
1 minute read
SWK dalam Kondisi Sakit Sakit
Salah Kajian, Sepi Pembeli
Surabaya, Memorandum
Advertisement
Sentra Wisata Kuliner (SWK) di berbagai sudut Kota Metropolis seperti mati suri. Hidup enggan mati tak mau. Sebab, SWK yang digadang-gadang sebagai pendongkrak sektor ekonomi bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) ini banyak yang sepi pembeli.


Padahal, tidak sedikit uang
APBD yang digelontorkan oleh
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Puluhan miliar bahkan. Namun, fakta di lapangan, SWK banyak yang sepi. Diduga, sepinya SWK karena kurangnya kajian menyeluruh terhadap tata letak pembangunan SWK di suatu wilayah. Sehingga, banyak SWK yang akhirnya sepi pembeli.
Pedagang Dibekali Soft Skill
SEMENTARA itu, menurut telaah pengamat komunikasi publik Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo, pelaku UMKM di Surabaya harus ditangani dengan serius. Termasuk mereka yang berdagang di SWK. Pemkot Surabaya harus mendorong agar tak asal berjualan melainkan dibekali dengan soft skill lainnya agar menarik minat masyarakat.

“UMKM harus ditangani dengan serius.
Tidak asal berjualan. Para penjual mesti dibekali pengetahuan produk maupun cara menyajikan. Juga fasilitasnya harus layak,” ujar pria yang karib disapa Sukowi ini, Jumat (5/5).
Lebih lanjut, Sukowi mengatakan, idealnya harus seimbang antara produksi dan konsumsi. Artinya, pemkot harus punya data tingkat konsumsi kuliner warga. Lalu diseleksi produk yang dibutuhkan.
“Jika kiranya konsumen tidak tertarik, maka harus ada pembatasan produk,” tandasnya.
Kendati demikian, kata Sukowi, yang terpenting pemkot terus melakukan pendampingan terhadap pelaku UMKM. Lebih-lebih diajak untuk naik kelas. “Pada intinya, para penjual jangan dibiarkan sendiri bertarung dengan pemodal besar. Mereka harus terus didampingi oleh pemkot,” tuntas dia. (bin/ono)
Gandeng Universitas agar Kembali Ramai
PENJABAT (Pj) Kepala Dinas Koperasi UMKM dan perdagangan (Dinkop) Surabaya Dewi Soeriyawati mengaku, banyak SWK yang kosong setelah pandemi. Kata Dewi, saat ini pihaknya masih fokus mendahulukan keluarga miskin (gamis) untuk dibantu. Agar kembali ramai, kata Dewi, solusinya, pihaknya akan bekerja sama dengan mahasiswa. Juga universitas-universitas untuk meramaikan kembali SWK yang sepi agar ramai pengunjung untuk pendampingan pelaku usaha dan penataan lagi. Dewi mengungkapkan, untuk makanan yang dijual, pelaku usaha akan ditata lagi dengan menggandeng pihak bank-bank terkait branding-branding juga akan dilakukan. “Kami masih menata kembali biar ramai kem- bali SWK, pasti ada perubahan nanti,” jelasnya. Termasuk pinjaman modal bagi pelaku usaha, seperti KUR. Untuk saat ini nol rupiahnya akan dinolkan dulu sampai perekonomiannya normal kembali stabil. (rio/ono)