Kajian Famcos 2: Pepatah "Banyak Anak, Banyak Rezeki" di Era Modern: Masih Relevan atau Tidak?

Page 1

Banyak anak nanti

banyak rezeki lho..

Tidak

Kajian FAMCOS 02
Diterbitkan oleh Divisi ASA HIMAIKO
Setuju?
Setuju?
Kajian FAMCOS 02 01

Pepatah “banyak anak, banyak rezeki”, terdapat faktor yang mendukung sehingga satu keluarga

memiliki banyak anak. Faktor yang mendukung, yaitu sebagai berikut.

1.Keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu

Pasangan ingin memiliki banyak anak karena ada

keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu. Hal ini menyebabkan seorang ibu melahirkan anak sampai keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu tercapai oleh pasangan.

2. Hubungan dengan keagamaan

Kepercayaan memiliki banyak anak akan membawa

rezeki melimpah karena hal ini dianggap sebagai

perintah Tuhan dalam ajaran agama, melihat contoh

tokoh agama atau kyai yang memiliki banyak

keturunan, dan melihat praktik sosial di masa lalu.

Kajian FAMCOS 02 02

3. Nilai Anak

Berdasarkan Tessa (2000) dalam Listyaningsih dan Sumini (2015), terdapat dua teori yang mempelajari

keputusan mengenai jumlah anak yang diinginkan (fertilitas). Pertama, teori perilaku yang direncanakan (planned behaviour). Teori ini mengemukakan keputusan seseorang memiliki atau tidak memiliki anak

adalah wujud kesadaran dan perilaku yang dipengaruhi oleh penilaian terhadap anak (penilaian negatif dan positif), nilai-nilai sosial yang diterima dalam

kehidupan, serta kapabilitas untuk menunjukkan

perilaku berdasarkan pendapatan atau sumber daya

lainnya. Kedua, perilaku tidak direncanakan (unplanned behaviour). Teori ini mengemukakan

perilaku sebagai faktor yang menentukan terjadinya kelahiran yang diawali dengan motivasi untuk

mencapai tahap-tahap selanjutnya.

Kajian FAMCOS 02 03

Pepatah “banyak anak, banyak rezeki” dapat

memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya, yaitu terciptanya bonus demografi.

Bonus demografi merupakan keadaan yang terjadi dalam suatu negara ketika jumlah masyarakat usia

produktif lebih besar dibandingkan masyarakat dengan usia non produktif (Setiawan 2018). Berdasarkan

Badan Pusat Statistik, usia produktif berada pada

rentang usia 15-64 tahun sedangkan usia non produktif kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas.

Indonesia diperkirakan akan mengalami masa

bonus demografi pada tahun 2030-2040 (Setiawan 2018). Jika Indonesia mengalami bonus demografi, akan muncul peluang untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi (Setiawan 2018). Hal ini dapat

terjadi karena pertumbuhan ekonomi berdasar pada

pertambahan penduduk (Setiawan 2018). Lalu, dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi berdampak pada

pengurangan tingkat kemiskinan (Setiawan 2018).

Artinya, Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan apabila

mampu memaksimalkan bonus demografi yang akan

terjadi di masa mendatang dengan memiliki sumber

daya manusia yang berkualitas.

Kajian FAMCOS 02 04

Namun, bonus demografi dapat menjadi masalah

apabila tidak dikelola dengan baik. Berdasarkan Solow

(1956) dalam Setiawan (2018), pertambahan

penduduk dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif bonus demografi yang tidak dikelola dengan baik akan memunculkan masalah, seperti pertumbuhan ekonomi melemah, tingkat kemiskinan tinggi, tingkat kriminalitas tinggi, dan tingkat pengangguran tinggi (Setiawan 2018). Artinya, bonus demografi akan menimbulkan permasalahan yang meresahkan bagi masyarakat dan negara. Hal ini dapat terjadi apabila Indonesia memiliki sumber daya manusia yang tidak berkualitas sehingga tidak memberi kontribusi positif pada masyarakat dan negara.

Mewujudkan sumber daya manusia berkualitas perlu peran dari keluarga, masyarakat, dan negara.

Penjelasan mengenai peran keluarga, masyarakat, dan negara dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sebagai berikut.

Peran Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama dan utama sebagai

proses sosialisasi dan menanamkan sistem nilai yang berlaku sebagai pedoman dalam bertindak serta

bertingkah laku di lingkungannya (Umberan et al. 1995).

Kajian FAMCOS 02 05

Peran Masyarakat

Ada pepatah mengatakan "it takes a village to raise a child" . Berdasarkan pepatah ini, mengurus anak tidak hanya memerlukan peran keluarga, tetapi terdapat peran masyarakat. Dalam hal ini, peran masyarakat, seperti tetangga, teman bermain di rumah, dan teman di sekolah dapat memberi dampak positif maupun dampak negatif bagi anak.

