JN GUIDE TOBASA

Page 1


Dari Redaksi JN Guide Dalam Tayangan Online PENERBIT: PT JARRAK BAHTERA MEDIA Akta No.271 Tanggal 31 Desember 2010 Notaris: Darmaji PENDIRI: I Putu Sudiartana SE MBA John K Nahadin SH DEWAN PENASIHAT: I Nyoman Antana DEWAN REDAKSI: I Putu Sudiartana SE, MBA, John K Nahadin SH, I Putu Gede Suartana SE, Sapto Adiwiloso SH, Bambang Priambodo S.Sos. PEMIMPIN UMUM: I Putu Sudiartana SE , MBA PEMIMPIN REDAKSI: Sapto Adiwiloso SH REDAKTUR PELAKSANA: Kushala STAF REDAKSI: Tenggo Paskanela Erwin Sarifuddin SEKRETARIS REDAKSI: Novi Yanti Muchlis

B

anyaknya permintaan yang masuk di redaksi Jarrak Nusa (JN) Guide agar eksistensinya tetap terjaga, maka perlu dibuat penerbitan berkalanya setiap dua minggu sekali di www.jarrakonline.com dalam bentuk e-book. Upaya tersebut dilakukan agar masyarakat pembaca, khususnya peminat pariwisata dan budaya dapat terus melihat keberagaman budaya serta potensi pariwisata di seluruh Tanah Air. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan arus kunjungan wisata di seluruh Tanah Air. Permintaan tersebut langsung kami respons. Kami pun segera melakukan konsolidasi ke jajaran redaksi guna memenuhi keinginan pembaca tersebut. Kerja sama juga kami jalin dengan perwakilan-perwakilan kami yang tersebar di beberapa daerah. Juga dengan para Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai langkah awal untuk menjalin kerja sama lebih lanjut, sebagaimana kami lakukan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) cq. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat. Karena itu menjadi kebahagiaan kami, jika kehadiran JN Guide setidaknya dapat memberikan informasi tentang potensi budaya dan pariwisata di suatu daerah, sekaligus bermanfaat sebagai panduan wisata sebagaimana yang kami idam-idamkan. Kami sadar akan banyaknya kekurangan di sana-sini. Menyadari akan hal itu, maka kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan. Sebagai langkah pertama, kami bermaksud memunculkan kembali hasil liputan langsung kami di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang pernah kami terbitkan pada JARRAK NUSA Edisi Oktober – November 2011. Pemikiran yang mendasari hal itu tak lain karena Obyek Wisata Danau Toba merupakan salah satu dari 16 Destinasi Wisata yang telah ditetapkan pemerintah. Tentu saja sebagai media massa yang fokus penyajiannya pada sektor tersebut, kami terpanggil untuk menyosialisasikan kepada seluruh pembaca www.jarrakonline.com sebagai salah satu bagian dari media massa yang berada di bawah PT Jarrak Bahtera Media. Selain itu, kami juga perlu mengetengahkan kembali adat-istiadat yang sudah berlaku secara turun temurun di kalangan masyarakat Batak, jauh sebelum agama-agama masuk ke Tobasa yakni adanya kepercayaan masyarakat setempat yang disebut dengan Parmalim. Konon di daerah inilah kepercayaan itu berasal. Upaya ini juga sekaligus untuk menggali kembali potensi budaya yang kian terlupakan. Semoga sajian ini juga memberi manfaat bagi pembaca. Selamat membaca.**

DESAIN/ILUSTRATOR: Mas Bro PEMIMPIN PERUSAHAAN: John Kelly Nahadin SH

Surat Pembaca:

WAKIL PEMIMPIN PERUSAHAAN: I Putu Gede Suartana SE MARKETING: Erwin S Tian ALAMAT REDAKSI/IKLAN/SIRKULASI: Kayamas Residence Jl.H.Muri Salim No.215 Ciputat Kota Tangerang Selatan - Banten 15419 Telp: (021) 74702866 Fax: (021) 74717913 Email: jarraknusa@yahoo.co.id REKENING: Bank Mandiri AC.No.1220010610619 a/n PT JARRAK BAHTERA MEDIA

Pesona Bangka Belitung Saya mendapat kiriman dua edisi JN Guide Edisi Makassar dan Manggarai Timur. Tampilannya cukup menawan kendati dikemas dalam bentuk tabloid penuh warna (full colour). Alangkah bagus lagi jika JN Guide diubah tampilannya dalam format majalah yang berukuran kecil agar bisa dibawa dan dibaca dimana pun. Selain itu saya juga berharap, redaksi dapat menampilkan potensi wisata di Bangka Belitung (Babel). Selama ini saya baru melihatnya melalui film layar lebar yang cukup monumental “Laskar Pelangi”. Tak hanya itu ada beberapa penyanyi juga yang video klip-nya berlatar pesona alam di Bangka Belitung. Saya sendiri ingin sekali pergi ke sana tetapi waktunya belum ada. Karena itu saya berharap informasi terkait obyek wisata di Babel juga bisa saya dapatkan melalui tabloid JN Guide Itu dulu usul saya, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wed Widayati Jl.Kanfer Utara II/24 Semarang

Promosi Wisata Daerah Terpencil Membaca JN Guide Edisi Khusus Manggarai Timur, saya menjadi kagum dan bangga dengan kekayaan wisata dan budaya yang ada di Tanah Air. Hebatnya lagi, potensi itu tersebar di seluruh wilayah, termasuk di Kabupaten Manggarai Timur yang masih tergolong sebagai kabupaten baru, namun potensi di sektor pariwisata dan budaya, sungguh luar biasa. Karena itu saya sangat menyambut baik upaya redaksi untuk terus mempromosikan potensi pariwisata dan budaya di daerah-daerah terpencil yang cenderung masih sangat alami. Berkat JN Guide pulalah saya bisa mendapatkan informasi tentang hal itu. Semoha eksistensinya dapat tetap terjaga dan berguna bagi masyarakat pembacanya. Hj. Nani Sutiani S.Km RSUD Majenang Cilacap

