CHAPTER CODE-TERBAN

Page 1


CHAPTER CODE-TERBAN

Lokasi RT.2/RW.1, Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Area + 3,91 Ha Land Use

Permukiman dan Perdagangan-Jasa

PERMUKIMAN CODE-TERBAN

Code-Terban merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk permukiman dan perdaganganjasa. Kawasan ini berhubungan langsung dengan sungai code. Sehingga, permukiman pada kawasan ini perlu perhatian khusus untuk menjaga ketahanan kota dan keamanan bermukim masyarakat code-terban.

MASYARAKAT CODE-TERBAN

Masyarakat permukiman code-terban didominasi oleh masyarakat marginal (menengah ke bawah). Namun, pada kasus ini terjadi perbedaan strata sosial-ekonomi-rumah yang diakibatkan oleh perubahan morfologi kawasan. Sehingga, sebagian masyarakat yang beruntung dapat tinggal di kawasan yang lebih layak dan tidak terlalu terdampak oleh urbaneffect, mendapatkan kesempatan untuk berkembang. Sedangkan, bagi masyarakat yang terkena dampak akan mendapat ancaman terhadap kualitas hidup mereka.

Mengupas 2 Sisi Urbanisasi Kawasan Bantaran Sungai Code-Terban

Oleh : M Syauqi Hikam Fayazid

PENDAHULUAN | Urbanisasi adalah salah satu perubahan demografi paling signifikan di abad ke-21. Fenomena tersebut menciptakan peluang baru dan tantangan bagi perkembangan kota-kota di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang, proses urbanisasi ini sering kali berlangsung dengan cepat dan tidak sejalan dengan pengembangan infrastruktur, layanan publik, serta perumahan yang inklusif dan memadai bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketidakseimbangan ini membentuk dua wajah yang berbeda dalam wajah kota: di satu sisi, urbanisasi modern yang terpusat di wilayah perkotaan formal dengan infrastruktur yang baik, dan di sisi lain wajah yang berkebalikan di pinggiran kota yang kerap kali minim fasilitas.

FORMAL-INFORMAL | Dalam konteks ini, pemukiman formal dan permukiman informal memainkan peran penting dan saling berkaitan, khususnya ketika dilihat dari sisi ketidakseimbangan yang muncul. Ketidakseimbangan ini dapat dilihat melalui berbagai aspek, seperti (1) akses terhadap kebutuhan dasar hidup (sandang, pangan, dan papan) yang dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi, (2) kepemilikan dan pengakuan untuk tinggal, dan (3) ketersediaan fasilitas public dan layanan publik, dan terakhir (4) sesuai

dengan peraturan pembangunan kota (Brugman Alvarez, 2019). Pemukiman formal menawarkan akses yang lebih baik dan layak terhadap layanan dalam perkotaan, sementara pemukiman informal sering kali menghadapi keterbatasan dan ancaman keselamatan dalam berkehidupan.

ISSUES | Ketimpangan ini berpotensi menimbulkan berbagai isu di kawasan perkotaan, termasuk eksklusivitas sosial, ketahanan kota (resiliensi), degradasi lingkungan, pertumbuhan area kumuh, ketimpangan sosialekonomi, dan munculnya ruang negatif di kota yang tidak dimanfaatkan secara produktif. Dalam mengatasi berbagai isu tersebut menuntut pendekatan yang kontekstual dan responsif, di mana solusi disesuaikan dengan kebutuhan spesifik wilayah, kondisi sosial, dan tingkat ekonomi masyarakat setempat. Tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini adalah tugas bersama antara pemegang kebijakan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya, yang perlu bekerja sama untuk menciptakan kota yang inklusif, berkelanjutan, dan layak huni bagi semua orang.

