Majalah VISI Ikastara #2

Page 39

SASTRA

CITTA MASYITA Tanganku melambai ke arah angkutan umum yang biasa mengantarku ke kampus. Hari baru di minggu yang baru. Aku melangkahkan kaki naik ke angkutan umum yang biasa disebut angkot atau “angkutan kota”. Kendaraan yang sangat mudah ditemukan di kota kembang ini. Tanpa sadar aku tersenyum sendiri, mungkin karena hari ini hari pertama masuk kuliah setelah hampir 2 bulan libur, sehingga aku jadi bersemangat. Sebenarnya rutinitas kuliah bukan sesuatu yang menarik buatku, tapi memikirkan bahwa semester ini berarti aku memasuki tahap tahun terakhirku di kampus yang tercinta ini membuatku bersemangat. Rasanya ingin cepat cepat lulus saja. Angkot melaju lambat sekali. Bukan hal yang baru di pagi hari. Jalanan di sekitar tempat kos ku memang selalu macet di pagi hari. Mungkin karena banyak mahasiswa yang kos disini, dan banyak anak sekolah serta pegawai kantoran yang akan berangkat melakukan aktivitas masing-masing, membuat jalanan

yang tidak terlalu lebar ini jadi padat. Pandanganku menunduk, menatap tas dan map biru kesayanganku yang kutaruh di atas pangkuanku. Walaupun sudah biasa, tapi tetap saja kemacetan ini menyiksa. Wajah dosen “killer” yang akan menatapku tajam bila terlambat sudah terbayangbayang. Namun tak ada yang bisa dilakukan, angkot tetap berjalan perlahan, dan aku pun mulai tenggelam dalam lamunan. Aku menyebutnya “detik kosong”. Waktu di mana seolah hanya ada aku dalam detik yang berjalan lambat, seperti lambatnya angkot yang bergerak, tak ada siapa siapa dan tak ada suara. Entah kenapa sensasi ini selalu datang, rasa dimana aku merasa sepi di tengah keramaian. Bukan kesepian, namun 39


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.