PERWAKILAN ACEH: M. Darwis, SE, AK (Kepala Perwakilan), MukhsinYunus, Muhardi, M. Herizal, SP, BIRO KOTA LANGSA:Heriadi (Kabiro), Muhammad Jafar, Muzakir, BIRO LHOKSEUMAWE: Devi Ariandi (Kabiro), FitriDiniChairumi, FahruRozi, Zakaria Ismail, Ilyas Abdullah, Mursit, Suwandris, Yusmadi,AR, BIRO PIDIE:RamliMusa,S.Sos (Kabiro), Abubakar Ali, Yudhiansyah, DediSuryadi, T. MeurahSyahrizal, BIRO ACEH TENGAH:Hidayat (Kabiro), BIRO KOTA SUBULUSSALAM:Iskandar (Kabiro), M. Syahrial, NurMiana, BIROACEH TAMIANG:Matsum (Kabiro), Kamal Faisal, Suparman, Hartono, BIRO SIMEULUE: Rusdiadi (Kabiro), Riswandi Sadat, Junaidi, BIRO BENER MERIAH: MukhlisSuryadiPura, SE (Kabiro), Mursit, Suwandris, BIRO BIREUN:Syarifuddin, SE, M.Hum, Ir.MahdiFuad, Mursal Abdullah, ST, BIRO ACEH SELATAN:DeniIrmansyah (Kabiro), Ir. Subiyono, Hendri Z, BANDA ACEH: Rudi Fadhli, SP (Kabiro), Hadi, SP; HidayatulRahman, SH, Muhazir, NeishaAqibtyaAyumi, Riswar, SP, BIRO ACEH UTARA:Ramadhan, ST (Kabiro), Rahmad, DediFeriadi, ST, ACEH TIMUR: Muhammad Adami A, Md (Kabiro), HasanudinPiah, T. Zamzami, RK, Munjir, Zainal Ibrahim, Tgk. Mahdi Abbas. BIRO GAYO LUES:Wintoni (Kabiro), HasanBasri, Mustafa Kamal, SUMUT: Donny PandapotanSimanjuntak, SE(Kepala Perwakilan), JATIM:Erman Andy Kesuma (KepalaPerwakilan), SULSEL: Andi Ali Imran Mappasonda, ST (Kepala Perwakilan), SULTRA: Imam Muslim, BALI: I WayanSumardika (KepalaPerwakilan), I NyomanSuartika, I NyomanNuarya, I GedeSuardana, KetutMudana, GustiNgurahSuradnya, AnakAgung Putra, KetutTika, BIRO JEMBRANA: PutuAriyasa (Kabiro) NTB:Sahnan (KepalaPerwakilan), Sunardi, Aria, BIRO LOMBOK: Made, NTT: Gabriel Y. Mboeik (KepalaPerwakilan), S. Julius Balu, BANTEN: Abdul Latief (KepalaPerwakilan), Leonardo Marbun, RahmatHidayat, Sumarna, Imam Mamduh, AchmadIrfanHadiyana, BANGKA BELITUNG: ZulFitri (KepalaPerwakilan), SULUT: Drs. Jimmy H. Senduk (KepalaPerwakilan).


Editorial

Pariwisata Danau Toba Haruskan Dibiarkan Terus Tertidur?

Indeks LAPORAN UTAMA: Halaman 4-5 Mengupas potensi pariwisata Danau Toba, khususnya di wilayah Toba Samosir (Tobasa) yang terkendala banyak hal. Bagaimana upaya Pemda setempat dalam menarik kembali wisatawan ke daerah tersebut. PESONA: Halaman 6-7 Museum Batak “TB Silalahi Center� merupakan pusat studi sejarah Batak yang menyatukan enam puak (sub-etnis) Batak. Dengan mengunjungi Museum tersebut, pengunjung tak hanya dapat mempelajari sejarah masyarakat Batak tetapi juga dapat menikmati keindahan Danau Toba dari ketinggian sebuah bukit. BUDAYA: Halaman 8-9 Parmalim diyakini sebagai kepercayaan asli suku Batak, jauh sebelum agama-agama masuk ke ranah Batak. Kepercayaan itu berlangsung secara turun temurun dan upacara-upacara ritualnyapun masih berlangsung hingga kini. Arus modernisasi yang masuk seakan-akan menenggelamkan adatistiadat tersebut. INFO WISATA hal 10 PARIWARA hal 11 COVER halaman 12

foto : istimewa

A

rus kunjungan wisata ke Danau Toba di Sumatera Utara (Sumut) sempat mengalami masa-masa kejayaan, sebelum maraknya teror bom. Begitu teror bom melanda negeri ini, obyek wisata yang kini dimiliki tujuh kabupaten itu pun ikut terpuruk. Jika obyek wisata di Bali segera mendapatkan pemulihan, setelah mendapat serangan Bom Bali I & II, tidak demikian dengan Danau Toba. Obyek wisata Danau Toba memang tidak mendapat serangan bom, tetapi travel warning yang sempat diberlakukan di obyek wisata tersebut, melumpuhkan arus kunjungan wisata. Hotel-hotel sepi penghuni. Kondisi Danau Toba kini memprihatinkan, selain sepi pengunjung, kondisinya kurang terawat, limbahnya bahkan telah mengubah warna air dari jernih menjadi keruh. Tujuh Pemerintah Daerah (Pemkab) yakni Toba Samosir (Tobasa), Humbang Hasundutan (Humbahas), Tanah Karo, Simalungun, Dairi, Samosir dan Tapanuli Utara (Taput) tak berdaya untuk mengembangkannya, karena terkendala infrastruktur yang ada. Jalan trans nasional yang menghubungkan Medan sebagai ibukota provinsi dengan beberapa kabupaten tersebut, mengalami kerusakan. Sementara jalan-jalan baru menuju obyek wisata di masing-masing kabupaten pun tak mampu dibangun. Keterbatasan dana menjadi kendala utama. Konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan di era otonomi daerah yang masih memfokuskan di Kawasan Jawa-Bali, ikut memperkeruh keadaan. Danau Toba kini seperti danau mati yang kurang diminati.Akibatnya, investor sulit didatangkan. Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki sarana penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung. Selain pembangunan fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata di daerah, juga akibat dari lemahnya kebijakan pemerintah daerah di bidang pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya keamanan di daerah-daerah timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata di Danau Toba. Tak sedikit upaya yang telah dilakukan ketujuh kabupaten itu, dalam membangkitkan gairah pembangunan di sektor pariwisata tersebut, Namun lagi-