URBAN STRATEGIES | Untuk menciptakan Tata Kota yang baik dan layak untuk segala lapisan masyarakat. Setiap pemegang kebijakan dapat mengambil peran penting dari sisi pengambilan Keputusan. Hal tersebut, tentunya perlu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan masyarakat yang ditangani di lokasi yang beragam. Kota yang baik dan layak huni adalah

(1) Kota yang inklusif untuk segala lapisan Masyarakat, (2) Memiliki konsep desentralisasi untuk pengaturan tata ruang kota dan memudahkan layanan terhadap masyarakat, (3) resiliensi kota terhadap bencana alam, sosialekonomi, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan, (4) Pengakuan kepemilikan tanah dan hak untuk tinggal bagi masyarakat secara nyaman dan aman, (5) Permukiman berkelanjutan, (6) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan perkembangan perkotaan, (7) Upgrading permukiman informal tak layak huni, (8) Resettlement atau pemindahan permukiman tak layak dan tak aman untuk huni, (9) Subsidi tempat tinggal untuk masyarakat marginal. Hal tersebut menyesuaikan dengan ragam kasus, ragam kota, ragam pemangku kebijakan, kondisi masyarakat, kondisi lingkungan dan iklim yang akan dihadapi (Vargas López & Flores-García, 2022). Semua memiliki peran penting dalam perkembangan kota untuk menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.

Mapping Kelurahan Terban dan Kawasan Bantaran Sungai Code-Terban

CASE STUDIES | Kelurahan Terban merupakan salah satu kelurahan yang area permukimannya terbentuk

melalui proses informal (spontanitas masyarakat dalam menyikapi tanah tak bertuan di Kota Yogyakarta).

Namun secara legalitas, masyarakat dapat mengusahakan memenuhi dalam bentuk pengurusan izin kepada pihak Kasultanan untuk hak guna bangunan dengan memunculkan surat keterangan tanah.

Pada awalnya, Kawasan

Bantaran Sungai Code-Terban merupakan lahan Makam Thionghoa dan Makam Muslim pada tahun 1925. Tahun 1950-an, akhirnya makam dipindahkan dan area tersebut dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman untuk masyarakat migran. Tahun 2000-an, sebagian masyarakat kampung code-jetisharjo pindah tempat tinggal ke code-terban. Pada proses bermukim, masyarakat menempati area tanah tak bertuan di bantaran sungai code-terban dan diwariskan turun menurun kepada generasi selanjutnya.

Fenomena spontanitas terbentuknya permukiman di area tanah yang tak bertuan muncul pasca Kemerdekaan Indonesia yaitu mulai tahun 1950-an. Hal itu terjadi saat proses perkembangan kepemerintahan Republik Indonesia dengan basis sebagai negara hukum. Tentunya, masih ada perkembangan Undang-Undang disesuaikan berdasarkan asas Pancasila. Di sisi lain, kebutuhan warga Indonesia untuk bertahan hidup dengan mendirikan rumah di area lahan tak bertuan. Tahun 2006 dan 2010 akibat

dari aktivitas vulkanik Gunung Merapi, menyebabkan endapan tanah di sungai code-terban sehingga menimbulkan perluasan lahan (wedi kengser : tanah yang terletak di sepanjang aliran sungai, atau bantaran

Sungai yang memiliki bentuk, sifat, dan fungsi yang selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi alamnya).

Perluasan tanah di bantaran Sungai code juga disebabkan oleh aktivitas pembuangan sampah kontruksi yang mengakibatkan tanah semakin tinggi elevasinya dari air Sungai di area tertentu. Akibat perluasan tanah tersebut menyebabkan muncul aktivitas bermukim di area wedi kengser. Pada praktiknya, masyarakat memperkuat struktur pinggiran tanah dengan tanggul penahan (retaining wall).

