JN Guide

Page 1


Dari Redaksi PENERBIT: PT JARRAK BAHTERA MEDIA. Akta No.271. Tanggal 31 Desember 2010. Notaris: Dradjat Darmadji SH PENDIRI: I Putu Sudiartana SE MBA, John K Nahadin. SH DEWAN PENASIHAT: I Nyoman Antana DEWAN REDAKSI: I Putu Sudiartana SE MBA, John K Nahadin SH, I Putu Gede Suartana SE, Sapto Adiwiloso, Syafrudin Lubis,Hisyam Zaini. PEMIMPIN UMUM: I Putu Sudiartana SE MBA. PEMIMPIN PERUSAHAAN: John K Nahadin SH WAKIL PEMIMPIN PERUSAHAAN: I Putu Gede Suartana SE. PEMIMPIN REDAKSI: Sapto Adiwiloso SH. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Bambang Priambodo S.Sos. REDAKTUR: Tjoek, Adi Nugraha, Kushala STAF REDAKSI: Eddy, Erwin FOTOGRAPHER: Kush AR DESAIN GRAFIS/ILUSTRATOR: BungKush

Sepekan di Manggarai Timur S

etelah sekian lamanya kami menantikan liputan langsung di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, akhirnya Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang kami tunggu-tunggu pun tiba. Ini merupakan kesempatan ketiga melakukan liputan langsung bagi JN Guide setelah Toba Samosir (Tobasa) Provinsi Sumatera Utara, Makassar (Sulawesi Selatan) dan kini Manggarai Timur (Nusa Tenggara Timur). Kami pun sangat antusias melakukan peliputan tersebut mengingat kabupaten baru, ini memiliki potensi budaya dan pariwisata yang sangat banyak, beragam dan relatif masih sangat alami. Batapa tidak, sesuai data yang didapatkan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat, kabupaten ini setidaknya memiliki 104 obyek wisata unggulan. Jumlah ini masih bisa bertambah mengingat proses inditifikasinya masih terus berjalan. Sebut misalnya pantai Mbalata di Kecamatan Kota Komba, Danau Rana Tonjong di Pota Kecamatan Sambi Rampas, pantai unik Cepi Watu di Kecamatan Borong, Mata air panas Rana Masak. Kami pun berkesempatan melihat dari dekat keberadaan Komodo Pota yang memiliki DNA yang sama dengan komodo di Pulau Rinca, salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Tak hanya itu, kami pun sempat terlibat langsung dalam wisata berkuda (Horse Tracking) menuju Poco (bukit) Komba di Kecamatan Kota Komba guna melihat dari dekat peninggalan leluhur etnis Rongga dengan watu susu rongga yang monumental itu. Enam jam berkuda sungguh pengalaman yang belum pernah kami rasakan selama ini.Belum lagi pemanjatan ke Bukit Komba yang memiliki ketinggian di atas 50 meter dengan kemiringan yang cukup tajam. Adrenalin kami pun seakan diuji. Bukan hanya kami yang telah merasakana sensasi tersebut, tetapi beberapa wisatawan mancanegara yang datang telah merasakan petualangan sensasional itu. Perjalanan menuju Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur ini tak terlalu sulit. Sarana perhubungan udara sudah bisa melayani rute hingga ke beberapa kabupaten terdekat dengan Manggarai Timur. Perjalanan dapat ditempuh melalui Denpasar – Labuhan Bajo di Manggarai Barat. Dilanjutkan perjalanan darat dari Labuhan Bajo – Ruteng – Borong. Banyak travel yang siap melayani perjalanan tersebut. Alernatif lain yakni melalui Kupang – Ruteng di kabupaten Manggarai atau Kupang – Bajawa di Kabupaten Ngada, setelah itu dilanjutkan perjalanan darat hingga ke Borong. Satu pekan, belum cukup untuk mengelilingi seluruh obyek wisata yang ada di kabupaten ini. Masing-masing obyek memiliki tantangan tersendiri. Bagi pecinta wisata petualangan, Manggarai Timur adalah sorga. Banyak obyek-obyek wisata yang masih sangat alami. Keaslian alam ini akan terus dipertahankan agar Kabupaten Manggarai Timur juga kabupaten lain di Pulau Flores mampu bersaing dengan daerah wisata lain yang lebih dulu maju, seperti Bali. Keinginan ke arah itu telah dimulai sejak lima tahun lalu. Berbagai infrastruktur dasar seperti jalan telah terealisir sehingga sebagian besar obyek wisata yang dimiliki sudah terhubung. Sedang sarana akomodasi juga masih terus diupayakan dengan melibatkan kalangan usaha untuk menanamkan investasinya di Manggarai Timur. Kami telah mengemas hasil liputan selama sepekan pada edisi khusu. Harapan kami, sajian ini dapat membantu pembaca untuk mengenalkan (secara bertahap) kekayaan alam yang dimiliki kabupaten tersebut. Selamat membaca.

SEKRETARIS REDAKSI: Novi Yanti Muchlis. MANAJER SIRKULASI/IKLAN: Natasya ALAMAT REDAKSI/IKLAN/ SIRKULASI: Kayamas Residence. Jl.H Muri Salim No.215, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, PO BOX 15419. TELP: (021) 74702866 FAX: (021) 74717913 EMAIL: jarraknusa@yahoo.com. BANK MANDIRI. AC No: 1220010610619 a/n PT JARRAK BAHTERA MEDIA

Wisata Raja Ampat Kapan Disajikan Lagi?

Surat Pembaca:

Adi Nugroho Salatiga – Jawa Tengah

Wisata Alam Diperbanyak Berlangganan Saya penyuka traveling, khususnya ke obyek-obyek wisata alam yang ada di Indonesia. Namun saya masih miskin informasi tentang itu. Saya berharap media ini dapat menyajikan informasi yang sangat saya butuhkan. Saya mendengar informasi jika Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur menyimpan banyak potensi wisata petualangan. Kapan saya bisa mendapatkannya. Totok S

PERWAKILAN

Pada edisi lalu saya pernah mendapatkan artikel wisata di Raja Ampat, Papua pada tabloid ini. Sayang informasi yang tersaji masih terlalu umum. Saya ingin mendapatkan informasi yang lebih spesifik.

Depok – Jawa Barat

Saya pernah membaca tabloid ini saat memuat laporan tentang obyek-obyek wisata di Sulawesi Selatan (Makassar). Setelah itu, saya belum mendapatkan edisi terbaru. Kapan edisi baru terbit dan bagaimana caranya berlangganan? Bagaimana pula caranya saya mendapatkan edisi terdahulu. Saya butuh informasi itu untuk menambah wawasan saya. Terima kasih. Soekarno Widodo Desa Sidamulya-Wanareja Cilacap

ACEH: M. Darwis, SE, AK (Kepala Perwakilan), MukhsinYunus, Muhardi, M. Herizal, SP, BIRO KOTA LANGSA:Heriadi (Kabiro), Muhammad Jafar, Muzakir, BIRO LHOKSEUMAWE: Devi Ariandi (Kabiro), FitriDiniChairumi, FahruRozi, Zakaria Ismail, Ilyas Abdullah, Mursit, Suwandris, Yusmadi,AR, BIRO PIDIE:RamliMusa,S.Sos (Kabiro), Abubakar Ali, Yudhiansyah, DediSuryadi, T. MeurahSyahrizal, BIRO ACEH TENGAH:Hidayat (Kabiro), BIRO KOTA SUBULUSSALAM:Iskandar (Kabiro), M. Syahrial, NurMiana, BIROACEH TAMIANG:Matsum (Kabiro), Kamal Faisal, Suparman, Hartono, BIRO SIMEULUE: Rusdiadi (Kabiro), Riswandi Sadat, Junaidi, BIRO BENER MERIAH: MukhlisSuryadiPura, SE (Kabiro), Mursit, Suwandris, BIRO BIREUN:Syarifuddin, SE, M.Hum, Ir.MahdiFuad, Mursal Abdullah, ST, BIRO ACEH SELATAN:DeniIrmansyah (Kabiro), Ir. Subiyono, Hendri Z, BANDA ACEH: Rudi Fadhli, SP (Kabiro), Hadi, SP; HidayatulRahman, SH, Muhazir, NeishaAqibtyaAyumi, Riswar, SP, BIRO ACEH UTARA:Ramadhan, ST (Kabiro), Rahmad, DediFeriadi, ST, ACEH TIMUR: Muhammad Adami A, Md (Kabiro), HasanudinPiah, T. Zamzami, RK, Munjir, Zainal Ibrahim, Tgk. Mahdi Abbas. BIRO GAYO LUES:Wintoni (Kabiro), HasanBasri, Mustafa Kamal, SUMUT: Donny PandapotanSimanjuntak, SE(Kepala Perwakilan), JATIM:Erman Andy Kesuma (KepalaPerwakilan), SULSEL: Andi Ali Imran Mappasonda, ST (Kepala Perwakilan), SULTRA: Imam Muslim, BALI: I WayanSumardika (KepalaPerwakilan), I NyomanSuartika, I NyomanNuarya, I GedeSuardana, KetutMudana, GustiNgurahSuradnya, AnakAgung Putra, KetutTika, BIRO JEMBRANA: PutuAriyasa (Kabiro) NTB:Sahnan (KepalaPerwakilan), Sunardi, Aria, BIRO LOMBOK: Made, NTT: Gabriel Y. Mboeik (KepalaPerwakilan), S. Julius Balu, BANTEN: Abdul Latief (KepalaPerwakilan), Leonardo Marbun, RahmatHidayat, Sumarna, Imam Mamduh, AchmadIrfanHadiyana, BANGKA BELITUNG: ZulFitri (KepalaPerwakilan), SULUT: Drs. Jimmy H. Senduk (KepalaPerwakilan).


Editorial

Jelang Akhir Kerjasama Indonesia – Swiss Pengembangan sektor budaya dan pariwisata di Manggarai Timur, tidak dapat dilepaskan dengan pengembangan pariwisata di Pulau Flores, sebagai bagian kerjasama Pemerintah Indonesia – Swiss. Selama kerjasama berlangsung sejak 2009, Swiss melakukan tata kelola pariwisata di beberapa daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia seperti Sabang, Toba, Kota Tua, Pangandaran, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Flores, Tanjung Puting, Derawan, Toraja, Bunaken, Wakatobi, dan Raja Ampat. Semua wilayah itu termasuk kawasan strategis pariwisata nasional seperti Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2011. Pertanyaannya, sudah sejauhmanakah kerjasama itu direspons pemerintah daerah yang masuk dalam kawasan kerjasama dimaksud, termasuk bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sebagai bagian dari DMO Flores. Seperti diketahui, untuk kelancaran pelaksanaan program DMO di setiap kabupaten dibentuk Tourism Management Organization (TMO). Ketua TMO Manggarai Timur, Fransisco Huik de Rosari telah berupaya mempromosikan obyek-obyek wisata di wilayah kerjanya. Salah satu gagasan yang telah diwujudkannya yakni melayani paket wisata petualangan berkuda ke Poco Komba, Kecamatan Kota Komba yang dikemas dalam Horse Tracking. Melalui paket tersebut, Fransisco Huik de Rosaria yang akrab disapa Ferry, hanya berperan sebagai fasilitator dan koordinator saja. Sedang operasionalnya diserahkan langsung kepada masyarakat seperti para pemilik kuda dan pemangku adat suku Nggeli dan Motu sebagai ahli waris para leluhur etnis Rongga, salah satu etnis yang sangat berpengaruh pada jamannya. Para pemilik kuda mendapatkan manfaat ekonomi dengan mendapatkan pendapatan dari sewa kuda. Sedang para pemangku adat, mendapatkan manfaat dari hasil sumbangan suka rela dari peserta setelah menggelar ritual “Pauk Manuk” (Persembahan ayam), sebagai persyaratan agar perjalanan ke Poco Komba, tempat para arwah leluhur etnis Rongga bersemayam, dilindindungi dan direstui para leluhur, sehingga selamat sampai ke tujuan. Manfaat bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) didasarkan pada tiket masuk ke areal wisata di Poco Komba yang rencananya akan dipatok di harga Rp15.000 – Rp 20.000/orang. Sedang harga paket keseluruhan (termasuk sewa kuda, makan, jocky serta porter) sekitar Rp450.000 – Rp 500.000,-/orang/paket Pesan yang dapat ditangkap dari kegiatan tersebut yakni pengembangan obyek pariwisata sangat membutuhkan kreativitas dan dukungan penuh dari masyarakat dan dinas terkait. Itu baru salah satu contoh. Masih banyak obyek wisata lain di kabupaten baru, hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai itu yang perlu ditangani dalam pola kebersamaan. Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur tercatat ada 104 obyek wisata unggulan yang perlu penanganan bersama. Kreativitas yang dilakukan Ferry itu dapat menjadi jawaban bahwa keterbatasan dana bukanlah segalagalanya. Ada pepatah yang mengatakan sepanjang ada kemauan di situ ada jalan. Apa yang dilakukan Ferry dapat memotivasi para pelaku usaha pariwisata di Manggarai Timur untuk berkiprah dalam mengembangkan potensi budaya dan pariwisata di wilayah tersebut. Dalam kedudukannya sebagai Ketua TMO Manggarai Timur, perannya dalam mengembangkan destinasi wisata di kabupaten ini pun akan berakhir seiring dengan akan habisnya kerjasama tahap pertama dengan Pemerintah Swiss melalui Swisscontack pada 2013 nanti. Masih ada tahapan-tahapan kerjasama selanjutnya. Namun itu semua akan sangat tergantung pada kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sambil menunggu kelanjutan dari proses kerjasama tersebut, maka seyogyanya momentum ini dijadikan evaluasi atas perwujudan kerjasama eksternal (dengan kabupaten laian di Pulau Flores yang difasilitasi DMO) maupun internal (antar SKPD) yang belum padu, termasuk sinergitas antara dinas terkait dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta para pelaku usaha. Berbagai keluhan yang kerap diungkapkan, seperti masih kurangnya pengalaman dalam pengelolaan manajemen wisata, dana yang masih terbatas, serta belum adanya kesadaran masyarakat dalam pembebasan tanah di sekitar obyek-obyek wisata sehingga menghambat pengembangannya, harus dijadikan landasan dan bahan evaluasi di masa mendatang. Bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat, evaluasi itu juga penting artinya dalam menyusun grand design pengembangan obyek-obyek wisata dan budaya di kabupaten yang berusia lima tahun itu. Grand Design pembangnan sektor budaya dan pariwisata memiliki peranan penint dalam meletakkan program ke depan. Hal ini mengingat akan berakhirnya era kepemimpinan pasangan Bupati-Wakil Bupati Manggarai Timur, Drs Joseph Tote M.Si dan Agas Andreas SH.M.Hum pada 2013. Kita semua tidak dapat memastikan apakah masyarakat juga masih mau mempercayakan kepemimpinan mendatang pada pasangan tersebut. Namun yang pasti, kesinambungan pembangunan sektor budaya dan pariwisata harus terus berlanjut. Karena itu peletakan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Kabupaten Manggarai Timur menjadi penting peranannya dalam menjaga kesinambungan pembangunan di sektor dimaksud. Kerjasama dengan pemerintah kabupaten lain di Pulau Flores sebagaimana telah dirintis Swisscontack dengan DMO dan TMOnya juga harus tetap dijaga di era pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur mendatang. Siapapun yang akan memimpinnya. Sebab sebagaimana diungkapkan Frans Teguh, Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam sebuah paparan di media massa, mengatakan, mewujudkan tata kelola pariwisata butuh waktu 10-15 tahun. Karena itu program DMO harus berkelanjutan. “Untuk itu perlu koordinasi dan kemitraan dengan para stakeholder," katanya. Ia mengatakan, program kerjasama sebagaimana terwujud melalui pembentukan Destination Management Organization (DMO) itu mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi dan pengendalian organisasi pariwisata di Indonesia. Ada beberapa tahap dalam intervensi DMO. Tahap pertama merupakan gerakan peningkatan ketahanan stakeholder misalnya melalui diskusi bilateral untuk membangun kesadaran kolektif dalam membangun pariwisata. Tahap berikutnya pengembangan manajemen.Hal ini untuk menata perencanaan peta jalan agar jelas apa yang harus dilakukan ke depan.Tahap ketiga pengembangan bisnis. Yaitu untuk memunculkan kemampuan bisnis dan kewirausahaan. Tahap terakhir adalah penguatan organisasi kelembagaan. Banyak manfaat dari kerja sama yang disepakati. Selain penataan dan pengelolaan obyek wisata, para pemangku kepentingan itu juga terbantu karena obyek-obyek wisata Pulau Flores dipromosi oleh Pemerintah Swiss, termasuk obyek wisata yang ada di Kabupaten Manggarai Timur. Lebih dari itu, masyarakat sekitar obyek wisata juga telah dilibatkan sehingga masyarakat akan memperoleh manfaat langsung dari obyek wisata yang ada. Dapat dipastikan, dalam proyek kerja sama tersebut ada program khusus mengenai pemberdayaan masyarakat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu dalam berbagai kesempatan telah mengingatkan keunggulan menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan adalah melibatkan elemen masyarakat setempat sehingga mereka bisa menjadi ujung tombak pengembangan pariwisata di daerahnya sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi dari interaksi dengan wisatawan. Menurut Menteri, Pulau Flores memiliki posisi yang strategis dalam konteks perkembangan pariwisata di NTT. Pengembangannya sebagai destinasi yang berdaya saing tinggi di sebelah timur Pulau Bali, sangatlah memiliki arti penting. Flores menurutnya juga memiliki potensi pariwisata yang berdaya saing tinggi. Kekayaan flora fauna yang masih alami dan memiliki potensi ekonomi kreatif yang besar dengan kerajinan tenun tradisionalnya. Menteri mengingatkan, sarana dan prasarana pariwisata, terutama aksesibilitas di wilayah ini harus diperbaiki, karena belum memadai. Para pemangku kepentingan dimintanya bekerja sama dalam pembuatan rencana pengembangan pariwisata yang terpadu. Sebab bagaimanapun, pembangunan sektor budaya dan pariwisata tidak dapat dilakukan secara parsial dengan egosektoralnya. Pengembangan potensi budaya dan pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur tetap harus mengacu pada konsep pengembangan budaya dan pariwisata di Pulau Flores. Bupati Manggarai Timur sendiri telah merespons kerjasama dimaksud dengan meletakkan pondasi pembangunan di sektor ini. Membangun infrastruktur awal serta membangun karakteristik masyarakat yang didasarkan pada kearifan lokal, merupakan upaya yang telah dilakukannya. Hal ini penting artinya sehingga diharapkan masyarakat di wilayah tersebut tidak tercerabut dari akar budayanya dan dapat menjadi tuan rumah yang baik bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Sehingga cita-cita untuk menjadikan Manggarai Timur sebagai Bali Kedua sebagaimana diidam-idamkan Bupati Manggarai Timur dapat terwujud. Masyarakat pun tersejahterakan.** Sapto Adiwiloso

Indeks LAPORAN UTAMA: Halaman 4-5 Kabupaten Manggarai Timur kaya akan aset wisata dan budaya. Hal ini membuat prospeknya ke depan menjanjikan. Ibarat mutiara yang baru keluar dari timbunan lumpur jika tak berhati-hati merawatnya, maka kilauan mutiara itupun akan memudar sebelum dipasarkan. LAPORAN KHUSUS: Halaman 6-13 Bagaimana para pejabat teras di Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur juga pegiat pariwisata itu menyadari akan besarnya potensi yang dimiliki wilayahnya. Apa pandangan serta gagasan yang mereka kemukakan terkait dengan pengembangannya di masa mendatang. BUSANA: Halaman 14 PESONA - WATU PAJUNG: Halaman 15 Pantai Watu Pajung selain panoramanya yang indah, keaslian alamnya juga masih terjaga. Tidaklah berlebihan jika Watu Pajung merupakan sepenggal surga di Utara Kabupaten Manggarai Timur. PESONA – CEPI WATU : Halaman 16-17 Cepi Watu, obyek wisata andalan di Kabupaten Manggarai Timur yang dijadikan obyek wisata terpadu, memiliki berbagai keunikan. Salah satunya pasir pantai yang dipengaruhi dua musim, diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti stroke, rheumatic dan lainnya. PESONA – MBALATA: Halaman 18-19 PESONA – HORSE TRACKING: Halaman 20-21 Menjelajah alam di atas punggung kuda melewati tepian pantai, jalanan berbatu, padang savana serta perbukitan di Poco Komba, merupakan petualangan yang mengasyikkan sekaligus menantang. PESONA – KOMODO: Hal 22-23 Kabupaten Manggarai Timur juga memiliki komodo yang terdapat di seputar Watu Pajung, Desa Nampar Sepang Kecamatan Sambirampas. Yang membedakan, punggungnya berwarna kuning keemasan. PESONA – DANAU RANA MESE: Halaman 24 PESONA – DANAU RANA TONJONG: Halaman 25 Manggarai Timur memiliki obyek wisata unggulan Danau Rana Tonjong. Danau ini merupakan habitat teratai raksasa terluas kedua di dunia setelah India. PESONA – MATA AIR PANAS RANA MASAK : Halaman 26 BUDAYA – KREMO: Halaman 27 BUDAYA – TARIAN CACI: Halaman 28 Tarian Caci yang menggambarkan kepahlawanan dan keperkasaan. Bagi masyarakat Manggarai Raya keperkasaan tak harus diartikan dengan kekerasan. BUDAYA – BATU KELAMIN: Halaman 29 INFO WISATA: Halaman 30

3


Kabupaten Manggarai Timur kaya akan aset wisata dan budaya. Hal ini membuat prospeknya ke depan menjanjikan. Ibarat mutiara yang baru keluar dari timbunan lumpur jika tak berhatihati merawatnya, maka kilauan mutiara itupun akan memudar sebelum dipasarkan.

B

elum banyak masyarakat yang mengenal Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jadi jangankan mengenal potensi budaya dan pariwisatanya. Namanya pun terasa masih asing di telinga. Menurut istilah Wakil Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas SH.M.Hum branding-nya masih kalah jauh dibanding kabupaten induknya, Manggarai. “Orang lebih mengenal Manggarai daripada Manggarai Timur,”ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Ferry Samosir, Field Office Manager – West Flores (Swisscontact) yang ditemui JN Guide di Labuhan Bajo, Manggarai Barat, awal Juli lalu. Ferry mengatakan, diantara Ngada, Manggarai maupun Manggarai Barat, Manggarai Timur justru yang belum berkembang. Kondisi sekarang pun katanya, tidak lebih maju dibanding tiga wilayah yang di bawah pengawasannya itu. “Tapi ini berbeda dengan pertanyaan apakah berpotensi atau tidak,” ujarnya. Ferry menilai, Manggarai Timur baru dikatakan lebih maju jika dibanding Mbay dan Nagikeo. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Manggarai Ir Boni Hasudungan mengakui jika wilayahnya masih belum menonjol dibanding kabupaten lain di Pulau Flores. Boni beralasan, kabupaten ini baru disahkan berdasarkan UndangUndang Nomor 36 tahun 2007 pada 10 Agustus 2007. Jadi Agustus ini usianya baru lima tahun. Namun siapa dapat mengira jika kabupaten yang beribukota di Borong itu memiliki banyak potensi budaya dan pariwisata yang tersebar di seluruh wilayah. Hebatnya lagi, potensi yang dimiliki sangat beragam. Ada wisata bahari, wisata alam (pegunungan,air terjun, perbukitan, persawahan, padang savana yang luas) wisata rohani, situs-situs sejarah, wisata danau dan sebagainya. Boni mengistilahkannya sebagai paket lengkap. Galus Ganggus S.Pd, Pelaksana Harian dan Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai mengatakan, dari data yang berhasil dihimpun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat mengatakan, setidaknya ada 104 wisata umggulan yang telah teridentifikasi. “Bisa lebih karena belum semua potensi terdata baik,” ujar Galus sebagaimana ia ungkapkan kepada JN Guide pada awal Juli lalu.

