Sebar demokrasi edisi perdana

Page 1

Harga Mahasiswa : 1.000 Harga Umum : 2.000

SEBAR SEBAR

DEMOKRASI Demokratis, Ilmiah, & Megabdi Kepada Rakyat

Edisi Perdana Salam Demokrasi ! Sampai hari ini rejim SBYKa l l a b e l u m m e n u n j u k k a n keberpihakannya kepada rakyat dalam pemenuhan hak-hak dasar rakyat terhadap akses pendidikan. Biaya pendidikan yang mahal, minimnya fasilitas pendidikan, dikekangnya kebebesan berekpresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat bagi mahasiswa, serta tidak ada jaminan mutu pendidikan, merupakan sekian persoalan yang dihadapi rakyat dalam bidang pendidikan. Bukannya segera menjawab persoalan rakyat, rejim SBY-Kalla kembali melahirkan produk kebijakan yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat. RUU-BHP yang sarat akan penindasan, telah rangkum pembahasannya dan menunggu pengesahan dari DPR. Hal ini semakin membuktikan bahwa rejim SBY-Kalla adalah rejim yang anti demokrasi dan anti rakyat. Sementara dari IKIP Mataram, konflik elit internal yang telah menyebabkan kematian M. Ridwan, masih berlangsung. Kabar terbaru adalah soal tiga jurusan baru yang telah dipastikan tidak mendapatkan ijin operasional dari DIKTI. Sementara itu, perjuangan massa mahasiswa IKIP Mataram berujung dengan drama penangkapan 23 orang mahasiswa oleh Polresta Mataram yang lagi-lagi tidak adil dalam menjalankan tugasnya. Dalam edisi perdana ini, sebar demokrasi mencoba mengkupas tentang perjuangan massa mahasiswa IKIP Mataram tentang kejelasan status kepemimpinan di IKIP Mataram, dan tentang “terror� RUU-BHP terhadap proses pendidikan di Universitas Mataram. Selamat membaca !

FOKUS UTAMA

MAHASISWA IKIP MATARAM DI TENGAH KONFLIK BERKEPANJANGAN Konflik yang terjadi di internal IKIP Mataram antara kubu Drs. Fathurrahim Cs dan Yayasan Pembina IKIP Mataram, masih berlanjut hingga sekarang. Yang paling menggenaskan, konflik ini telah menyebabkan kematian M. Ridwan. Lalu bagaimana nasib mahasiswa IKIP selanjutnya?

Tarik Menarik Kekuasaan Sebagai Latar Belakang Konflik Konflik di internal IKIP Mataram berawal dari pemecatan Yayasan Pembina IKIP Mataram terhadap Drs. Fathurrahim beserta jajarannya dengan alasan adanya dugaan penyelewengan dana operasional pendidikan. Maka yang harus dilakukan oleh yayasan adalah membuktikan dugaan tersebut melalui prosedur hukum, sementara itu yayasan harusnya mengangkat pejabat sementara yang memiliki kapasitas legal dalam memimpin IKIP Mataram

sampai ada kepastian hukum terkait dugaan tersebut. Barulah setelah terbukti dugaan tersebut, yayasan dapat mengambil mekanisme pemecatan dan selanjutnya mengadakan pemilihan rektor ulang. Akan tetapi mekanisme pemecatan yang ditempuh yayasan mengindikasikan adanya tarik menarik kekuasaan di internal IKIP Mataram. Hal ini diperkuat dengan fakta sejarah tentang kondisi yang tidak harmonis di IKIP Mataram. Sebelumnya, Drs. Fathurrahim merupakan rektor terpilih yang menang dalam pemilihan senat

Hanya untuk menjaga kekuasaanya yang cacat hukum, H.L Said Ruphina beserta Yayasan Pembina IKIP Mataram, rela membuat M. Ridwan, mahasiswa IKIP Mataram, meninggal dunia oleh preman yang menjaga kekuasaan H.L Said Ruphina

Diterbitkan oleh Badan Persiapan Cabang Mataram- Front Mahasiswa Nasional Penanggung Jawab: Mario Kulas. Pimpinan Redaksi: M. Syaiful Dewan Redaksi: Reza Safetsilayusa, Hendro Purba, Munawir Haris. Koresponden: Karman (Universitas Mataram), Jimmy (IKIP Mataram), Lukman (IAIN Mataram), Dan (AMIKOM), Lubis (Universitas Muhamaddyah Mataram). Alamat Redaksi: Jl. Pantai Senggigi No. 4 BTN Griya Pagutan Indah - Pagutan - Mataram. Telpon: (0370)6161273. Email: sebardemokrasi_fmn@yahoo.co.id. Redaksi menerima saran, kritik, dan sumbangan tulisan berupa naskah, artikel, berita, serta foto jurnalistik yang tidak bertentangan dengan KONSTITUSI FMN. Tulisan ditulis pada kertas kwarto/A4, spasi satu setengah, huruf times new roman (12), diutamakan dalam bentuk microsoft word, dan dikirim ke alamat e-mail buletin Sebar Demokrasi.

Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

Sebar DEMOKRASI

1


pada tahun 2004 lalu, Namun dengan alasan “masih terlalu muda�, yayasan tidak ingin mengesahkan Drs. Fathurrahim sebagai rektor yang sah. Drs. Fathurrahim disahkan yayasan, baru setelah adanya aksi ribuan mahasiswa yang menuntut pengesahan Drs. Fathurrahim. Hubungan antara birokrat dan yayasan kembali memanas akibat perdebatan pengelolaan dana operasional dengan prosentase 80% oleh birokrat dan 20% oleh yayasan hingga pada akhirnya muncul isu tentang penyelewengan dana yang kemudian dijadikan legitimasi oleh yayasan untuk memecat Drs. Fathurrahim beserta jajarannya. Mekanisme pemecatan Drs. Fathurrahim beserta jajarannya dan menggantikannya dengan H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya, pada akhirnya menyeret IKIP Mataram berada dalam status yang tidak jelas hingga saat ini. Mahasiswa Menjadi Korban Penyelesaian konflik ini masih berlanjut melalui prosedur hukum. Pada tanggal 1 Februari 2007, Pengadilan Negeri Mataram telah mengeluarkan putusan No. 45/PDT.G/2006/PN.MTR yang salah satu pointnya menyatakan bahwa pemberhentian para pejabat struktural IKIP Mataram (Drs. Fathurrahim Cs) yang selanjutnya dikembalikan ke KOPERTIS Wilayah VIII melalui keputusan ketua Yayasan Pe m b i n a I K I P M a t a r a m N o . 15/YPIM/VII/2006 tanggal 25 Juli 2006, serta keputusan ketua Yayasan Pe m b i n a I K I P M a t a r a m N o . 16/YPIM/VII/2006 tentang pengangkatan H.L Said Ruphina, SH, MS sebagai rektor IKIP Mataram beserta jajaranya (pejabat struktural di lingkungan IKIP Mataram), adalah tindakan melawan hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum apapun. Maka akibat hukumnya adalah segala kebijakan yang pernah dikeluarkan birokrat IKIP Mataram / Tergugat II (H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya)—seperti ujian semester, penandatanganan skripsi, yudisium, wisuda, penandatanganan ijazah/sertifikat, dan lainlain—adalah batal demi hukum karena disandarkan pada perbuatan melawan hukum. Akan tetapi putusan Pengadilan Negeri Mataram tidak lagi menjadi putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang langsung bisa di eksekusi, karena proses hukum kembali berlanjut setelah yayasan mengajukan banding ke Pengadilan Ti n ggi Ma ta ra m. Ma k a se ga la Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

kebijakan yang telah dikeluarkan oleh yayasan dan rektor IKIP Mataram belum bisa dikatakan sebagai kebijakan yang cacat hukum sampai ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan kata lain, IKIP Mataram saat ini berada dalam status yang tidak jelas, khususnya dalam hal kepemimpinan. Masalahnya sekarang adalah, upaya hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik ini tidak hanya sampai pada mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, akan tetapi masih ada upaya hukum lainnya yang masih bisa digunakan oleh para pihak, yaitu kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Artinya jika putusan Pengadilan Tinggi kembali belum dapat menyelesaikan konflik ini, maka para pihak masih bisa melanjutkannya dengan menggunakan upaya hukum yang tersisa, sampai ada putusan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Sementara itu, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik ini dengan menggunakan seluruh upaya hukum, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Oleh H.L Status kepemimpinan yang belum jelas, juga berdampak pada ketidakjelasan status sarjana Said Ruphina, SH, MS melalui seruan yang dikeluarkannya No. 108/F.01/PT/IKIP-Mtr/2007 (dengan tetap mengatasnamakan dirinya sebagai rektor yang sah) menyadari bahwa proses hukum dengan menggunakan seluruh upaya hukum, bisa memakan waktu 5 s/d 10 tahun. Dengan kata lain, IKIP berada dalam status kepemimpinan yang tidak jelas selama proses hukum berjalan. Maka jelas saja yang paling dirugikan dari konflik ini adalah mahasiswa, karena menjalankan kegiatan-kegiatan akademik yang berdasarkan pada kebijakankebijakan yang tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena yang mengeluarkan kebijakan juga berstatus belum jelas. Misalnya saja, sampai hari ini ada 600-an mahasiswa yang telah diwisuda dalam dua periode sejak H.L Said Ruphina memimpin IKIP Mataram, belum lagi mulai tanggal 1428 April (berdasarkan kalender akademik 2006/2007) adalah batas akhir untuk ujian skripsi sampai wisuda periode II. Dan jika dalam 5-10 tahun ke depan proses hukum baru selesai dengan adanya kekuatan hukum yang tetap, maka semakin banyak mahasiswa yang akan dirugikan. Lalu