Republik Indonesia memiliki kondisi alam yang unik, yaitu Negara Kepulauan Vulkanik yaitu wilayah yang dikelilingi oleh lempeng tektonik aktif dan memiliki aktivitas vulkanik yang tinggi, seperti Gunung Merapi. Hal ini juga berdampak terhadap perubahan kondisi alam di bantaran Sungai Code-Terban yaitu proses munculnya wedi kengser. Dari proses

Wedi Kengser di Eksisting

tersebut, menimbulkan lahan baru yang dapat menjadi celah sebagai area permukiman. Sehingga, warga yang tinggal sejak lama di dekat area wedi kengser dapat mengklaim “kavling tanah” sebagian dari lahan tersebut. Hal ini ditentukan oleh kepentingan warga tertentu. Sehingga, dalam praktinya muncul beragam kondisi luas lahan rumah dan jumlah penggunaan tanah.

Tahun 2012, setelah turun peraturan Undang-Undang Pasal 1 angka 1 Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam konteks ini, tanah di wilayah DIY diatur secara khusus berdasarkan hak asalusul dan tradisi yang dijalankan oleh

Kasultanan Yogyakarta, yang memiliki hak istimewa dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah kasultanan.

Dengan kata lain, UU ini mengakui

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki aturan yang berbeda mengenai status kepemilikan dan pengelolaan tanah di wilayahnya dibandingkan daerah lain di Indonesia. Tahun 2017, turun Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta (Perda DIY) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten. Perda ini mengatur secara spesifik mengenai pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan (Sultan Ground) dan tanah Kadipaten (Pakualaman Ground). Tanah-tanah yang tidak memiliki bukti kepemilikan pribadi dan berada di wilayah otoritas DIY dianggap sebagai tanah milik

Kasultanan atau Kadipaten. Sehingga, dari peraturan tersebut beberapa masyarakat mulai memiliki pengakuan hak tinggal berdasarkan hukum melalui Surat Keterangan Tanah dan Hak Guna Bangunan di area Sultan Ground.

Sultan Ground berpengaruh terhadap status hak tinggal Masyarakat untuk beberapa tahun kedepan. Dalam praktiknya, sultan ground akan dilakukan pembaharuan setiap 10 tahun sekali. Namun, memungkinkan bagi pihak Kasultanan Yogyakarta untuk meminta kembali hak tanah yang dimiliki Sultan Ground untuk dialihfungsikan kepada fungsi lain untuk kesejahteraan masyarakat yogyakarta.

Tahun 2016, beberapa area permukiman tersebut diminta Kembali oleh pihak Kasultanan untuk difungsikan sebagai area permukiman komersil (apartemen). Sehingga, Masyarakat yang berada di area tersebut memutuskan untuk pindah ke area wedi kengser. Dari fenomena tersebut, mengakibatkan penyusutan ruang tinggal masyarakat akibat keterbatasan lahan.