Meski demikian, potensi itu tidak akan mendatangkan banyak maslahat bagi rakyatnya jika infrastruktur dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih rendah. Sadar akan hal itu, maka Bupati Manggarai Timur,Drs Joseph Tote M.Si sejak awal pemerintahannya telah mencanangkan wilayahnya sebagai destinasi wisata dunia, disamping menjadikan Manggarai Timur sebagai lumbung berasnya Provinsi NTT. Untuk itu pihaknya melakukan pendekatan melalui jalur pendidikan dan pembangunan infrastruktur. Menurut Galus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Timur di bawah kepemimpinan Drs Joseph Tote M.Si. sudah bekerja keras melaksanakan misi pariwisata. Galus menambahkan, telah milyaran rupiah dihabiskan untuk membangun infrastruktur dasar di Pantai Utara dan Selatan. Kini isolasi daerah terpencil sudah bisa diretas dengan dibangunnya banyak jalan menuju obyek-obyek wisata. Upaya yang telah dilakukan itu menurutnya sangat beralasan, mengingat potensi yang dimiliki kabupaten ini khususnya di sektor budaya dan pariwisata begitu beragam serta menjanjikan. Sektor-sektor pendukung seperti pertanian dan perkebunan juga dibangun secara beriringan. Selain mempersiapkan diri sebagai lumbung beras NTT, juga erat kaitannya dengan pembangunan eko tourism yang sangat menjanjikan itu. Galus menambahkan, antara sektor pertanian dan pariwisata memiliki kaitan yang sangat erat. Pasalnya, sektor pembangunan budaya dan pariwisata dapat maju jika kebutuhan akan pangan telah tercukupi. Hal lain yang tak dapat dikesampingkan yakni peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di wilayahnya. Hal itu ditandai dengan disiapkannya kurikulum muatan lokal (mulok) di tingkat SD - SMP pada tahap awal. “Dalam waktu yang tidak lama lagi, mulok juga akan diajarkan di tingkat SLTA,” katanya. Hal itu semua dimaksudkan agar masyarakat Kabupaten Manggarai Timur nantinya tidak hanya menjadi penonton ketika sektor budaya dan pariwisata telah sedemikian majunya. Pemuatan kurikulum Mulok di tingkat SD – SLTP merupakan gagasan Joseph Tote, Bupati Manggarai Timur yang sebelumnya pernah menduduki jabatan


Laporan Utama

sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Manggarai (sebelum ada pemekaran). Dalam sebuah wawancara dengan JN Guide, Bupati mengatakan, pemberian kurikulum mulok itu dimaksudkan sebagai dasar pembangunan karakter masyarakatnya. “Kami mulai dari pendidikan formal, sehingga nantinya diharapkan mereka yang telah mengenyam pendidikan dasar, dan lanjutan dapat turut serta menegakkan, melestarikan kembali nilai-nilai leluhur yang sudah ditanamkan sekian ratus tahun dan yang sekarang sudah terasa pudar,” ujarnya. Tak hanya itu. Bupati juga menggagas kompleks perkantoran pemerintahan dalam satu kompleks yang didesain menyerupai perkampungan adat. Kompleks bangunan yang berlokasi di Legong, tak jauh dari Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur itu juga akan dilengkapi pembangunan perumahan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan demikian mekanisme pelayanan kepada masyarakat dapat lebih dipermudah dan dipercepat. Sedang untuk melestarikan komunitas adat, Bupati juga akan mengembangkan wilayah wisata budaya di 12 kedaluan (hamentee) semacam desa. “Kami ingin mereview kembali simbol-simbol kedaluan pada masamasa yang lalu,”katanya. Pengembangan itu menurutnya merupakan upaya peletakan dasar karakter Manggarai Timur. Sebab pada masa kedaluan itu, pejabat-pejabat pemerintah bersifat geneologis, demi terciptanya stabilitas keamanan pada saat itu. Sekarang kondisinya sudah berubah. Justru dalam arus perubahan (globalisasi) itu nilai-nilai peradaban dan etika harus tetap dijaga dan dilestarikan dalam pembentukan karakter masyarakat Manggarai Tiimur. Gagasan Bupati Manggarai itu pun sepenuhnya didukung wakilnya. Menurutnya dalam membangun

sektor budaya dan pariwisata, prioritas utama pada aspek pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Menurut Agas Andreas, bagaimanapun bagus dan beragamnya obyek wisata, kalau manusianya belum siap untuk mengelolanya maka potensi yang ada tidak akan memberi nilai apa-apa. Lulusan Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya itu menyontohkan kesuksesan Pemerintah Provinsi Bali dalam mengembangkan potensi budaya dan manusianya yang lebih mengutamakan aspek pembangunan manusianya sehingga banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke Bali. Dosen Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu mengumpamakan SDM dan obyek wisata sebagai gula. Sedang wisatawan sebagai semutnya. Persoalannya sekarang, apakah potensi budaya dan wisata yang ada di Manggarai Timur itu identik dengan Bali? Ferry dari Swisscontack mengingatkan, wisata di Flores termasuk di Manggarai Timur itu wisata adventur (petualangan), bukan fun seperti di Bali. Jadi jenis turisnya juga beda. “Kalau di Bali jenis turis-turis yang ingin fun seperti Australia. Tetapi turis-turis di Flores kebanyakan orangorang Australia. Pokoknya turis yang datang di Flores itu turis-turis yang menyukai naik turun gunung (trecking), keluar masuk persawahan,” ujarnya. Karena itu menurutnya, yang harus ditonjolkan di Flores adalah keasliannya. “Gunung tidak perlu kita ubah menjadi arena panjat tebing. Kita pertahankan keaslian dan keindahan alamnya dan sebagainya,” ujarnya. Masukan-masukan seperti ini tentu sangat bermanfaat bagi Pemkab Manggarai Timur yang bersiap membuat grand design di sektor budaya dan pariwisata. Boni mengakui, Manggarai Timur belum memiliki hal itu. Karena pihaknya masih melakukan proses indentifikasi sambil membangun infrastruktur awal.

Manggarai Timur ibarat mutiara yang baru diangkat dari timbunan lumpur. Belum siap jual karena masih perlu dibersihkan dan dipromosikan. Karena itu, proses pembersihannya perlu kehati-hatian agar kemilaunya tidak pudar sebelum dijual. Demikian juga dengan Manggarai Timur yang baru dimekarkan namun memiliki potensi yang luar biasa. Kini saatnya seluruh stakeholder membuka mata untuk bersama-sama mengembangkannya. Konsekwensinya, porsi anggaran pembangunan di sektor tersebut perlu ditingkatkan. Pihak Dewan telah bersepakat untuk menambah porsi anggaran di sektor tersebut. Seperti diakui Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Johanes Nahas ST saat dijumpai di Borong awal Juli lalu. Politisi senior Partai Golkar itu mengakui besarnya potensi budaya dan pariwisata yang dimiliki kabupaten tersebut. Menurutnya kini tinggal ditingkatkan dan difasilitasi dari sisi anggarannya. Pihak dewan menurutnya sangat antusias mendukung dinas terkait mengembangkan aset-aset yang dimiliki. Karena itu dewan juga bertekad mendukung regulasi di bidang perijinan agar memudahkan investasi yang masuk di sektor itu. Pihaknya menyadari anggaran di sektor pariwisata memang masih sangat kecil. Ia juga mengakui masih kurangnya pengalaman dalam pengelolaan aset budaya dan pariwisata agar dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Karena itu pihaknya juga berencana melakukan studi banding di beberapa daerah yang telah lebih dulu maju di sektor tersebut.**Sapto Adiwiloso

5


DRS. JOSEPH TOTE M.Si Bupati Manggarai Timur

S

ebuah keberhasilan tak jarang berawal dari sebuah mimpi. Barangkali inilah yang tengah menggelayut di benak Drs.Joseph Tote M.Si, Bupati Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Mimpi menjadikan wilayahnya sebagai Bali Kedua, cukup beralasan. Mengingat kondisi alam yang dimiliki Kabupaten Manggarai Timur juga tak kalah menariknya dengan Bali. Dari aspek budayanya, Manggarai Timur juga memiliki tradisi budaya yang adiluhung (tinggi) serta sarat makna. Meski demikian alumnus Universitas Gajah Mada itu sadar, menyulap wilayahnya seperti Bali tak semudah membalik tangan. Butuh proses yang cukup panjang. Pekerjaan rumah terberatnya adalah mengubah pola pandang masyarakatnya yang agraris menjadi masyarakat yang sadar wisata dan sadar budaya. Tanpa harus tercerabut dari akar keagrarisannya itu. Karena keduanya memiliki sinergitas yang kait-mengkait. Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai (sebelum dimekarkan) itu sadar betul, satu-satunya mengubah pola pandang tersebut adalah melalui pendidikan yang dimulai dari keluarga. Kemudian sekolah dan lingkungan. Melalui bangku pendidikan SD, SLTP, politisi Partai Golkar itu telah menanamkan pemahaman kepada anak didik melalui pemberian kurikulum muatan lokal (mulok). Kini bahkan tengah dipersiapkan kurikulum mulok untuk tingkat SLTA. Sedang di level perguruan tinggi, Bupati Manggarai Timur yang akan mengakhiri masa jabatan pada 2013 nanti berharap mampu mendirikan Sekolah Tinggi Pariwisata di wilayahnya. Mampukah ia mewujudkan mimpi-mimpinya itu mengingat masa kepemimpinannya yang tidak lama lagi? Joseph hanya mampu berserah. Ia selalu yakin akan penyelenggaraan Tuhan. Bahwa ketika Tuhan berkehendak, maka tidak ada yang mustahil. Namun jika pun Tuhan berkehendak lain, setidaknya ia telah meletakkan pondasi pembangunan yang diyakininya cukup kokoh untuk membangun masa depan Manggarai Timur. Apa saja mimpi-mimpi yang ingin diraihnya terkait sektor budaya dan pariwisata? Berikut petikan wawancaranya dengan Sapto Adiwiloso dan Kushala dari JN Guide di Borong awal Juli lalu. Berikut petikan wawancaranya. Bagaimana anda melihat potensi pariwisata dan budaya di Kabupaten Manggarai Timur? Potensi Pariwisata dan budaya di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur kalau dilihat secara umum ada lima potensi. Pertama, Pertanian. Daerah ini merupakan daerah komoditi. Ada pertanian basah, persawahan dan pertanian kering. Untuk pertanian kering daerah sering memanfaatkan sebagai komoditi. Sedangkan pertanian basah yang sudah fungsional 14.000 hektar. Masih ada 30 ribu lebih hektar lagi yang belum dimanfaatkan. Kedua, potensi energi. Kami pakai istilah itu karena meliputi potensi air, untuk mengatasi sumber energi listrik. Untuk itu kami sudah melakukan intervensi. Dari bidang ini sudah 1000 lebih KK teraliri listrik dari tenaga air. Selain PLBS bantuan pemerintah pusat. Ketiga, potensi perikanan dan kelautan. Ini juga sudah kami intervensi. Kami sudah membantu para petani dan nelayan di seluruh wilayah. Kami juga sedang membenahi pendidikan khusus untuk mengintervensi sektor perikanan dan kelautan di Manggarai Timur. Keempat, potensi hutan. Hutan yang ada di wilayah ini kami harapkan bisa menyejahterakan masyarakat. Polapola yang sudah dikembangkan di Indonesia juga sudah kami lakukan di Manggarai Timur. Kelima, potensi Pariwisata dan Budaya. Potensi ini cukup menjanjikan. Banyak potensi pariwisata unggulan yang bisa dikembangkan di daerah ini. Salah satunya, keberadaan Komodo Rugu (Rugu itu nama lokal. Ada juga yang menyebut Mbou). Setelah dilakukan penelitian ternyata DNA-nya sama dengan komodo yang ada di Pulau Rinca dan Pulau Komodo di Manggarai Barat. Panjangnya sama, hanya beda besar. Kalau di Manggarai Timur agak ramping, panjang 3-4 meter tapi besar tubuhnya berbeda. Mungkin karena pengaruh alam. Selain itu, di lokus yang sama juga ada teratai raksasa. Ini hanya ada dua di dunia, satu di India, satunya lagi terdapat di Pota, Manggarai Timur. Masih ada obyek lain. Di wilayah Kota Borong sebagai pusat Kabupaten Manggarai Timur. Ada liang bala, pasir putih, batu biru, taman laut Mbalata. Ada juga tadi yang disebut Batu Susu Rongga.

Anda pernah melakukan penelitian tentang Batu Susu Rongga, apa hasil penelitiannya? Batu Susu Rongga itu ada sejarah dan mitosnya. Saya sendiri waktu masih menjabat sebagai Kepala Litbang Kabupaten Manggarai, sebelum Manggarai Timur dimekarkan menjadi Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Ceritanya, di Manggarai hanya ada satu kerajaan yang berpusat di Todo. Namun beberapa petinggi kerajaan itu berkeinginan untuk tetap bertahan, termasuk di Komba. Komba merupakan pusat etnik Rongga. Sedang Komba sendiri diambil dari nama seorang tokoh etnik setempat, sehingga bukit yang menjadi tempat tinggal mereka itu dinamakan Bukit Komba. Bukit Komba dikuasai kakak beradik dari salah satu tokoh etnik Rongga. Anak tertua bernama Meka Komba. Adiknya bernama Leke Lalu Nanggo. Nama Nanggo kemudian diabadikan di sebuah benteng. Benteng Nanggo, namanya. Ada juga adiknya yang bernama Meka Lando. Ia kemudian dikenal sebagai seorang arsitek Suku Rongga waktu itu (masa-masa sebelum Belanda masuk ke Indonesia). Hingga sekarang namanya dikenal sebagai arsitek rumah tradisional etnik Rongga. Sampai saat ini, tiang tengah dari rumah etnik Rongga itu namanya Timbu Lando (soko guru). Upaya itu dilakukan untuk mengenang arsitek tradisional tersebut. Masih di wilayah Komba, terdapat Batu Susu Rongga. Suatu ketika orang dari etnik Rongga itu diserang oleh pasukan Kerajaan Todo di Komba. Pimpinannya adalah Anandeo. Tetapi perebutannya tidak dengan pertumpahan darah, melainkan dengan pendekatan budaya. Maka diajaklah pasukan Kerajaan Todo itu melakukan tarian Vera. Setelah terlena, maka menjelang siang, pasukan musuh itu dikepung. Maka menyerahlah mereka. Sebagai upetinya diberikanlah Nggong Molas Komba yang diserahkan di Wira Riwu. Selain itu juga tambor, gendang dan rajong. Upeti yang terakhir inilah yang kemudian diabadikan sebagai nama salah satu kedaluan (hamentee), atau semacam desa. Sebagian Watu Susu Rongga itu berlokasi di Narang dekat dengan pusat kerajaan Todo. Tahun 2007 waktu saya menjabat Kepala Litbang Kabupaten Manggarai melakukan penelitian tentang Komba, dan kami temukan itu. Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, ada sejarahnya di mana sebagian batu itu berlokasi di Narang, sekitar Todo. Sedang penamaan Kampung Riwu, diambil dari nama seseorang yang membantu pasukan Todo, namanya Riwu, meskipun kini tak ada lagi bekasbekas peninggalan rumah di Kampung Riwu tersebut, namun nama kampung itu masih ada sampai sekarang. Karena itu Watu Susu Rongga mempunyai cerita dari manusia yang tidak taat azas. Saat itu ada larangan tidak boleh menoleh ke belakang. Namun larangan itu dilanggarnya. Begitu menoleh maka jadilah Watu Susu Rongga itu. Itulah sejarah Watu Susu Rongga. Keberadaan batu tersebut hanya ada di Manggarai Timur, tidak ada di tempat lain, bahkan di dunia. Sedang di Poco Ndeki, masih di Kecamatan Kota Komba terdapat sejenis batu yang menyerupai kelamin laki-laki dan perempuan. Nama batunya, Watu Embu. Keberadaan batu itu sudah di blow-up di koran lokal. Menurut sejarahnya keberadaan batu kelamin laki-laki dan perempuan itu berasal dari sepasang suami-istri yang juga tidak taat azas. Nampaknya mereka tidak mengikuti aturan yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat pada masa itu. Kebetulan pada saat itu terjadi gempa. Pasangan tersebut sudah diingatkan agar tidak boleh menoleh ke belakang, namun larangan itu dilanggarnya, maka jadilah sepasang batu yang menyerupai kelamin laki-laki yang dinamakan Watu Embu Kodi Haki dan perempuan atau Watu Embu Kodi Fai. Pendakian menuju puncak Poco Ndeki dimulai dari kampung Sere di Kelurahan Tanah Rata, berjarak 11 kilometer dari Borong. Konsentrasi pembangunan di sektor budaya dan pariwisata di kabupaten ini dimulai dari mana? Saat ini Pemkab Manggarai Timur mengonsentrasikan pembangunan sektor Budaya dan Pariwisata dari Pantai Cepi Watu, karena keindahannya seperti Kuta di Bali dan pada hari libur selama ini dibanjiri oleh banyak wisatawan. Jadi kami berkonsentrasi melakukan pembenahan dan penataan dari pantai tersebut. Kami juga akan mengembangkan beberapa titik seperti di Pota, di Lambaleda dengan Gua Cingcoleng. Kemudian di wilayah Elar ada Rajong dan sebagainya.


Laporan Khusus pusatkan di Pota. Mulai tahun ini kami kembangkan kerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sehingga nantinya nyambung. Tetap pengendalian pengembangan ini ada di pemerintah daerah yang secara operasional ada di dinas terkait. Melalui pengembangan ini juga akan jalin kerjasama dengan pihak swasta seperti Swiscontact. Kami berharap dalam waktu dekat sudah ada pelatihan bersama dengan Swisscontact agar obyek wisata di Utara dan Selatan terhubung menjadi satu kesatuan. Dalam waktu dekat ini, kami akan membangun Bandar udara di Tanjung Bendera. Landas pacunya sepanjang 3500 meter telah kami bangun. Dengan dibangunnya bandara tersebut, kami berharap Manggarai Timur ke bisa menjadi Bali Kedua. Untuk akses Ke Pota juga perlu pesawat semacam Twin Otter dari bandara ke Pota. Di sana sudah disiapkan area 75 hektar agar bisa dilandasi. Sedang sarana jalan darat dari pusat ibu kota akan kami alirkan melalui beberapa obyek wisata. Dengan mengembangkan hal itu maka diharapkan akan ada pertumbuhan ekonomi, seperti pasar yang juga akan kami bangun di titik-titik tersebut. Banyak obyekobyek wisata di wilayah tengah seperti di Mukun yang bisa dilalui melalui jalan darat. Di wilayah Pantai Utara (Pantura) ada danau namanya Rana Kulan. Danau itu juga berada di titik perjalanan menuju ke Pota. Ada juga yang namanya Betong Liwa, Mata air panas Rana Masak. Ada Danau Rana Mese yang berada di jalan negara antara Ruteng dan Borong. Sedang untuk sarana dan prasarana infrastrukturnya sudah kami siapkan tanah di pusat kabupaten maupun di lokus buaya darat dan teratai raksasa tadi. Itu semua sudah ada dalam master plan kami.

Bagaimana anda membangun sektor budaya, sebagai jati diri dari kabupaten ini? Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur ini sedang membangun kompleks pemerintahan yang berada di suatu padang namanya Satar Lehong. Letaknya masih di pusat ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Di situ kami juga membangun kompleks perkantoran bagi jajaran eksekutif, bahkan kini hampir rampung. Kami juga membangun gedung bagi jajaran legislatif dan yudikatif. Sedang dari sisi perumahan kami telah membangun lebih dari 150 rumah PNS, juga melakukan pembenahan lembaga pendidikan di dalamnya. Ruko juga kami bangun. Sehingga daerah ini bentuknya seperti kampung orang Manggarai, berbentuk bulat. Kami juga akan mengembangkan wilayah wisata budaya di 12 kedaluan (hamentee) yang ada di wilayah Manggarai Timur. Kami ingin me-review kembali simbolsimbol kedaluan pada masa-masa lalu dan disesuaikan dalam kondisi saat ini. Pengembangan ini salah satu sasarannya adalah peletakan dasar karakter masyarakat Manggarai Timur. Pada masa kedaluan itu, pejabat-pejabat pemerintah masih bersifat geneologis. Hal itu dilakukan guna menjaga stabilitas keamanan pada saat itu. Sekarang kondisinya sudah berubah sesuai dengan tuntutan perkembangan. Karena itu peletakan dasar karakter masyarakat menjadi bagian penting dalam menyongsong hari depan. Karena itu, selain mengembangkan 12 kedaluan, kami pun ingin mengembangkan pendidikan menjadi Wajar (Wajib Belajar) 12 tahun. Saat ini jumlah SLTA pada 2009 itu ada 11. Pada 2012 meningkat menjadi 32 SLTA. Sedang SLTP-nya dari 50 sekarang sudah bertambah menjadi 106 SLTP. Kondisi ini sekaligus untuk menjawab pembangunan karakter masyarakat di sini. Kami mulai dari pendidikan formal, sehingga nantinya diharapkan mereka yang telah mengenyam pendidikan dasar, dan lanjutan dapat turut serta menegakkan, melestarikan kembali nilai-nilai luhur yang sudah ditanamkan sekian ratus tahun dan yang sekarang sudah terasa pudar. Di tingkat SD dan SLTP telah kami buatkan kurikulum mulok (muatan lokal). Program ini sekarang sudah berjalan. Bahkan sejak saya menjabat Kepala Dinas P&K sudah ada mulok untuk SD, SLTA. Harapan saya tahun depan sudah ada mulok untuk SLTA, Madrasah Aliyah (MA), dan sekolah kejuruan. Sehingga nanti tumbuh dan berkembang kebiasaan leluhur yang baik dan berkembang menjadi orang Manggarai dan orang Indonesia serta dunia yang baik dan berbudaya. Karena mereka nantinya juga akan berkembang sasuai tuntutan universal. Sekali lagi ini harapan kami. Dari kelima sektor itu peluang yang baik yakni di sektor pertanian dan pariwisata.

