



Banyumas: Short Introduction
Lengger Lanang: Introduction
Sejarah Lengger Lanang
Nilai-Nilai dalam Lengger Lanang
Lengger Lanang: Shows
Sumber Literatur
Seni merupakan perwujudan dari aktivitas masyarakat yang berkembang dan tumbuh untuk menggabarkan keadaan masyarakat pada masa tersebut
Keberadaan kesenian dikaitkan dengan latar belakang sejarah dan sosial dari suatu daerah yang berbeda
Editor & Layout: Indira Anggananjati
Content Source: Studi Literatur (Sumber Terlampir)
Banyumas dalam sejarah merupakan wilayah yang termasuk kedalam wilayah Majapahit, Demak, Mataram, Kartasura hingga Kseunanan Surakarta. Pasca Perang Diponegoro, Banyumas yang awalnya merupakan bagian dari Kesunanan Surakarta masuk kedalam wilayah Kolonial Hindia Belanda pada 1830. Kemudian pada 1 Januari 1936, wilayah Banyumas terbagi atas 4 kabupaten yaitu Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara
Pasca Kemerdekaan periode Orde Lama, Banyumas masih tergolong dalam pemerintahan Keresidenan yang kemudian pada masa Orde Baru ditetapkan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak masa Orde Baru tersebut, Banyumas menjadi wilayah administratif yang berada dibawah kewenangan Gubernur Jawa Tengah.
Lengger Lanang Banyumas merupakan tarian tradisional asal Banyumas yang berkembang melalui daerah yang mayoritas bermata pencarian sebagai petani di Banyumas. Tari Lengger Lanang satu dari sekian banyak tarian yang dilakukan oleh laki-laki Namun, yang menjadi hal menarik dalam tarian ini adalah peran perempuan dalam tarian ini yang justru dimainkan oleh laki-laki. Perubahan fisik yang terjadi dalam Tarian Lengger Lanang Banyumas dilakukan dengan penggunaan riasan, sanggul, dan pakaian perempuan umumnya. Namun, secara garis besar perubahan fisik laki-laki menjadi perempuan pada tarian ini hanya dilakukan diatas panggung
Tarian Lengger Lanang merupakan cerminan keadaan sosiokultural masyarakat
Banyumas yang pada kala itu masih mempercayai mitologi. Sehingga tarian ini dianggap sebagai bentuk terima kasih atas panen raya yang dilakukan melalui upacara Baritan
Tarian Lengger Lanang merupakan
tarian yang muncul di Banyumas pada abad ke-18, yang tertulis dalam
Serat Centhini Penemuan istilah
tarian ini ditemukan ketika pada
masa pemerintahan Mangkunegara
VII diutus tiga sastrawan untuk berkeliling Jawa dan mencari kebudayaan yang terdapat di pulau Jawa. Perkembangan Lengger Lanang secara spesifik berkembang pada 1755 di daerah Jatilawang, Kabupaten Banyumas yang kemudian menyebar di daerah Kalibagor, Kabupaten Banyumas.
Penggunaan nama Lengger terususn dari kata leng dan jengger atau dalam beberapa sumber dinyatakan merupakan gabungan kata “Darani Leng Jebule Jengger” yang dapat diartikan sebagai dikira wanita ternyata laki-laki.
Pada perkembangannya tarian Lengger Lanang tidak selalu dimainkan oleh laki-laki, sebagai contohnya pada tahun 1918 tarian ini digantikan permainannya oleh wanita Hal ini didorongkan kesulitannya menemukan anak laki-laki yang memiliki kemampuan untuk menjadi penari, sedangkan sosok wanita dianggap lebih luwes dalam melakukan tarian Namun, menurut penyataan yang di kemukan oleh Thomas Raffles, Lengger dianggap sebagai kesenian yang tidak jauh berbeda dengan Ronggeng, Tayub dan beberapa kesenian rakyat
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Tarian Lengger Lanang mendapatkan larangan untuk ditampilkan. Hal ini didasari bahwa
Tarian Lengger Lanang merupakan tarian yang kerap di undang oleh PKI dalam pementasan sehingga ketika propaganda G30S/PKI berlangsung Lengger Lanang dijadikan kambing hitam politik Orde Baru
Selain itu, Keberadaan tarian Lengger juga mendapatkan larangan untuk tampil karena dianggap menyimpang
Tergulingnya Orde Baru, yang dianggap membatasi politik Islam mendorong perubahan pada masa reformasi. Hal ini ditandai kelompokkelompok Islam Konservatif yang menggunakan pasal 29 UUD 1945 sebagai rujukan untuk memperluas pengaruhnya
Hal ini mendorong adanya dilema dalam ideologi ataupun paradigma negara yang menganggap Lengger Lanang sebagai representasi LGBT. Hal ini mendorong tarian Lengger hanya diperbolehkan untuk tampil secara tertutup.
Lengger Lanang, menjadi sorotan terutama berkaitan dalam isu cross gender yang kerap dikaitkan dengan LGBT Namun, perlu diketahui bahwa isu gender yang diadaptasi dari tarian ini memiliki makna secara praktis, bahwa situasi antara laki-laki dan perempuan adalah setara dalam bendapatkan akses termasuk didalamnya agama, ekonomi, pendidikan, budaya, dan politik. Serta perlunya kesadaran untuk menerima dan menghargai perbedaan antara laki-laki dan perempuan Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Lengger Lanang, yaitu:
Lengger Lanang di identikan dengan budaya Cross Gender , yang ditandai dengan laki-laki dan perempuan. Hal ini mendorong bahwa pentingnya kesadaran dalam kesetaraan gender yang di relevansikan dalam kehidupan sosial. Terutama menyangkut kesempatan bagi laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sama untuk berkontribusi dalam kehidupan.
Keberadaan tarian ini, menyadarkan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dibedakan berdasarkan konsep gender yang ada. Justru keberadaan gender menurut tari Lengger Lanang dapat dianggap sebagai kosmologi dualisme, yang seharusnya saling melengkapi bukan bertentangan.
Aprilia, R. (2021). Eksistensi Lengger Lanang Lengegr Sari Banyumas. Jurnal Imaji, 19(1), 1–7.
Ayu Raharjo, T , Rahardjo, T , Bayu Widagdo, M , Studi, P S , Komunikasi, I , Soedarto, J , & Tembalang Semarang Kotak, S (2022) Negosiasi Identitas Penari Cross Gender pada Lengger Lanang Interaksi Online, 10(3), 68–83
Hartanto, S. I. (2016). Perspektif Gender pada Lengger Lanang Banyumas. Pantun, 1(212), 145–153
Islami, M Z , Oktaviani, B , Pradana, D A , Saifulloh, D , Khoirunnisa, W , & Hidayat Rachmad (2022) Relevansi Nilai Filosofis Tari Lengger Lanang Banyumas dalam Konteks Ketimpangan Gender dan Dinamika Tari di Tengah Perubahan Masyarakat Indonesia. Jurnal Seni Tari, 11(2), 131–142
Nur’aini, P A (2015) Eksistensi Kesenian Lengger Lanang Bergoyang di Desa Gumelem Kulon Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara Universitas Negeri Yogyakarta Utami, D. P. (2023). Dinamika Tari Lengger Lanang di Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas Tahun 1960-2014 Universitas Lampung