lagi hanya sebatas menyimpan asa. Bagaimana tidak, jalan menuju obyek wisata di tujuh kabupaten itu masih mengandalkan jalan trans Sumatera yang kondisinya memburuk karena tak ada biaya untuk perbaikan. Pengadaan jalan baru termasuk jalan bebas hambatan, juga masih sebatas angan. Sarana penerbangan juga masih sangat minim. Masing-masing kabupaten belum memiliki bandara yang representatif. Contoh Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), saat ini telah memiliki Bandara Sibisa di Ajibata yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Balige, Ibukota Tobasa. Namun, pengembangannya jauh tertinggal dibanding Bandara Silangit yang terletak di Tarutung, Ibukota Tapanuli Utara (Taput). Pasalnya, jarak tempuh dari Balige-Tarutung hanya butuh waktu sekitar 30 menit. Sedang Balige-Ajibata butuh waktu satu jam lebih. Demikian juga dengan landas pacu yang dimiliki masing-masing bandara, sangat jauh berbeda. Jika Bandara Sibisa panjang landas pacunya hanya 750 meter dan hanya bisa didarati pesawat kecil, tetapi Bandara Silangit sudah bisa didarati Pesawat Beoing 737. Pintu masuk ke Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) pun sangat tergantung pada keberadaan Bandara Silangit. Dengan demikian setidaknya ada tiga kabupaten yang berkompeten terhadap bandara tersebut. Hal ini membawa konsekwensi adanya peningkatan sarana jalan darat yang menghubungkan Tarutung-Balige dan Tarutung-Doloksanggul, ibukota Humbahas. Juga diperlukan kemudahan sarana transportasi darat yang lebih memadai. Karena itu, untuk merumuskannya, ketiga kabupaten tersebut harus duduk bersama mengatasi kendalakendala yang ada, termasuk mendorong pemerintah, khususnya Direktorat Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan untuk menambah frekuensi penerbangan dari dan ke Tarutung. Ini baru dari sisi infrastruktur penerbangan. Bagaimana dengan pengembangan obyek wisata Danau Toba itu sendiri? Ini persoalan besarnya. Selama ini para pihak (kepala daerah dari tujuh kabupaten di sekitar Danau Toba) sudah saling bersinergi dalam merumuskan konsep pengembangannya. Melalui Lake Toba Regional Management (LTRM) yang difasilitasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal mereka mencoba merangkai asa membangkitkan kembali masasama kejayaan pariwisata Danau Toba. Mereka juga telah menjalin sinergitas dengan badan-

badan terkait yang menangangi Danau Toba seperti BKPEKDT (Badan Koordinasi Pengawasan Ekosistem kawasan danau Toba). Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sendiri tak sedikit upayanya dalam mendorong pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba, namun jika semuanya hanya bergaung di tingkat regional, maka sulit kiranya harapan tersebut diwujudkan. Sinergitas antarkementerian, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata serta Kementerian Pekerjaan Umum (karena menyangkut aspek pembangunan infrastruktur) juga sangat diperlukan dalam menggairahkan kembali sektor pembangunan pariwisata di Danau Toba. Sudah saatnya sektor pariwisata dikembangkan di luar Jawa dan Bali. Potensi pariwisata khususnya di Sumatera Utara sangat menjanjikan. Termasuk Danau Toba, meski kini kondisinya sangat memprihatinkan, namun pesonanya tetap menjanjikan. Kini tinggal bagaimana pemerintah mau memalingkan perhatian dan dukungannya dalam pengembangan obyek wisata yang sudah dikenal dunia itu. Potensi Pariwisata Danau Toba dengan keberagaman budaya dan adat istiadatnya adalah aset yang harus dilestarikan, bukan saja bagi masyarakat Batak tetapi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sebab itu juga bagian dari Bhineka Tunggal Ika. Karena itu solusinya, seluruh stakeholder, pemerintah dari berbagai tingkatannya juga para wakil rakyat terkait, duduk bersama untuk memecahkan persoalan dan kendala yang ada.Tidak ada yang tidak bisa jika para pihak tersebut saling bahu membahu, dengan melihat Indonesia ke depan yang lebih baik. Dengan demikian maka egosentrisme yang ada, sudah saatnya ditanggalkan.**

3


TOBASA

Tak Hanya Andalkan Danau Toba

Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) tak hanya memiliki sebagian dari wilayah Danau Toba. Tetapi juga menyimpan potensi wisata budaya dan sejarah yang cukup menjanjikan.

K

abupaten Toba Samosir (Tobasa) di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, termasuk dalam mengembangkan obyek wisata Danau Toba, yang kini menjadi salah satu bagian dari wilayahnya. Namun demikian, untuk bisa mendatangkan lebih banyak lagi wisatawan ke wilayah tersebut, dinas terkait tengah menggali dan mempromosikan obyek wisata lainnya. Salah satu upaya yang tengah dilakukan adalah menghidupkan kembali kepercayaan asli masyarakat Batak yang dikenal dengan Parmalim. Langkah yang telah digali Wakil Bupati Tobasa, Liberty Pasaribu itu patut mendapat sokongan dari dinas terkait. Pasalnya, upacara ritual yang masih kerap dijalankan pemeluk kepercayaan tersebut bahkan dapat dijadikan kalender event pesta budaya di wilayah yang konon merupakan cikal bakal lahirnya kepercayaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ajuran yang disampaikan Indonesia Ecotourism Network (Indecon), Ary Suhandi beberapa waktu lalu bahwa sasaran dan kegiatan pariwisata di kabupaten berpenduduk sekitar 175.277 jiwa itu harus disusun dengan menerapkan standar pengelolaan yang sesuai visi pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ia menambahkan standar pengelolaan yang berkelanjutan itu sesuai karakter dan budaya masyarakat Batak. Meski demikian, pihaknya tak bermaksud mengabaikan pengembangan obyek wisata Danau Toba. Pengembangan tetap dilakukan dengan menjalin sinergitas dengan enam kabupaten lain yang juga memiliki akses kepentingan terhadap Danau Toba yakni Tapanuli Utara (Taput), Humbang Hasundutan (Humbahas), Tanah Karo, Simalungun, Samosir dan Dairi. Upaya Pemerintah Daerah (Pemda) Tobasa itu mendapat sambutan Lauren Gultom, dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. yang ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Jumat (16/09/11) mengatakan, sudah saatnya Tobasa mengembangkan aset wisata budaya yang dimilikinya.

Pemda Tobasa katanya, bersyukur kini memiliki Museum Batak TB Center, namun kebanggan itu hendaknya tidak berhenti hanya di situ saja. Menurutnya, Pemda harus lebih pro aktif menggali kembali aset budaya yang dimiliki, seperti Parmalim, juga mengembangkan kembali obyek wisata “Batu Pengadilan” di Desa Ambarita di Sianlaga. Obyek wisata tersebut tambahnya, tidak pernah dimodernisir. Akses menuju ke lokasi pun tidak didukung. Obyek wisata tersebut sarat dengan adat istiadat Suku Batak pada jaman dulu. Seiring dengan itu, pembangunan sarana akomodasi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan. Lauren menegaskan, Tobasa belum memerlukan hotel berbintang. Yang dibutuhkan menurutnya adalah pembangunan cotage-cotage yang arsitekturnya disesuaikan pula dengan tradisi-tradisi suku Batak. Selain mengandalkan wisata budaya, Tobasa juga memiliki obyek wisata alam yang potensial untuk ditawarkan kepada wisatawan seperti air terjun Batumaat yang merupakan mata air Aek Halian, sungai yang membelah Kota Balige. Juga terdapat obyek wisata rohani Makam IL Nomensen di Sigumpar, obyek wisata Lumban Silitong yang cukup potensial untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata di kabupaten tersebut. “Alam Tobasa masih sangat perawan, karena itu penanganannya juga harus lembut dan tetap menjunjung nilai kearifan lokal yang masih terjaga sampai saat ini,” ujarnya. Ia juga mengingatkan, masyarakat Tobasa masih sangat primordialism. Karena itu, untuk membangun infrastruktur, harus melibatkan tokoh-tokoh adat setempat, khususnya saat melakukan pembebasan tanah. Maklum, katanya, tanah di wilayah tersebut merupakan tanah hak ulayat. Lauren mengakui, akses jalan merupakan kendala utama dalam mengembangkan potensi pariwisata di tanah kelahirannya itu. “Jika perlu bangun jalan bebas hambatan dari Medan – Pematang Siantar. Juga MedanParapat. Yang sudah ada Medan – Tebingtinggi,” ujarnya. Lauren menegaskan kontur alamnya yang berbukitbukit bukanlah hambatan untuk membangun jalan bebas

