LENTERA |16
Celoteh Anaka
MENCEGAH GEMPA (cerita di SDN Trans Batui 5)
Murid B : “Belanga, Bu.” Guru : berpikir sejenak, belanga itu kan tempat untuk memasak. “Kenapa belanga, Nak?” Murid B : “Kan belanganya sudah rusak, Bu.”
Newsletter Pengajar Muda Banggai
Edisi 2/Tahun 2014
LENTERA
UANG PAPAK DIPEGANG MAMAK! ☺ (cerita di SD Inpres Moilong) Di tengah pelajaran IPS, saya tengah menerangkan dan mencoba menanamkan tentang pentingnya menghargai uang. Guru Murid Murid A Guru Murid A
: “Anak-anak gempa bisa dicegah tidak?” : hening seketika : (dengan bersemangat) “Saya tahu Bu, bisa!” : “Bisa? Bagaimana, Nak?” : “Dengan berdoa, Bu.” *lalu ia senyum dengan polosnya
TEMPAT SAMPAH DI RUMAH (cerita di SDN Trans Batui 5) Guru
: “Anak-anak kalau membuang sampah di mana?” Murid : (serempak) “Di tempat sampah, Bu.” Guru : “Nah, kalau di rumah kalian ada tempat sampah tidak?” Murid : Sebagian menjawab ada, sebagian lainnya tidak. Guru : “Kira-kira kalau di rumah tidak ada tempat sampah, apa yang bisa kita jadikan tempat sampah ya?”
: “Anak-anak, kalau di rumah, misalnya kalian minta uang sama papak, biasanya langsung dikasih tidak?” Murid : “Tidak, Enci!” *Bagus, tepat sasaran pertanyaan saya Saya : “Kira-kira kenapa ya, uangnya tidak langsung dikasih?” Rahmat : “Karena cari uang itu susah, Enci!” Saya : “Jawaban yang bagus sekali, Rahmat. Coba ada yang mau memberi Enci pendapat lain?” Afdal : (dengan muka serius) “Karena cari uang itu nyawa taruhannya, Nci! “ Saya : “Waw, betul yaah. Beberapa pekerjaan orang tua kita bahkan sampai mempertaruhkan nyawa untuk mencari uang untuk keluarganya. Ada yang punya pendapat lain?” Dallo : “Karena uang papak dipegang sama mamak, Nci! Makanya tidak dikasih.”
KELAS INSPIRASI
Tentang Indonesia Mengajar
Iuran Publik Indonesia Mengajar
Saya
Cuti Sehari, Seumur Hidup Menginspirasi
(hal. 2) Tajuk Rencana Pendidikan Untuk Semua: Catatan Tentang ABK di Banggai (hal. 6)
Pertama kali saya menginjakkan kaki untuk mengajar di Pulau Tembang, sebuah pertanyaan yang sangat sederhana saya lontarkan pada murid-murid saya di kelas III. “Anak-anak, coba ceritakan citacita kalian!” Tangan-tangan mungil bermunculan di udara. Mereka dengan antusias menjawab.
Liputan Fandy, Murid SMP 4 Toili, Belajar Toleransi Lewat Pertukaran Pelajar (hal. 8)
Anak pertama dengan semangat berkata, “Saya ingin jadi nelayan, Pak!” Giliran anak kedua menjawab, “Saya ingin jadi pemanah ikan, Pak!”
Profil
Krisyana, si Jago Sains dari Bualemo
Lalu anak ketiga menjawab tak kalah semangatnya, “Kalau saya mau jadi pencari ikan, Pak!”
(hal. 12)
Cerita PM
Merekam Jejak UN di Sekolahku (hal. 14)
Saya terkesima. Sesungguhnya tak ada yang salah dengan menjadi nelayan. Nyatanya, anak-anak di pulau ini memang berkutat dengan pekerjaan melaut seumur hidup mereka. Ayah mereka, kakek mereka, buyut mereka, dan generasi sebelumnya, semua berprofesi sebagai nelayan. Tak heran bila nelayan adalah satu-satunya profesi yang mereka kenal.