Plang Tanda Tanah Milik Sultan Ground

Apartemen Dhika Universe merupakan apartemen yang berdiri di atas tanah Sultan Ground. Pada awalnya, area tersebut merupakan area permukiman masyarakat. Namun, dikarenakan tanah diminta kembali oleh pihak Kasultanan. Akhirnya warga pindah tempat tinggal di area wedi kengser dengan bantuan ganti rugi untuk membangun tempat baru di area wedi kengser. Fenomena ini awal dari dampak munculnya runtutan fenomena selanjutnya dalam perkembangan perkotaan di Kota Yogyakarta. Salah satunya fenomena formal settlement dengan informal settlement. Perbedaan tingkat kesejahteraan sosialekonomi masyarakat di Area Bantaran Sungai Code-Terban. Apartemen dengan Permukiman area Bantaran Sungai Code-Terban menggambarkan perbedaan tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi di area tersebut. Secara kepemilikan dan pengakuan untuk tinggal, kedua sektor tersebut memiliki pengakuan untuk bermukim dengan izin hak guna bangunan dalam beberapa tahun kedepan. Namun dikarenakan perbedaan nilai ekonomi bangunan yang dimiliki, permukiman area bantaran sungai akan sangat mudah untuk dipindahkan atau relokasi dalam waktu singkat daripada apartemen yang memiliki nilai jual tinggi, nilai ganti rugi tinggi, dan proses alih fungsi yang lebih lama. Perbedaan ketersediaan fasilitas dan layanan dasar kehidupan yang dapat dijangkau oleh warga yang tinggal di apartemen versus warga yang tinggal di area bantaran Sungai Code-Terban. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan sosial-ekonomi masyarakat yang tinggal di masing-masing permukiman tersebut. Terakhir, perbedaan kesesuaian dengan peraturan dan rencana pembangunan kota. Permukiman area Bantaran Sungai-Code akan lebih mudah terdampak bencana longsor dan banjir sehingga memunculkan isu baru perkotaan sesuai dengan perubahan kondisi iklim dan ancaman pada permukiman di area tersebut. Tahun 2017, Area bantaran Sungai Code-Terban terdampak bencana longsor yang berakibat kepada korban kemanusian dan kawasan permukiman. Dari fenomena tersebut menyebabkan ditetapkannya area Bantaran Sungai Code sebagai Lokasi Permukiman Kumuh oleh Wali Kota Yogyakarta pada Tahun 2021 area bantaran Sungai Code-Terban. Sehingga, dari peraturan tersebut berlanjut kepada program M3K (Mundhur, Munggah, Madhep

Kali) Kota Yogyakarta untuk menata area bantaran Sungai. Tahun 2023, area bantaran Sungai Code-Terban dilakukan proses resettlement dengan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tematik Pengentasan Permukiman Terpadu yang dikelola oleh LPMK dan berkolaborasi dengan PU Kota Yogyakarta.

Proses Resettlement Masyarakat area Bantaran Sungai Code-Terban merupakan upaya resiliensi permukiman di area Bantaran Sungai Code-Terban oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Proses resettlement juga diiringi oleh upgrading permukiman Bantaran Sungai Code-Terban dan subsidi rumah sehat gratis bagi masyarakat yang tinggal dan memiliki status domisili di area Bantaran Sungai Code-Terban. Hal ini dapat terlaksana karna (1) Faktor tanggung jawab resiliensi kota oleh pemerintah kota dengan (2) kerja sama bersama pihak lain. (3) Partisipasi masyarakat terhadap program pemerintahan. (4) Status hukum tanah Sultan Ground yang dapat mengkondisikan fungsi tanah.

MASA DEPAN | Tantangan di masa mendatang bagi pemerintah dan Masyarakat Kawasan Bantaran Sungai Code-Terban adalah terkait kepastian hak tinggal warga Rumah Sehat Bantaran Sungai Code-Terban untuk jangka panjang, karena area tersebut merupakan sultan ground dan memungkinkan di masa mendatang terjadi alih fungsi berdasarkan kebijakan Kasultanan Yogyakarta atau perubahan aturan sultan ground di area tersebut pasca 10 tahun. Sehingga pendekatan yang sesuai melalui security of tenure dan kepastian resettlement jika mengharuskan masyarakat pindah dari kawasan tersebut. Tantangan kedua adalah bagaimana Kawasan rumah sehat (resettlement dan slum upgrading) berdampak positif kepada sosial-ekonomi masyarakat Bantaran Sungai CodeTerban. Hal ini juga mengikat kepada tanggung jawab penghuni dalam proses perawatan rumah sehat di masa mendatang dengan pertimbangan sebagai kondisi masyarakat marginal. Sehingga pendekatan yang dapat diterapkan adalah konsep permukiman berkelanjutan, sehingga permukiman dapat bertahan dan berkembang secara mandiri. Tantangan ketiga terkait dampak kesenjangan layanan dasar rumah antara Apartemen dengan Rumah Sehat Kawasan Bantaran Sungai Code-Terban. Pendekatan yang sesuai adalah Slump Upgrading, sehingga permukiman dapat dijangkau oleh pelayanan pemerintahan melalui infrastruktur yang layak. Tantangan terakhir adalah apakah konsep rumah sehat dapat menjadikan penghuni rumah menjadi sehat dengan adanya tantangan iklim dan lingkungan di masa mendatang. Pendekatan yang dapat ditempuh adalah permukiman berkelanjutan dengan mengkaji pola kehidupan masyarakat dan permukiman, lalu dilakukan pendekatan berkelanjutan yang urgent untuk diselesaikan. Contohnya : masalah sampah diarahkan ke pemanfaatan sampah sebagai bahan produksi industri rumah tangga, dll.