Bagaimana upaya anda agar program tersebut berkelanjutan? Kami sudah melakukan peletakan dasar. Pertama bahwa simbol-simbol itu sudah dikembangkan. Lembaga pendidikannya juga sudah kami persiapkan SLTP, SLTA. Kemudian, materinya juga sudah kami berikan di SD dan SLTP. Sedang di tingkat SLTA sedang kami persiapkan. Hal lain yang perlu kami lakukan adalah pembenahan guru-gurunya. Apabila masyarakat nanti tidak lagi memilih saya bersama Pak Wabup, yang penting pondasi itu sudah kami letakkan secara baik. Sehingga diharapkan tetap berkelanjutan pada estafet kepemimpinan dalam sistem pemerintahan yang berkelanjutan (reneable development). Kami juga sudah meminta ke Bappeda untuk membuat RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) sehingga program ini sudah ada di dalamnya. Apa saja kendala dalam mengembangkan sektor budaya dan pariwisata di Manggarai Timur? Kendala-kendala pertama pada infrastruktur, terlebih jalan. Kami juga akan mengembangkan infrastruktur yang ada di obyek itu. Tetapi masih terkendala pada modal. Pada biaya awal, uang untuk membangun jalan di obyek-obyek wisata tadi telah kami gelontorkan. Kendala lain, masyarakat maupun jajaran pemerintah kurang merasa bahwa sektor ini penting untuk dikembangkan. Karena itu harapan kami, dinas terkait berupaya untuk melakukan program yang sistematik bagi pengembangan di kabupaten ini. Kami sudah menyelesaikan titik pengembangan di seluruh wilayah. Dari situ harus terus dikembangkan. Kami juga ingin mengembangkan wisata budaya itu. Seperti yang kami kembangkan melalui konsep kampung orang Manggarai Timur yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Sekaligus juga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata, terkait dengan 12 kedaluan. Dari situlah karakteristik orang Manggarai Timur kami bangun. Setelah itu baru dijelaskan nilai-nilai yang ada di dalam konsep tadi. Maka untuk pelestariannya harus didampingi oleh lembaga pendidikan dengan dijamin mutu ke depan. Itu harapan kami. Dan lima tahun pertama ini ingin kami letakkan dasar-dasar ini secara baik. Bagaimana menghubungkan titik destinasi wisata yang ada agar mudah dijangkau? Langkah yang sudah dilakukan, yakni kami jalin kerjasama dengan Universitas Airlangga seperti pengembangan potensi wisata dan budaya di Lamongan. Pusat pengembangan obyek wisata di Utara akan kami

Bagaimana dengan proses perijinan yang telah dilakukan dalam sistem satu atap? Dari 80 perijinan yang sudah dikeluarkan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) 10 persen sudah kami keluarkan terkait sektor Pariwisata dan Budaya. Tapi itu belum optimal. Nanti tinggal di follow up pendampingannya untuk bersama-sama dengan orangorang di daerah. Itu harapan kami. Apakah Pemkab juga mempermudah proses investasi di sektor ini? Kami berjanji tidak akan mempersulit. Bahkan kami mendorong untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi LSM, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata. Dan kami jamin urusan tidak liku-liku. Karena kami membutuhkan promosi obyek-obyek wisata yang ada di wilayah ini. Bagaimana pengembangan di sektor ekonomi kreatif? Memang sudah berkali-kali kami membuat proposal ke pusat. Harapannya nanti ada semacam home industry terlebih di Cepi Watu untuk memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar pantai, sehingga nanti bisa menjadi ajang promosi potensi kerajinan lokal seperti tenun. Kain tenun di Manggarai Timur memiliki motif tersendiri. Hanya memang masih perlu dimodifikasi agar memiliki daya saing dengan tenun-tenun dari kabupaten lain. Karena itu, kami berencana untuk memusatkan industri kerajinan tenun ini di seputar Pantai Cepi Watu. Di lokasi tersebut juga akan kami bangun art shop untuk menjual kain-kain tenun khas Manggarai Timur. Ini harapan kami sehingga sektor pariwisata adalah salah satu sektor yang dapat memberi kontribusi riil bagi masyarakat di daerah ini. Kami lebih cenderung mengatakan, jangan sampai madu yang ada di sini ditarik keluar. Kami tidak ingin seperti di Labuhan Bajo banyak hotel-hotel yang dikelola pihak luar (orang asing). Kami sudah merencanakan hal ini sejak awal sehingga diharapkan memberi manfaat baik bagi masyarakat setempat maupun para pengusaha dari luar. Sehingga dengan pengembangan sektor ini, masyarakatnya yang turut disejahterakan. Jadi bukan capital flight-nya yang diperbanyak. Kalau capital flight-nya banyak, maka kami anggap ini sebagai kegagalan. Kami harapkan Manggarai Timur nantinya bisa seperti Bali. Itulah makanya kami ingin Muloknya harus kuat sehingga siapapun yang datang, masyarakat kami tidak terpengaruh budaya-budaya asing. Kami tetap mempunyai jati diri sebagai masyarakat Manggarai Timur atau sebagai orang Indonesia yang mengakui adanya keberagaman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).**

7


Agas Andreas SH M.Hum Wakil Bupati Manggarai Timur

M

engembangkan sektor budaya dan pariwisata di mana pun tak dapat dilepaskan dari aspek peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Infrastruktur memang penting, tetapi yang pembangunan SDM juga tak dapat dikesampingkan. Demikian diungkapkan Agas Andreas SH M.Hum – Wakil Bupati Manggarai Timur kepada JN Guide di Borong awal Juli lalu. Menurut pria kelahiran Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur September 1959 itu, bagaimanapun bagusnya obyek wisata kalau manusianya belum siap untuk mengelolanya maka akan menjadi sia-sia. Pascasarjana lulusan Universitas Airlanggga Surabaya itu menilai upaya Pemerintah Provinsi Bali yang mengutamakan aspek pembangunan SDM dalam mengembangkan sektor pariwisata dan budaya itu sudah benar, sehingga wisatawan pun tertarik untuk mengunjunginya. Mantan Kepala Kantor Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional Wilayah NTT & NTB itu menyadari, meningkatkan kualitas SDM memang butuh waktu relatif lama, tetapi pondasinya sudah harus diletakkan sejak awal, beriringan dengan pembangunan infrastruktur. Karena itu, suami Dra. Theresia Wisang, menekankan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) harus benar. Bagaimana pula Dosen Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu menilai sinergitas pembangunan di sektor tersebut dengan kabupaten lain di Pulau Flores juga pentingnya peran media massa dalam mempromosikan potensi yang ada di wilayahnya? Berikut petikan wawancaranya dengan Sapto Adiwiloso dan Kushala dari JN Guide di Borong, awal Juli lalu. Bagaimana anda melihat potensi budaya dan pariwisata di Manggarai Timur? Potensinya sangat banyak. Persoalannya sekarang, bagaimana mengembangkan potensi-potensi tersebut sehingga dapat menarik orang mengembangkan potensi di Kabupaten Manggarai Timur. Karena prioritas pertama yang kami lakukan adalah pembangunan infrastruktur. Dari mana potensi itu dibangun? Kami mulai mengembangkan potensi yang ada di Kota Borong yakni Pantai Cepi Watu. Karena berada dalam kota, dimana infrastrukturnya telah tertata secara baik. Sedang yang di luar seperti Watu Pajung, bagaimana mau kami promosikan jika daya dukung infrastrukturnya belum memadai? Itu sama saja kami menjual sisi kekurangan. Dalam artian turis datang tetapi infrastrukturnya tidak tersedia, maka hanya akan mengecewakan. Karena itu langkah Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sekarang adalah menata infrastruktur terutama jalan, air minum dan listrik. Setelah semua bagus, maka promosi potensi pariwisata tersebut baru dapat dioptimalkan. Terobosan apa saja yang sudah dilakukan di sektor ini? Terobosan yang dilakukan prioritasnya membangun infrastruktur. Hal ini mengingat masa jabatan kami, tinggal satu tahun. Karena itu kami fokus pada infrastruktur hingga tuntas masa jabatan kami yang pertama ini. Setelah itu, kami baru membuat grand design potensi obyek wisata yang ada. Sehingga yang betul-betul kami kembangkan adalah Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) yang bagus. Karena itu,anggaran dari pusat akan kami gelontorkan pada prioritas pembangunan sesuai RIPP tersebut. Langkah persiapan menuju penyusunan grand design itu sudah kami lakukan. Kami telah memulainya. Khususnya dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM). Bagaimanapun bagusnya obyek wisata kalau manusianya belum siap untuk mengelolanya maka akan menjadi sia-sia. Seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali adalah mengutamakan pembangunan SDM terlebih dahulu sehingga banyak wisatawan yang tertarik. Kami mengumpamakan obyek wisata adalah gula. Manusianya juga adalah gula. Gula kan manis. Jadi kesatuan antara obyek wisata dan manusia ibarat gula untuk menarik semut mengerumuninya. Dengan banyaknya semut yang masuk itu maka akan ada peningkatan kesejahteraan. Yang kami kejar kan ini. Bagaimana upaya Pemkab Manggarai Timur dalam mendorong potensi ekonomi kreatif khususnya tenun? Itu nanti akan ditangani Dinas Perindagkop. Kami sudah mempunyai kelompok –kelompok tenun yang tersebar di enam kecamatan. Tinggal sekarang bagaimana meningkatkan hasil tenun mereka agar menjadi semakin bagus dan banyak diminati wisatawan. Tak hanya itu, kami juga ingin membudayakan tanam sayur. Kami lihat seperti di Labuan Bajo, sayur-sayur yang

dijual itu bukan dari Manggarai tetapi justru dari luar. Sektor pertanian ini juga perlu dipersiapkan. Karena pengembangan ekonomi kreatif ini juga harus mendukung sektor pariwisata. Misalnya di Cepi Watu, tahun ini ada anggaran untuk penataan pedagang kaki lima. Mereka kami buatkan gerobak-gerobaknya dan ditempatkan di lokasi pariwisata. Karena itu, master plan pengembangan pariwisata harus bagus. Bukan ego sektoral yang selalu kami bicarakan. Tujuannya satu yakni peningkatan ekonomi masyarakat, hanya sudut pandangnya yang berbeda. Sejauhmana kerjasama terjalin dalam pengembangan sektor budaya dan pariwisata ini? Kami berharap akan terbangun sinergitas dalam membangun potensi budaya dan pariwisata di Pulau Flores ini dimana Manggarai Timur menjadi salah satu bagiannya. Kami butuh dukungan sejak dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Juga masyarakat dan media. Kami senang dengan media anda yang mau mempromosikan potensi wisata yang ada di Manggarai Timur. Kami juga sangat mendukung upaya-upaya media massa lain dalam mempromosikan potensi tersebut. Jangan dilihat ini sebagai hal yang sepele. Bagaimanapun peran media sangat besar dalam pengembangan sektor ini. Bagaimana tidak. Apapun bagusnya potensi di sektor tersebut jika tak ada yang mempromosikan maka hanya akan sia-sia. Ini adalah peluang pasar. Kaitannya dengan pemerintah pusat, kami masih sangat mengandalkan dana dari pemerintah pusat. PAD kami masih kecil. Tingkat Kontribusi PAD kami terhadap APBD baru sekitar 2,8 persen. Kalau kami kembangkan sektor pariwisata ini ke depan maka akan meningkankan PAD. Dengan demikian diharapkan tingkat ketergantungan pelan-pelan semakin berkurang. Sejauhmana peran Swisscontact dan TMO bagi percepatan pembangunan sektor Budaya dan Pariwisata di sini? Sangat positif. Terutama dalam menyatukan beberapa kepala daerah di Pulau Flores dalam mengambangkan potensi pariwisata. Pertemuan pertama yang difasilitasi Swisscontak di Surabaya ada yang tidak hadir yakni Bupati Nagekeo. Pada pertemuan itu ada tujuh deklarasi yang disepakati. Kami semua bersepakat bertemu setiap empat bulan untuk melakukan koordinasi, konsolidasi bagaimana seharusnya “menjual� Flores secara utuh. Semua bupati telah menandatangani deklarasi tersebut kecuali Nagekeo. Namun demikian rekan kami di Timur berusaha menyosialisasikan hal itu Pertemuan berikutnya direncanakan di Kabupaten Ngada. Bupati Ngada telah menyediakan diri sebagai tuan rumah. Kapan dan bagaimana bentuknya belum ada kepastian. Pihak Pemkab Ngada masih mempersiapkannya. Bagaimana agar potensi yang ada memiliki daya tarik bagi wisatawan? Harus dikembangkan rencana induk pariwisata yang bagus. Sehingga nanti plot-plot anggaran dapat masuk ke sana. Saya optimis sektor pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena kami menghadapi manusia yang berpindah-pindah, perputaran ekonomi juga kan akibat perputaran mutasi manusia. Manusia banyak datang ke sini dengan demikian uang dibelanjakan di sini. Ekonomi kami berkembang tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Apa harapan Anda ? Kami senang kalau makin banyak orang yang datang di Manggarai Timur. Kami juga senang jika banyak diantara masyarakat kami yang keluar memperkenalkan Manggarai Timur. Karena dari segi branding saja, masih kalau jauh dengan Kabupaten induk, Manggarai. Itu dari segi nama. Selama ini orang hanya ingat Manggarai. Karena itu tugas kami sekarang adalah bagaimana mempromosikan Manggarai Timur ini keluar melalui duta-duta yang ada. Kami juga berpesan kepada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), siapapun tamu yang datang harus disambut baik. Dengan memberikan kesan baik, maka mereka akan datang kembali. Kami tunggu kedatangan mereka untuk kedua dan ketiga. Kami berharap media massa bisa menjadi mediator karena potensinya cukup besar. Kalau suatu saat ada agenda rutin, juga ada visi dan misi sama dalam mempromosikan Flores, maka obyek wisata di Flores pun akan semakin dikenal. Saya berkeyakinan wisata Flores ke depannya dapat booming. Dengan boomingnya wisata di Flores, maka potensi obyek wisata khususnya di Manggarai Timur pun akan semakin dikenal.**


I PUTU SUDIARTANA , SE, MBA – PEGIAT PARIWISATA

Rangkai Destinasi Bali – Cepi Watu B

anyak orang yang menyangsikan gagasan untuk menghubungkan destinasi wisata di Provinsi Bali dengan Cepi Watu, Borong, Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, Bali sudah sedemikian populernya di mata dunia sedang obyek wisata di Manggarai Timur masih terkendala infrastruktur yang belum memadai. Maklum, usia kabupaten ini masih sangat muda. Namun demikian, sebagai pegiat pariwisata saya melihat ini sebuah peluang yang menjanjikan mengingat potensi pariwisata yang dimiliki kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Manggarai itu sangat berlimpah. Dari kontur alamnya, Bali memiliki kesamaan dengan kabupaten yang ada di Pulau Flores termasuk Kabupaten Manggarai Timur. Kedua daerah tersebut, memiliki pantai, danau, gunung, lembah juga areal persawahan bersusun di lereng-lereng bukit. Sarana transportasi dari Denpasar – Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur, saat ini sudah terhubungan dengan mudah. Penerbangan Denpasar – Labuhan Bajo hampir setiap hari dilayani maskapai penerbangan seperti Lion Air (Wing Air) dan lainnya. Sedang Labuhan Bajo – Ruteng - Borong sudah tersedia travel yang siap melayani wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Alternatif lain, penerbangan bisa ditempuh melalui Denpasar – Kupang – Ruteng atau Kupang – Bajawa di Kabupaten Ngada, dilanjutkan jalan darat menuju Borong. Dari sisi ini, tidaklah sulit menghubungkan antara Bali – Cepi Watu karena jaraknya dari Borong hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Kondisi jalannya juga sudah sangat memadai untuk dilalui kendaraan roda empat seperti bus. Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur kini tengah membenahi obyek wisata Cepi Watu yang diarahkan menjadi obyek wisata terpadu. Seperti dikemukakan Bupati Manggarai Timur, Drs Joseph Tote M.Si, di media massa, Cepi Watu baru merupakan titik awal menuju obyek wisata lainnya di kabupaten tersebut seperti Pantai Mbalata, yang terletak di Desa Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur. Bahkan saya mendengar, di pantai tersebut telah dibangun cottage bertaraf internasional yang telah beberapa kali didatangi wisatawan mancanegara khususnya Eropa yang menyukai wisata petualangan. Karena pengelola cottage (Sdr. Fransisco Huik de Rosari) adalah juga pemandu wisata yang telah berpengalaman menyelenggarakan paket wisata petualangan yang dikemas dalam “Horse Tracking”. Ia akan dengan senang hati memandu para wisatawan ke Poco Komba di Kecamatan Kota Komba yang memiliki banyak peninggalan bersejarah etnis Rongga seperti Watu Susu Rongga, dipadu dengan ritual-ritual adat setempat. Sedang di Pantai Utara (Pantura) Manggarai Timur juga terdapat wisata alam seperti Goa Maria Cingcolang yang merupakan obyek wisata rohani, di Kecamatan Lambaleda. Di Kecamatan Sambi Rampas terdapat Pantai Watu Pajung yang eksotis, Danau Rana Tonjong yang merupakan danau teratai raksasa serta mengenal habitat Komodo Pota yang DNA sama dengan komodo yang ada di Pulau Rinca dan Pulau Komodo di Manggarai Barat. Akses obyek wisata tersebut saat ini masih mengandalkan transportasi darat. Rencana dibangunnya bandara di kabupaten ini tentunya akan memperpendek jarak tempuh obyek-obyek pariwisata yang dimiliki. Karena itu saya optimis jika Kabupaten Manggarai Timur ke depan memiliki nilai jual yang tinggi. Hal itu sejalan dengan keinginan Bupati Manggarai Timur yang berkeinginan menjadikan wilayahnya sebagai Bali Kedua. Semoga.**

9


IR. BONI HASUDUNGAN Kepala Bappeda Manggarai Timur

D

ari sektor pariwisata dan budaya, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur sangat potensial untuk dikembangkan di masamasa mendatang. Betapa tidak, kabupaten ini memiliki 104 potensi wisata unggulan. Itupun yang sudah teriventarisir. “Jika didata seluruhnya, bisa lebih. Karena masih banyak yang belum kami inventarisir,� ujar Ir.Boni Hasudungan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pria kelahiran Palembang, 1 Juni 1966 itu mengakui, sebagai kabupaten pemekaran yang usianya baru lima tahun, potensi pariwisata dan budayanya belumlah menonjol dibanding kabupaten lain di Pulau Flores seperti Manggarai, Ngada dan sebagainya. Namun Alumnus Universitas Lampung (1991) itu optimis, kabupaten ini ke depan bisa menjadi daerah tujuan wisata alternatif setelah Bali. Hal itu seiring dengan program nasional sebagaimana tercantum pada Master plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Keoptimisannya itu didasarkan pada keberagaman potensi yang dimiliki yang disebutnya sebagai paket lengkap. Disamping melakukan identifikasi, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur juga telah membangun infrastruktur awal, utamanya jalan yang menghubungkan beberapa obyek wisata. Bandar udara juga tengah dalam persiapan di Tanjung Bendera, Kecamatan Kota Komba. Setelah proses indentifikasi selesai, maka Bappeda pun akan menyusun grand design di sektor tersebut untuk memudahkan investasi masuk. Tak hanya itu. Birokrasi yang membelit dalam proses perijinan telah dipangkas melalui sistem pelayanan terpadu. Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) yang baru berusia setahun telah mengeluarkan 80 perijinan, termasuk perijinan di sektor budaya dan pariwisata. “Ini bukti nyata bahwa kami serius memberi kemudahan untuk berinvestasi di Manggarai Timur,� ujar pria yang pernah bertugas di Provinsi Timor-Timur (1993-1999) itu. Menurutnya, Pemkab Manggarai Timur menjamin keamanan dan kenyamanan dalam berinvestasi. Rencana apa sajakah yang digagas Bappeda Manggarai Timur dalam menata sektor budaya dan pariwisata yang cukup prospektif itu? Berikut petikan wawancaranya dengan Sapto Adiwiloso dan Kushala dari JN Guide di Pantai Cepi Watu, Borong, Manggarai Timur awal Juli lalu. Berikut petikan wawancaranya. Bagaimana perencanaan pembangunan sektor budaya dan pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur? Manggarai Timur baru dibentuk pada 2007 sebagai sebuah kabupaten pemekaran. Sekarang usianya baru lima tahun. Dari kurun waktu tersebut tergambar bahwa daerah ini belum terlalu menonjol sektor pariwisata dan budayanya. Selaras dengan program nasional, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu sasaran ke depan sebagai daerah tujuan wisata (DTW). Sebagaimana tercantum dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Selaras dengan program tersebut, maka kami ingin agar Manggarai Timur juga dapat menjadi salah satu tujuan utama. Berdasarkan konsep nasional dan daerah itu, perlahan-lahan dengan segala keterbatasannya kami akan coba kembangkan potensi pariwisata dan budaya yang ada di kabupaten ini. Di tahap awal, kami mulai dari proses indentifikasi dulu. Ke depan dibuatkan grand design lalu mengundang investor untuk menanamkan modalnya di sini. Karena kami tahu kemampuan daerah di bidang anggaran masih

Sebenarnya kalau kami bicara potensi pariwisata dan budaya di Manggarai Timur, potensi itu terbentang dari wilayah selatan sampai utara daerah ini. Kami punya gambaran, Manggarai Timur itu surga karena dimana kita berpijak disitu ada daya tarik tersendiri. Dengan mempertimbangkan pusat pemerintahan ada di Kota Borong, maka pemerintah daerah melaksanakan pembangunan sektor pariwisata dimulai dari pantai Cepi Watu yang berada di Kota Borong. Kami kembangkan mulai dari sini dulu sambil semuanya tetap bergerak. Dukungan dari pihak investor juga sudah ada yaitu di Pantai Mbalata Kecamatan Kota Komba, kemudian ada Taman Wisata Alam di Danau Rana Mese yang dikelola oleh Kementrian Kehutanan. Diharapkan selanjutnya dengan terbangunnya infrastuktur jalan maka potensi pariwisata lainnya akan ikut berkembang hingga ke Pantai Watu Pajung di pantai Utara.

potensi budaya dan pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur ini. Baik pariwisata bahari, budaya dan ada beberapa obyek wisata religius. Semua kami identifikasi. Di tahap awal ini juga kami coba promosikan, kami kaitkan dengan even-even nasional yang ada di NTT khususnya. Kami melihat sebuah peluang bahwa, Labuhan Bajo dengan komodonya itu sudah menjadi tujuan wisata Internasional. Kami melihat ini sebagai sebuah peluang. Apalagi kami mengetahui bahwa Flores akan dijadikan daerah tujuan wisata oleh pemerintah pusat. Jangka menengah kami akan membangun dari Pantai Cepi Watu, kemudian ke depan di beberapa sektor lainnya dengan dana APBD dan melibatkan pihak investor akan membangun sarana dan prasarana pariwisata dan budaya. Sehingga dalam jangka menengah, Manggarai Timur bisa menjadi salah satu daerah tujuan pariwisata di Indonesia. Dan ke depan dalam jangka panjang, kami berharap wilayah kami bisa menjadi tujuan utama. Kami optimis karena punya potensi yang sangat beragam dan lengkap. Kami punya pantai yang indah, danau dan buaya darat (Mbou). Jadi kami bisa katakan, Manggarai Timur punya paket lengkap yang memungkinkan menjadi DTW internasional.