hambatan tersebut. “Secara teknologi, tidak ada yang tidak mungkin. Ini hanya persoalan biaya saja,” tambahnya. Harus diakui, infrastruktur menjadi kendala utama pengembangan pariwisata Danau Toba. Padahal obyek pariwisata yang sempat mendunia itu masih sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk mengembalikan masa kejayaannya, butuh komitmen dan dukungan banyak pihak. Liberty Pasaribu mengatakan, arus kunjungan wisata ke Danau Toba sebelum maraknya teror bom, sempat booming. Hotel-hotel tumbuh bak jamur di musim hujan. Pada saat itu, hotel di Tobasa yang berjumlah sekitar 10 buah, 1 losmen dan 2 wisma selalu kebanjiran wisatawan domestik maupun mancanegara khususnya Singapura dan Malaysia. “Namun kini, sarana akomodasi tersebut, sepi pengunjung,” katanya. Senada dengan Liberty, Robert Pardede, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tobasa yang ditemui media ini beberapa waktu lalu di Balige mengakui banyaknya kendala yang dihadapi dalam mengembangkan obyek wisata Danau Toba yang masuk dalam wilayah Kabupaten Tobasa. “Untuk membenahi keramba-keramba yang ada di Danau Toba saja butuh pembahasan bersama dengan kabupaten tetangga. Pasalnya Danau Toba tak memiliki batas-batas wilayah yang tegas seperti laut. Keramba tersebut masuk wilayah mana dan menjadi urusan siapa, apakah ini memang menyatu dengan kawasan pariwisata,” ujarnya saat itu. Karena itu, pihaknya kini lebih memfokuskan pengembangan pada obyek-obyek wisata yang di luar Danau Toba. Misalnya, pengembangan obyek wisata rohani yang dikenal dengan “Taman Eden”. Agro wisata rohani ini terletak di Desa Lumban Rang, Kecamatan Lumban Julu (16 km dari Parapat dan 40 km dari Balige). Selain itu katanya, Tobasa juga memiliki Museum Batak TB Silalahi Center yang sangat potensial dijadikan sebagai obyek wisata sejarah atau pendidikan karena di museum yang dibangun sesepuh masyarakat Tobasa, Letjen (purn) TB Silalahi itu. Ada sekitar 1.000 koleksi artefak budaya Batak dan peninggalan sejarah dari 6 puak Batak, yaitu: Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Angkola, dan Mandailing. Keenam puak Batak tersebut katanya, secara sosial-kultural memiliki peran penting dalam memecahkan berbagai masalah yang terjadi di wilayah desanya. Di sini pengunjung juga dapat menyusuri catatan hidup Letjen (Purn). Dr. TB Silalahi. (Baca: “Menelusuri Jejak Nenek Moyang Batak di Museum TB Silalahi Center). Untuk itu pihaknya berupaya mencari terobosan dalam mempromosikan obyek wisata non-Danau Toba dengan memperkuat eksistensi cagar budaya dengan menggandeng Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Universitas Sumatera Utara (USU). Tak hanya itu. Pihaknya juga tengah mengembangkan obyek wisata alam dan wisata adventure (petualangan) seperti arung jeram, dan sebagainya.**Sapto/Donny PS

Robert Pardede,


Laporan Utama SEMENANJUNG SIREGAR AEK NALAS

Joni Hutajulu

Obyek Wisata Potensial di Tobasa Semenanjung Siregar Aek Nalas yang masih merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tobasa, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam.

D

ari tepian dermaga Lumban Silitong, Semenanjung Aek Nalas yang terletak di sebuah perbukitan, nampak begitu menggoda untuk dikunjungi. Temaran senja yang tersembul dari balik bukit, menambah keindahan tersendiri. Semenanjung Aek Nalas merupakan sebagian wilayah Kabupaten Tobasa yang menjorok ke Danau Toba. Lokasi tersebut belum digarap secara serius sebagai obyek wisata. Meski sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam. Tak hanya itu. Kawasan tersebut juga memiliki tingkat kemiringan yang tidak tajam. Karena itu, sangat sesuai bagi pembangunan cotage maupun resort. Pasalnya, dari lokasi tersebut keindahan Kota balige, khususnya Kantor Bupati Balige, Museum TB Center yang terletak di atas bukit dapat terlihat dengan jelas. Demikian juga sebaliknya. Sayangnya, infrastruktur jalan menuju ke semenanjung tersebut, belum tergarap. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tobasa, Ferdinand mengakui belum adanya sarana jalan yang terhubung secara langsung dari Balige, ibukota Kabupaten Tobasa menuju semenanjung tersebut. Menurutnya, sarana jalan yang tersedia dari Balige – Desa Gaol. Sedang dari Desa Gaol menuju semenanjung masih berupa jalan tanah. Ferdinand menambahkan, Balige – Semenanjung Aek Nalas berjarak 22 kilometer. Lokasi tersebut dapat ditempuh melalui Porsea – Uluwan. “Dari Uluwan ke Desa Gaol masih ada jalan darat yang bisa dilalui kendaraan roda empat, meski kondisinya tidak terlalu bagus. Tetapi dari Desa Gaol -Siregar Aek