Aman Bermukin dan Nyaman Bermasyarakat

Oleh : Erlangga Winoto

Budaya Gotong Royong Masyarakat

Urbanisasi yang cepat di Indonesia telah memunculkan fenomena pertumbuhan permukiman informal, terutama di daerah perkotaan besar yang mengalami keterbatasan lahan dan peningkatan densitas penduduk. Pertumbuhan ini umumnya disebabkan oleh migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan yang mencari peluang ekonomi dan akses fasilitas kota, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk bermukim di lahan-lahan marjinal yang tidak memenuhi standar legal dan keselamatan. Salah satu contoh yang nyata dari situasi ini adalah wilayah RT.02/RW.01 di Kelurahan Terban, yang mayoritas penduduknya berpenghasilan rendah dan mengandalkan pekerjaan informal seperti pedagang kecil, buruh, dan pekerja lepas. Dalam konteks ini, budaya gotong royong, yang merupakan ciri khas masyarakat Indonesia, memainkan peran sentral dalam mendukung keberlangsungan hidup di lingkungan tersebut. Masyarakat RT.02/RW.01 di Kelurahan Terban sering berkolaborasi untuk memperbaiki infrastruktur secara mandiri, seperti memperbaiki jalan setapak, saluran air, dan fasilitas sanitasi meskipun akses mereka terhadap layanan dasar masih terbatas. Misalnya, listrik

sering disambung secara informal dari fasilitas umum seperti masjid, sementara akses air bersih disediakan oleh PDAM, tetapi distribusi dan kelayakan infrastruktur tersebut masih minim.

Permukiman informal ini juga menghadapi berbagai tantangan yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan seperti penataan ulang kawasan perkotaan dan aturan kependudukan terkadang menjadi hambatan dalam penyediaan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan. Selain itu, lokasi permukiman di area rentan seperti bantaran sungai menambah kerentanan warga terhadap risiko bencana, seperti banjir dan tanah longsor. Program penanganan pemerintah, seperti program M3K (Mengurangi Kemiskinan Kawasan Kumuh), telah mencoba meminimalkan risiko dengan merelokasi rumah-rumah dari bantaran sungai, meningkatkan akses sirkulasi, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kawasan bantaran sungai. Namun, pelaksanaan program ini memerlukan pendekatan yang berkelanjutan dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Bermukim Aman dan Nyaman

Keamanan bermukim atau security of tenure merupakan isu krusial dalam permukiman informal seperti di RT.02/RW.01 Kelurahan Terban. Secara umum, banyak warga di daerah ini tidak memiliki hak kepemilikan formal atas tanah yang mereka tempati, melainkan hanya memiliki izin penggunaan tanah sementara atau hak pakai yang diakui melalui Surat Keterangan Tanah (SKT).

Ini mencerminkan situasi di Indonesia yang memiliki berbagai bentuk hak atas lahan, mulai dari hak milik penuh (SHM - Sertifikat Hak Milik), hak guna bangunan (HGB), hingga hak pakai sementara yang lebih rentan terhadap penggusuran.

