Manazine #4

Page 15

Ya udah deh..Penulis mau tanya sekali lagi.. Kira-kira sama ga sih KORUPSI d e n g a n M E N Y O N T E K ? (Apakah KORUPSI = MENYONTEK??) Tanya kenapa?? Bahas yuk.. Berdasarkan survei yang diadakan penulis, kira-kira ada 60% dari siswa-siswi sebuah SMA di Surabaya yang melakukan kebiasaan buruk itu, dan sisanya 40% Jujur dengan sepenuh t a n g g u n g jawab mengerjakan ulangan berdasarkan kesadaran diri untuk mengerjakan tanpa ada kecurangan dalam mengerjakannya. Mereka sadar bahwa ulangan ini adalah sebagai tolak ukur. Dan kira-kira ada 15% guru yang membiarkan siswasiswinya yang jelas melakukan tindakan tersebut. Ada juga kisah nyata yang diceritakan oleh salah seorang wakasek kurikulum di Surabaya. Seseorang yang bernama X ia sangat hobi menjadi tokoh sentral saat ulangan alias menjadi orang yang paling ditunggu-tunggu waktu ulangan. Ia selalu menjadi orang yang memberikan jawaban-jawaban ulangan kepada semua teman-temannya. Lalu ketika si X ini di introgasi oleh nara sumber tentang mengapa ia begitu rajin memberikan jawaban kepada teman-temannya si X ini hanya tersenyum sambil menjawab,”Pak, sekarang saya sedang membunuh temanteman saya, sehingga saingan saya nanti saat UN dan SPMB menjadi berkurang dan mungkin akan habis.” Sungguh kurang ajar orang ini. Jangan biarkan pembunuh darah dingin ini memamah biak di negeri kita tercinta. Bayangkan, bila siswa kelas XII yang akan menghadapi UN, SPMB, & PMDK pada dasarnya bila didalam mengerjakan

ulangan sehari-hari masih mengandalkan kerepekan, jawaban teman dan lain-lain. Coba bayangkan sekali lagi, bila seandainya seluruh siswa-siswi di Indonesia tidak pernah jujur dalam mengerjakan ulangannya. Lalu mereka menghalalkan segala cara untuk menjadi seorang yang berduit (kenyataannya aja ada koq. Misalnya: pemalsuan ijazah). Terus, ketika mereka menjadi orang sukses tanda kutip alias sukses ”pura-pura” terus mereka menjadi orang penting (misalnya menjadi anggota dewan yang memikirkan nasib rakyat (katanya sih..)) gimana jadinya?? Gini aja, bayangin kalo seluruh dokter di Indonesia itu sebenarnya tidak lolos uji atau hanya dengan menggunakan uang pelicin untuk menjadi seorang dokter berjas putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya. Terus dokter di seluruh indonesia gak ada satupun yang bisa nyembuhin penyakita satu orang pun dan paling banter mungkin bakal terjadi MAL PRAKTEK. Yang harusnya penyakitnya cuma pilek, gara-gara ngawur kasih obat, jadi sakit jantung, kencing manis dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh salah penggunaan obat. Hiii Takuut… Jadi, kelihatan kan kalo penyebab utama korupsi di Indonesia adalah karena bibit-bibit putra-putri bangsanya saja sudah melakukan tindakan korupsi kecil-kecilan yang disebut nyontek itu sejak dari bangku sekolah.. (gimana kalo udah sukses??). Ayo Saatnya kita berubah nih... Penulis yakin banget bahwa gak ada agama yang menganjurkan untuk melakukan sebuah kegiatan positif dengan menghalalkan berbagai cara. Apalagi Islam, yang aturannya konkrit, konkrit, dan KONKRIT.

Kesuksesan sebenarnya adalah ketika kita menyadari kekurangan kita dan mengoreksinya agar suatu ketika bila menghadapi masalah yang sama kita dapat mengatasinya dengan baik. Ingat!! Bukan menutupi kekurangan kita dengan kebobrokan orang lain. Yakinlah terhadap kemampuan diri kita. Kita bisa. Kita pasti bisa.Oke?? “...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sampai mereka

merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS Ar-Ra'd ayat 11) Kesuksesan itu tidak dilihat dari beberapa kali mereka mendapat kegagalan, tetapi dilihat dari berapa kali ia bangkit dari kegagalan (Abu Bakar r.a.) Jujur adalah mata uang yang berlaku dimana-mana (Pepatah). “Mau pintar??. Makanya belajar” (Iklan Suplemen). (Oleh Abdullah Anshary)

Sahabat mahasiswa sekalian, ujian pada hakikatnya adalah sebuah kepastian yang harus dihadapi oleh setiap manusia pada setiap segmen kehidupan. Adapun output yang menjadi tujuan setiap ujian bisa saja beragam dan bervariasi, tergantung pada siapa dan untuk apa ujian tersebut dilaksanakan. Hanya saja, kalau digeneralisasikan, setiap ujian memiliki tujuan yang intinya hampir sama: untuk mengetahui kadar kualitas kepribadian seseorang: baik dalam konteks ketakwaan, kesabaran, keilmuwan, keihklasan dan halhal lain yang kualitasnya dapat diuji baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Suatu contoh, untuk mengetahui tingkat kelayakan seseorang untuk masuk surga maka Allah memberi ujian berupa perintah untuk berjihad dan bersabar dalam menghadapi ujian. Firman Allah “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orangorang yang sabar” (Q.S. Ali Imran: 142) Dalam konteks dunia perkuliahan, kita sebagai mahasiswa muslim dihadapkan pada suatu ujian yang sifatnya lebih konkret dan spesifik untuk mengetahui tingkat penguasaan kita pada suatu bidang ilmu tertentu. Ujian ini sifatnya wajib diikuti oleh setiap mahasiswa dan biasanya dilaksanakan secara berkala pada setiap

akhir semester. Ujian ini dikenal dengan sebutan Ujian Ahir Semester atau biasa disingkat UAS. UAS menjadi sangat penting dalam alur dunia perkuliahan karena UAS menjadi tolak ukur kelulusan seorang mahasiswa dalam bidang mata kuliah tertentu. Kalau dalam dunia SMA, UAS bagi siswa memiliki posisi hampir setara dengan Ujian Ahir Nasional (UAN) yang menjadi “pemfonis” seorang siswa layak lulus atau tidak. Mengingat arti penting UAS sebagai penentu kelulusan mahasiswa dalam bidang mata kuliah tertentu, biasanya sebagain besar mahasiswa menggunakan segala cara agar bisa melalui ujian ini dengan baik dan mendapat hasil maksimal. Cara yang ditempuh pun beragam mulai yang halal sampai haram, mulai yang biasa sampai yang tidak biasa dan mulai yang wajar sampai yang tidak wajar. Bahkan, terkadang kurang ajar! Hanya saja kita sebagai mahasiswa muslim, apalagi yang “berpredikat” dan “berstempel” aktifis dakwah kampus, hendaknya tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil terbaik dalam menghadapi ujian ini. Karena tentu kita sebagai muslim menyadari bahwa dalam islam berlaku asas “tujuan tidaklah lebih penting dari cara” dan “tujuan tidaklah menghalalkan segala cara”.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.