bagaimana jika memang setelah berakhirnya segala proses hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap yang ternyata benar membuktikan bahwa mekanisme yang ditempuh Yayasan Pembina IKIP Mataram untuk memecat Drs. Faturrahim beserta jajarannya dan mengangkat H.L Said Ruphina, SH, MS beserta jajarannya adalah cacat hukum? Kondisi terbaru IKIP Mataram adalah soal status 3 jurusan baru (Pendidikan Bahasa Jerman jenjang S1, Pendidikan Seni Rupa jenjang S1, dan Pendidikan Guru TK jenjang D2) telah dipastikan tidak mendapatkan ijin operasional. Adapun alasan dari tidak diijinkan untuk beroperasi adalah karena prosedur yang tidak sesuai, seharusnya birokrat IKIP Mataram tidak menerima mahasiswa terlebih dahulu sebelum mendapatkan legalitas untuk beroperasi. Dari 3 jurusan baru tersebut, untuk jurusan pendidikan seni rupa dan pendidikan bahasa Jerman masih ada harapan untuk mendapatkan ijin pengesahan, sedangkan untuk pendidikan guru TK, kemungkinan besar tidak mendapatkan ijin karena jenjangnya D2. Untuk menyelesaikan masalah ini, birokrat menawarkan tiga pilihan; 1) akan mengganti dengan uang, 2) untuk jurusan Pendidikan Seni Rupa akan ditransfer ke Universitas Nusa Tenggara Barat (UNTB), 3) mahasiswa diminta untuk bersabar selama tiga bulan sementara birokrat kembali mengajukan permohonan ijin membuka tiga jurusan tersebut. Tiga pilihan tersebut adalah pilihan yang benar-benar tidak bertanggung jawab dan sama sekali tidak menguntungkan mahasiswa. Untuk pilihan yang pertama, birokrat benar-benar tidak mau tahu dengan pergorbanan mahasiswa. Tentu bukan hanya biaya pendidikan yang telah dikeluarkan mahasiswa selama mengikuti proses pendidikan, akan tetapi mulai dari biaya pendaftaran, biaya transportasi, biaya akomodasi, biaya konsumsi, membeli perlengkapan kuliah, dan biaya-biaya lainnya. Lalu bagaimana bisa birokrat hanya menawarkan menggantikan biaya pendidikan saja? Penggantian uang bukan hal yang pokok, melainkan soal kehilangan cita-cita mahasiswa tiga jurusan baru tersebut. Untuk pilihan yang kedua, bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Seni Rupa akan ditransfer ke Universitas Nusa Tenggara Barat. Yang harus di ingat, jurusan yang ada di UNTB bukanlah jurusan seni rupa, melainkan jurusan seni murni, apalagi kalau jenjangnya adalah D3. Dan bagaimana

Sebar DEMOKRASI

2


dengan mahasiswa jurusan bahasa Jerman dan Pendidikan Guru TK? Untuk pilihan yang ketiga bahwa mahasiswa diminta bersabar selama 3 bulan sementara birokrat mencoba mengajukan kembali permohonan ijin pembukaan tiga jurusan baru dengan harapan besar untuk diterima, adalah alasan yang sangat menggelikan sekaligus tidak masuk akal. Bagaimana bisa permohonan ijin diajukan oleh birokrat yang status hukumnya juga masih belum jelas? Kalaupun dalam waktu tiga bulan birokrat mampu mendapatkan ijin, pilihan ini akan menjadi pilihan yang masih menyisakan persoalan yang harus diselesaikan di kemudian hari. Yang harus di ingat bahwa status kepemimpinan di IKIP Mataram masih belum jelas akibat penyelesaian konflik melalui proses hukum yang masih berjalan dan belum mendapatkan kepastian hukum. Lalu bagaimana bisa, mahasiswa tiga jurusan baru tersebut harus memegang janji dari birokrat yang secara hukum statusnya juga masih belum jelas? Khusus untuk mahasiswa jurusan PGTK, tidak akan mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di IKIP Mataram lagi, karena dalam ketentuan pasal 8 dan 9 Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, minimal jenjang guru adalah S1. Kecuali birokrat mengajukan ijin dengan jenjang S1, jika tidak pilihan terakhir adalah menuntut ganti rugi. Selain persoalan diatas, mahasiswa IKIP Mataram masih dihadapi dengan beberapa persoalan misalnya, pengekangan terhadap kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E, atau juga tentang kebijakan bobot SKS yang dihadapi oleh mahasiswa jurusan biologi, dosen yang jarang masuk, status akreditasi dari FPMIPA yang terancam akibat kelalaian birokrat dalam melaksanakan pelaporan rutin, soal kekurangan fasilitas, kenyaman dalam berkuliah, dan lain sebagainya. Persoalan-persoalan ini adalah persoalan-persoalan yang harus diselesaikan dan dipimpin dengan dengan garis yang tepat.

tersebut. Yang harus dipahami bersama, dari sekian persoalan diatas, status kejelasan kepemimpinan adalah sebab pokok yang harus segera diselesaikan. Sebagai gambaran, bagaimana mungkin kita menuntut soal kejelasan status para sarjana atau menuntut kejelasan status tiga jurusan baru kepada birokrat (H.L Said Ruphina beserta jajarannya) yang status hukumnya juga masih belum jelas? ini hanya akan menjadikan perjuangan kita menjadi perjuangan yang masih menyisakan persoalan. Dalam situasi yang sedang pasang, sangat disayangkan jika kita menyelesaikan persoalaan hanya sepotong-potong / tidak tuntas karena memeta-metakan perjuangan pada kepentingan sekelompok massa. Maka kesimpulannya, tuntutan kejelasan status kepemimpinan di IKIP Mataram harus menjadi panglima dalam memimpin perjuangan sosial-ekonomi mahasiswa. Jika tuntutan kita, kejelasan status kepemimpinan IKIP Mataram dijadikan sebagai penglima yang memimpin perjuangan hak-hak sosialekonomi, maka rejim hari ini tidak kita dijadikan sebagai sasaran dalam melakukan perjuangan menuntut. Maka tindakan kompromi (berunding, berdialog, dsbnya) sudah tidak diperlukan lagi. Aksi-aksi yang akan kita lakukan di kampus adalah aksi