Peran Negara

Peran negara dilihat berdasarkan kebijakan yang dibentuk dan dilaksanakan sebagai upaya membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas. Beberapa contoh kebijakan sebagai upaya membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu Kurikulum

Merdeka Belajar, Program Kampus Merdeka, dan Pelatihan ketenagakerjaan melalui Sisnaker.

Kajian FAMCOS 02 06

Pepatah “banyak anak, banyak rezeki” bertolak

belakang dengan kondisi yang saat ini terjadi, yaitu

childfree. Berdasarkan Umam dan Akbar (2021) dalam

Fadhilah (2022), childfree adalah persetujuan antara suami dan istri untuk tidak memiliki anak selama masa

pernikahannya. Pandangan childfree masuk dan berkembang di Indonesia karena pengaruh dari

kebudayaan luar melalui media sosial (Jenuri et al. 2022).

Berdasarkan Shapiro (2014) dalam Jenuri et al. (2022), terdapat beberapa istilah childfree (yang

direncanakan atau disengaja), yaitu childless by choice, non-mother, non-father, unchilded, voluntary childlessness, dan without child. Berdasarkan Doyle (2013) dalam Jenuri et al. (2022), komunitas childfree

biasanya berkembang pada perempuan yang

bertempat tinggal di negara-negara industri dengan

latar belakang isu kontrasepsi, peningkatan partisipasi

tenaga kerja, dan pengurangan perbedaan jenis kelamin.

Kajian FAMCOS 02 07

Terdapat alasan yang menyebabkan pasangan memilih melakukan childfree. Pertama, tidak siap

untuk menjadi orang tua. Berdasarkan Tunggono (2021) dalam Rizka et al. (2021), menjadi orang tua

memerlukan persiapan dengan cermat tidak hanya

dari segi material dan fisik, tetapi juga kesiapan mental seseorang. Kesiapan mental bagi seseorang

yang ingin atau sudah menjadi orang tua

berhubungan dengan cara orang tua melayani

anaknya di masa depan dan berdasarkan keinginan

masing-masing individu (Tunggono 2021; Rizka et al. 2021).

Kedua, faktor psikologis. Beberapa subjek

menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai kesiapan

diri dan memiliki masalah mental. Berdasarkan observasi oleh Tunggono (2021), banyak orang memilih untuk tidak memiliki anak karena mengalami

masa kecil yang buruk dengan orang tua mereka. Hal

ini membuat mereka khawatir dapat meneruskan toxic spirit kepada keturunannya karena menyadari bahwa

mereka tidak mampu secara mental (Rizka et al. 2021).

Kajian FAMCOS 02 08

Ketiga, faktor ekonomi. Beberapa pasangan

menyatakan bahwa alasan mereka tidak ingin

mempunyai anak karena mereka takut kekurangan

uang dan tidak ingin hidup dalam kondisi sulit (Rizka et al. 2021). Keempat, faktor lingkungan. Pasangan berasumsi bahwa dunia sudah terlalu ramai dan dampak dari pemanasan global semakin memburuk (Rizka et al. 2021). Alasan ini menjadi pemicu untuk tidak menambah kerusakan alam dengan menambah satu jiwa (Rizka et al. 2021). Kelima, alasan personal, yaitu keputusan yang dibuat oleh pasangan dan keputusan ini tidak memiliki alasan utama atau khusus (Rizka et al. 2021).

Kajian FAMCOS 02 09
mana
Childfree (yang direncanakan atau disengaja)? Memiliki banyak anak? Kajian FAMCOS 02 10
Lantas
yang terbaik?

Perlu diketahui dan diingat, memiliki banyak anak atau childfree adalah sebuah pilihan dan keputusan dari setiap pasangan. Pilihan dan keputusan yang ditentukan terdapat konsekuensi, tanggung jawab, dampak positif, dan dampak negatif yang akan dihadapi oleh setiap pasangan. Memilih dan membuat keputusan mengenai mempunyai anak diperlukan

banyak pertimbangan untuk mengambil keputusan terbaik berdasarkan sudut pandang setiap pasangan.

Pilihan untuk memilih childfree bisa didasarkan pada

berbagai alasan seperti preferensi pribadi, karir, kesehatan, lingkungan, atau pandangan terhadap tanggung jawab orang tua. Beberapa orang mungkin

merasa bahwa tidak memiliki anak memberi mereka

fleksibilitas lebih besar dalam hidup mereka, sementara yang lain mungkin memiliki pertimbangan kesehatan atau ekonomi yang membuat mereka memilih jalur ini.