Apa rencana Pengembangan sektor pariwisata dan budaya dalam jangka pendek, menengah dan panjang?

Peluang apa yang dapat diraih kabupaten ini terkait dengan rencana penyelenggaraan Sail Komodo 2013?

Untuk jangka pendek mulai dari indentifikasi potensi. Kami gali, kami cari tahu apa saja yang bisa dijual dari

Sail Komodo, itu program yang sudah dibangun sekian lama. Dan 2013 itu sudah terlalu dekat. Kalau

sangat terbatas. Itu gambaran kami tentang perencanaan pembangunan khususnya di sektor kebudayaan dan pariwisata di kabupaten kami. Sesuai perencanaan, pembangunan di sektor tersebut dimulai dari mana?


mengacu dari situ, maka kecil kemungkinan kami mendapatkan peluang karena rutenya sudah ditetapkan. Sail Komodo 2013 sudah ditetapkan titik-titik singgahnya, rute itu jauh-jauh hari sudah ditetapkan karena berhubungan dengan dunia luar. Namun demikian tidak berarti tidak ada peluang sama sekali. Kami akan tetap berupaya memanfaatkan peluang kendati kecil. Walaupun saat Sail Komodo 2013 nanti mereka belum dapat singgah di wilayah kami. Tetapi nanti pada tempat singgah terdekat, kami akan mempromosikan potensi budaya dan pariwisata di Manggarai Timur agar wilayah kami juga dapat dikenal. Harapan kami, setelah mengenal maka mereka pun akan tertarik untuk mengunjungi wilayah kami. Karena dari sisi potensi Kabupaten Manggarai Timur, layak untuk dikunjungi. Apalagi idealnya jarak singgah untuk Seal adalah 60 mil, sehingga sebenarnya dari Rute yang telah ditetapkan Riung dan Labuan Bajo harus ada satu tempat persinggahan yaitu didaerah sekitar Pantai Watu Pajong atau Pota. Kami akan tangkap ini sebagai sebuah peluang. Sail Komodo 2013 kami anggap sebagai start awal. Pasti akan ada Sail Komodo II dan seterusnya, disamping itu juga ada Sail Indonesia. Dalam waktu dekat kami akan mengundang teman-teman yang mengelola Sail tersebut untuk melihat potensi budaya dan pariwisata yang kami miliki sehingga kami berharap pada Sail Komodo atau Sail Indonesia berikutnya wilayah Kabupaten Manggarai Timur termasuk salah satu agenda yang disinggahi. Dari sekian banyak perencanaan di sektor ini, mana saja yang telah terlaksana? Sebenarnya semua tergantung dana. Kabupaten ini baru dibentuk dengan anggaran yang sangat tergantung dari pusat. 97 persen dana kami dari pusat. PAD kami hanya sekitar 2-3 persen. Dengan keterbatasan itu, daerah baru mulai membangun Pantai Cepi Watu. Ini merupakan bukti nyata dari program pemerintah bahwa daerah sudah mulai membangun pariwisata di sini. Kemudian untuk bidang budayanya kami setiap tahun mengadakan event pentas budaya. Tujuannya untuk mengenalkan bahwa budaya Manggarai Timur juga menarik untuk dilihat dan menjadi bagian dari paket pariwisata di kabupaten ini. Kami sudah mulai dari sini. Ke depan, ada beberapa tempat yang harus dipromosikan. Diantaranya Danau Rana Kulan, Danau Rana Mese. Selain itu promosi harus lebih ditingkatkan. Dengan dana yang terbatas untuk membangun maka peran promosi sangat penting, dengan harapan temanteman investor dapat ikut membantu bersama-sama kami. Disamping berharap pada investor, kami juga ingin melihat bagaimana peran serta masyarakat, supaya pariwisata ke depan tidak menjadi milik orang luar atau masyarakat setempat hanya menjadi penonton. Sebatas kebanggaan tetapi ekonominya tidak ikut berkembang. Kami berharap ada satu konsep yang terintegrasi dimana masyarakat bisa menjadi bagian dari pariwisata tersebut Realisasi perencanaan sosialisasi sadar wisata seperti apa capaiannya? Baru sifatnya melibatkaan di setiap ada even saja. Seperti di daerah Cepi Watu masyarakat sekitar sudah kami libatkan. Ke depan juga, konsep yang akan kami kembangkan. Hotel-hotel itu tidak terlalu fokus di hotel-hotel mewah. Kami akan bangun home stay yang berstandar internasional. Kuncinya masyarakat harus sudah siap menerima tamu. Pemerintah juga melakukan pelatihanpelatihan. Seperti kemarin ada pelatihan pemandu wisata. Kemudian, ada beberapa desa yang menjadi DTW untuk dilibatkan di pembangunan pariwisata. Ada dana-dana terkait dengan PNPM Desa Wisata Itu sudah mulai kami lakukan. Dari potensi yang ada, bagaimana idealnya grand design pembangunan sektor budaya dan pariwisata itu dirancang? Kami akui, kami belum punya grand design. Tapi ini memang harus ada supaya dapat diketahui progresnya. Hari ini posisi ada dimana, besok kita harus berbuat apa kemudian ke depan jadinya seperti apa. Kami akan melibatkan beberapa perguruan tinggi yang cukup konsen di sektor pariwisata dan budaya. Kami akan mencoba menjalin kerjasama tentang itu dengan Universitas Gajah Mada (UGM). Supaya apa yang akan dikembangkan menjadi terarah. Dengan demikian cita-cita Manggarai Timur sebagai daerah tujuan utama segera tercapai. Harapan ini sangat tinggi. Kami punya rencana untuk membangun Bandara diTanjung Bendera. Semoga bisa cepat terealisir. Kami tahu ada bandara di daerah Mbay (Surabaya II) di Nagekeo dimana bandara tersebut ditargetkan menjadi bandara

terbesar di Flores. Kami melihat ini sebagai peluang ketika dikaitkan dengan obyek wisata komodo yang ada di Labuhan Bajo di Manggarai Barat. Kalau pembangunan bandara sudah selesai, maka kami optimis potensi budaya dan pariwisata di kabupaten ini akan semakin dikenal masyarakat di dalam maupun di luar negeri. Upaya untuk menggandeng investor sudah sejauh mana? Kami sadari untuk pendanaan masih sangat tergantung pusat. Karena upaya pertama adalah melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat terkait dengan masterplan MP3EI dimana NTT merupakan salah satu DTW. Kami berharap pemerintah pusat juga mengambil bagian dalam proses pembangunan di sektor pariwisata dan budaya di kabupaten ini. Selain itu, yang terbesar sebenarnya keterlibatan investor. Kami tidak bisa bergerak sendiri. Melalui promosi promosi seperti ini kami sampaikan bahwa Manggarai Timur itu Surga, tempat yang aman dan nyaman untuk berinvestasi. Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur akan memberi berbagai kemudahan sesuai ketentuan yang berlaku. Kami sudah memiliki Kantor Pelayan Perijinan Terpadu (KPPT) agar orang begitu mudahnya untuk berinvestasi karena proses perijinannya tidak bertele-tele.

kabupaten tetangga. Karena kami terikat dalam konsep, Flores adalah tujuan wisata. Teman-teman sering membantu. Jadi sekarang sering dilakukan pertemuan. Flores kita pilah dulu kedua, bagian timur dan bagian barat. Bagian baratnya kita pusatkan di Labuhan bajo. Sedang bagian Timur ada di Maumere di Sikka. Kami semua sepakat harus menyukseskan terlebih dulu program pengembangan budaya dan pariwisata di Pulau Flores yang meliputi delapan kabupaten itu. Banyak obyek-obyek wisata di Flores yang telah menjadi icon dunia. Diantaranya Kelimutu dan Komodo yang barusan masuk dalam tujuh keajaiban dunia. Karena wilayah kami juga berada dalam paket pengembangan Flores, maka dengan sendirinya pengembangan sektor budaya dan pariwisata di kabupaten ini tidak dapat dilakukan sendiri. Kami tidak dapat membangun DTW sendiri-sendiri apalagi dengan infrastruktur yang terbatas. Jadi peran kabupaten tetangga juga sangat penting. Apa harapan depan?

anda

ke

Harapan kami idealnya cita-cita kami juga menjadi cita-cita masyarakat di kabupaten ini. Kami optimis ke depan menjadi daerah tujuan wisata internasional. Untuk itu kami mengajak para investor untuk bersama-sama kami membangun Manggarai Timur. Kami akan membantu dan berusaha bekerja sama untuk menciptakan kenyamanan terhadap investor yang akan berinvestasi di sini. Masyarakat kami sangat menantikan hal ini. Potensinya ada. Apalagi jika kami kaitkan dengan sektor pertanian kemudian, kehutanan dan sebagainya. Ini sudah berjalan? “Kami akan membantu dan Agrowisata juga akan kami kembangkan, karena Sudah. Pak Bupati berusaha bekerja sama untuk semua yang ditanam di sini bahkan sudah menciptakan kenyamanan hidup. Jadi gambaran mengeluarkan 80-an tentang daerah yang gersang perijinan hanya dalam terhadap investor yang akan tidak ada di sini. Kami juga kurun satu tahun berinvestasi di sini�. punya potensi daerah yang dibentuknya KPPT. Menurut dingin, daerah pantai. Saya informasi perijinan yang katakan, Manggarai Timur dikelola kantor ini merupakan paket wisata dan termasuk yang berani, jadi sudah berlari kencang. Ini bukti nyata bahwa pemerintah budaya yang lengkap. Mau ketinggian 1100 meter di serius memberi kemudahan untuk berinvestasi di daerah bersuana sejuk dan ada daerah yang bernuansa pantai. Karena itu kami mengajak mari bersama-sama Manggarai Timur. membangun Kabupaten Manggarai Timur. Kami juga Bagaimana dengan sinergitas pembangunan sektor mengajak seluruh komponen masyarakat agar terlibat secara pro aktif. Dengan demikian maka ketika daerah tersebut dengan kabupaten lain di Flores? menjadi DTW internasional, kami tidak menjadi penonton, Kami sudah lakukan koordinasi dengan kabupaten- kami menjadi bagian dari pariwisata tersebut.**

11


Galus Ganggus S.Pd Sekretaris Dinas Kebudayaan & Pariwisata

Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi pariwisata unggulan yang tersebar di Utara, Tengah dan Selatan.

K

abupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur kaya akan potensi budaya dan pariwisatanya. Setidaknya ada 104 obyek wisata unggulan yang dapat dikembangkan di kabupaten tersebut. Menurut Galus Ganggus S.Pd, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur, wilayahnya memiliki kontur alam yang beragam. Ada pantai, bukit, gua, danau alam, gunung bahkan padang savana yang terbentang luas di kaki bukit Poco Komba dan berlatar Laut Sawu yang luas itu. Menurut Galus, lokasi tersebut sangat bagus jika digunakan lokasi syuting film-film dokumenter. Mengingat di padang savana tersebut juga hidup kuda, kerbau, sapisapiliar. “Itu merupakan satu tempat terunik di kabupaten kami,” ujarnya. Topografi Manggarai Timur ini agak unik. Di bawah Poco Komba terdapat sebuah lembah yang dihuni beberapa keluarga. Tetapi di perkampungan yang dikelililingi pohon aren itu tidak ada sumber mata air, namun tetap ada kehidupan. Di kampung Nangarawa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba terdapat ritual suku Lowa (salah satu suku pada etnis Rongga) yang hanya dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Tradisi tersebut dinamakan Kebhu. Salah satu ritual yang terdapat pada tradisi Khebu bernama Kremo (penangkapan ikan). Sebelum kremo dilakukan, tetua adat suku Lowa akan menebar jala ke kolam. Jika banyak ikan yang menyambut, maka panenan akan berhasil. Demikian sebaliknya. Menariknya, pada kegiatan kremo tersebut, peserta hanya diperbolehkan menangkap ikan dengan tangan kosong. Peserta dilarang menggunakan pukat (jaring) ataupun alat tangkap dari besi, seperti tombak atau trisula. Obyek wisata lain di perairan Selatan, selain terdapat Pantai Cepi Watu, Liang Bala, Bondei, Nanga Rawa, Taman laut Wae Wole juga terdapat Pantai Mbalata yang bermahkotakan pemandangan kaki Gunung Inerie yang masuk dalam wilayah Kabupaten Ngada. Di bagian Selatan, khususnya di Kecamatan Kota Komba paketnya beragam. Di wilayah ini juga terdapat air terjun Cunca Rede, sekitar 16 km dari Borong terletak di Desa Sanolokom. “Kita dapat menyaksikan satu panorama asli yang indah dan unik di pesisir Selatan. Itulah mengapa kekayaan alam di wilayah Selatan kabupaten ini kerap disebut sebagai PIS (Paradise in The South) atau surga di Selatan Manggarai Timur,” katanya. Manggarai Timur bagian tengah juga merupakan wilayah yang sangat menantang dan menarik. Panorama alam di Mukun merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, penikmat wisata pegunungan.Untuk penerangan sudah ada listrik mikrohidro. “Pemkab Manggarai Timur juga sering menggelar pekan budaya yang akan dijadikan even tetap di masamasa mendatang,” ujarnya. Hal itu dimaksudkan agar apa yang ditinggalkan para leluhur itu tidak punah. Situs Budaya

“Setidaknya ada 104 obyek wisata unggulan yang dapat dikembangkan di KKabupaten abupaten Manggarai Timur ”. Timur”.

Kekayaan lain, yakni banyak terdapatnya situs- situs peninggalan jaman nenek moyang di Poco Komba (gunung atau bukit Komba), Kecamatan Kota Komba berupa kuburan tua, para leluhur suku Nggeli dan Motu yang merupakan bagian dari etnis Rongga.Bangunannya unik karena ditandai dengan tonggak batu besar yang bentuknya menyerupai pisau belati atau kapak, alat perang pada jaman itu. Konon pada jaman dulu, akibat peperangan, beberapa warga suku memilih bertempat tinggal di bukit. Peninggalannya selain kubur juga batu compang sebagai altar persembahan. “Banyak tokoh-tokoh yang berpengaruh di masa lalu tinggal di sana dan situs-situs itu masih ada dan terjaga di perbukitan hingga sekarang. Jumlahnya hingga puluhan,” katanya. Di kaki Gunung Poco Ndeki juga terdapat perkampungan adat, tepatnya di Desa Rongga Koe yang kerap menampilkan tarian tradisional “Vera”. Menurutnya, Vera merupakan tarian mistis religius yang tidak setiap saat bisa dipertontonkan, kecuali pada acara adat resmi seperti kematian seorang petinggi, tokoh-tokoh adat serta ritual adat “syukuran”. Di wilayah Selatan juga terdapat batu Susu Rongga yang menjadi aset wisata sejarah peradaban sejak jaman nenek moyang. Juga terdapat batu kelamin (laki-laki dan perempuan).

Hal itu menunjukkan nenek moyang masyarakat Manggarai Timur, khususnya dari suku Nggeli dan Motu memiliki tingkat peradaban yang demikian tinggi,” tambahnya. Masyarakat suku Rongga katanya, pada saatsaat tertentu mengadakan ritual adat di sana yang dinamakan Tapa Manuk / Turu Manuk (persembahan ayam). Tempat-tempat bersejarah juga tersebar di Manggarai Timur bagian Tengah seperti terdapat di Mukun Kecamatan Kota Komba. Di Kecamatan Elar serta Compang Pembe di Kecamatan Sambi Rampas, Rongga Koe dan Situs peninggalan Suku Pupung, Ros, Lendong dan suku lain di Golo Ros, Kecamatan Borong” tambahnya. Manggarai Timur juga memiliki kampung adat Teber di Kecamatan Borong. “Teber itu sekitar 20 km dari Borong, dekat dengan Danau Rana Mese,” katanya. Lingkungan Kampung adat Teber juga bagus untuk dikembangkan eko wisata (ecotourism), karena tradisi leluhurnya masih relatif lengkap. Mulai dari upacara Penti yang merupakan pesta syukur. Tradisi ini pun sampai sekarang masih terjaga baik. Pemerintah juga telah berupaya menjaga keaslian kampung adat itu dengan merenovasi rumah adat. Masyakat lokal dilibatkan, kontraktornya pun diambil dari masyarakat lokal sehingga nilai-nilai asli bisa tetap dipelihara. “Pintu gerbang serta jalan masuk ke Teber juga telah dibangun,” kata Galus. Di Pembe ada batu besar di tengahnya terdapat pohon beringin yang sudah berumur ratusan tahun Tempat itu dinamakan Compang Pembe. Ritus-ritus kebudayaan, menurut Galus, erat kaitannya dengan siklus kehidupan orang Manggarai Timur yang selalu dijaga dan dipelihara. “Sejak manusia lahir, bertumbuh, diterima dalam keluarga dan sosial semua ada ritusnya. Kemudian pada saat dia memasuki usia remaja, pernikahan hingga saat ia melahirkan, berkeluarga hingga kematian,” ujarnya. Hal itu selaras dengan kebijakan Bupati Manggarai Timur, Drs Joseph Tote M.Si yang dinilainya sangat visioner dalam menciptakan kerangka landasan pembangunan yang berbasis budaya. “Bupati Manggarai Timur punya falsafah: Reje Lele bantang cama (segala sesuatu dimusyawarkan dengan baik) ini juga warisan kebudayaan yang perlu dilestarikan,” tegasnya. Paradise in The North Di bagian Utara, ada paket wisata yang sangat memikat yakni perpaduan antara wisata danau, wisata bahari, wisata alam serta habitat komodo Pota yang oleh masyarakat setempat disebut “Mbou” atau “Rugu”. Paket wisata di bagian Utara ini dapat ditempuh melalui jalan Trans Flores lintas Utara dari arah Reo, perbatasan dengan Manggarai menyusur pantai. Destinasi pertama yang akan ditemui di Pantai Utara (Pantura) Manggarai Timur yakni obyek-obyek wisata yang terdapat Di Kecamatan Lambaleda. Di kecamatan ini terdapat Gua Cingcoleng yang s u dah


dikembangkan pihak keuskupaan sebagai obyek wisata rohani. Di sana juga sudah dibangun jalan. Menurutnya, pihak keuskupan sudah lama mempublikasikan ini, bekerjasama dengan Pemkab Manggarai Timur. Selain itu, di wilayah Colol, terdapat lokasi eko wisata yang ditandai dengan sawah-sawah yang luas membentang tetapi di tengahnya ada pemukiman penduduk. Daerah Colol terkenal dengan penghasil sayur labu yang sangat enak. Di sebelahnya ada gunung. Jika musim hujan, air terjun di dua tempat itu menjadi suatu panorama yang indah. Di Kecamatan Lambaleda juga terdapat teluk Ninge yang terletak di Dampek. Di Teluk Ninge, wisatawan asing mulai Agustus – Oktober berdatangan.Teluk Ninge telah tercantum dalam katalog pariwisata dunia. Buktinya setiap tahun kapal-kapal tradisional yang bermuatan 5-6 orang datang dan panorama bawah laut, hingga 1-2 minggu. Menurut Torsi Huwa, Ketua HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Manggarai Timur, yang menarik dari Ninge ialah fakta sejarahnya. Ninge merupakan kota (the lost city). “Selain lautnya teduh juga ada tumbuhan laut yang unik,” tambah Galus. Galus mengakui, masih kurangnya fasilitas akomodasi bagi para wisatawan. Namun kehadiran para wisatawan asing tersebut dapat menjadi pemicu percepatan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. “Tak jauh dari situ ada Tanjung Kurbaja dan Taman Laut Pasir Panjang yang terdapat di Laing Lewe. Tahun ini sudah ada intervensi pemerintah dengan membangun jalur pendakian (tracking),”ujarnya. Memasuki Kecamatan Sambi Rampas (sebelum masuk ke Pota) lewat jalur tengah, terdapat padang indah berbentuk kuali yang dikenal dengan nama “Satar Cewe”. Setelah itu baru masuk wilayah Pota. Menurut Galus, wilayah Pota merupakan satu destinasi wisata yang unik. Di situ hidup habitat langka Komodo Flores yang ada di Pota. Karena itu masyarakat setempat menyebutnya sebagai Komodo Pota atau Mbou / Rugu. (baca di bagian lain). Masih satu paket. Di Pota juga terdapat Danau Rana Tonjong, ada tumbuhan teratai raksasa, yang ukurannya urutan kedua terbesar di dunia setelah di India. Uniknya Danau Rana Tonjong berada di satu destinasi yang berdekatan dengan habitat Komodo Pota. Tak jauh dari situ terdapat Pantai Watu Pajung. Dinamakan Watu Pajung karena bentuk batunya menyerupai payung (pajung). Ke bagian tengah di Kecamatan Sambi Rampas ada gereja tua yang dibangun tahun 20an. Pada 1912 Gereja Manggarai Raya sedang merayakan 100 tahun masuknya gereja Katholik Manggarai. “Ini juga merupakan obyek wisata rohani yang cukup potensial,” katanya. Galus menegaskan, obyek wisata di Manggarai Timur sangatlah komplit. Selain aset alam, aspek Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi faktor penentu dalam pembangunan sektor budaya dan pariwisata. “Bupati Manggarai Timur berharap dengan peningkatan kualitas SDM, masyarakat di wilayah ini tidak jadi penonton atas pengembangan aset budaya dan pariwisata,” tegasnya. Galus mengakui, industri pariwisata membutuhkan kemitraan dan komunikasi, jaringan seluas-luasnya. “Kami sudah bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti (Tourism Management Organization (TMO), DMO yang berpusat di Ende, Swisscontact, para pelaku wisata, serta media massa,” ujarnya. Peran TMO, DMO penting dalam mengembangkan obyek pariwisata dan budaya di Manggarai Timur karena kabupaten ini juga merupakan salah satu bagian tak terpisahkan dari pengembangan potensi budaya dan pariwisata di Pulau Flores. Menurutnya, industri pariwisata merupakan industri multistakeholder. Karena itu selain koordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga perlunya kerjasama dengan dinas-dinas lain di jajaran Pemkab Manggarai Timur yang meliputi 20 SKPD terkait. Tak hanya itu. Pihaknya juga menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada (UGM) serta Universitas Airlangga (Unair). Galus menyadari, membangun sektor budaya dan pariwisata itu bukan sehari, jadi butuh waktu. “Di sektor ini, kami sedang membangun pondasi yang kokoh dan kuat. Karena itu perlu kerjasama multistakeholder. Semua pihak terlibat sebab hanya dengan kebersamaan tujuan itu dapat diraih,” tegasnya.**