“menelanjangi� kebobrokkan yayasan dan rejim reaksioner Said Ruphina—yang sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja propaganda dan kampanye massa untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan kesadaran massa untuk terlibat dalam perjuangan massa menuntut hak-haknya. Aksi di kampus dapat kita lakukan juga dengan cara memperkuat posisi kita dengan melakukan pemboikotan kampus. Oleh karena itu, sasaran dalam perjuangan menuntut kita adalah lembaga-lembaga yang secara yuridis memang memiliki kewenangan, dalam hal ini adalah Departement Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa IKIP Mataram dirugikan adalah penyelesaian konflik dengan upaya hukum dengan waktu yang sangat lama. Disisi lain mekanisme peradilan perdata yang digunakan sangat tidak memungkinkan bagi kita untuk melakukan intervensi. Oleh karena itu, menggantungkan perjuangan pada penyelesaian upaya hukum adalah sebuah kekeliruan besar. Maka perjuangan massa dengan garis yang tepat, harus memimpin dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mahasiswa IKIP Mataram.

Tu n t a s k a n Pe r s o a l a n S t a t u s Kepemimpinan Yang Sah ! Untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang dihadapi oleh mahasiswa IKIP Mataram, landasan dan sasaran yang cermat dan tepat adalah syarat mutlak agar tuntutan kita mampu menjadi solusi dalam Persatuan mahasiswa dengan terus menggelorakan perjuangan massa adalah solusi tepat dalam menuntut pemenuhan hak-hak dasar dan menghancurkan musuh pemudamenyelesaikan persoalan-persoalan mahasiswa Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

Sebar DEMOKRASI

3


FOKUS UTAMA

Unram dibawah bayang-bayang ruu-bahp Rencana pemerintah untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai Badan Hukum Pendidikan, semakin nyata dengan selesainya dibuat Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang tinggal menunggu pengesahan bersama DPR. Lalu apa sebenarnya BHP itu sendiri dan bagaimana dampaknya jika BHP diterapkan?

Latar Belakang Munculnya RUU-BHP RUU-BHP sebenarnya merupakan tindak lanjut dari mandat undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, agar seluruh lembaga pendidikan negeri berstatus Badan Hukum Pendidikan dan diatur dalam undang-undang sendiri (Pasal 53). Selain mandat yang ada dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, kemunculan BHP juga dilatarbelakangi oleh kesepakatan GATS dalam forum WTO yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu sektor jasa yang dapat diperdagangkan dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi investasi. Dikatakan sebagai badan hukum karena hak dan kewajiban lembaga pendidikan yang berstatus BHP, diatur dalam undang-undang. Dampak Dari Penerapan BHP Berbicara tentang pendidikan, berbicara tentang hubungan rakyat dengan negara terkait dengan hak-hak dasar rakyat (hak konstitusi) dan tanggung jawab negara. Hal ini jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31, itu sebabnya pemerintah bertanggungjawab terhadap pemenuhan 20% dari APBN dan APBD untuk anggaran pendidikan (ayat 4). Akan tetapi, tanggung jawab negara kian tak terasa, hal ini bisa dilihat dari beberapa kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Misalnya dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mulai memperlihatkan turunnya derajat “kewajiban� pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan, menjadi kewajiban bersama dengan masyarakat. Ini terlihat dalam ketentuan pasal 9 yang menyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pasal 12 ayat (2) b yang memberi kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari kewajibannya sesuai undang-undang yang ada. Itulah sebabnya kenapa di sekolah-sekolah ada komite sekolah. Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

Sampai tahun 2006 alokasi APBN dan APBD NTB untuk sektor pendidikan, masih dalam kisaran 9% (itupun masih harus dibagi lagi dengan pendidikan kedinasan untuk calon pegawai negeri dan pegawai negeri, pendidikan kemiliteran, pemuda, dan olah raga). Oleh Mahkamah Konstitusi, dalam surat keputusannya yang bernomor MK No. 026/PUU-III/2005 Tanggal 22 Maret 2006, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam menaikan anggaran pendidikan secara bertahap, adalah sebuah bentuk pelanggaran konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dari pengalokasian anggaran pendidikan baik dari APBN dan APBD yang masih berkisar 9%, bisa kita rasakan sendiri bahwa setiap tahunnya selalu terjadi kenaikan biaya pendidikan di UNRAM, belum lagi ditambah dengan biaya-biaya lain seperti IOMA dan JPKMK yang tidak diketahui kejelasan penggunaannya. Lalu bagaimana jika RUU-BHP jadi disahkan? Dalam RUU-BHP, tanggung jawab negara semakin menghilang. Pemerintah dalam RUU-BHP untuk selanjutnya hanya berperan sebagai fasilitator. Ini terungkap dalam bab pertimbangan pada butir (b) yang berbunyi “bahwa penerapan prinsip otonomi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, menuntut perlunya reposisi peran pemerintah dari penyelenggara menjadi pendiri dan fasilitator untuk memberdayakan satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan�. Ketentuan diatas semakin diperjelas lagi dalam ketentuan Bab IV tentang kekayaan, pasal 21 ayat 4 yang menyebutkan bahwa Pemerintah d a n / a t a u Pe m e r i n t a h D a e r a h memberikan sumber daya pendidikan yang berupa dana, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana dalam bentuk hibah kepada BHP. Pasal ini menjelaskan bahwa 20% yang seharusnya dialokasikan dari APBN dan APBD, tidak lagi menjadi tanggungjawab negara.

