanggung jawab Presma masingmasing.


Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater Dengan perasaan kecewa yang sangat mendalam karena kedatangan mahasiswa yang ditolak mentah-mentah oleh pemerintah, pukul 18.00 akhirnya demonstrasi diakhiri dengan melakukan aksi teatrikal pemakaman foto Presiden Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla yang melambangkan matinya hati nurani penguasa yang berkuasa di negeri ini. Sebelum kembali ke bis dan pulang ke Bandung, massa aksi KM ITB berkumpul dahulu di sekitar Jalan Medan Merdeka untuk menunggu kembalinya Presiden KM ITB, Dhika dari barisan massa aksi BEM SI. Saat semua massa aksi sudah berkumpul, Dhika lalu menjelaskan tentang apa yang terjadi di bagian depan barisan massa aksi dan juga hal-hal yang perlu disampaikan tentang mengapa Jokowi tidak bisa hadir menemui mahasiswa. KM ITB lalu menutup aksi hari itu dengan melakukan Salam Ganesha di tengah-tengah Jalan Medan Merdeka Jakarta. Langit Senja Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah meluangkan waktunya untuk mempersiapkan aksi ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh massa aksi baik dari KM ITB maupun dari universitas di seluruh Indonesia yang turut bergabung pada aksi 2 tahun Jokowi-JK pada 20 Oktober 2016 kemarin. Walaupun pihak mahasiswa tidak dapat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, bukan berarti aksi kemarin merupakan sebuah kegagalan. Setidaknya kita sudah membantu masyarakat untuk menyadari bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Aksi kemarin juga menandakan kalau perjuangan kita belum berakhir sampai disini. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Annisaa Auliyaa Rabbani Rahmanto Anggota Biasa KM ITB


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.