JOHANES NAHAS ST - KETUA DPRD MANGGARAI TIMUR

Dewan Beri Dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melihat besarnya potensi di sektor budaya dan pariwisata di wilayahnya. Dewan menyadari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk pengembangan tersebut. Karena itu ke depan, dewan akan berupaya meningkatkan porsi anggarannya. Dewan berjanji akan melakukan koordinasi dengan dinas terkait untuk mendorong hal itu. Namun pihaknya juga meminta agar pemaparan program-program yang diusulkan dinas terkait dapat memberikan gambaran jelas terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana pula harapan dewan bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di jajaran dinas terkait dan regulasi apa saja yang akan dimunculkan untuk mendukung program-program kepariwisataan? Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Johanes Nahas ST mengungkapkan hal itu kepada Sapto Adiwiloso dan Kushala di Borong, awal Juli lalu. Berikut petikan wawancaranya. Bagaimana pihak dewan melihat potensi pariwisata dan budaya di Kabupaten Manggarai Timur ? Potensinya sangat besar. Tinggal ditingkatkan dan difasilitasi. Dewan akan mendukung dinas terkait dari sisi anggaran. Karena itu perlu dilakukan indentifikasi terhadap aset-aset kekayaan budaya dan wisata untuk kemudian dibuat skala prioritasnya. Pembangunan infrastruktur terkait dengan obyek-obyek wisata juga kami harapkan tidak hanya terpusat di kota tetapi juga dibangun di setiap kampung melalui program PNPM. Karena hakikat kemurnian budaya lokal, ada di seputar perkampungan adat. Salah satu contoh, di Kabupaten Manggarai Timur karena selama ini yang dikenal dunia hanya Komodo. Tetapi di Manggarai Timur ada juga Komodo Pota. Karena itu dewan sangat menyetujui semua kegiatan pariwisata untuk mengindentifikasi seluruh aset pariwisata yang ada di Kabupaten Manggarai Timur. Dari sisi regulasi butuh banyak tatanan, bagaimana dewan mengupayakan hal ini? Pada prinsipnya kami akan mengomunikasikaan dengan pemerintah untuk menyiapkan SDM. Lebih khusus di jajaran dinas terkait sehingga mereka mampu mengakomodir kepentingan kesejahteraan rakyat. Ada baiknya dalam mengembangkan potensi di sektor tersebut juga bersinergi dengan Dinas Pertanian. Sehingga hasil-hasil pertanian juga bisa dipasarkan di obyek-obyek wisata, baik berupa bahan mentah maupun jadi, khususnya makanan-makanan khas. Karena itu di jajaran dinas terkait juga kualitas SDM-nya harus terus ditingkatkan. Kami akui ini masih menjadi kelemahan kami di Kabupaten Manggarai Timur. Selama ini regulasi apa saja yang sudah dilahirkan? Selama ini kita sudah mulai membangun obyek wisata yang ada di Cepi Watu, Mbolata, Pong Dode. Di Pong Dode ada hutan di tengah kampung dan di dalamnya ada kera-kera. Kalau dikembangkan obyek wisata tersebut maka bisa seperti di Sangeh, Bali. Di Pong Dode juga ada kera putih yang muncul pada saat-saat tertentu saja. Sehingga kemarin saya bangun komunikasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar asset itu dipagari dan dibuat jalan setapak sekelilingnya. Kami akan menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)nya. Di Mbalata, pihak swasta sudah membangun cottages (penginapan). Sudah banyak wisatawan asing yang berkunjung ke sana. Tetapi kami menyadari fasilitas akomodasi masih belum merata dan kurang memadai. Bagaimana dewan menilai pelaksanaan pembangunan di sektor ini? Saya mohon maaf kalau selama ini kami bukan kurang memperhatikan kebutuhan dana di sektor itu. Tapi karena memang kabupaten kami masih tergolong baru.Namun kami bersyukur, kehadiran media anda menyadarkan kami juga pihak lain bahwa sektor pariwisata itu penting dan merupakan unsur penting dalam peningkatan PAD. Karena itu ke depan kami akan melakukan komunikasi dengan pemerintah secara lebih intensif sehingga dapat disiapkan dalam kegiatan dewan selanjutnya. Supaya program dan kebijakan umum anggarannya yang dikelola dinas terkait menyentuh sektor pariwisata itu sendiri. Hindari kepentingan-kepentingan politik. Tidak boleh ada kepentingan politik dalam mengelola asset pariwisata sehingga mereka betul-betul kerja secara professional. Jika professional dengan sendirinya tamu-tamu akan datang. Apakah dewan juga pernah melakukan studi banding ke daerah lain? Kami akui selama ini belum melakukan hal itu. Karena itu kami akui pemahaman kami tentang pariwisata masih kurang. Ini akan menjadi masukan bagi kami. Kami akan meningkatkan komunikasi dengan dinas terkait sehingga dewan tidak ragu dalam mengalokasikan anggaran. Sedang untuk melakukan studi banding, kami juga memerlukan dana yang tidak kecil. Karena itu anggaran untuk kegiatan dewan juga harus ditingkatkan. Kami akan mengkoordinasikan hal itu dengan pemerintah daerah di sini. Peningkatan kualitas SDM juga perlu dilakukan di jajaran dinas, utamanya dalam mempresentasikan program-programnya. Sehingga saat pembahasan anggaran dewan bisa memahaminya. Bagaimana bentuk sosialisasi kepada masyarakat ? Jujur saja selama ini belum kami lakukan. Tetapi prinsipnya masyarakat di kabupaten ini sangat antusias mengembangkan aset wisata dan budaya. Namun ke depan kami akan meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait karena itu menjadi tugas pokoknya. Sedang dewan akan mendorong dari sisi anggarannya. Dengan demikian diharapkan masyarakat juga akan lebih memahami pentingnya sektor budaya dan pariwisata bagi kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. Apa harapan anda? Dengan kehadiran media massa menggugah kami bahwa pariwisata itu penting. Karena itu dewan sebagai mitra kerja dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan bahu membahu membangun sektor pariwisata dan budayas. Sehingga kabupaten ini betul-betul menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) dunia. Menurut saya ini tidak berlebihan karena kabupaten kami kaya akan potensi budaya dan pariwisata. Kami juga berharap pihak kementrian bisa membantu kabupaten-kabupaten yang ada potensi pariwisatanya. Bahwa ada satu kabupaten potensial tetapi karena keterbatasan APBD maka aset terbengkelai. Beri kami petunjuk apa yang harus kami lakukan dengan keterbatasan anggaran. Sebab kami menyadari mengembangkan sektor ini butuh dukungan semua pihak, termasuk pemerintah pusat.**


Busana

Motif-motif Kain tenun (songke) Manggarai, sarat dengan makna kehidupan manusia dari jaman ke jaman

M

asyarakat Manggarai memiliki karya seni berupa kerajinan tenunan tradisional berupa kain sarung yang disebut Songke dan syal atau selendang. Kain Songke biasa dipakai kaum pria maupun wanita Manggarai di kehidupan sehari-hari dalam acara formal maupun non formal. Karya seni tenunan Songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada kain Songke melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada haribaanNya. Sedangkan aneka motif bunga mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri. Motif Wela Kaweng (bunga dari pohon Kaweng) bermakna interdependensi atau hubungan yang saling berkaitan dan bergantungan antarmanusia dengan alam sekitarnya. Motif Ranggong (laba-laba) melambangkan kejujuran, keuletan dan kerja keras yang menjadi kebiasaan atau tradisi orang Manggarai secara turun temurun. Seperti diketahui bahwa orang Manggarai dikenal sebagai pekerja yang rajin, ulet dan tangguh. Laba-laba juga merupakan simbol semangat persatuan dan kerukunan orang Manggarai. Motif su’i (garis-garis batas) melambangkan keberakhiran segala sesuatu, yakni segala sesuatu ada batasnya. Motif Ntala (bintang) berkaitan dengan harapan atau cita-cita yang sering dikumandangkan dalam tudak (doa) orang Manggarai “porong langkas haeng ntala� (senantiasa tumbuh tinggi hingga mencapai bintang) maksudnya supaya senantiasa sehat, bertumbuh dan berkembang dan mencapai kedudukan yang tinggi serta berpengaruh di tengah masyarakat, seperti bintang di angkasa.

Motif bela ketupat melambangkan kemakmuran dan kesahajaan hidup orang Manggarai. Motif wela runus (Bunga Runus) melambangkan sikap rendah hati dan kepolosan, atau ethos bahwa orang Manggarai bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah kefanaan. Motif jok berbentuk kerucut menyerupai atap rumah adat Manggarai pada bagian atas dan bagian bawah kain Songke melambangkan persatuan dan kerukunan orang Manggarai, baik dengan Tuhan, lingkungan dan sesama manusia. Kolekta Tengko, pemilik salah satu butik di Borong kepada JN Guide awal Juli lalu mengatakan, di Ngendeng, desa Golo Munga, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur juga memproduksi songke yang dikenal dengan songke lipa lambaleda. Namun menurutnya dari sisi motif tidak ada perbedaan dengan songke Manggarai lainnya. Kolekta beralasan, antara Manggarai dan Manggarai Timur, sebelum dimekarkan masih menjadi satu wilayah, sehingga motif-motif kainnya pun tidak ada perbedaan. Meski demikian tambahnya, kain tenun Rajong di Kecamatan Elar, Manggarai Timur memiliki ciri khas yakni berwarna dasar kuning yang dipadu syal (selendang) yang sudah dimodifikasi dengan warna merah hati, hijau dan biru. Ada juga kain tenun yang biasa dipakai untuk jas dan kemeja perempuan berwarna krem, merah hati dan biru. “Untuk pakaian adat perempuan Manggarai, biasanya dilengkapi dengan ikat kepala yang dinamakan bali belo atau retu yang dulunya biasa terbuat dari kain warna merah dikasih pita. Namun belakangan bahannya dibuat dari kuningan,� ujarnya.

Sedang pakaian adat laki-laki biasanya terdiri dari destar (ikat kepala) dengan baju putih lengan panjang serta di bagian bawah berupa kain songke (setengah) dan celana panjang putih. Menurutnya, pakaian adat tersebut kerap digunakan pada acara-acara adat maupun pesta pernikahan.**Sapto (sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur).


Pesona

Pantai Watu Pajung selain panoramanya yang indah, keaslian alamnya juga masih terjaga. Tidaklah berlebihan jika Watu Pajung merupakan sepenggal surga di Utara Kabupaten Manggarai Timur.

P

antai Utara (Pantura) Kabupaten Manggarai Timur yang mencakup tiga kecamatan masing-masing Kecamatan Lambaleda, Sambi Rampas dan Elar memiliki obyek wisata yang beragam. Lokasinya pun saling berdekatan. Itulah surga di Utara Kabupaten Manggarai Timur (Paradise In The North of West Manggarai). Pantai Watu Pajung memiliki hamparan pasir putih di sepanjang pantai. Sedang di lereng perbukitannya ditumbuhi pepohonan hijau. Juga terdapat batu karang yang berdiri anggun serta kokoh. Kawasan hutan di sekitar pantai ini nampak masih sangat alami. Di dalam kawasan tersebut bermukim Komodo Pota yang dalam bahasa setempat disebut Rugu atau Mbou. Sedang di bagian Timur terdapat padang yang cukup luas. Dan bagian Baratnya terdapat areal persawahan penduduk milik warga setempat. Kombinasi alam nan indah ini membuat Watu Pajung sangat menakjubkan. Dinamai Watu Pajung karena di tepi pantai terdapat sebuah batu karang yang berdiri menghadap ke laut, menyerupai payung yang sedang mengembang. Dalam bahasa Manggarai Watu berarti batu dan Pajung berarti Payung. Batu itu berwarna hitam. Di atasnya ditumbuhi pohon benalu. Perairan di pantai ini umumnya tenang dan sangat cocok untuk aktivitas seperti berenang, snorkeling dan diving. Waktu yang tepat untuk berkunjung adalah pada sore hari saat matahari terbenam dimana semburan sinar matahari yang berwarna kuning kemerahan menyapu bibir pantai yang mengkilat dan membuat batu karang berwarna kuning keemasan memamerkan pesona pantai yang sangat indah. Perjalanan menuju Pantai Watu Pajung bisa ditempuh dari Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur, melewati Bealaing, Watunggong, Lengko Ajang, Pota dan selanjutnya ke Watu Pajung. Pantai Watu Pajung juga dapat ditempuh melalui Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai. Berjarak 140 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu 4-5 jam. Bagi pengunjung yang berminat melihat keindahan alamnya dari dekat, tidak perlu mengkhawatirkan sarana akomodasi karena di Pota, Kota Kecamatan Sambi Rampas (10 kilometer dari Watu Pajung) terdapat hotel kelas melati yang menyediakan sarapan pagi. Disamping itu juga terdapat beberapa rumah makan yang menawarkan aneka ragam menu makanan khas Indonesia dari berbagai olahan seafood dan daging.**Sapto/Kush.

15


Cepi Watu, obyek wisata andalan di Kabupaten Manggarai Timur yang dijadikan obyek wisata terpadu, memiliki berbagai keunikan. Salah satunya pasir pantai yang dipengaruhi dua musim, diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti stroke, rheumatic dan lainnya.


dengan pasir putih para pasien itu melakukan terapi dengan menguburkan seluruh tubuhnya ke dalam pasir,” ujarnya.Bagi yang tidak menyukai cara itu, cara lain yang dilakukan yakni dengan duduk di hamparan pasir dengan kaki selonjor dan membenamkan kedua kaki di dalam pasir basah. Meski belum ada penelitian secara resmi, namun katanya, dari pengakuan beberapa pengunjung yang menderita berbagai penyakit dalam itu mengaku berangsur-angsur sembuh setelah membenamkan diri ke dalam pasir pantai. Terapi pasir laut itu biasanya berlangsung dari pukul 06.00-09.00 (pagi). Sore hari berlangsung sejak pukul 14.00-18.00 waktu setempat. Menurutnya terapi air laut itu dimugnkinkan mengingat sirkulasi air yang selalu berubah. Menurut Stefanus, panjang pantai Cepi Watu di saat air surut mencapai 2225 meter hingga ke muara sungai. Sedang jarak pantai dari Muara ke Dermaga Pelabuhan Borong mencapai 679 meter. Galus Ganggur S.Pd, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur mengatakan, pihaknya tengah melakukan pembenahan di obyek wisata terpadu tersebut dengan membangun arena bermain anak, bale-bale tempat peristirahatan pengunjung dan pembenahan lokasi perkemahan di hutan wisata yang sangat berdekatan dengan pantai. Pihaknya juga akan membehani rumah-rumah makan yang terbuat dari bambu itu dengan menggandeng pengusaha kuliner yang telah ada. “Salah satu pengusaha bahkan telah membangun home stay di sebelah kanan pintu masuk yang dilengkapi dengan sarana hiburan malam, seperti bar dan karaoke,” ujarnya. Tak hanya itu. Di ruang tunggu juga nantinya akan dilengkapi dengan display obyek-obyek wisata lain yang terdapat di kabupaten tersebut. Diharapkan melalui display tersebut dapat memberikan pemahaman akan obyekobyek wisata lain yang dapat dinikmati pengunjung. Pantai Cepi Watu berjarak dua kilometer dari Kota Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Waktu tempuhnya pun hanya 10 menit saja. Jika dari Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai, jarak tempuhnya 56 kilometer dapat dicapai dalam waktu 1,5 jam. Kondisi cuacanya cukup bagus. Hampir sepanjang musim. Hal inilah yang membuat Pantai Cepi Watu menjadi tempat ideal untuk menikmati momen spesial di hari libur.**Sapto/Kush

P

agi itu, suasana Pantai Cepi Watu masih lengang. Belum banyak pengunjung yang datang. Karena itu deburan ombak yang menghempas bebatuan begitu jelas terdengar. Sedang di pelataran parkir, beberapa kuli bangunan tengah memasang pavling blok sebagai bagian dari pembenahan obyek wisata terpadu di Selatan Kota Borong itu. Pantai Cepi Watu yang berada di Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), selain panoramanya indah, kondisi pantainya cukup unik. Karena di pesisir pantai tersebut terdapat mata air yang mengalir di antara bebatuan. Air tawar ini kerap digunakan warga sekitar pantai untuk konsumsi rumah tangga dan untuk hewan ternak. Keunikan lain, keadaan permukaan pantai sering mengalami perubahan, seiring pergantian musim. Pada musim barat (November-Januari) sebagian bibir pantai dipenuhi hamparan batu, namun pada musim timur (Maret-Oktober), pantai kembali tertutup pasir putih. Hamparan bebatuan yang sangat banyak itulah yang kemudian menjadikan dasar penamaan Cepi Watu (batu

bersusun). Pada hari-hari libur, pantai ini selalu dipadati pengunjung yang mayoritasnya merupakan wisatawan lokal. Mereka datang untuk berenang, memancing dan berkemah atau sekedar menikmati udara segar dan pemandangan pantai bersama keluarga dan temanteman. Menurut Stefanus Jandu, Staf Pelaksana Bidang Promosi dan Destinasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur, kepada JN Guide awal Juli lalu mengatakan, setiap dua tahun sekali, di pantai ini digelar Festival Flores – Lembata. Sedang even lokalnya diselenggarakan setiap tahun dengan menggelar festival budaya. “Berbagai kerajinan tangan, termasuk tenun yang merupakan karya para anggota Kelompok Sadar Wisata, dipamerkan pada even-even tersebut,” ujar Stefanus. Ia menambahkan, perubahan siklus air sesuai perubahan musim itu juga katanya, membawa berkat pagi para penderita stroke, rheumatic, dan beberapa jenis penyakit yang menyebabkan urat-urat mati. “Saat musim Timur tiba, dimana pantai dipenuhi

17


Perpaduan pesona alam pegunungan di kaki Gunung Inerie dengan hamparan pasir panjang, membuat Pantai Mbalata di Desa Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur itu menarik untuk dikunjungi.

H

amparan pasir membentang sepanjang lima ki lometer dari arah Timur hingga Barat, dengan lautnya yang membiru merupakan pesona tersendiri. Belum lagi jika dipadu dengan latar pemandangan kaki Gunung Inerie, membuat Pantai Mbalata menarik untuk dikunjungi, khususnya pecinta wisata bahari. Di pantai tersebut, pengunjung dapat melakukan aktivitas seperti berenang, berselancar, memancing dan bermain pasir pantai. Selain itu, bentangan pantai yang panjang itu juga cocok digunakan untuk berolah raga seperti Volley, berkuda atau jogging. Sebelum memasuki area pantai, pengunjung dimanjakan dengan pemandangan persawahan di kanan-kiri jalan diselingi barisan pohon lontar di antara pematang sawah. Padang penggembalaan yang luas, juga ikut mewarnai keindahan pantai yang telah dilengkapi lima buah cottages bernuansa tradisional. Akses menuju Pantai Mbalata juga mudah. Pantai yang berjarak 33 kilometer dari Borong, Ibukora Kabupaten Manggarai Timur dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan hanya dalam tempo satu jam saja. Kondisi jalan cukup bagus. Karena itu, bersepeda dari Wae Lengga Kota kecamatan Kota Komba juga

memberikan keasyikan tersendiri karena di sepanjang jalan terlihat pemandangan yang sangat indah sambil menyaksikan aktivitas di lahan pertanian. Setelah lelah bermain di pantai, wisatawan juga bisa melihat proses pembuatan sopi atau moke (minuman arak dari pohon lontar) yang diolah secara tradisional. Tak jauh dari Pantai Mbalata, terdapat Taman Laut Wae Wole dan Taman Laut Watu Lamba terdapat yang terdapat rumput laut. Ada dua jenis rumput laut yakni yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan Singa Mbeta. Singa Mbeta jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti telinga putus. Entah mengapa disebut begitu. Mungkin karena rumput laut jenis ini hidup di karang-karang mati sehingga gampang putus jika ditarik. Rumput laut jenis ini biasa ditemui pada bulan Agustus sampai Oktober tiap tahun. Secara alamiah rumput laut jenis ini biasa dipanen masyarakat setempat untuk sayur keluarga. Akan tetapi karena jumlahnya melimpah sehingga lazim diperjualbelikan di pasar mingguan terdekat, yaitu pasar Waelengga dan pasar Aimere. Mungkin juga karena rasanya yang cukup lezat, sehingga membuat orang begitu lahap memakannya sampai lupa diri bahkan jika telinga putuspun tak terasa. Singa mbeta ini adalah sayuran khas suku Rongga

yang diolah secara sederhana dan biasa dimakan bersama pisang/ubi rebus. Sayuran lokal ini cukup membantu para ibu rumah tangga dalam menyiapkan menu harian karena ada melimpah di saat musim kemarau yang cukup sulit mencari sayuran hijau. Rumput laut jenis kedua disebut Ngio Ngao (bahasa Indonesia: Hidung kambing). Rumput laut jenis ini ada di sepanjang tahun karena tumbuh melekat kuat di terumbu karang. Untuk mencungkilnya perlu pisau tajam. Rasanya yang khas, memuat Ngio Ngao biasa dimakan mentah atau diolah secara sederhana yaitu cukup disiram air panas lalu dibumbui asam dan kelapa parut. Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang. Taman Laut Waewole menurut Galus Ganggus S.Pd,Pelaksana Tugas Harian sekaligus Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dijadikan salah satu titik yang akan disinggahi pada acara pra Sail Komodo 2013, selain Pantai Cepi Watu di Borong. Atas alasan itu pulalah Pemkab Manggarai Timur bersama dengan pelaku pariwisata di Manggarai Timur akan melaksanakan survei terumbu karang dan arus bawah laut di Laut Wae Wole dan Cepi Watu. Pentingnya survei arus bawah laut dengan memasang bendera untuk memberi rasa aman bagi wisatawan yang akan berenang. Pasalnya, selain di Cepi Watu, potensi menyelam dan snorkeling di perairan Waewole sangat bagus untuk para penyelam menikmati dan melihat keindahan bawah laut.**Sapto Adiwiloso/Kush


Menginap di Mbalata Beach Inn Cottages, tak ubahnya menginap di hotel berbintang dengan nuansa tradisional.