Hilangnya tanggung jawab negara semakin diperkuat dengan ketentuan pada pasal 4 yang mengatur tentang syarat untuk mendirikan BHP yang salah satunya adalah; lembaga pendidikan yang akan menjadi BHP, harus memiliki harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pendiri. Ditambah lagi dengan ketentuan pada Bab VIII tentang Pembubaran, pasal 31, butir c, point 2: BHP dinyatakan bubar oleh putusan pengadilan karena BHP tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit, atau point 3: harta kekayaan BHP tidak mampu melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Ketentuan-ketentuan diatas jelas sangat bertentangan dengan amanat yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan sumber segala sumber hukum. Akibat pelepasan tanggungjawab negara dalam membiayai pendidikan, suatu lembaga pendidikan dipaksa untuk mencari biaya operasional secara mandiri. Maka dampak yang paling dirasakan adalah semakin mahalnya biaya pendidikan, dan mahasiswa hanya

Komersialisasi pendidikan yang dijalankan pemerintah melalui berbagai kebijakan, semakin menindas mahasiswa karena semakin mahalnya biaya pendidikan, akan tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas yang layak

Sebar DEMOKRASI

4


akan menjadi “sapi parahan”. “Asiaweek”, Perguruan Tinggi Negeri dengan menaikan biaya pendidikan. Jika melihat UNRAM, UNRAM papan atas seperti UI dan UGM (yang Tidak hanya persoalan biaya merupakan salah satu kampus dari sudah berstatus BHMN sebagai pendidikan yang mahal dan fasilitas sekian kampus di Indonesia yang tahapan menuju BHP), hanya mampu yang minim, tapi juga kebebasan sedang mempersiapkan diri menjadi menduduki posisi 61 dan 68 dari 77 berekpresi, berorganisasi, dan Badan Hukum Pendidikan (karena Perguruan Tinggi di Asia yang ikut mengeluarkan pendapat yang semakin dalam ketentuan RUU-BHP diwajibkan disurvei. Lalu bagaimana dengan dikekang. Dalam RUU-BHP tidak untuk pengguruan tinggi yang UNRAM? mengatur tentang organisasi berstatus negeri, juga tidak menutup Salah satu gejala dari mahasiswa atau bagaimana kemungkinan untuk kampus-kampus persiapan BHP juga berbicara tentang m e l i b a t k a n m a h a s i s w a d a l a m swasta). Misalnya dengan keberadaan monopoli yang dilakukan oleh suatu pengambilan kebijakan. Wajar saja badan-badan usaha yang dijalankan, perguruan tinggi. Lihat saja UNRAM, jika organisasi kemahasiswaan seperti baik di tingkat universitas maupun misalnya saja di F. Hukum yang akan BEM/DPM, hari ini ditempatkan fakultas. Misalnya saja program membuka program studi Ilmu Sosial dibawah subordinat birokrat sehingga ekstensien yang dibuka di fakultas- dan Politik yang nantinya akan tidak memiliki kapasitas politik dalam fakultas, counter penjualan tiket menjadi fakultas sendiri. Padahal ada pengambilan kebijakan oleh birokrat pesawat di F. Ekonomi, program beberapa universitas yang sudah yang akan dijalankan oleh mahasiswa. akreditasi pramugari dan program pra membuka jurusan tersebut, misalnya Atau organisasi yang diijinkan di pendidikan advokad di F. Hukum, Universitas Muhamaddyah Mataram. kampus, hanyalah organisasi yang program-program D3, peminjaman Atau juga Fakultas yang Ekonomi yang bersifat pengembangan minat dan fasilitas kampus untuk keperluan membuka program studi Diploma III bakat. Padahal kalau berbicara prinsip komersial (seperti audiotorium untuk Pariwisata, wajar saja jika direktur demokrasi, seharusnya mahasiswalah resepsi pernikahan), dan lain AKPAR Mataram mengeluarkan yang berdaulat karena menjadi sebagainya. Maraknya badan usaha pernyataan tegas yang mengecam elemen yang mayoritas di kampus. dijalankan tetap saja belum cukup tindakan tersebut, karena kampus Tidak hanya mahasiswa yang menutupi biaya operasional yang kecil seperti AKPAR akan semakin a k a n d i r u g i k a n d e n g a n dibutuhkan, apalagi berbicara pada kehilangan peminatnya. Yang menjadi diberlakukannya BHP, melainkan juga penambahan fasilitas kampus. Maka masalah adalah, kenapa birokrat tenaga pendidik (dosen), karena tetap saja, kenaikan biaya pendidikan selalu ingin membuka jurusan baru dalam ketentuan Bab VI Tentang setiap tahunnya menjadi suatu kalau fasilitas dan kualitas jurusan Ketenagaan, Pasal 26, ayat 1 k e h a r u s a n y a n g d i t a n g g u n g yang sudah ada, masih dalam keadaan menyatakan bahwa pengangkatan, mahasiswa. yang memprihatikan? Apalagi jika pemberhentian, status, jabatan, hak Mahalnya biaya pendidikan pembukaan jurusan baru tersebut dan kewajiban karyawan BHP ternyata tidak diikuti dengan juga ikut membebankan mahasiswa ditetapkan dalam perjanjian kerja pengadaan fasilitas yang berdasarkan Anggaran Dasar layak bagi mahasiswa. dan Anggaran Rumah Tangga Misalnya apa yang serta peraturan perundangdirasakan oleh mahasiswa undangan yang berlaku. Fakultas Pertanian yang Apalagi jika undang-undang ini mengeluhkan tentang akan menyesuaikan dengan sekretariat Himpunan rancangan undang-undang Mahasiswa Jurusan dan ketenagakerjaan (revisi Unit Kegiatan Mahasiwa terhadap Undang-Undang yang sangat kecil Ketenagakerjaan no. 13 tahun ruangannya, sehingga 2003), yang mengantur tidak nyaman dalam pemberian pesangon selama 9 melakukan kerja-kerja. Di bulan hanya untuk yang sudah Fakultas Teknik yang bekerja minimal 8 tahun, jika masih minim akan alatterjadi pemutusan hubungan alat untuk berpraktek. kerja. Tidak adanya jaminan Atau di Fakultas Hukum perlindungan hukum terhadap yang mempersoalkan hak-hak tenaga pendidik serta tentang mahalnya IOMA pengaturan hak dan kewajiban tapi tidak diketahui jelas antara karyawan dan lembaga pengalokasian, dan juga pendidikan yang diatur dalam soal biaya penulisan perjanjian kerja, akan skripsi yang seharusnya menjadi peluang yang besar Rp. 100.000, mahasiswa untuk terjadinya pemutusan hanya menerima Rp. hubungan kerja (PHK) dalam 75.000 dengan alasan lembaga pendidikan yang pemotongan biaya berstatus BHP. administrasi. Maka jelaslah Mahalnya biaya sekarang, konsep Badan pendidikan juga tidak Hukum Pendidikan merupakan diikuti dengan sebuah bentuk pelepasan meningkatnya mutu tanggung jawab negara p e n d i d i k a n . S e b a g a i BHP harus ditolak karena berdampak pada semakin mahalnya terhadap pendidikan yang g a m b a r a n , m e n u r u t biaya pendidikan, akan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan mengarahkan pendidikan pada s u r v e i y a n g fasilitas dan kualitas pendidikan, serta jaminan lapangan “ k o m e r s i a l i s a s i d a n diselenggarakan majalah pekerjaan yang layak dan memadai bagi lulusan pendidikan privatisasi”. Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

