Inovasi-Vol06-Mar2006

Page 124

KESEHATAN

INOVASI Vol.6/XVIII/Maret 2006

Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Selalu Berakhir di Ujung Pisau Bedah? Bambang Widyantoro Residen, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Research Student, Division of Cardiovascular and Respiratory Medicine, Dept. of Internal Medicine, Kobe University Graduate School of Medicine, Kobe E-mail: bambang@med.kobe-u.ac.jp Pendahuluan Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita.1, 2 Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB. Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, di mana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.3 Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan sang ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.4 Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik (biru) dan PJB non sianotik (tidak biru). PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB non sianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat bilik

jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri seiring dengan pertambahan usia anak.3, 4 Beberapa masalah yang selama ini timbul adalah bagaimana mendeteksi secara dini adanya PJB dan para orang tua seringkali sangat khawatir bila bayi atau anak mereka harus menjalani operasi bedah jantung terbuka sebagai konsekuensi didiagnosisnya putra-putri mereka sebagai penderita PJB. Tulisan ini akan mencoba menjawab masalah yang kedua, di mana penanganan PJB secara intervensi non bedah kini sudah mulai dikembangkan pada beberapa jenis PJB dengan lesi yang tunggal dan sederhana. Defek Sekat Atrium (Atrial Septal Defect/ASD) Salah satu PJB non sianotik yang sebelumnya harus selalu ditangani dengan tindakan bedah adalah kebocoran sekat serambi jantung (Atrial Septal Defect/ASD). Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh PJB pada bayi yang lahir hidup.5 ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin (Gambar 1).

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

121


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.