Nalas belum ada sarana jalan,” ujarnya. Sedang Joni Hutajulu, Kepala Bagian Perekonomian Kabupaten Tobasa kepada JN Guide di Balige, Sabtu (10/09/11) melihat potensialnya kawasan semenanjung Siregar Aek Nalas. Menurutnya, kendala infrastruktur jalan darat itu dapat diatasi dengan mencari alternatif lain yakni dengan memaksimalkan sarana angkutan danau dari Dermaga Lumban Silitong menuju Semenanjung Aek Nalas atau sebaliknya. Disamping itu katanya, tidak tertutup kemungkinan dibangunnya kereta gantung dari Museum TB Silalahi Center ke semenanjung tersebut. “Secara teknologi hal itu sangat dimungkinkan,” katanya. Senada dengan Joni, Rahmat Manullang SE, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tobasa di Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Sabtu (10/09/11) mengatakan, kawasan Siregar Aek Nalas sangat prospektif bagi pengembangan pariwisata di wilayahnya. Karena itu, pihaknya akan mendukung penyusunan Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPDA) yang mengacu pada perda tentang Penataan Ruang. Rancangan Perda (Raperda) Penatatan Ruang sendiri sampai saat ini masih disosialisasikan di tingkat pusat (kementerian). Menurut politisi muda Partai Demokrat itu, kawasan Siregar Aek Nalas, disamping memiliki pemandangan yang asri juga memiliki keunikan yang tidak terdapat di daerah lain. Misalnya air Danu Toba di sekitar kawasan itu terdiri atas air dingin dan panas. Manulang menyadari membangun kawasan wisata di Danau Toba, khususnya di kawasan Siregar Aek Nalas,

butuh dana besar. “Tidak cukup hanya ratusan juta,” katanya. Aspek lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan kawasan pariwisata baru adalah membangun masyarakat sekitar yang sadar wisata. Menurutnya, ini bukan hanya butuh biaya besar tetapi juga sosialisasi yang cukup panjang. Masyarakat katanya, harus diberdayakan secara ekonomi terlebih dulu agar tidak mengganggu proses pengelolaannya. Ia menyontohkan, di kawasan wisata Parapat, banyak warga yang masih belum sadar wisata. “Dalam menawarkan sesuatu, jangankah kepada turis mancanegara, kepada kita pun masih sering memaksa dan dikejar-kejar,” katanya. Jika masyarakat di sekitarnya tidak diberdayakan, ia khawatir situasi semacam itu pun akan terjadi di wilayahnya, sehingga wisatawan enggan datang. Meski demikian, selaku wakil rakyat, Manulang akan berupaya semaksimal mungkin melakukan pendekatan kepada masyarakat Tobasa, mendukung pemerintah daerah dalam mendatangkan investor ke wilayahnya. “Sebagai wakil rakyat tentu saja kami akan melihat dulu tujuan jangka panjang dari setiap investasi yang masuk, prospeknya ke depan bagaimana, selanjutnya kami memberikan masukan kepada pemda dan merekalah yang menerbitkan perijinannya,” katanya. Yang pasti katanya, setiap investasi yang masuk ke wilayahnya harus dijamin keamanannya. “Siapa sih yang tidak ingin daerahnya maju,” tegasnya.

5


Menelusuri Jejak Nenek Moyang Batak di Museum TB Silalahi Center Museum Batak TB Silalahi Center tak sekadar menjaga dan memelihara budaya leluhur, tetapi juga bertujuan memberi motivasi dan inspirasi untuk generasi muda. Inilah persembahan terbaik Letjen TNI Purn TB Silalahi kepada tanah leluhurnya.

L

agu O, Tano Batak yang dinyanyikan Victor Hutabarat mengiringi langkah kami saat memasuki Museum Batak TB Silalahi Center. Museum yang terletak di Jalan Pagar Batu, Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara itu dibangun guna menyatukan enam puak (sub-etnis) Batak yang ada di provinsi tersebut. Yakni Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Angkola, Pakpak dan Karo. Di balik pintu loket masuk, sebuah gedung megah dan modern berdiri kokoh menyambut kedatangan setiap pengunjung. Sebuah helikopter dan patung Pak TB, sapaan akrab jenderal bintang tiga yang sukses meniti kariernya militernya itu mengawali perjalanan kami menuju ruang museum. Di ruang Museum Jejak Langkah dan Sejarah TB Silalahi, pengunjung disuguhkan rangkaian sejarah panjang TB Silalahi mulai dari masa kanak-kanak hingga kesuksesannya dalam meniti karier militernya serta kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan hingga kini. Di ruang museum tersebut, pengunjung dapat mengenal lebih dekat sosok Pak TB yang dikenal memiliki karakter kuat dan baik, disiplin keras, pantang menyerah dan pemberani. Sebuah pembelajaran bagi generasi muda Batak untuk menyadari bahwa tidak ada kesuksesan yang

datang dengan tiba-tiba. Juga mewariskan pemahaman bahwa kemiskinan tidak pernah menjadi penghalang untuk meraih sukses. Museum yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 Januari 2011 itu juga berfungsi menyimpan, memelihara dan memamerkan bendabenda peninggalan budaya Batak. Koleksi yang tersimpan di dalamnya merupakan benda-benda yang berkaitan dengan kesenian, sistem religi, dan kepercayaan, sistem mata pencaarian serta teknologi. Koleksi yang tersimpan di museum tersebut, berupa benda-benda artefak Batak yang dikelompokkan berdasarkan tema tertentu. Seperti yang berkaitan dengan arsitektur, aksara dan sastra, karya seni, religi dan upacara hingga peralatan sehari-hari yang dipakai orang Batak. Seperti Pustaha Batak yang berupa aksara atau tulisan Batak tentang ramuan obat, umpasa, hukum (padan). Juga terdapat Piso Gaja Dompak yang merupakan peninggalan Sisingamangaraja XII, salah seorang Pahlawan Nasional dari Tanah Batak yang memiliki kesaktian. Disamping itu juga ada Debata Idup, sebuah ukiran kayu yang menggambarkan sosok dewa kehidupan dalam kepercayaan Batak Kuno. Teramat banyak benda-benda bersejarah yang tersaji

di museum tersebut. Hal ini menunjukkan betapa luhurnya budaya yang dimiliki masyarakat Batak sejak jaman nenek moyang hingga kini. Di ruang lain, pengunjung disuguhkan seperangkat alat tenun, hasil tenun juga diorama pasangan pengantin yang mengenakan kain tenun dari enam puak. Masingmasing puak menyebutnya dengan istilah yang berbeda. Suku Batak Toba menamakannya ulos. Suku Batak karo menyebutnya uis. Sedang Suku batak Simalungun, Pakpak, Angola/Mandailing, masing –masing menyebutnya hiou, oles dan abit. Ulos bagi orang Batak melambangkan kehangatan dan perlindungan jiwa penerimanya. Berdasarkan


fungsinya ulos dibedakan menjadi dua fungsi utama yakni pakaian sehari-hari dan sebagai media dalam upacara adat. Sesuai keterangan yang terdapat pada dinding museum tekstil tersebut, ulos yang dikenakan kaum lakilaki terbagai atas tiga bagian yakni bagian atas yang disebut bande-bande, bagian bawah disebut singkot dan penutup kepala yang dinamakan tali-tali. Sedang ulos yang dikenakan kaum perempuan terdiri dari enam bagian yakni haen (bagian bawah) hoba-hoba (penutup punggung), ampe-ampe (selendang), saong (penutup kepala). Jika mengendong anak, penutup punggung disebut bohap-bohap. Dan alat penggendongnya sendiri disebut parompa. Keluar dari museum, pengunjung selain dapat menikmati panorama Danau Toba juga dapat melihat kekayaan budaya Batak lainnya yang dinamakan Huta Batak, yakni sebuah area yang berisikan rumah tradisional Batak Toba yang berusia ratusan tahun. Tata letak bangunannya disusun mengikuti bentuk perkampungan Batak Toba jaman dulu. Susunannya adalah pagar bambu, hariara, kuburan batu, ulubalang. Kesemuanya merupakan merupakan komponen penting dari huta Batak yang dapat ditemukan di area tersebut. Di area tersebut, pengunjung juga dapat melihat