Sebar DEMOKRASI

5


LIPUTAN KHUSUS

IKIP MATARAM BERGOLAK, MAHASISWA KEMBALI DI REPRESSIF Konflik internal IKIP Mataram yang tak berujung menuntut mahasiswa untuk bergerak, akan tetapi mahasiswa kembali mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian yang berujung pada ditangkapnya 23 orang mahasiwa. Senin, 9 April 2007, situasi IKIP Mataram kembali bergolak. Sekitar 1000-an orang mahasiswa IKIP Mataram melakukan aksi pemboikotan kampus. Aksi dengan mengambil bentuk paling maju ini pada awalnya hanya merupakan aksi mimbar bebas biasa, akan tetapi melihat perkembangan kesadaran massa yang maju, massa memutuskan untuk melakukan aksi pemboikotan. Aksi ini dimulai pada pukul 09.00 hingga pukul 17.00 setelah dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian dengan menangkap 23 orang mahasiswa. Aksi boikot yang diambil oleh mahasiswa merupakan bentuk kekecewaan luar biasa akibat kondisi IKIP yang semakin “carut-marut”. Dalam aksi ini, massa mahasiswa menuntut kepastian kepemimpinan yang sah, legalitas tiga jurusan baru, legalitas status sarjana, dan pengusutan kematian M. Ridwan. Aksi boikot dipilih atas dasar ketidakpercayaan lagi terhadap birokrat (palsu) yang selalu memberikan janji-janji (palsu). Bagaimana bisa mahasiswa akan menerima janji atau harus berunding dengan birokrat yang status hukumnya juga masih belum jelas? Aksi boikot juga sekaligus menjadi jalan terbaik agar pemerintah segera terlibat aktif dalam menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapi oleh mahasiswa IKIP Mataram. Akan tetapi perjuangan (aksi) mahasiswa yang didasari oleh kesadaran untuk memperjuangkan hak-haknya dan sebagai bentuk jaminan terhadap kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat dimuka umum sebagaimana yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 E, kembali mendapatkan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian. Akibatnya 23 orang mahasiswa dibawa paksa ke Polresta Mataram. 23 orang tersebut dibawa ke Polresta Mataram dengan alasan akan dimintai keterangan, padahal prosedur yang digunakan jelas-jelas Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

