UTISM &FRIENDS No 2 EDISI AGUSTUS 2014
Newsletter of London School Centre for Autism Awareness
Fokus
Ayo….. Sama-Sama Bergerak
Untuk Advokasi Anak Autistik
I
uotes
nilah sekelumit kisah pilu yang dihadapi anak-anak autistik, namun banyak orang tua dan lingkungan ke luarga tidak berdaya untuk mengatasinya. Seorang anak autistik, laki-laki umur tiga tahun, mendapat terapis seorang laki-laki di rumah. tapi yang terjadi justru pelecehan seksual. Sang ibu hanya bisa histeris, tidak ada tindakan hukum, dan laki-laki itu malah masih tetap jadi terapis sampai sekarang. Ada lagi seorang anak laki-laki 10 tahun yang disodomi oleh tukang sapu sekolah, tapi guru-guru dan teman-temannya yang sudah tahu justru mentertawakannya. Orang tua pun merasa tak ada gunanya melapor ke polisi karena guru di sekolah tidak melindungi muridnya. Seorang anak perempuan usia 14 tahun dengan retardasi mental diperkosa kakek tetangga dengan diberi permen. Orang tua sudah melaporkannya ke polisi dibantu SIKAP. Namun, hasil akhir perkara tersebut dipeti eskan. Ada juga guru sadis yang sering mencubit bibir anak sampai berdarah hanya karena anak kelas 3 SD itu suka meniru atau membeo apa saja yang dikatakan guru. Padahal anak itu menunjukkan gejala ekolalia. Orang tua tidak berani apa-apa, karena takut anaknya dikeluarkan dari sekolah. Di balik semua kisah pilu ini, ada yang lebih menyedihkan lagi yakni pelaku kekerasan justru orang tua dan saudara kandung yang merasa kesal atau malu dengan anak tersebut. Ia dipukul, dikunci di kamar, diasingkan, bahkan ada yang dirantai atau dipasung. Ketidakadilan dan tindakan kekerasan yang dialami anak austik justru dimulai dari lingkungan paling dekat: saudara kandung,
“
orang tua, guru, teman-teman, terapis, penegak hukum dan kantor tempat orang tua bekerja serta tetangga. Kisah di atas diungkapkan oleh Dr Melly Budhiman dari Yayasan Austisma Indonesia pada seminar Memperjuangkan Advokasi Penyandang Austisme di Indonesia, April lalu, di Jakarta. Anak-anak dengan kebutuhan khusus ba nyak mengalami ketidakadilan, kekerasan dan pelecehan. Orang tua sebenarnya bisa melakukan sesuatu, sekurangnya dalam kehidupan sehari-hari tanpa diskriminasi pada anak autistik. “Dan jangan lupa, informasikan nilai-nilai positif dari kemampuan anak berkebutuhan khusus kepada masyarakat luas dan berbagai komunitas,” kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komisi perlindungan Anak pada kesempatan yang sama. Menangani anak berkebutuhan khusus, katanya, bukan hanya fisik, emosional atau kesehatan, tapi juga pemaham an tentang potensi anak agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Untuk itu, perlu penyediaan pendidikan inklusif secara merata, tersedianya SLB dengan sarana dan prasarana memadai, peningkatan ketersediaan guru atau pembimbing anak berkebutuhan khusus yang berkualitas, dan terse dianya akses informasi tentang program pendidikan anak berkebutuhan khusus. Anak perlu dukungan untuk berkembang secara mandiri. Oleh karena itu, apa saja yang me nerpa anak, termasuk kekerasan dan pelecehan, maka orang tua dan semua lingkungan harus berani mengatasinya. “ Tapi jika anak berprestasi, orang tua ja ngan ragu-ragu memberi penghargaan,” demikian Aris Merdeka Sirait, (artini)
You can’t punish a child who is acting out because of sensory overload. – Temple Grandin –
”
Follow Us @LSCAA17 @ LSBA 1992
1