rumah bolon (rumah besar). Keberadaan rumah bolon tersebut menunjukkan betapa leluhur suku Batak juga adalah seorang arsitek, tukang, dan seniman yang luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan desain yang begitu rumit, kokoh dan penuh ornamen ukiran (gorga) yang membuktikan semangat kebersamaan para leluhur Suku Batak dalam membangun sebuah tempat tinggal. Nilai filosofinya juga tinggi dan penuh makna. Museum ini dilengkapi berbagai fasilitas modern seperti convention hall, gift shop&gallery, kolam renang, cafe n resto. Begitu berartinya museum ini bagi setiap pengunjung yang datang, hingga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Budpar) Kabupaten Toba Samosir, Robert Pardede dengan tegasnya menyebut museum tersebut saat ini menjadi Icon di kabupaten yang berjarak 250 kilometer dari, Medan itu. Tak berlebihan kiranya jika Kadis Budpar Tobasa menyebutnya seperti itu. Pasalnya, dari kompleks museum itulah, pengunjung juga dapat menikmati panorama indah Danau Toba dari ketinggiaan sebuah bukit yang menghijau. Hamparan sawah yang mulai menguning di latar depan museum, juga semakin membenamkan lamunan “Betapa indahnya Tanah Batak ini. O, Tano Batak haholonganku........� Sapto Adiwiloso

7


PARMALIM

Agama Asli Suku Batak Parmalim merupakan kepercayaan asli suku Batak yang kian terlupakan setelah hadirnya agama-agama lain. Keberadaannya sebagai aset budaya yang sarat dengan ritual itu patut dilestarikan.

M

enurut Wikipedia Bahasa Indonesia dari ensiklopedia bebas, Parmalim, adalah nama sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dibilang agama yang terutama dianut di provinsi Sumatra Utara. Agama Parmalim adalah agama asli suku Batak. Pimpinan Parmalim saat ini adalah Raja Marnangkok Naipospos. Agama ini bisa dikatakan merupakan sebuah kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tumbuh dan berkembang di Tanah Air Indonesia sejak Dahulu Kala. "Tuhan Debata Mulajadi Nabolon" adalah pencipta Manusia, Langit, Bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" (Parmalim). Sementara komunitas Parmalim dalam sebuah website-nya mengatakan, Parmalin merupakan identitas pribadi, sementara kelembagaannya disebut Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan, Parmalim sebagai identitas pribadi itu lebih populer dari Ugamo Malim sebagai identitas lembaganya. Sarat Perjuangan Perjuangan bagi komunitas Parmalim adalah hal biasa. Pasalnya, pendahulunya dari awal dan akhir hidupnya selalu dalam perjuangan. Hal itu dibuktikan dengan perjuangan Sisingamangaraja, leluhur mereka yang berani menolak kehadiran kolonialisme Belanda. Pasalnya, kehadiran mereka dinilai merusak tatanan kehidupan masyarakat adat dan budaya. Masuknya kolonial Belanda dinilai telah berdampak negatif bagi terhadap tatanan kehidupan yang sudah ada. Mereka mengatakan, menyusupnya kepercayaan baru telah meninggalkan “Mulajadi Nabolon” Perjuangan para penganut Parmalim tidak berakhir hingga Indonesia kemerdekaan. Menurutnya, setelah “orang negeri” memegang tampuk kekuasaan tidak otomatis mendapatkan kemerdekaan bagi kepercayaan yang diajarkan Sisingamangaraja dan pengikutnya. Bahkan hambatan semakin dahsyat, yang menyakitkan, ini datangnya bukan dari penjajah, tetapi dari warga negara yang sama-sama bahagia memperoleh kemerdekaan itu. Dalam pemerintahan, penguasa negeri ini menghambat proses pengakuan terhadap “AJARAN HAMALIMOM” Sisingamangaraja dan pengikutnya yang melebur dalam Parmalim. Ini terjadi bertahun-tahun hingga dikeluarkannya Undangundang No 23 Tahun 2006. Undang-undang ini memberikan kesempatan kepada Parmalim untuk dicatatkan sebagai warga Negara melalui kantor catatan sipil walau tidak diberi kesempatan menuliskan identitas sebagai Parmalim di Kartu Tanda Penduduk. Parmalim juga mengalami hambatan horizontal. Masyarakat khususnya Batak masih menganggap Parmalim aliran yang sesat. Bahkan lembaga agama lainnya masih memberikan stigma buruk kepada Parmalim seperti tidak memiliki peradaban, belum mengenal jalan kebenaran Tuhan dan lain sebagainya. Banyak generasi muda batak keheranan begitu seorang memperkenalkan diri sebagai Parmalim. Upaya menyingkirkan dan menindas seperti ini ditambah lagi dengan pernyataan bahwa Parmalim tidak mengakui adat Batak. Para penganut Parmalim biasanya tidak akan menjawab tudingan hinaan dari masyarakat dan lembaga agama maupun intelektual yang menuliskan dalam buku sejarah atau sebuah jurnal. Akibatnya, stikma itu makin pekat dan sulit dihapus. Tidak ada kepentingan mereka menjernihkan pendapatnya yang miring terhadap Parmalim karena dilatarbelakangi kepentingan dan kebiasaan membicarakan sesuatu yang tidak jelas bagi dirinya.**Sapto/Donny PS


LIBERTY PASARIBU-WAKIL BUPATI TOBASA

Parmalim Perlu Dilestarikan Sebagai Aset Budaya

P

armalim diyakini sebagai agama/kepercayaan nenek moyang Suku Batak yang sebagian besarnya berdiam di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Provinsi Sumatera Utara. Karena itu, keberadaannya harus tetap terjaga. Kabupaten Tobasa, memiliki nenek moyang yang menganut kepercayaan Parmalim. Hingga kini penganutnya masih ada. Banyak keunikan yang dimiliki penganut Parmalim saat menjalankan upacara ritual, seperti saat menggelar upacara sipahalima (upacara pengucapan syukur atas hasil panen yang melimpah). Hal itu diungkapkan Liberty Pasaribu, Wakil Bupati Tobasa saat ditemui JN Guide di kantornya, beberapa waktu lalu. Liberty mengaku terobsesi untuk melestarikan kepercayaan Parmalim itu sebagai salah aset budaya daerah yang dapat dijual ke wisatawan mancanegara maupun domestik, selain tetap berniat untuk mempromosikan Danau Toba yang kini menjadi salah satu bagian dari wilayahnya. Hal itu didasari beberapa alasan. Pertama, jika obyeknya hanya menjual keindahan suatu danau, maka pesaingnya cukup banyak karena tak sedikit pemerintah daerah (Pemda) yang juga memiliki danau. Sebut saja misalnya, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Singkarak di Sumatera Barat dan sebagainya. Kedua, Danau Toba kini dimiliki secara bersamasama, tujuh kabupaten yang ada di Sumatera Utara yakni kabupaten Tobasa, Humbang Hasundutan (Humbahas)