adalah penangkapan karena dibawa secara paksa. Maka jelas kepolisian telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Ditambah lagi dengan status tersangka yang diberikan kepada 23 orang tersebut dengan alasan telah “melakukan tindakan yang membuat perasaan tidak nyaman” (pasal 335 KUHP). Yang harus diingat bahwa; pertama, kebebasan berekpresi, berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat, tidak dapat dikatakan sebagai tindakan yang membuat perasaan tidak nyaman, akan tetapi sebagai bentuk pengakuan terhadap salah satu hak dasar rakyat yang telah dijamin undang-undang. Kedua, status tersangka yang diberikan kepada 23 orang kawan tersebut sangatlah tidak masuk akal, karena dalam surat perintah pelepasannya, 23 orang tersebut dilepaskan dengan alasan “tidak memiliki bukti yang cukup”. Bagaimana bisa, dengan bukti yang tidak cukup, seorang diberikan status tersangka? Maka jelas-jelas kepolisian telah melakukan kesalahan prosedur dan sekaligus mengindikasikan adanya tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan dalam menjalankan tugasnya, polisi hanya menggunakan otot akibat lebih berpihak pada penguasa.

Akan tetapi perjuangan belum berakhir, semangat tidak mengedur, s el am a p en in da sa n i tu ma si h bercokol, perlawanan akan terus bermunculan. Hal ini dibuktikan dengan aksi long march menuju Polresta Mataram yang diikuti oleh 100-an massa aksi dengan membawa isu mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa, dan menuntut kepastian kepemimpinan IKIP Mataram, menuntut legalitas tiga jurusan baru, menuntut legalitas 600-an sarjana, serta menuntut pengusutan kematian M. Ridwan. Setelah melakukan orasiorasi penngecaman, massa aksi membubarkan aksi pada pukul 13.00 dengan pulang secara tertib. Perjuangan belum berakhir, solidkan terus barisan, gelorakan perjuangan massa, tuntut hak-hak kita! Kronologis Aksi Tanggal 9 April 2007 Berdasarkan hasil kesepakatan rapat antara BPC Mataram, BPK IKIP, dan perwakilan massa tiga jurusan baru, tanggal 9 akan melakukan aksi awal dalam konteks memblejeti kebobrokkan rejim reaksioner dan cacat hukum, Said Ruphina, sebagai tahapan dari kerja membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakan

Sebar DEMOKRASI

6


kesadaran massa menuju aksi puncak menuntut penyelesaian persoalanpersoalan IKIP Mataram yang dipimpin oleh penyelesaian status kepemimpinan IKIP Mataram. Pukul 09.00. Aksi di buka oleh korlap, massa aksi saat itu sekitar 200-an orang, dengan mengambil posisi di depan gedung pratama, tengah-tengah kampus IKIP Mataram. Selang beberapa orasi, jumlah massa aksi kian bertambah dan mulai memadati lokasi aksi hingga berjumlah 1000-an orang. Melihat perkembangan ini, massa aksi kemudian dipimpin oleh korlap untuk melakukan aksi pemboikotan. Seruan boikot-pun disepakati massa mahasiswa yang memang sudah bosan ditipu. Pukul 09.30 Massa kemudian beranjak ke gedung rektorat dan mulai melakukan aksi pemboikotan, sasaran pertama adalah ruangan BAU dengan melakukan pengusiran terhadap beberapa orang birokrat (salah satunya adalah Ismail Marzuki). Setelah itu massa aksi menyisir ruangan rektor dan langsung disegel dengan papan majalah dinding, dan meja bangku, kemudian di lanjutkan dengan memboikot ruangan fakultas dan pengusiran dosen-dosen yang ada di fakultas. Dan kemudian dilanjutkan dengan menyisir seluruh ruangan kelas. Dari hasil menyisir tersebut, ditemukan massa mahasiswa yang sedang beraktifitas perkuliahan (4 kelas). Massa kemudian diminta untuk bergabung dengan memberikan penjelasan tentang aksi yang dilakuka, massa yang sedang berkuliah-pun sepakat dan bergabung dalam aksi. Aksi ini berlangsung hingga pukul 13.30. Dalam rentan waktu ini, sudah ada polisi yang datang sekitar 6 orang, akan tetapi di usir oleh massa aksi sampai keluar kampus.

tidak ada pimpinan yang juga kebingungan dengan apa yang harus dilakukan pasca boikot. Korlap (SMI) beralasan tidak kuat lagi suaranya. Karena dipanggil oleh polisi untuk mempertanyakan aksi tersebut, kawan Ipul (koord. BPC) langsung menyampiri polisi tersebut. Langsung terjadi perdebatan antara kawan Ipul dan beberapa dengan polisi dan PR III. Polisi dan PR III meminta untuk membongkar pemboikotan, akan tetapi setelah perdebatan yang panas, polisi mengijinkan pemboikotan dan tidak akan membongkarnya. Sempat juga yang diperdebatan dengan status FMN dalam aksi ini. Setelah itu massa aksi merapatkan barisan dan mulai menduduki rektorat dengan melakukan orasi-orasi.