Mengenai relevan atau tidak pepatah "banyak anak, banyak rezeki" di era modern, jawabannya, yaitu tentatif. Alasannya, yaitu perbedaan dalam pandangan, nilai, kebudayaan, dan domisili setiap individu

sehingga menjadi suatu "keyakinan atau prinsip" yang

dipegang teguh oleh masing-masing individu.

Kajian FAMCOS 02 11

DISKUSI

Elsyahra Rieskiza M (IKK 58)

Banyak keluarga yang merasa punya banyak anak itu enak karena rumah jadi ramai dan kalau orang tuanya

pensiun pun anak-anaknya dapat membantu perekonomian mereka. Akan tetapi, menurut saya tergantung kondisi keuangan masing-masing keluarga dan parenting yang mereka terapkan ke anak-anak mereka. Karena kalau keuangan mereka tidak cukup untuk membiayai anak mulai dari kebutuhan hingga

pendidikan, maka anak belum tentu sukses dan memberikan rezeki, seperti yang dipikirkan oleh kebanyakan orang tua. Begitu juga dengan parenting, kalau parenting nya buruk, anak bisa saja memberikan masalah kepada orang tua. Misalnya, pergaulan bebas, narkoba, dan tawuran.

Kajian FAMCOS 02 12

DISKUSI

Narasumber II

Tidak percaya banyak anak banyak rezeki. Akan tetapi, ketika berbicara tentang uang maka percaya jika mau bekerja mencari uang, bisa mendatangka rezeki. Kalau ingin memiliki anak harus siap untuk memeuhi kebutuhan dasar anak.

Narasumber III

Banyak anak banyak rezeki. Rezeki yang dimaksud tidak hanya tentang uang. Contoh rezeki selain uang

seperti kesehatan, hubungan dengan keluarga, semakin dekat dengan keluarga satu sama lain. Tetapi

kembali lagi dengan pandangan masing - masing yang

dimaksud dengan "rezeki". Kemudian berbicara tentang childfree, tidak memilih untuk childfree. Akan

tetapi, jika memiliki pasangan yang memiliki pemasukan banyakk maka akan memiliki banyak anak.

Kajian FAMCOS 02 13

Punya anak jangan terlalu dipikirin, banyak anak banyak rezeki

Punyak anak itu tanggung jawab besar, jadi harus dipikirin secara finansial, mental, dan emosional

-Magdalene-

Kajian FAMCOS 02

DAFTAR PUSTAKA

Adryamarthanino V. 2021. Sistem tanam paksa: Latar belakang, kritik, dan dampak. [Internet]. [diakses 4 Juli 2023]. Tersedia pada:

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/02/122535879/s istem-tanam-paksa-latar-belakang-aturan-kritik-dan-dampak?

page=all#:~:text=Latar%20belakang%20penerapan%20kebijak an%20tanam,selepas%20krisis%20usai%20perang%20Jawa.

Fakhriansyah M. 2023. Awal mula childfree: Masif di barat, mulai ditiru di RI. [diakses 4 Juli 2023]. [Internet]. Tersedia pada:

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230211210404-33413020/awal-mula-childfree-masif-di-barat-mulai-ditiru-di-ri

Fadhilah E. 2022. Childfree dalam perspektif islam. Al-Mawarid J. Syari’ah Huk. 3(2):71–80.

doi:https://doi.org/10.20885/mawarid.vol3.iss2.art1

Jenuri, Rindu Fajar Islamy M, Siti Komariah K, Mayadiana Suwarma D, Hafidzani Nur Fitria A. 2022. Fenomena childfree di era modern: Studi fenomenologis generasi Z serta pandangan islam terhadap childfree di Indonesia. J. Sos. Budaya. 19(2):81–89. doi: http://dx.doi.org/10.24014/sb.v19i2.16602

Listyaningsih U, Sumini. 2015. Jumlah anak ideal menurut remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta. J. Popul. 23(2):38–54. doi:10.22146/jp.15694.

02
Kajian FAMCOS

DAFTAR PUSTAKA

Setiawan SA. 2018. Mengoptimalkan bonus demografi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. J. Anal. Kebijak. 2(2):11–23. doi:10.37145/jak.v2i2.34.

Rizka SM, Yeniningsih TK, Muthmainnah, Yuhasriati. 2021. Childfree phenomenon in Indonesia. Di dalam: Proceedings of The 11th Annual International Conference (AIC) on Social Sciences.

Banda Aceh: September 29-30, 2021. hlm. 336–341.

Umberan M, Johansen P, Satyananda IM, Yufiza. 1995. Fungsi keluarga dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Yufiza, Anita, editor. Pontianak.

Kajian FAMCOS 02

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.