Tapanuli Utara (Taput), Dairi, Simalungun, Samosir dan Tanah Karo. Hal ini berarti untuk pengembangannya maka tujuh kabupaten itu harus duduk bersama, bermusyawarah dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri. Sambil terus menunggu realisasi program bersama ketujuh daerah tersebut, maka sudah saatnya Tobasa menggali potensi budaya yang dimiliki sebagai jati dirinya. “Itu lebih membanggakan bahkan dapat dijadikan icon daerah,” ujarnya. Meski demikian tambahnya, tak berarti wilayahnya kini belum memiliki icon daerah yang dapat dijual. Ia bersyukur atas gagasan Letjen TNI (Purn) TB Silalahi yang telah mendirikan Museum Batak TB Silalahi Center di Jalan Pagar Batu, Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. “Itulah satu-satunya museum Batak yang ada di dunia dan dibangun di wilayah kami,”ujarnya bangga.

penganut agama lain, bahkan kini menjadi icon-nya masyarakat Banten, mengapa Parmalim yang merupakan kepercayaan asli nenek moyang orang Batak tidak didorong menjadi icon-nya orang Batak? Liberty mengakui, komunitas Parmalim sudah tersebar di beberapa kecamatan. Beberapa diantaranya bahkan tinggal dan menetap di kabupaten lain. Komunitas mereka pun katanya, semakin mengecil. Namun eksistensinya dapat dipertahankan hingga kini. Meski tersebar katanya, pusat-pusat rohaninya tetap berada di Tobasa. “Mereka saling bisa bertoleransi, hubungan antarpribadi bagus, adat budayanya juga dapat berjalan secara berdampingan,”ujarnya. Berdasarkan pengalaman pribadinya saat menghadiri upacara “Sipahalima”, Liberty mengaku haru, saat jamuan makan berlangsung. Suasananya sangat hening. Para penganut Parmalim duduk di atas tikar di bawah terik matahari. Semua tertib menunggu giliran. “Tak ada suara gemerincing dari peralatan makan yang digunakan. Tak ada keriuhan sedikitpun. Suasananya hening, tenang sekali” ujarnya dengan mimik yang serius. Menurutnya, kebiasaan semacam itu tidak berlaku bagi masyarakat Batak lainnya saat merayakan pesta. Pada pesta tersebut katanya, makanan yang tersaji merupakan hasil olahan masing-masing penganut. Setiap penganut yang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, membawa makanan yang berlebih. Hal itu dimaksudkan agar dapat menjamu sesama penganut lainnya yang kekurangan dan tidak mampu. Sikap saling tolong menolong seperti inilah yang menurutnya patut diteladani. Keunikan lain, di setiap rumah mereka terdapat simbol binatang cicak. “Saya tidak tahu makna dari simbol tersebut karena bagi saya hal-hal semacam itu sudah tidak lagi menjadi keyakinan,” akunya. Mantan Sekda Kabupaten Tobasa itu juga heran ketika kedatangannya justru disambut dengan tangis dan haru. Pasalnya, baru kali pertama itulah pejabat pemda setempat yang berkenan menghadiri undangan upacara tersebut. Sebelumnya, belum ada seorang pejabatpun yang berkenan hadir. Padahal katanya, undangan sudah sering disampaikan. Liberty mengaku, keberadaan komunitas itu telah diketahui salah satu pejabat di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, saat dirinya dimintai keterangan tentang itu. Karena itu ia berharap pemerintah provinsi maupun pusat dapat mendukung upaya revitalisasi dan inventarisasi budaya asli suku Batak yang ada di wilayahnya, termasuk melakukan eksplorasi terhadap eksistensi penganut kepercayaan Parmalim. Ia juga berharap pemerintah pusat dapat mengirimkan para ahli sejarah, sosiolog untuk melakukan upaya dimaksud.**Sapto/Donny PS

Banyak Keunikan Liberty Pasaribu, mengagumi keberadaan kepercayaan asli nenek moyang tersebut yang masih bertahan di tengah arus modernisasi dan globalisasi. Tak hanya itu, mereka juga dapat hidup berdampingan dengan suku Batak lainnya yang memeluk agama Kristen Protestan. Juga tak pernah menimbulkan gesekan dengan agama lain. Menurutnya, jika Suku Baduy dapat hidup berdampingan dengan suku lain dan juga dapat diterima

9


MIE GOMAK:

Makanan Khas Balige PPas as Untuk Buka PPuasa uasa

M

ie Gomak merupakan makanan khas Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Provinsi Sumatera Utara. Mie Gomak bahkan menjadi menu favorit untuk berbuka puasa di bulan suci Ramadhan. Bagi masyarakat Toba Samosir (Tobasa), bahkan di sekitar kawasan Tapanuli, Mie Gomak sudah sedemikian populernya. Makanan khas kabupaten itu memiliki cita rasa unik dan dapat dibeli dengan mudah di warungwarung setempat. Tak jarang masyarakat luar kota pun jika datang ke daerah itu selalu mencari makanan spesifik tersebut untuk dijadikan sebagai menu berbuka puasa. Disebut Mie Gomak karena cara penyajiannya cukup unik, yakni “digomak” (digenggam langsung) menggunakan tangan saat menyajikannya ke dalam wadah sebelum ditaburi kuah santan dengan bumbu “andaliman” (sejenis bumbu penyedap khas) yang tumbuhnya hanya ada di daerah Tapanuli.