Di RT.02/RW.01, pemerintah telah melakukan upaya peningkatan keamanan bermukim melalui berbagai program, termasuk resettlement atau pemindahan warga dari bantaran sungai untuk meminimalkan risiko bencana. Program ini memberikan jaminan keamanan bagi warga melalui penyediaan rumah sehat dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) atau izin hak pakai. Selain itu, upaya ini juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih tertata, dengan akses infrastruktur yang lebih baik dan aman.

Dalam hal ini, pemerintah juga melakukan pendekatan edukatif kepada masyarakat terkait pentingnya keamanan dan kesehatan bermukim. Salah satu contohnya adalah pelibatan warga

dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur baru, seperti peningkatan akses jalan dan perbaikan sanitasi, serta dukungan terhadap usaha mikro lokal melalui penyediaan ruang publik yang mendukung kegiatan ekonomi kecil. Melalui pendekatan yang melibatkan warga, program peningkatan kawasan kumuh di RT.02/RW.01 tidak hanya berfokus pada aspek fisik bangunan tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat.

Keamanan bermukim dalam konteks ini tidak hanya menyangkut kepemilikan lahan secara legal, tetapi juga kepastian bermukim tanpa ancaman penggusuran. Pendekatan ini memberikan perlindungan dan kepastian yang lebih besar bagi warga, sekaligus mengakui hak mereka untuk tinggal dan berpartisipasi dalam pengembangan lingkungan tempat tinggal mereka. Dengan memberikan hak guna yang lebih kuat, pemerintah berupaya memastikan bahwa masyarakat dapat membangun kehidupan yang lebih stabil dan tidak sekadar menjadi penghuni sementara di tanah yang mereka tinggali. Hal ini diharapkan dapat mendorong kesadaran warga akan pentingnya menjaga lingkungan permukiman yang berkelanjutan dan aman untuk generasi mendatang.

Morfologi Kawasan Bantaran Sungai Code-Terban

Oleh : Mas Joni

Morphology of Terban

Urbanisasi yang pesat telah memengaruhi morfologi Kampung Terban. Rumah-rumah dibangun tanpa perencanaan tata ruang yang jelas, sehingga kawasan ini memiliki tata letak yang tidak teratur. Jalan-jalan di permukiman sangat sempit dan berliku, hanya memungkinkan akses pejalan kaki atau kendaraan roda dua. Hal ini menyulitkan masuknya kendaraan besar seperti ambulans atau pemadam kebakaran, terutama saat keadaan darurat.

Urbanisasi yang tidak terkendali memperburuk kondisi lingkungan di Kampung Terban. Ketergantungan masyarakat pada lahan marginal untuk hunian menunjukkan bagaimana urbanisasi mendorong masyarakat miskin ke area yang kurang layak, sekaligus memperbesar tekanan terhadap infrastruktur yang sudah terbatas.

Sebagian rumah dibangun di atas tanah hasil sedimentasi sungai (wedi kengser), yang rentan terhadap perubahan elevasi akibat erosi dan aliran air. Kawasan ini juga kekurangan ruang terbuka hijau, sehingga aktivitas sosial masyarakat, terutama anak-anak, sering dilakukan di tempat-tempat yang tidak aman seperti tepi sungai.

Di Kampung Terban, rumah-rumah dibangun dari material seadanya seperti kayu, seng, dan bata, yang mencerminkan keterbatasan ekonomi penduduk. Jalan-jalan di kawasan ini sangat sempit, hanya dapat diakses oleh pejalan kaki atau kendaraan roda dua, yang menghambat mobilitas dan respons darurat. Ketidakteraturan ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan perencanaan ulang kawasan dengan melibatkan masyarakat setempat.