S

egelas Moke atau Sopi (minuman arak dari pohon lontar), menemani kami saat duduk bersantai di teras Mbalata Beach Inn Cottages. Di hadapan kami, Pantai Mbalata dengan debur ombaknya yang menepis tepian pantai, bak sebuah simponi alam yang menghanyutkan kalbu. Keindahan pantai yang terletak di Desa Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur itulah yang mendorong Fransisco Huik de Rosari, yang akrab disapa Ferry pulang dari pengembaraannya di sejumlah Negara di Eropa. Putra asli daerah setempat itu bertekad mengembangkan obyek wisata nan cantik agar layak dikunjungi wisatawan mancanegara. Maka dibelilah sebidang tanah di tepi Pantai Mbalata untuk dibangun cottage. Kini Mbalata Beach Inn Cottages miliknya telah dilengkapi lima bangunan bernuansa tradisional. Setiap cottage dilengkapi almari, tempat tidur, bale-bale serta kamar mandi dengan penataan modern. Sementara itu, arsitektur bangunannya dirancang dengan gaya rumah tradisional, bertiang bambu dan beratapkan jerami. Ia pun membangun restoran beberapa meter dari bibir pantai. Bangunan restoran tersebut sengaja didesain serba terbuka (tanpa jendela), sehingga sambil menikmati sarapan pagi, pengunjung dapat melihat panorama pantai yang bersih serta menyaksikan deburan ombak yang menghempas tepian pantai. Ia beralasan, Pulau Flores sangat luas. Perjalanan dari Labuhan Bajo – Ruteng memakan waktu selama empat jam terus dari Ruteng-Bajawa empat jam. Setelah itu tidak ada tempat singgah (destinasi) setelah Ruteng – Bejawa. Maka ia pun menganalisa dan merencanakan cottage di Desa Watunggene Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Setelah setahun berjalan,ia mengundang Bupati Manggarai Timur, Joseph Tote untuk meresmikan cottage miliknya. Sejak itulah Ferry, gencar mempromosikan Pantai Mbalata ke wisatawan mancanegara, khususnya Eropa yang sangat menyukai wisata petualangan (adventure). “Setelah menikmati paket wisata yang kami sajikan, banyak tamu-tamu yang menginap 1-5 hari,” ujarnya sambil menyodorkan daftar buku tamu. Bagi wisatawan yang menginap di cottage-nya, ia pun

tak memasang bandrol tinggi-tinggi. Untuk double price Ferry memasang banderol Rp 300 ribu/kamar/malam, termasuk sarapan pagi. Sedang makan siang dan makan malam dilayani dengan sistem home cooking. “Jadi kami tidak memakai menu. Persoalannya, kita belum ada akses penerangan atau tenaga listrik karena jika melayani dengan menu, perlu listrik untuk menjalankan freezer (tempat menyimpan makanan),” ujarnya. Tak hanya itu. Bumbu yang digunakan pun bahanbahannya dipetik dari kebun yang ada di sekitar cottage seperti halia, jahe, kunyit, dau sereh, jeruk dan garam. “Bumbu-bumbu toko tidak kami pakai di sini,” katanya. Menurutnya, kepada setiap tamu yang datang ia selalu mengatakan bahwa bumbu-bumbu yang tersaji, semuanya alami (natural). “Jadi semacam penyedap rasa, kecap tidak dipakai untuk masak. Kecuali ada tamu yang memesannya,” katanya. Kini cottage miliknya tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan mancanegara yang akan menikmati keindahan Pantai Mbalata. Turisturis Eropa (Belanda, Perancis, Belgia) berhasil ia undang melalui jejaring yang telah dibangun jauh sebelumnya. Maklum pemuda berambut ikal itu sebelumnya, sempat menjadi professional guide yang meng-handle tamu-tamu asing di Flores, Lombok dan Bali. Berbekal pengalaman itulah, ia pun mulai mempromosikan pesona Pantai Mbalata ke wisatawan mancanegara. Kepada setiap wisatawan yang menginap di cottagenya, Ferry pun mengajak menyaksikan proses pembuatan sopi (minuman arak dari pohon lontar).

Mulai dari proses pemanjatan hingga proses permentasinya.Keseriusannya mengembangkan bisnis pariwisata di seputar Pantai Mbalata itu tak semata-mata mengejar keuntungan pribadi. Tetapi melalui aktivitas yang digagasnya, Ferry telah menghidupi banyak orang. Dengan demikian, tanggung jawabnya sebagai Ketua TMO Kabupaten Manggarai Timur pun telah dilaksanakan dengan baik. Berkat campur tangannya, Pantai Mbalata pun kini telah mendunia. Melalui jejaring yang ada, satu persatu wisatawan mancanegara berhasil ia datangkan ke Pantai Mbalata. Menurutnya, kebanyakan tamu yang datang atas informasi yang menyebar dari mulut ke mulut. Ia pun membuka resep keberhasilannya. “Kami menggunakan pola ecotourism dan ecofriendly sehingga tamu menjadi betah,” katanya. Daya tarik lain yang membuat tamu-tamu betah menghabiskan masa liburannya di Pantai Mbalata katanya, karena pantainya yang bersih. “Ini kesan para turis mancanegara yang pernah kami datangkan ke sini. Informasi tersebut kami dapatkan melalui internet,” katanya. Bahkan kini semakin banyaknya turis mancanegara yang singgah di cottage-nya, Ia sering kewalahan menampungnya karena katerbatasan kamar yang dimilikinya. Karena itu Ferry berharap jalinan kerjasama dengan dinas terkait terus dapat terjaga. Ia pun berharap akses jalan masuk bisa dibangun sehingga dapat memperlancar arus kunjungan wisata ke Pantai Mbalata dan sekitarnya.**SA

Proses PPembuatan embuatan Mok epian Mbalata Mokee di TTepian

S

opi atau yang kerap disebut masyarakat Manggarai Timur dengan istilah Moke diproduksi secara manual di kampung Waelengga, Desa Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Minuman tradisional ini bisa menghangatkan tubuh. Sangat tepat diminum di malam hari ketika badan mulai terasa dingin. Tak hanya itu, Sopi atau Moke ini juga diyakini dapat menurunkan kadar kolesterol tinggi, asal diminum secara rutin setiap pagi. Moke itu sengaja diproses secara tradisional agar menghasilkan aroma dan kadar alkohol tinggi. Proses pembuatannya, dimulai dari pengambilan bunga pohon lontar yang berbentuk stik panjang. Bunga pohon lontar itu dijepit selama beberapa hari lalu dipikul-pukul keliling batang bunganya. Setelah itu baru bisa diiris pagi dan sore. Pagi dimulai dari jam 07.00-09.00. Hasilnya dikumpulkan pada sebuah tempat yang dinamakan di hai. Sore hari sekitar pukul 16.00 juga dilakukan hal yang sama. “Jadi mereka iris dalam satu hari selama dua kali. Yang sorenya dikumpulkan sampai besok paginya,” ujar Fransisco Huik de Rosari, produser minuman arak tradisional tersebut. Bunga lontar yang diiris pagi hari, akan diturunkan pada sore hari. Setelah itu dikumpulkan dalam sebuah ember, sebelum dilakukan proses destilasi. “Jadi proses destilasi diadakan setelah moke putih (juice pohon lontar) divermentasi selama lima hari atau lebih, baru dimasak,” tambahnya. Proses masak dilakukan melalui proses penguapan (steaming system), atau destilasi, menggunakan periuk yang terbuat dari tanah. Satu periuk bisa menampung moke sampai 20 liter. Api yang digunakan untuk penguapan, tidak terlalu panas. Jadi proses penguapan teratur. Menurut pria yang akrab disapa Ferry itu, jika bara apinya lebih lambat, maka lebih bagus. Setelah menguap, alirannya lewat bambu. Begitu sampai di ujung bambu, dikumpulkan lagi melalui jerigen. Tetesan penguapan seperti infus. Jerigen pertama yang berisi lima liter itulah yang kualitasnya paling tinggi. Karena kadar alkoholnya paling tinggi (50%). Dan itu dijual satu botol Rp25 ribu rupiah. “Sudah banyak tamu-tamu asing yang menjual produk mereka. Persoalannya, belum ada brand dan kemasan botolnya belum ada,” ujar Ferry.**SA

19


Menjelajah alam di atas punggung kuda melewati tepian pantai, jalanan berbatu, padang savana serta perbukitan di Poco Komba, merupakan petualangan yang mengasyikkan sekaligus menantang.

P

agi itu udara di sekitar Pantai Mbalata Desa Watunggene Kecamatan Kota Komba, sangat cerah. Setidak sepuluh ekor kuda telah disiapkan melakukan petualangan yang sangat menantang itu. Jarum jam menunjuk ke angka delapan. Aba-aba start pun dimulai. Satu persatu kuda-kuda tunggangan yang dipandu beberapa jocky mulai meninggalkan tempat start di Mbalata Beach Inn Cottages milik Fransisco Huik de Rosari atau yang akrab disapa Ferry. Langkah kaki kuda mengiringi perjalanan menuju lokasi Watu Susu Rongga di Poco (Bukit) Komba, Kecamatan Kota Komba. Belum seberapa lama, rombongan singgah di rumah Gaspar Jala, Pemangku Adat Suku Nggeli dan dan Antonius Tandas, Pemangku Adat Suku Motu yang merupakan turunan dari etnis Rongga. Di rumah kedua pemangku adat itu, rombongan yang didampingi Galus Ganggus S.Pd, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai, Adrianus S. Adjid, Camat Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur, diterima dengan upacara penyambutan oleh kedua pemangku adat tersebut. Camat Kota Komba pun menyeritakan tentang maksud kedatangan rombongan untuk mengunjungi makam para leluhur kedua suku itu serta melihat dari dekat keberadaan Watu Susu Rongga yang juga merupakan prasasti bersejarah di Poco Komba. Selepas upacara penyambutan, rombongan diajak masuk ke rumah adat untuk melakukan upacara ritual Pauk Manuk (Persembahan Ayam). Hal itu dimaksudkan untuk memohon restu kepada arwah para leluhur agar seluruh rombongan terhindar dari bencana yang tidak diinginkan dan dapat pulang kembali dengan selamat. Maklum medannya cukup jauh dan berat. Upacara ritual itu juga untuk mengetahui apakah para leluhur itu mengabulkan maksud dan tujuan tersebut. Setelah membaca beberapa mantera, Gaspar Jala yang ditugasi memimpin upacara ritual itu mulai mencabut beberapa bulu ayam hitam, lalu disembelih dan diteliti jeroan (isi di dalam perut ayam) utamanya usus dan

empedu. “Jika usus yang terdapat dalam perut ayam itu panjang dan empedunya terlihat bersih, maka berarti rombongan tamu diterima dan diperkenankan mengunjungi makam para leluhur dan berkunjung ke Watu Susu Rongga,” ujar Gaspar. Menurut Gaspar, tidak semua permohonan dikabulkan oleh para leluhur. Ada juga tamu yang tidak direstui leluhur Etnis Rongga saat mau berkunjung ke Watu Susu Rongga. Maka beruntunglah rombongan yang telah mendapat restu itu. “Ini doa, bukan nujum. Ritual ini dilakukan setiap mereka ada kegiatan masuk ke kampung adat,” kata Camat Kota Komba. Selesai melaksanakan ritual tersebut, masing-masing anggota rombongan diminta meminum sedikit Sopi atau Moke (arak yang bahannya diambil dari pohon lontar). Badan pun mulai terasa hangat. Dari rumah pemangku adat, rombongan start menuju Poco Komba. Iring-iringan kuda mulai menyusuri sebagian tepi Pantai Mbalata yang berbatu. Badan terasa diguncang-guncang. Kuda-kuda yang dipakai rombongan sangat tangkas. Tak pernah terpeleset sedikitpun, meski bebatuan di tepi pantai itu cukup licin. Bahkan beberapa diantaranya berukuran cukup besar. Selepas jalanan berbatu, rombongan mulai menyusuri pekarangan penduduk, sebelum sampai di tempat rawa kecil berair tawar. Di situ tali kekang kuda ditambatkan. Kuda-kuda pun minum air tersebut. Kudakuda itu nampak kehausan setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Rombongan pun memanfaatkan waktu dengan beristirahat sambil melihat kerbau-kerbau liar, tak jauh dari rawa-rawa tersebut. Tak lama kemudian, rombongan melewati sebuah padang savana yang teramat luas di kaki Poco Komba. Beberapa kerbau, kuda, sapi-sapi liar berlarian begitu rombongan sampai padang savana tersebut. Lokasinya sangat indah. Berlatar Laut Sawu dan pandangan ke depan yang tertuju pada Poco Komba nan menghijau. Beberapa anggota rombongan

menyempatkan diri untuk berfoto bersama dan memberi kesempatan kuda-kuda yang ditunggangi itu untuk memakan rerumputan. Setelah puas menikmati keindahan di padang savana, rombongan melanjutkan langkahnya menuju makam para leluhur yang tersebar mulai dari kaki hingga ke ujung Poco Komba. Suasana magis mulai terasa. Makam pertama yang ditemui letaknya masih belum terlalu jauh dari padang savana tersebut. Menurut Antonius Tandas, makam pertama tersebut merupakan makam seorang petinggi Etnis Rongga bernama Bela Paka Ratu yang punggungnya pernah disambar petir tetapi tidak mati. Batu itulah sebagai pertandanya sekaligus petunjuk arah untuk menuju Bukit Komba. Kuda-kuda yang dipandu kedua pemangku adat itu mulai menuruni lembah dan menaiki kaki bukit. Setelah beberapa lama, rombongan sampai di sebuah kompleks pemakaman para leluhur etnis Rongga di Kampung Sambi Lewa (pohon Kesambi yang tinggi). Sebelum sampai kompleks pemakaman para leluhur itu, kuda-kuda ditambatkan. Perjalanan menuju lokasi makam leluhur dilanjutkan dengan jalan kaki. Setelah sampai di Kampung Sambi Lewa, upacara ritual pauk manuk digelar untuk kedua kalinya. Gaspar Jala lagi-lagi bertugas untuk memimpin jalannya upacara tersebut. Upacara ritual persembahan ayam (pauk manuk) itu berlangsung khidmat. Maklum suasana magisnya semakin terasa. Prosesi upacara juga dilakukan seperti ritual yang dilakukan di rumah adat, saat keberangkatan. Ritual itu juga untuk mengetahui apakah sejauh ini, para leluhur etnis Rongga itu masih menyetujui niat rombongan tamu untuk berkunjung ke Watu Susu Rongga apa tidak. Gaspar menunjukkan hasil positif, dimana usus ayam yang dipotong itu masih panjang terurai, warna empedunya pun masih tetap bersih. “Itu pertanda bahwa rombongan diijinkan untuk mendekati lokasi Watu Susu Rongga,” katanya. Persembahan ayam itu

20 Adrianus S. Adjid, Camat Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur


Lewa (anjing yang berekor panjang). Mata air tersebut mengalir melalui sela-sela bukit. Selain itu, rombongan juga menjumpai kubur Sunggi dan Sika, nenek moyang Suku Motu yang masih keluarga etnis Rongga. Di atasnya juga terdapat kubur lain di Kampung (Nua) Nunuwula. Menurut Antonius Tandas, Pemangku Suku Motu yang menyertai rombongan, makam para leluhurnya itu juga merupakan bukti bersejarah keberadaan suku Motu, sekaligus merupakan petunjuk arah menuju ke padang savana dimana kuda-kuda itu ditambatkan. Hari sudah semakin sore ketika rombongan meninggalkan Poco Komba. Para jocky pun sibuk melepas tali kekang, kuda-kuda yang sangat bersahabat itu. Keceriaan nampak tersirat di wajah anggota rombongan. Satu persatu, kuda-kuda itu melesat bak anak panah yang lepas dari busurnya. Bahkan beberapa diantara anggota rombongan dan Camat Kota Komba yang telah mahir naik kuda saling adu cepat, layaknya pacuan kuda. Kedua pemangku adat itu pun tak mau kalah saling memacu kuda di hamparan padang savana. Suatu pemandangan yang sangat menakjubkan.

dimaksudkan untuk memberi makan para leluhur. Ayam yang dipersembahkan satu ekor disertai moke atau sopi sejenis minuman arak yang diambil dari batang bunga lontar. Biasanya disertai pinang, sirih, kapur, tembakau. Selepas melaksanakan ritual kedua, pendakian ke puncak Poco Komba dilanjutkan. Rombongan harus melewati pelataran bersusun tujuh yang dulunya merupakan tempat tinggal leluhur etnis Rongga, yang merupakan kakak beradik. Pelataran pertama merupakan lokasi tempat tinggal anak paling bungsu, demikian seterusnya hingga anak sulung (pertama) yang bernama Meka Leke. Meka Leke memiliki adik yang namanya Meka Ngguru, disusul kemudian Meka Woi. “Anak keempat dan kelima perempuan. Lalu anak keenam Meka Paka dan anak bungsu bernama Jawatu,” ujar Gaspar. Sebelum mencapai pelataran bersusun, rombongan mendapatkan makam leluhur etnis Rongga yang ditandai batu berbentuk pisau atau belati setinggi dua meter dengan lebar sekitar 50 cm. “Merekalah yang menjaga Watu Susu Rongga,” tambah Gaspar. Konon pada jaman dulu, pisau yang digunakan terbuat dari batu. Waktu perang mereka menggunakan pisau batu tersebut untuk menusuk musuh. Waktu mati pisau batu itu pun ditancapkan di makam masing-masing sebagai pusara. Pada ketinggian sekitar 50-60 meter dari permukaan laut (dpl). Watu Susu Rongga pun terlihat jelas di depan mata. Ketinggian batu yang dipenuhi semak-semak itu sekitar 15 meter. Letaknya saling berdampingan dan bentuknya menyerupai payu dara. Itulah sebabnya batu itu dinamakan Watu Susu Rongga. Sedang pada ketinggian di atas 75 meter dpl, atau di atas lokasi Watu Susu Rongga terdapat sebentuk batu yang dinamakan Watu Weri Lewa. Konon batu tersebut pada jaman nenek moyang digunakan untuk menjemur kapas. Setelah beberapa lama mengamati Watu Susu Rongga, rombongan diajak pulang dengan menuruni punggung bukit dari arah lain. Dalam perjalanan pulang tersebut rombongan juga sempat ditunjukkan mata air Wei Motu yang pada awalnya digali oleh seekor anjing bernama Eko

Bisa dibayangkan betapa indahnya iring-iringan kuda yang dikendarai rombongan itu ketika melewati tepian padang savana yang berlatar Laut Sawu di bibir senja kala itu. Dari kejauhan nampak siluet yang mempesona. Tanpa terasa, perjalanan sampai di titik akhir (finish) di Mbalata Beach Inn Cottages di Pantai Mbalata. Rombongan pun melepas lelah ditemani beberapa cangkir kopi hangat dan moke yang menghangatkan tubuh itu. Camat Kota Komba, Adrianus S. Ajid berharap setiap turis yang datang ke Kabupaten Ngada dapat singgah di wilayahnya yang terdapat banyak obyek wisata unggulan. Salah satunya Poco Komba dengan Watu Susu Rongganya. Ia optimis jika singgah maka wisatawan itu akan betah tinggal berlama-lama . Ia beralasan wilayahnya merupakan ekowisata yang sangat mendukung. Belum lama ini katanya, 22 dokter dari Canada melakukan perjalanan (trip) ke Poco Komba. Mereka sangat terkesan dengan wisata petualangan yang penuh tantangan itu. “Ini surga, kami belum pernah menemukan tempat semacam ini di daerah lain,” katanya.** Sapto Adiwiloso

Fransisco Huik de Rosari:

D

i sela-sela istirahat itulah Fransisco Huik de Rosari yang juga Ketua Tourism Management Orga nization (TMO) Kabupaten Manggarai Timur itu menceritakan pengalamannya mengemas paket wisata petualangan “Horse Tracking”. Pria yang akrab disapa Ferry itu mengaku telah memandu wisatawan Swiss, Perancis dan Belanda ke Watu Susu Rongga. “Setelah dicoba, tamu-tamunya sangat suka. Cuma, selama ini belum secara khusus menghadap kepala sukunya. Jadi masih mencoba mencari pengalaman mengenai horse tracking ke Watu Susu Rongga itu,” akunya. Menurut Ferry maksud dan tujuan membuka paket wisata petualangan horse tracking yakni untuk membantu kehidupan masyarakat di sekitarnya dengan menyewakan kuda tunggang. Menurutnya, per kuda dibandrol Rp150 ribu. Ke depan katanya, setiap peserta horse tracking akan diminta membayar enterence fee (karcis masuk) ke Poco Komba yang besarnya bakal ditetapkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat. Menurutnya, karcis masuk itu akan menjadi pendapatan asli daerah. Direncanakan tiket masuknya sekitar Rp 15.000 – Rp 20.000,-/org. “Kudanya dibayar sekitar Rp150 ribu, lalu kami harus mengorganisir makanan yang nantinya akan dibawa seorang porter sampai ke atas bukit. Karena itu katanya, Ferry akan menjual paket ini kepada tamu asing Rp400.000 – Rp500.000,- per paket/ per orang. “Biaya itu sudah termasuk makanan, minuman, porter dan kuda dan lain-lainnya,” ujar Ferry. Jika pesertanya banyak dalam setiap rombongannya maka akan mendapatkan pemotongan harga (discount). Ferry menambahkan, waktu tempuh dalam setiap tripnya sekitar tiga jam. Tenggat waktu itu sudah termasuk beberapa kali istirahat seperti di tempat water buffalo di mana hewan-hewan datang minum. “Dengan demikian total tripnya enam jam. Trip tersebut kami layani sejak pukul 08.00 dan finish pada pukul 17.00 waktu setempat,” tambahnya. Ke depan Ferry akan mengembangkan paket wisata ini dalam waktu yang lebih lama lagi (lebih dari satu hari). ” Kami masih survey lokasi baru setelah Watu Susu Rongga. Direncanakan akan berlanjut ke arah pantai Selatan tembus di Kusau dan Nangarawa menyusuri tepian pantai. Peserta nantinya juga akan menikmati anggrek hutan yang terdapat di sekitar lokasi tersebut. Yang menarik selama perjalanan tersebut katanya, banyak hewan-hewan piaraan yang dilepas di padang rumput. Ada kuda, sapi, kambing. “Itu yang membuat perjalanan menjadi sangat menarik apalagi kami sekarang sedang mengusahakan destinasi wisata ke Flores dengan latar ecotourism,”tambahnya.**SA


Kabupaten Manggarai Timur juga memiliki komodo yang terdapat di seputar Watu Pajung, Desa Nampar Sepang Kecamatan Sambirampas. Yang membedakan, punggungnya berwarna kuning keemasan.