Hotel dan Penginapan: 1. Hotel Sumatera - Jln. Mulia Raja No. 53 Balige. Telp: (0632) 21021 Lumban Silintong Kecamatan Balige Kabupaten Tobasa. Berada di pusat kota Balige. Kira-kira berjarak 500 meter dari pasar tradisional Balige. Hotel ini dapat kita jangkau menggunakan angkutan umum, seperti becak,atau mobil “sopo” (Rp.1000,00). Hotel ini dekat dengan kantor camat Balige yang berada di Lapangan Sisingamangaraja . Fasilitas yang ada dalam hotel ini dapat membuat Anda akan nyaman untuk istirahat. 2. Hotel Mezra - Jln. Sisingamangaraja No.24 Balige. Telp: (0632) 322141. Hotel Mezra ini berada di pusat kota Balige, tepat di depan pasar Tradisional Balige sehingga tidak akan susah untuk menemukan hotel ini. Lokasi yang sangat strategis dan letaknya bersampingan dengan toko mini, kedai kopi dan warung Internet. Kedai kopi ini akan menyapa Anda di pagi hari terutama bagi yang menyukai kopi bahkan kita bisa juga untuk membaca surat kabar di kedai ini. Ketika malam tiba, Anda juga akan menemukan banyak jajanan malam di depan hotel tersebut yang lezat dan murah. 3. Hotel Oppu Herti - Jln.Pemandian No.03 Lumban Silintong Balige, Kab Toba Samosir. Telp (0632) 21572 Fax (0632) 21582. Letaknya di sekitar Obyek Wisata Lumban Silitong. Hal ini akan memudahkan wisatawan untuk memandang keindahan Danau Toba dari teras hotel. Tepat di depan hotel terdapat dermaga Lumban Silitong. Di dermaga tersebut tersedia speed boat yang siap melayani pengunjung keliling Danau Toba dengan sistem carter. Tersedia jenis kamar standar, deluxe, executive dengan harga terjangkau. 4. Hotel Tiara Bunga - Jl. Tuktuk Tarabunga Desa Tarabunga, Kec. Tampahan-Balige Telp. (0632) 7000466, HP. 081260062002 or 0812 6350 363, Fax.0632-322466 Email: info@hoteltiarabunga.com atau hoteltiarabunga@yahoo.co.id Hotel Tiara Bunga terletak di Pantai Tarabunga di hadapan hamparan Danau Toba dengan latar belakang Bukit Barisan yang kokoh dan menawan. Setiap tamu yang ingin menginap di hotel akan dijemput dengan kapal dari dermaga Hotel Ompu Herti-Balige. Hotel dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan air milik hotel dari pelabuhan Hotel Ompu Herti. Pada perjalanan ke

Masyarakat menyukai jenis masakan khas ini karena rasanya unik, enak dan nikmat. “Sangat cocok untuk menu berbuka puasa,” ujar H Sibarani, warga Balige kepada wartawan. Ia menambahkan, bersama keluarganya menjadikan kuliner itu sebagai makanan kegemaran dan hampir setiap bulan Ramadhan menikmatinya sebagai hidangan khas yang disajikan untuk berbuka puasa. Boru Napit, seorang pedagang mie gomak di Pusat Jajanan Kota Balige mengaku, dagangannya selalu ramai diserbu para pembeli dan menjadikannya sebagai salah satu menu pilihan berbuka setiap Ramadhan. Penganan khas itu mendatangkan keuntungan yang relatif cukup besar baginya. Ia mengatakan, cara menyajikan mi tersebut sangat sederhana, cukup hanya dengan merebusnya dengan air panas dan selanjutnya menaburkan kuah santan dengan bumbu-bumbu khas yang khusus. Selain itu, kata dia, bahan mentahnya yang terdiri dari mie kuning kering, dengan mudah dapat dibeli di pasar setempat, sehingga penganan ini sangat populer dan cukup dikenal oleh masyarakat. “Orang banyak menyebutnya sebagai ‘spaghetti’ Batak, karena bentuk dan cara penyajiannya yang hampir sama. Cuma rasanya yang berbeda,” kata Boru Napit sambil melayani pembelinya yang antre. Disebutkannya, hingga menjelang hari kelima dalam bulan suci Ramadhan tahun ini, rata-rata bahan mentah mi kuning yang diolah menjadi “mie gomak” biasa terjual sebanyak lima kilogram. “Setiap satu porsi spaghetti Batak ini, saya jual Rp5.000,- dan meskipun banyak pedagang yang menjual masakan yang sama, saya merasa tidak ada persaingan, sebab jumlah pembelinya pun lumayan banyak,” katanya. **Ist/Sa

Hotel Tiara Bunga, Anda akan disuguhkan pemandangan indah danau dan bukit disekitarnya selama perjalanan yang kurang lebih 20 menit. 5. Hotel Bahagia - Jln. Sisingamangaraja No.21 Balige, Telp: (0632) 21183 Hotel ini berada dekat pasar tradisional Balige. Pasti nyaman dapat beristirahat di hotel ini, karena ketika kita lapar, kita bisa langsung mendapatkan jajanan malam di depannya. bahkan kita dapat melihat kota Balige yang menanjubkan ketika malam hari. Rumah makan di Balige: Tambar Lihe, RM Khas Karo Jl. Tarutung, Balige No.Telp. 081375321114 Soponyono Balige Jln. Asrama P.M. Balige. Bundo Kanduang Jln. Patuan Nagari No. 46 Balige. Telepon (0632) 21303. Kedai Mie Lily Jln.Gereja No.16 Balige

TRANSPORTASI: Agen Perjalanan: 1. Marten Travel & Tour - Jl. Patuan Nagari Balige Telp (0632) 21755 - 081362063175 Melayani penjualan tiket Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Lion Air, Batavia Air, Pelni. Loket ini buka: 24 jam setiap hari.Di loket ini juga menyediakan Laundry & Dry Cleaning yang akan memberikan layyanan mencuci pakaian setiap pukul 13.00-19.00. 2. Loket PT Bintang Timur Trans – ALS. Loket ini melayani perjalanan dari/ke: P.baru— Siantar, Jambi – Palembang, Parapat – Porsea, MRT,Medan – Balige , tarutung. Loket ini buka setiap hari,dari pagi hingga pukul 19.00 WIB. 3. Loket Karya Agung. Loket ini melayani perjalanan dari/ke: Balige-Medan (Rp.35.000) , D.Sanggul-Dumai. Loket ini buka setiap hari mulai dari pukul 07.00 sampai pukul 23.00 WIB. Penerbangan menuju Balige Sarana transportasi yang dapat digunakan wisatawan untuk menjangkau daerah tujuan ini adalah berupa Pesawat Susy Air dari Bandara Polonia menuju bandara Sibisa yang ada di Ajibata/Silangit yang beroperasi 1 kali dalam sehari, bus dari berbagai daerah menuju tempat ini yang beroperasi setiap hari seperti: MRT, Prima Jaya, Tunas Kencana, Sinar Nauli. Waktu yang ditempuh dalam jalur udara ini lebih singkat dari jalur darat. Dalam perjalanan ini mungkin akan muncul rasa bosan dalam menuju kota Balige. Tetapi agar lebih menikmati perjalanan, lihatlah pemandangan sekitar atau dengarn music yang mengajak Anda menikmati perjalanan tersebut. Kami juga menyarankan untuk dapat menyibukkan diri Anda pada kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kendaraan.**




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.