Pukul 13.30 Setelah massa aksi melakukan aksi pemboikotan, dilanjutkan dengan menutup pagar depan dengan tumpukkan kursi. Setelah itu massa kembali mencar ke beberapa titik, tanpa melakukan aktifitas apa-apa (yang termasuk dalam rangkaian aksi), kecuali di beberapa titik yang ada anggota FMN yang sedang melakukan aktifitas propaganda.

Pukul 16.00 Pasukan huru-hara dengan kekuatan 20-an personil, buser, reserse mendatangi kampus IKIP Mataram. Sebelumnya ada polisi yang datang lagi dan membongkar pemboikotan pagar dan mulai menuju ke rektorat untuk membuka penyegelan. Akan tetapi mendapatkan penolakan, sehingga polisi tersebut pergi. Awalnya polisi yang bernama RONNY sempat berdialog dengan massa aksi dengan meminjam megapohe massa aksi. Akan tetapi massa aksi mengambilnya kembali karena tidak ingin melakukan kompromi. Akhirnya Ronny berbicara tanpa menggunakan megaphone. Dia juga sempat menyinggung tentang keberadaan mahasiswa dari luar IKIP Mataram yang bersoidaritas. Dari pernyataannya dia memberikan ijin bagi mahasiswa luar IKIP untuk menonton dan meminta untuk memisahkan diri dengan barisan massa aksi. Saat itu satpam dan intel sudah masuk lewat barisan massa aksi. Sebelumnya massa aksi berupaya untuk melakukan pemblokiran pasukann polisi dengan menempatkan bangku di depan gedung rektorat. Massa aksi pun tetap melakukan orasiorasi. Saat itu, massa yang sebelumnya tidak bergabung dengan barisan aksi, mulai turun dan bergabung dalam barisan. Saat yang bersamaan dibawah, depang gedung barat, LMND dan GEMPUR serta MAPALA dengan jumlah 10 orang sedang melakukan orasi-orasi dengan isu yang sama.

Pukul 15.00 Kepolisian dari polresta datang, satu kijang ditambah dengan yang sudah di usir sebelumnya. Saat itu kondisi massa sedang cair, akibat

Pukul 16.30 Karena massa aksi masih bertahan dan tidak membubarkan diri, kapolresta mataram langsung memimpin pasukan untuk

Bangkit, Berorganisasi, Berjuang

mebubarkan paksa massa aksi. Barisan aksi mencar setelah kawan IPUL (koord. BPC) kawan Ebot (BPC), dan Uge (koord. BPK IKIP) ditarik paksa dan ditangkap oleh polisi. Ketiga kawan tersebut sempat mendapatkan aksi pemukulan. Bahkan kawan Ebot sampai dilempar kedalam mobil tahanan. Selain itu kawan Lukman (BPC), Erwin (BPC), juga ditangkap dan sempat mendapatkan aksi pemukulan. Setelah melakukan pembubaran secara paksa, polisi dan satpam terus melakukan pengejaran terhadap massa aksi yang sebelumnya sudah menjadi incaran. Akibatnya 23 orang berhasil di tangkap dan dibawa secara paksa ke Polresta Mataram untuk dimintai keterangan. Pukul 18.00 23 orang tersebut sudah berada di Polresta dan dimulai pemeriksaan administrasi. Adapun alasan 23 orang mahasiswa yang dibawa ke Polresta adalah untuk dimintai keterangan tentang kejadian tersebut. Akan tetapi prosedur yang digunakan tidak lagi meminta keterangan melainkan penagkapan karena dibawa secara paksa. Bahkan beberapa kawan yang baru sampe juga langsung ditangkap; kawan Reza (DPP), Sukron (BPC), Budi (Papernas). Status yang diberikan kepada 23 orang mahasiswa tersebut adalah tersangka, sangat tidak masuk akal karena 23 orang dilepaskan dengan alasan tidak memiliki bukti yang cukup. 23 orang dibebaskan pada pukul 03.00 (subuh). Nama-nama yang ditangkap : 1. M. Syaiful (koord. BPC) 2. Reza (DPP/Staf BPC). 3. Munawir Haris / Ebot (BPC) 4. Lukman (BPC) 5. Sukron (BPC) 6. Erwin (BPC) 7. L. Muh. Erwin (BPK IKIP) 8. L. Zainal (BPK IKIP) 9. M. As’ad (BPK IKIP) 10. L. Muh. Hasan / Uge (Koord. BPK IKIP) 11. Jimmi (BPK IKIP) 12. Mario (BPC) 13. F i r m a n s y a h ( I K I P Mataram/FIP) 14. Wathan Fatoni (IKIP/FPOK) 15. Syamsulrizal (IKIP/FPOK) 16. April Wera (IKIP/FPMIPA) 17. Muslimin (IKIP/FPBS) 18. Suratman (IKIP/FPBS) 19. Abdullah (IKIP/FPBS) 20. Budi (Papernas) 21. Emma Hilman (IKIP/FPOK) 22. H i d a y a t u r r a h m a n (IKIP/Kimia) 23. Junaidi (IKIP/Seni Rupa)

Sebar DEMOKRASI

7


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.