K

omodo yang kini menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia itu ternyata tak hanya terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Rinca di Kabupaten Manggarai Barat. Habitat komodo juga terdapat di Watu Pajung, Desa Nampar Sepang, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur. Ciri khas Komodo Pota yang terdapat di wilayah tersebut yakni punggungnya yang berwarna kuning keemasan. Masyarakat setempat kerap menyebutnya sebagai Mbou atau Rugu. Uniknya, komodo yang terdapat di Watu Pajung memiliki DNA yang sama dengan komodo yang terdapat di Pulau Rinca, Manggarai Barat maupun di Wae Wuul, Kabupaten Ngada. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan DR Claudio (Australia). Keterangan itu dikemukakan Damasius Ndama, Kepala Bidang Destinasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur kepada JN Guide awal Juli lalu. “Yang membedakan, Komodo Pota punggungnya berwarna kuning keemasan. Sedang Komodo di Manggarai Barat berwarna kelabu,” jelasnya. Menurut Ndama, Komodo Pota tersebut telah lama ditemukan masyarakat di sekitar Danau Watu Pajung yang terletak di tengah hutan, dekat Pantai Watu Pajung. Danau tersebut kerap digunakan sebagai sumber air minum bagi Komodo Pota karena berair tawar. Komodo Pota itu katanya juga sering terlihat di Pantai Watu Pajung saat mencari timbunan telur penyu. Tak jarang terlihat di

22

atas perahu yang sedang sandar. “Pada awal ditemukan, terdapat sepuluh ekor. Badannya berukuran kecil serta punggungnya berwarna kuning keemasan. Enam dipelihara penduduk setempat, empat lainnya, dilepas kembali ke hutan,” katanya. Dari enam yang ditangkap penduduk, dua diantaranya dipelihara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat. Satu berukuran kecil sedang satunya berbadan lebar dan panjang empat meter. Pihaknya juga terus melakukan upaya penangkaran agar keberadaannya tidak punah. Cara penangkapannya dengan membuat perangkap di hutan yang berada di Pantai Watu Pajung. Ia mengakui, komodo yang terdapat di wilayahnya selama ini tenggelam karena yang terekspose hanya komodo yang terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Rinca di Kabupaten Manggarai Barat. Arsyad, Tenaga Harian Lepas (THL) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur yang ditugaskan mengawasi keberadaan Komodo Pota itu mengakui, komodo tersebut kerap berada di Pantai Watu Pajung. Hal itu dapat dibuktikan melalui jejak tapak kaki dan ekor Komodo Pota di pasir pantai. Jejaknya begitu jelas. Ada yang berukuran besar maupun sedang. Ketika jejaknya diurut, arahnya menuju tempat ditimbunnya telurtelur penyu. “Komodo itu mencari telur-telur penyu yang disimpan induknya di bawah timbunan pasir. Namun tak sedikit


pula Komodo Pota yang tertipu oleh “akal bulus” penyupenyu laut di seputar Pantai Watu Pajung. Karena penyupenyu itu juga membuat lubang jebakan dengan membuat timbunan palsu. Sehingga telur-telur penyupun selamat dari incaran komodo,” ujar mantan pegawai The Nature Conservation (TNC) di Manggarai Barat itu. Kini keberadaan Komodo Pota benar-benar terawasi keberadaannya. Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur telah menurunkan Tenaga Harian Lepas (THL) yang mengawasi dari jarahan pemburu liar. Namun itu pun belum memadai karena masih terbatasnya fasilitas yang dimilikinya. Arsyad mengatakan, Komodo Pota tak dapat dipisahkan dengan lingkungan alam di sekitar Pantai Watu Pajung. Karena itu, ke depan perlu dipikirkan untuk membuat zonasi di seputar Pantai Watu Pajung agar keberadaan Komodo Pota tetap lestari, pengunjung yang datang ke pantai tersebut juga tak perlu merasa takut. Karena begitu mencium bau manusia, komodo pun pergi ke habitatnya di gua-gua batu atau di rimbunnya semak belukar di seputar hutan. Karena itu, Arsyad meminta agar pengunjung yang datang ke lokasi tersebut sama-sama menjaga kelestarian flora dan fauna yang ada di sekitar pantai itu. Arsyad bahkan bersedia menjadi pawang untuk menangkap Komodo Pota melalui perangkap yang telah dipersiapkannya jika ada pengunjung yang memintanya. Syaratnya, pengunjung harus menyediakan umpan berupa anak kambing dan bersedia bersabar sampai komodo mau masuk dalam perangkap itu. Setelah tertangkap maka pengunjung harus rela untuk melepas ke habitatnya. “Jadi kami hanya ingin membuktikan kepada pengunjung bahwa di bukit dan dinding batu di seputar pantai ini memang terdapat Komodo, selain yang terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, Manggarai Barat,” katanya. Pengalaman bekerja di TNC selama tiga tahun membuat Arsyad begitu hafal tabiat binatang yang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Arsyad yang dibantu empat THL lainnya ditugaskan untuk menjaga aset pariwisata yang berada di Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur. Selain itu juga melindungi binatang langka itu yang nyasar ke pemukiman penduduk. Secara tidak tertulis Arsyad juga ditugaskan menjaga keberadaan dan kebersihan Pantai Watu Pajung agar tidak tercemar dan menjaga dari tindakan-tindakan yang manipulatif. Pasalnya, sebelumnya di pantai tersebut terjadi pencurian telur penyu dan penangkapan secara liar Komodo Pota yang dilakukan secara tidak sengaja. Karena pemburu semula mengincar babi hutan namun justru Komodo Pota yang masuk dalam perangkap. Arsyad berkeyakinan, keberadaan Komodo Pota dan penyu justru akan memperkaya dan menjadi daya tarik Pantai Watu Pajung sepanjang kelestariannya masih dapat terjaga dengan baik. Karena itu Arsyad berharap, dinas terkait melakukan pemagaran di seputar lokasi habitat Komodo Pota agar tetap terjaga, apalagi binatang ini sekarang telah menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.**Sapto Adiwiloso/ Kush

THL - Arsyad

Seputar Pemurnian Genetika Komodo

K

eberadaan Komodo di Pulau Flores menyebar di berbagai wilayah. Menurut Pemerhati lingkungan di Manggarai, Rofino Kant dalam sebuah keterangannya menyatakan selain terdapat di Pulau Rinca dan Pulau Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Komodo juga terdapat di Watu Pajung (Pota), Wae Teber di Kabupaten Manggarai Timur serta Wae Wuul di Kabupaten Ngada. ”DNA komodo Wae Wuul dengan Watu Pajung sama dengan yang di Pulau Rinca,”katanya. Karena itu tambahnya, kalau memang akan melakukan pemurnian genetik, komodo di Wae Wuul lebih baik dipindah ke Pulau Rinca. Rofino beralasan, berdasarkan hasil penelitian populasi komodo yang selesai dilakukan Juni 2009 oleh lembaga swadaya masyarakat internasional, Komodo Survival Program, populasi komodo di Wae Wuul tinggal 12 ekor sehingga jika akan dipindahkan 10 ekor, hanya akan tersisa dua ekor komodo. Data tersebut berbeda dengan penelitian terbaru Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT, yang menyebutkan sebanyak 17 ekor komodo. Sekedar mengingatkan, pada 2009 lalu pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap sepuluh ekor komodo yang dilindungi undang-undang di wilayah kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT, berniat melakukan pemurnian genetik. Untuk pelaksanaan surat keputusan tersebut, akan dipindahkan sepuluh ekor komodo, yaitu 5 jantan dan 5 betina. Kala itu, Rofino termasuk salah seorang yang menentang kebijakan Menteri Kehutanan di era MS Kaban. Ia beralasan, rencana tersebut, justru akan mempercepat kepunahan satwa langka tersebut. ”Keputusan Menteri Kehutanan ini justru melanggar etika dan sopan santun lingkungan. Kalau tujuannya hendak melestarikan komodo, ya biarkan komodo itu hidup di alam aslinya. Pemurnian genetik itu justru tepat dilangsungkan di habitat aslinya,” ujarnya. Dia pun menyarankan, jika pemerintah bermaksud melakukan pemulihan spesies komodo, itu lebih baik dilakukan dengan mengambil komodo di Kebun Raya Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, atau Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur. Kabarnya, populasi komodo di sana berkembang dengan baik. Dia menekankan, bupati juga diharapkan tidak ceroboh sebab komodo merupakan aset satwa langka yang dilindungi. ”Masyarakat Flores harus berjuang agar SK itu dibatalkan. Sebab, SK itu justru akan menghancurkan keanekaragaman hayati Flores dengan binatang purbanya,” kata Rofino kala itu. Tak hanya Rofino, sejumlah pihak kala itu juga menyatakan keberatannya atas rencana penangkapan komodo di kawasan konservasi alam Wae Wuul, NTT, karena akan mengurangi keunikan komodo. ”Jika akan dipindah, sebaiknya jangan ke Bali karena habitat di sana sangat berbeda dengan habitat aslinya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Pemurnian genetik itu tidak gampang, begitu pula memindahkan hewan ini,” ujar Bupati Manggarai Barat yang saat itu dijabat masih dijabat Wilfridus Fidelis Pranda. Suara keberatan akan rencana tersebut juga datang dari Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay. Penyebaran komodo di beberapa kabupaten di Pulau Flores termasuk di Kabupaten Manggarai Timur, diyakini memberi nilai tersendiri. Bupati Manggarai Timur Drs Joseph Tote, M.Si mengatakan, keberadaan Komodo Pota di Desa Nampar Sepang Kecamatan Sambirampas perlu dilestarikan karena memiliki ciri khas tersendiri. Disamping punggungnya berwana kuning keemasan juga memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibanding Komodo yang terdapat di Pulau Rinca, meski panjangnya sama. Karena itu, upaya-upaya penangkapan untuk pemurnian genetik seperti yang terjadi pada 2009 lalu tidak terulang. Justru Pemerintah Pusat melalui dinas-dinas terkait memberikan penguatan guna melestarikan keberadaan komodo yang telah menjadi icon dunia itu. Sangatlah ironis, jika binatang yang telah mengangkat nama Indonesia di kancah internasional itu justru terus menuai kontroversi.**


Danau Rana Mese, dulunya merupakan sebuah kawah yang tertutup air, sehingga bagian tepi danau Nampak curam. Selain bersih, pemandangannya juga begitu indah.

S

inar mentari pagi yang menembus celah pepohonan di hutan lindung, memantulkan warna-warna pelangi di permukaan Danau Rana Mese. Keindahannya, begitu menggoda. Sedang di sebuah dermaga, seorang bocah berusia sekitar tujuh tahun, tengah memancing di bibir danau. Suasananya begitu tenang dan damai. Apalagi setelah mendengar kicauan berbagai jenis burung yang hidup di hutan sekeliling danau. Kepenatan bekerja selama sepekan pun seketika sirna. Danau yang berlokasi di Desa Golo Lini Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur itu berada di wilayah hutan lindung dan dikelilingi barisan pegunungan Mandosawu dan Poco Ranaka di antara wilayah Kecamatan Borong dan Poco Ranaka. Rana Mese merupakan permata yang tersembunyi di Tengah Hutan. Berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut, luas areal danau 11,5 hektar dan kedalaman 43 meter di tengah. Kedalaman diSuhu udara di Rana Mese cukup dingin hingga mencapai 140 celcius. Danau yang terletak di jalan nasional antara Ruteng – Borong itu sebelumnya merupakan sebuah kawah yang tertutup air sehingga bagian tepi danau nampak curam. Rana Mese memiliki keanekaragaman biota bawah air seperti ikan air tawar, belut dan udang. Areal hutan ini juga menjadi habitat bagi beberapa hewan mamalia seperti monyet, landak, babi hutan dan musang serta beberapa jenis burung seperti burung hantu flores, pecuk, belibis dan kelelawar. Aktivitas yang dapat dilakukan di danau tersebut yakni, memancing, tracking keliling danau dan berenang. Airnya sangat jernih sehingga sering digunakan sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitar.

24

Menurut Jeremias Tarus, petugas KSDA NTT II yang membawahi kawasan hutan di sekitar Danau Rana Mese mengatakan, di seputar danau tersebut hidup 99 species burung. “Ada beberapa tamu dari mancanegara yang tertarik mengamati jenis burung di sini hingga menginap selama seminggu,” ujarnya awal Juli lalu. Turis-turis mancanegara yang pernah mengunjungi danau ini diantaranya berasal dari Perancis, Belanda, Jerman. “Mereka terkesan mengunjungi danau ini karena keindahannya. Juga kondisinya sangat bersih,” ujarnya. Yang perlu dibenahi di seputar danau ini menurut jeremias, adalah perawatan jalur tracking di sekeliling Danau Rana Mese. Juga agar di beberapa titik dibuat bale-bale untuk tempat istirahat bagi mereka yang melakukan aktivitas tracking tersebut. Pada Mei – September biasanya wisatawan Eropa banyak yang mengunjungi danau tersebut. Ia mengakui tahun ini pengunjung agak berkurang. Karena itu ia berharap agar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur dapat segera membenahi kondisi danau tersebut, sehingga akan menggugah minat para wisatawan khususnya mancanegara yang menyukai wisata alam. Jeremias juga berharap agar di masyarakat sekeliling danau Rana Mese bisa memanfaatkan kunjungan mereka dengan membuka penginapan-penginapan (home stay) dan dapat berjualan berbagai jenis makanan yang dibuat dari bumbu-bumbu alami yang dipetik dari kebun sendiri atau terdapat di sekitar hutan tersebut. Danau Rana Mese dapat ditempuh dari Ruteng sejauh 21 km dengan waktu tempuh 30 menit. Sedang dari Borong berjarak 35 kilometer ditempuh dalam waktu 45 menit. Kondisi jalan sangat bagus.**Sapto/Kush

Jeremias Tarus, petugas KSDA NTT II


Manggarai Timur memiliki obyek wisata unggulan Danau Rana Tonjong. Danau ini merupakan habitat teratai raksasa terluas kedua di dunia setelah India.

D

ari atas jalan berbatu di sebuah perbukitan, nampak hamparan pohon teratai raksasa/giant lotus (Victoria amazonica) atau tonjong dalam bahasa setempat, memenuhi seluruh permukaan danau yang luasnya 2.200 persegi. Kepak sekelompok bangau putih dan burung belibis yang menerobos masuk di antara rerimbunan teratai, pertanda ada kehidupan di dalamnya. Betapa tidak, danau yang terletak di Desa Nanga Mbaling, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur itu juga banyak terdapat ikan gabus. Juga lele berukuran besar. Rana Tonjong juga menjadi habitat bagi air tawar, katak, dan tempat mencari makan bagi burung dan angsa putih. Arsyad, Tenaga Harian Lepas (THL) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur kepada JN Guide, awal Juli lalu mengatakan, danau ini memiliki

keajaiban yakni hamparan pohon teratai yang memenuhi seluruh permukaan danau tidak tergantung pada debit air. Meskipun debit mengalami penurunan di musim kemarau, tanaman teratai itu tidak layu atau mati. “Bahkan pada April-Mei bunga-bunga bermekaran, keluar dari kelopaknya. Pada 2009 dimana curah hujan di Manggarai Timur sangat banyak, pohon-pohon teratai itu berbunga terus,� ujarnya. Saat kemarau katanya, beberapa batang pohon Nampak kering tetapi tidak mati. Di dalam bunga yang mekar terdapat biji-bijian yang dapat dimakan mentah dan memiliki rasa seperti kacang tanah. “Bunga teratai ini tidak dapat tumbuh dan berbunga di tempat lain selain danau ini,� ujar Arsyad. Sedang Ganggur Galus S.Pd, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur mengatakan, ke depan perlu daya dukung karena ini teratai yang langka dan unik. Debit air danau juga katanya, harus tetap terjaga agar bisa dijamin kelestariannya. Menurutnya, karena letaknya berhimpitan dengan sawah masyarakat maka perlu dijaga agar jangan rusak habitatnya. Secara geografis Danau Rana Tonjong berada di sebuah dataran rendah yang dikelilingi perbukitan dei bagian Barat, Selatan dan Utara. Sedangkan dibagian Timur terdapat areal persawahan yang cukup luas, milik masyarakat setempat.**Sapto/Kush

Akses Menuju Rana Tonjong Akses ke danau Tonjong dapat ditempuh melaui Ruteng, Manggarai Barat, lalu ke Reo.Selanjutnya ke Pota dengan jarak tempuh sekitar 80 kilometer dengan waktu tempuh 4,5 jam. Sedangkan jarak dari Pota sekitar 3 kilometer saja. Jika dari Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur dapat ditempuh melalui Bealaing, Watunggong, Lengko Ajang. Selanjutnya menuju ke Danau Rana Tonjong. Berjarak 120 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu 5,5 jam. Karena letaknya yang berdekatan dengan jalan berbatu maka akses menuju tempat ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua.


Mata air panas ini memiliki tiga titik mata air, dengan panas mencapai 40º c yang mampu mematangkan telur ayam dalam waktu 15 menit. Lokasinya terletak di lereng bukit berbatu.

P

erjalanan menuju mata air panas Rana Masak, tidaklah sulit. Berjarak 25 kilometer dari Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua selama satu jam saja. Dengan sedikit menuruni bukit, maka Rana Masak yang luasnya sekitar satu hektar itu dapat terlihat jelas. Susunan bukit cadas yang teraliri belerang itu bak lukisan alam yang sangat menarik. Sebelum sampai ke lokasi mata air panas itu, pengunjung dimanjakan dengan pemandangan perkebunan kopi milik masyarakat dan areal persawahan susun seperti layaknya Subak di Bali. Di depannya terbujur sungai berbatu yang airnya sedang surut sehingga dapat diseberangi dengan mudah. “Namun pada saat musim hujan, cukup membahayakan karena aliran sungainya cukup deras,”ujar Damasius Ndama, Kepala Bidang Destinasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur saat mendampingi JN Guide di lokasi. Ke depan selain perlu dibangun jalan setapak yang bersusun juga perlu dibuat jembatan gantung di atas sungai tersebut. Sehingga selain berfungsi sebagai sarana penyeberangan, akan menambah daya tarik bagi wisatawan untuk mengabadikan diri dengan latar perbukitan di Rana Masak. Mata air panas ini memiliki tiga titik mata air, dengan panas mencapai 40º c yang mampu mematangkan telur ayam dalam waktu 15 menit. Masyarakat sekitar mata air panas Rana Masak,yakni warga Purak dan Balus memiliki cerita tersendiri tentang tempat ini, sebagaimana diceritakan Adrianus Jehaman, salah satu staf di jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur. Menurutnya, di lokasi mata air panas itu dulunya

terdapat sebuah kampung tua. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Suatu ketika semua warga kampung berangkat ke ladang. Yang ada dikampung hanya seorang warga yang buta dan seorang yang lumpuh. Keduanya tinggal di rumah masing-masing yang saling berdekatan. Menjelang siang warga yang buta hendak masak untuk makan siang, namun tak punya api untuk menyalakan tungku masaknya. Ia pun meminta bantuan si Lumpuh untuk api nya, tapi si lumpuh kesulitan untuk menghantar apinya. Si buta tidak kehabisan akal, kebetulan dia memiliki seekor anjing ia pun menyuruh anjingnya untuk mengambil api di rumah si lumpuh. Si lumpuh kemudian mengikatkan api ke ekor anjing si lumpuh dan menyuruhnya pergi. Anjing ini pun pergi dan berlari mengelilingi kampung. Saat bersamaan warga kampung lainnya pulang dari ladang, dan menyaksikan kejadian itu. Mereka pun tertawa dan menganggap hal tersebut sebagai hal yang lucu. Malam hari, seorang kepala suku dan tetua adat di kampung, bermimpi didatangi mahkluk halus. Dalam mimpinya ia ditanya tentang kejadian siang hari, terutama soal si buta dan si lumpuh yang mengikat api di ekor anjing. Sang tua adat pun mendapat marah, dan diminta untuk memilih Ngoeng hang kar, ko ngoeng hang B'ele'k? (Mau makan nasi yang keras atau mau makan nasi bubur). Si tua adat memilih untuk makan nasi bubur (hang b'ele'k). Saat terjaga si tua adat pun menyadari bahwa ini pilihan yang sulit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan deras disertai longsor yang menimbun dan meluluh lantahkan kampung tersebut. Beberapa waktu kemudian diatas bekas kampung tersebut muncul mata air panas yang kemudian dikenal sebagai meta air panas Rana Masak. “Kalau di masyarakat Manggarai di setiap kampung ada pintu masuk yang dinamakan pa’ang. Sedang pintu tengah namanya compang (tempat persembahan). Lalu yang mata air terakhir sebagai simbolisasi pintu terakhir disebut dalam bahasa Manggarai sebagai Pepa atau Waing,”ujar Adrianus. Damasius Ndama menambahkan, yang punya api itu orang tua yang tengah memasak pakan babi (kokor peka). Masih dalam keadaan mendidih, tiba-tiba nenek yang buta tadi meminta api kepada yang lumpuh. Makanya

muncul istilah “kokor peka, empo,” katanya. Di sekitar Rana Masak ini menurut Ndama dulunya ada batu-batu alam yang menyerupai satu bentuk perlakuan manusia yang tidak taat azas. Di seputar mata air panas itu ada batu yang dinamakan Watu Empo (batu nenek moyang). “Itulah mengapa lokasi di sekitar mata air panas ini terdiri dari bukit cadas berbatu,” katanya. Ada juga batu yang menyerupai bentuk manusia namanya Watu Atta. Sedang bentuk batu yang tersusun dan berteras itu menurut Ndama diperkirakan karena endapan air panas yang kemudian membatu. Lokasi mata air panas itu menurut Ndama dulunya masuk wilayah Desa Golo Tolang yang dimekarkan menjadi Desa Pa’ang Leleng. Dari situ dimekarkan lagi menjadi Desa Golo Ndele, wilayah ini masuk dalam wilayah Kota Komba. Di sebelah Baratnya terdapat sebuah desa yang mengadopsi nama lokasi mata iar itu. Namanya Desa Rana Masak Kecamatan Borong. “Ini sekaligus meluruskan penilaian yang ada bahwa lokasi dimana terdapat mata air panas ini terletak di Desa Golo Ndele Kecamatan Kota Komba. Bukan Desa Ngampang Mas Kecamatan Borong seperti yang dipahami sebelumnya,” katanya. Pada bagian lain Ndama menjelaskan bahwa air panas dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Bagi yang tidak bisa berendam di seputar kolam, cukup membawa lumpurnya lalu dioleskan pada bagian yang sakit. Ndama menambahkan, pengembangan mata air Rana Masak yang masuk dalam tiga wilayah desa, yakni Desa Rana Masak, Golo Ndele dan Ngampang Mas, maka pengembangannya akan dibicarakan bersama, termasuk dalam pembangunan jalan masuk ke lokasi mata air. Dan akan dicari akses masuk terdekat. Mata air panas Rana Masak bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Borong dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat, namun kendaraan tersebut hanya sampai ke kampung Turak. Dari Turak jalan yang dilalui hanya jalan setapak dengan waktu tempuh 15 menit. Jalan alternatif lainnya adalah dengan menyusuri pinggiran kali Wae Bobo, dengan berjalan kaki perjalanan butuh waktu sekitar 1,5 jam melewati kebun warga dan persawahan dengan udara yang sejuk dan menyegarkan.**Sapto/Kush


Budaya

Upacara adat Kremo yang merupakan bagian dari tradisi Kebhu hanya berlangsung sekali dalam lima tahun. Tradisi itu merupakan simbolisasi dari pola kehidupan bersama yang harmonis, tanpa sekat.

B

agi sebagian orang, memanen ikan merupakan hal biasa yang dijumpai dalam kehidupan seharihari. Tapi bagi komunitas Lowa, yang merupakan bagian dari etnis Rongga di Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memanen ikan menjadi hal yang luar biasa. Pasalnya, memanen ikan (kremo) bagi mereka menjadi hal yang sakral, karena menjadi bagian ritual dari tradisi Kebhu yang hanya berlangsung sekali dalam lima tahun. Ahli waris utama suku Lowa, Donatus Jimung, dan sejumlah tetua di Muting menyebutkan, Kebhu terakhir berlangsung tahun 2007. Waktu pelaksanaannya biasanya pada bulan September atau Oktober selama sehari penuh. Ini berarti tradisi tersebut akan berulang pada tahun ini. Ritual kebhu adalah ritual memanen ikan dan biota lain dalam kolam muara buntu yang dilakukan secara massal untuk memupuk kebersamaan. Penangkapan berlangsung di sebuah limbu (kolam) bernama Tiwu Lea. Kolam itu merupakan muara Sungai Waerawa di Nangarawa, Desa Bamo, yang berlokasi sekitar 18 km arah selatan Kisol atau 27 km dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur. Sebulan sebelum hari-H, tetua suku Lowa mengirim utusan ke sejumlah kampung dan desa. Dia mengundang warga kampung lain untuk ikut memanen ikan atau lazim disebut kremo di Tiwu Lea. Kegiatan kremo diawali dengan serangkaian ritual adat, yang disebut eko ramba, tunu manu, dan nazho. Ritual eko ramba wujudnya berupa penggendongan ramba (jala pusaka) dari ulunua (hulu kampung) di Muting menuju eko nua (hilir kampung) di Nangarawa, dekat tepi kolam Tiwu Lea. Prosesi eko ramba disertai kelong (nyanyian mistis). ”Oru lau mbawu oru lau, renggo ika rele lia...,” begitu syair kelong. Mereka memohon kepada leluhur agar menghalau mbawu, ikan belanak yang mendominasi kolam muara, belut, dan berbagai biota lain supaya keluar dari lia (sarang) menuju kolam Tiwu Lea. Penggendongan ramba hanya dilakukan oleh wanita dewasa yang masih berstatus anggota suku Lowa yang belum menikah. Boleh juga wanita yang sudah menikah, tetapi dipastikan kawin masuk (menjadi anggota suku). Prosesi eko ramba berlangsung sejauh lebih-kurang 1,5 km, berujung di kaki nangge (pohon asam) di Nangarawa. Kaki pohon asam itu konon pernah mati, tetapi hidup kembali. Prosesi dilanjutkan dengan ritual tunu manu, yaitu pemotongan ayam kurban. Sebagian darah ayam dioleskan ke permukaan batu sesajen dan sebagian lain dioleskan pada ramba. Jala pusaka selanjutnya diserahkan kepada tetua yang akan memimpin kremo. Kegiatan dimulai setelah sang tetua menebarkan ramba ke kolam. Penebaran didahului lima kali ancang-ancang (nazho). Tetua juga menebarkan jawa pena (jagung titi) ke kolam. Dari kegiatan itu, tetua langsung memberi tanda-tanda yang mengisyaratkan apakah kremo akan mendapatkan hasil tangkapan memuaskan atau mengecewakan. ”Kalau ikan-ikan langsung datang menyerbu, itu pertanda baik. Pertanda kurang memuaskan kalau tidak banyak ikan yang datang menyambut ramba atau jawa pena,” kata Nikolaus Gelang, tetua etnis Rongga asal Desa Watu Nggene, tetangga Bamo. Ramba tidak dimanfaatkan untuk menangkap ikan.

Foto: Istimewa

Setelah ditebar untuk mengawali kegiatan kremo, jala pusaka disimpan di rumah induk Suku Lowa di Muting dan dikeluarkan saat kebhu berikutnya. Camat Kota Komba, Adrianus S. Ajid yang ditemui JN Guide di Pantai Mbalata awal Juli lalu membenarkan adanya tradisi lima tahunan di kalangan etnis Rongga itu. Menurut Adrianus, Kremo diawali dengan Tarian Vera. Begitu antusiasnya Camat Kota Komba ini menjaga tradisi tersebut hingga ia berencana akan membangun sanggar budaya Rongga di wilayahnya. Yang menarik dari upacara adat Kremo ini yakni adanya beberapa pantangan (larangan) yang harus ditaati saat Kremo berlangsung. Yakni, penangkapan hanya boleh dilakukan dengan tangan kosong. Peserta dilarang menggunakan pukat (jaring) ataupun alat tangkap dari besi, seperti tombak atau trisula. Kalaupun ada alat tangkap hanya berupa ndai, sejenis jaring dorong dengan dua tongkat kayu di dua sisi. Ikan yang berhasil mereka tangkap langsung dimasukkan ke dalam mbere, wadah penampung dari anyaman daun lontar, pandan, atau gewang (sebangsa palem). Pantangan lain, peserta dilarang emosional, apalagi bersikap menghasut saat kremo. Yang paling diharamkan adalah meneriakkan nada-nada provokasi, seperti hiahia-hia, yang bisa membuat orang terprovokasi dan saling berebut menangkap ikan. Warga juga dilarang menggigit hasil tangkapannya sebelum dimasukkan ke dalam mbere.

Begitu pantangan dilanggar, tetua pemilik Kebhu langsung menebarkan jala pusaka bernama ramba ke dalam kolam sebelum waktunya. Kegiatan Kremo pun segera dihentikan. Warga yang mencoba melanjutkan kegiatan dalam kolam akan sia-sia karena ikan dan biota lain akan langsung menghilang. Mengapa Kremo ini hanya berlangsung sekali dalam lima tahun? Ada alasan yang melatari. Selain keputusan leluhur, ada juga fenomena alam yang mendukung tenggang waktu lima tahun itu. Berdasarkan kesaksian masyarakat sekitar, hanya sekali dalam lima tahun kolam muara Tiwu Lea mengalami kebuntuan atau tidak tersambung langsung ke laut. Berbagai biota yang terjebak dalam kolam buntu itu tidak hanya menjadi harta milik Suku Lowa, tetapi dipanen secara bersama oleh ribuan warga sekitarnya. Pemerhati budaya etnis Rongga, Yohanes Nani, dalam sebuah keterangannya mengatakan, tradisi Kebhu merupakan bukti kuat kalau etnis itu pada waktu lampau adalah masyarakat bahari. ”Dewasa ini memang amat jarang ada warga etnis Rongga yang menggantungkan hidup dari laut selain tradisi kebhu yang tetap dipertahankan,” kata pensiunan guru SD itu. Ritual kebhu sesungguhnya mengusung pesan luhur agar manusia tidak serakah terhadap rezeki yang didapat. Pesan lain adalah mendorong kehidupan bersama secara harmonis tanpa dibatasi sekat suku atau perbedaan lain.**SA (dari berbagai sumber).

27


Tarian Caci yang menggambarkan kepahlawanan dan keperkasaan. Bagi masyarakat Manggarai Raya Simbolisasi yang sarat makna itu diyakini sebagai cerminan masyarakatnya.

T

arian Caci merupakan tradisi khas Manggarai Raya yang masih dipertahankan, tak terkecuali juga di Manggarai Timur yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Tari Caci menimbulkan kesan heroik karena tarian tradisional ini merupakan pertarungan antarlelaki, khususnya di Manggarai. Tak jarang lawan yang kalah harus berdarah-darah. Tetapi tarian ini sangat disukai para kaum muda karena kesan yang sangat jantan (maskulin) itu. Di daerah asal, Manggarai Caci merupakan pertarungan antara dua orang pria, satu lawan satu, secara bergantian. Dalam caci ada pihak yang memukul (paki) lawannya dengan menggunakan larik (pecut) atau tali terbuat dari kulit kerbau yang sudah kering dan lawan yang dipukul menangkis (ta'ang) dengan menggunakan Nggiling (perisai, juga terbuat dari kulit kerbau) dan tereng/agang atau busur yang terbuat dari bambu. Memukul dilakukan secara bergantian. Di sana tarian caci yang secara bebas diartikan menguji (ketangkasan) satu lawan satu, biasanya hanya dipentaskan dalam acara khusus, seperti upacara penti atau hang woja (syukuran hasil panen), penyambutan tamu kehormatan atau upacara-upacara adat lainnya, seperti paca wina (belis). Juga untuk memeriahkan pentahbisan imam dan sebagainya. Biasanya, pertarungan caci dilakukan antar desa/kampung. Bagi orang Manggarai, pementasan caci merupakan pesta besar dimana desa penyelenggara memotong kerbau beberapa ekor untuk makanan para peserta atau siapa pun yang me- nyaksikan caci, secara gratis. Caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian Caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya. Pihak yang memukul tidak harus mendapat giliran menangkis. Posisinya bisa diganti orang lain. Pihak lawan biasanya tak memprotes. Di sini terlihat aspek lain yakni kerelaan untuk berkorban. Semuanya dihayati dalam suasana penuh kekeluargaan dan kebersamaan. Sedang bagian badan yang boleh dipukuli meliputi bagian pusar ke atas hingga wajah. Seorang penari caci dinyatakan kalah bila pukulan larik mengenai bagian wajah hingga luka atau berdarah. Jika ini terjadi maka penari bersangkutan harus diberhentikan. Tarian Caci awal mulanya dimainkan oleh para pejuang perang untuk merayakan dan mengenang perang. Dewasa ini tarian Caci bagi orang Manggarai dipentaskan untuk memeriahkan acara-acara khusus baik yang bersifat adat maupun tidak, seperti syukuran hasil panen, pentahbisan imam, atau penerimaan tamu adat maupun kenegaraan. Dalam budaya Manggarai, tarian caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup. Nama Caci sendiri berasal dari dua kata yaitu ”Ca” yang berarti satu dan ”Ci” artinya uji. Jadi, Caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Tidak semua orang Manggarai layak menjadi peserta Caci. Selain harus pria, persyaratan lain adalah harus mahir memukul lawan,

Foto : Istimewa Foto: Istimewa

terampil menangkis serangan, luwes menari, merdu menyanyikan lagu daerah, dan berbadan atletis. Pertunjukan tarian Caci dibuka dengan tarian Danding atau biasa disebut Tandak Manggarai. Tarian ini dimainkan oleh perempuan dan laki-laki yang membentuk lingkaran. Gerakan penari Danding lebih mirip tari Vera atau tari Sanda Lima. Biasanya penari mendendangkan lagu dengan lirik yang memompakan semangat para pemain Caci saat bertanding. Sebelum bertarung, pemain Caci akan melakukan pemanasan otot. Masing-masing pemain menggerakkan badannya mirip gerakan kuda. Sambil menari, pemain Caci menyanyikan lagu daerah untuk menantang lawannya. Setiap kelompok terdiri dari delapan pemuda, masing-masing mendapatkan kesempatan bertarung menghadapi lawan. Serangan bisa dimulai dengan bertindak sebagai pemukul dan pada kesempatan lain menjadi penangkis. Dengan lincah si penyerang akan menghentakkan pecutnya ke tubuh lawan. Sementara si lawan akan menangkis sabetan pecut. Jika kena, tampak garis merah atau luka memanjang tipis. Luka ini sebagai pembukti bahwa penyerang berhasil. Semua pemain berisiko terkena sabetan pecut. Galus Ganggus S.Pd Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur menegaskan, Danding merupakan kesenian khas

Manggarai Timur. Menurutnya, Danding selain berfungsi sebagai pembuka Tarian Caci juga kerap didendangkan pria dan wanita pada malam hari. “Syair-syairnya sangat puistis. Selain bermakna pujian yang mampu membangkitkan motivasi juga sindiran,” katanya. Tarian Adat Caci kini sudah amat jarang ditampilkan sehingga tak banyak masyarakat yang tahu kesenian yang mirip tari perang ini. Karena itu para tokoh adat Manggarai berharap pemerintah bersedia membantu melestarikan tarian khas tersebut. Kini Tari Caci hanya dibawakan saat hari-hari besar seperti perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Sedang Martinus Durvan, salah satu Kabid di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Manggarai Timur yang ditemui di Jakarta, Senin (17/07) berharap agar dinas terkait mampu membuat agenda kegiatan untuk melestarikan Tarian Caci ini dengan melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan adat masyarakat di Manggarai Timur. “Dengan membuat kalender event, maka akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Ini merupakan momentum yang tepat untuk menggembalikan kejayaan Tarian Caci ini,” katanya. Selain itu juga mempopulerkan Tarian Danding dan Vera sebagai jati diri Kabupaten Manggarai Timur.**Kush/SA


Watu Embu Kodi Haki dan Watu Embu Kodi Fai merupakan sepasang situs batu kelamin laki-laki dan perempuan yang diyakini dapat memberi hujan di saat kekeringan melanda.

W

atu embu (batu kelamin) laki-laki dan perempuan terdapat di Poco (bukit) Ndeki, di Kampung Sere, Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Konon kampung itu merupakan perkampungan tua suku Motu dari etnis Rongga. Batu yang menyerupai kelamin laki-laki dinamakan Watu Embu Kodi Haki sedang batu perempuannya disebut WatuEmbu Kodi Fai. Batu tersebut memiliki berbagai keunikan. Diantaranya, pada batu perempuan, permukaan batunya berbentuk segi tiga. Salah satu sudut bagian atasnya selalu basah, meskipun batu tersebut terletak di dalam gua yang kering dan tidak terkena air hujan dan embun. Oleh masyarakat setempat, kedua batu itu dianggap keramat karena dipercaya bisa mendatangkan hujan. Sejak dulu masyarakat di Kelurahan Tanah Rata percaya apabila kemarau panjang, mereka berbondong-bondong mendatangi batu tersebut untuk memohon hujan turun. Sebagai persyaratannya mereka harus membawa sesajian berupa siri, pinang, dan beras warna merah, lalu memohon kepada leluhur, selanjutnya diambil sebatang kayu berukuran sekitar dua meter, lalu ditusuk-tusukan ke dalam sebuah lubang pada batu kelamin perempuan. Apabila ujung kayu tersebut basah, maka dalam waktu dua atau tiga hari akan turun hujan. Sebaliknya, apabila ujung kayu tersebut kering, maka dalam beberapa saat setelah upacara tersebut, akan turun hujan.

Upacara (ritual) memohon hujan tersebut dilakukan secara adat suku Motu. Yang menarik dari seluruh rangkaian upacara tersebut, setelah berlangsung, semua peserta yang mengikuti upacara tersebut tidak boleh langsung kembali ke kampung dan tidak boleh turun melewati jalan yang dilalui saat mendaki. Mereka terlebih dulu harus pergi mandi di laut untuk menyucikan diri. Saat mandi di laut, semua orang harus bertelanjang. Mereka percaya jika rangkaian tradisi dan upacara itu dilanggar, maka hujan yang dinanti-nantikan tidak akan turun. Menurut cerita masyarakat setempat, untuk mencapai lokasi watu embu, tidak mudah karena lokasi tersebut dijaga ular hijau yang bergelatungan di atas pohon. Karena itu, untuk menuju kesana harus disertai pawang ular. Poco Ndeki sendiri merupakan bukit yang menghadirkan pesona tersendiri. Menapaki Bukit Ndeki merupakan wisata petualangan menarik dan menantang. Poco Ndeki terletak di sebelah Timur Kota Borong. Merupakan daerah hutan tropis yang sangat rimbun dan kaya akan varietas tumbuhan. Poco Ndeki juga merupakan tempat habitat bagi beberapa jenis burung langka seperti punglor dan lawe lujang (bertubuh kecil, berekor panjang dengan corak warna yang menarik serta kicauan yang merdu). Juga terdapat beberapa satwa seperti tikus, kera, babi hutan, landak dan ular. Akes menuju puncak Poco Ndeki dimulai dari Kampung Sere di Kelurahan Tanah Rata, berjarak 11 kilometer dari Borong. Jalur pendakian yang dilalui, melewati jalan setapak menuju perbukitan dan lereng gunung yang curam hingga sampai ke puncaknya sejauh 4,5 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu 3,5 jam. Jalur yang dilalui, sangat menantang karena melewati bukit terjal dengan kemiringan 750. Karena itu disarankan untuk mengenakan sepatu sport dan pakaian yang nyaman untuk pendakian. Diingatkan untuk mengajak pemandu atau warga setempat yang benar-benar mengetahui perjalanan menuju puncak agar tidak tersesat.**SA (sumber Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur).

29


Info Wisata

Hotel & Restaurant di Borong HOTEL: Primadona Hotel : Jl. Raya Ruteng-Ende, Borong

J

umat pagi, di akhir Juni perjalanan liputan ke Manggarai Timur, Provinsi NTT kami mulai. Pesawat Lion Air siap membawa kami ke Denpasar, Bali. Hampir dua jam perjalanan kami lalui, Kamipun tiba di Denpasar menjelang siang. Kami terpaksa beristirahat dulu di Denpasar karena pesawat ke Labuhan Bajo, Manggarai Barat hari itu, full book. Hari berikutnya kami mendapatkan kepastian untuk bertolak menuju Labuhan Bajo. Siang hari, kami tiba di Labuhan Bajo. Kami masih harus menunggu hingga sore hari untuk antree travel yang akan membawa kami ke Ruteng, ibukota Manggarai. Sore itu, udara di Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, cukup cerah. Bajo Express, travel yang melayani perjalanan kami menuju Ruteng, Kabupaten Manggarai, melaju kencang menembus bebukitan terjal. Sementara di sebelah kiri jalan, lembah dengan pepohonan rindang, menjadi latar pemandangan alam yang tak kalah menariknya. Diabang senja, matahari yang mulai terbenam di arah barat, masih menyisakan sinarnya. Temaran siluet berwana kuning kemerahan begitu indah dipandang mata dengan latar bebukitan di ufuk Barat. Malampun tiba. Bajo Express terus melaju membelah bebukitan. Tanpa terasa setelah empat jam perjalanan sampailah di Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai. Jarum jam menunjukkan pukul 21.00 WIT. Udara dingin begitu menusuk kulit. Maklum, udara di Ruteng tak ubahnya di Puncak Pass, Bogor, Jawa Barat. Setidaknya ada dua hotel di Ruteng yang siap menampung pengunjung yakni Hotel Sindha dan Dahlia. Kami pun memilih untuk beristirahat di Hotel Sindha yang letaknya di jantung Kota Ruteng dan tepat di depan BRI Ruteng. Suasananya cukup tenang, sangat ideal untuk merebahkan badan setelah menjalani perjalanan empat jam dari Labuhan Bajo, sebelum meneruskan perjalanan ke Borong, Manggarai Timur. Tarif hotel dengan layanan air panas, televisi dengan dua tempat tidur dan kamar mandi yang tergolong bersih tak terlalu mahal. Hotel memasang tarif Rp300 ribu – Rp 350 ribu/hari. Lokasinya yang terletak di pinggir jalan Trans Flores itu selain dekat dengan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) BRI juga di kanan kiri terdapat Rumah Makan Padang dan sebuah rumah makan khas jawa. Paginya, San, sopir yang akan membawa kami menyusuri pantai utara (Pantura) Manggarai Timur telah bersiap di depan hotel. Hari itu kami merencanakan melihat dari dekat obyek wisata yang ada di Pota, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur. Ada beberapa obyek wisata di sekitar Pota. Diantaranya Danau Rana Tonjong atau Danau teratai seluas tiga hektar. Pantai Watu Pajung (batu berbentuk payung) dengan pantai pasir putihnya sepanjang tiga kilometer (saat air surut) serta buaya darat (komodo khas Manggarai Timur yang punggungnya berwarna kuning kemerahan) Masyarakat di sekitar Pota menyebutnya sebagai mbou atau Rugu. Di Desa Dampek, kecamatan Lambaleda terdapat “pulau tenggelam� berbentuk tapal kuda yang permukaannya masih kasat mata jika dilihat dari atas jalan raya. Pulau tennggelam ini kini menjadi pusat perhatian turis mancanegara yang menggemari olah raga menyelam (diving). Lokasi tersebut bisa dicapai dari Ruteng melalui perjalanan darat selama 3-4 jam. Pulau tenggelam yang masih dalam pengawasan Pemkab Manggarai Timur ini memang belum diberi nama. Pemkab masih berupaya menyiapkan dermaga dan akses jalan setapak dari jalan besar menuju bibir pantai. Masih terdapat obyek wisata bahari lainnya di sepanjang Pantura Manggarai Timur yakni Tanjung Kurbaja, Taman laut Pasir Baja, Pantai Nanga Lok serta Pantai Pelabuhan Kelambu. Begitu indahnya panorama alam di sepanjang Pantura Manggarai Timur ini. Tak berlebihan jika orang menyebutnya sebagai surga wisata di Utara Manggarai Timur. Setelah selesai menyusuri Pantura Manggarai Timur kami pun pulang kembali ke Ruteng. Esok paginya perjalanan harus kami lanjutkan ke Borong untuk melihat keindahan obyek wisata di sekitar Borong. Sebelum sampai Borong kami singgah di Danau Rana Mese, areal persawahan di Mano yang tersusun rapi di lereng bukit. Siang, menjelang sore menuju Pantai Mbalata di Desa Watunggene Kecamatan Kota Komba Kecamatan Kota Komba. Kami sempat menginap di Mbalata Beach Inn Cottages milik Fransisco Huik de Rosari. Paginya mengikuti paket horse tracking ke Poco Komba. Malam menginap di Borong. Hari berikutnya, melakukan wawancara dengan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur, Kepala Bappeda, Ketua DPRD serta melakukan peliputan di Mata Air Panas Rana Masak Berjarak 25 kilometer dari Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Tanpa terasa sudah satu minggu melakukan peliputan di Manggarai Timur. Esok malamnya kami kembali ke Jakarta melalui Labuhan Bajo dan Denpasar.**Sapto/Kush

Sama Jaya Hotel : Jl. Pasar Inpres, Borong A.A.Hotel : Jl. Pelabuhan, Borong Cepi Watu Cottages : Pantai Cepi Watu, Borong Mbalata Beach Inn Cottage : Desa Watunggene, Kecamatan Kota Komba

RESTAURANT: RM Bintang : Jl.Raya Ruteng-Ende, Borong RM Bougenvile : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Sabar Menanti : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Bakso Solo : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Taraso : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Roda Baru : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Merapi Indah : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Saiyo : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong Dahlia Restaurant : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Ojo Lali : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Mulia : Jl Raya Ruteng-Ende, Borong RM Ayu : Jl Gang Kampung Bugis, Borong RM Tenda Biru : Jl Pelabuhan, Kampung Ende, Borong Cepi Watu Resto : Cepi Watu Beach, Borong

LAYANAN BERLANGGANAN : (021) 74702770 jarraknusa@yahoo.com




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.