Tantangan Permukiman Bantaran Sungai Code-Terban (1) Pengendalian Urbanisasi : Urbanisasi yang pesat mendorong masyarakat miskin ke area kurang layak, yang memperbesar tekanan terhadap infrastruktur yang sudah terbatas. Solusinya dengan mengintegrasikan kebijakan urbanisasi yang berkelanjutan dengan rencana tata kota dan Memfasilitasi relokasi sukarela ke kawasan yang lebih aman dan layak huni. (2) Perencanaan Tata Ruang : Tata letak yang tidak teratur membuat kawasan sulit diakses, terutama oleh kendaraan darurat seperti ambulans atau pemadam kebakaran. Hal ini meningkatkan risiko saat terjadi keadaan darurat. Solusi yang dapat ditempuh yaitu melakukan pemetaan partisipatif untuk menghasilkan tata ruang alternatif dengan melibatkan masyarakat dan mengintegrasikan jalur akses darurat dalam rencana pengembangan kawasan. (3) Urban Resilience : Sebagian rumah berada di atas lahan marginal (wedi kengser) yang rentan terhadap erosi dan banjir, sehingga meningkatkan risiko kerusakan bangunan dan bahaya bagi penghuni. Solusi yang dapat ditempuh adalah membangun struktur pengamanan tepi sungai untuk mencegah erosi dan memberikan pelatihan mitigasi bencana kepada masyarakat setempat. (4) Ruang Terbuka Hijau bagi Masyarakat : Ketiadaan ruang terbuka hijau membatasi tempat untuk aktivitas sosial dan rekreasi, terutama bagi anak-anak, yang sering memanfaatkan lokasi berbahaya seperti tepi sungai. Solusi yang dapat dihadirkan adalah mengadakan proyek penghijauan komunitas untuk menciptakan taman kecil di area yang tersedia. Pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, akademisi, LSM, dan masyarakat lokal diperlukan untuk mengatasi tantangan secara efektif.

Rumah Sehat bagi Masyarakat Code-Terban

Oleh : Akram Bikram

SLUMP UPGRADING

1. Meningkatkan kesetaraan sosial masyarakat (partisipatif transformasi sosial)

Teori ini berfokus pada pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam program peningkatan permukiman. Pemberdayaan masyarakat mencakup partisipasi aktif penduduk dalam proses perencanaan dan implementasi program, yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan dan mengelola sumber daya. Dengan meningkatkan keterlibatan dan kapasitas masyarakat, program ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan keseluruhan.

2. Penyediaan layanan dasar (infrastruktur berkelanjutan)

Teori ini menekankan pentingnya menyediakan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, listrik, fasilitas kesehatan, dan pendidikan sebagai bagian dari upaya peningkatan permukiman kumuh. Layanan dasar yang memadai adalah fondasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

3. Keamanan dalam bermukim (hak bermukim) Keamanan adalah salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas hidup di permukiman kumuh. Teori ini berfokus pada peningkatan keamanan fisik dan lingkungan melalui perbaikan infrastruktur, pengelolaan lingkungan, dan peningkatan fasilitas keamanan.

4. Penciptaan lahan pekerjaan

Teori ini menggarisbawahi pentingnya penciptaan peluang kerja sebagai bagian dari program peningkatan permukiman kumuh. Peningkatan ekonomi lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan pengembangan usaha kecil dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.

ORGANIZED SELF HELP HOUSING

1. Keterlibatan masyarakat

Teori ini menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan implementasi proyek peningkatan permukiman. Keterlibatan masyarakat memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan, mengelola sumber daya, dan berkontribusi dalam pembangunan lingkungan mereka sendiri. Studi kasus di berbagai negara menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab, serta memperkuat komunitas lokal.

2. Pemberdayaan masyarakat (keterampilan dan pengetahuan)

Teori ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan keterampilan, penyediaan modal usaha, dan pengembangan pasar lokal. Pemberdayaan ini membantu masyarakat untuk menjadi lebih mandiri dan mampu mengelola proyek peningkatan permukiman dengan lebih efektif

3. Support pemerintah

Teori ini menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung proyek peningkatan permukiman. Dukungan pemerintah dapat berupa alokasi anggaran, regulasi yang memfasilitasi proyek, dan kolaborasi dengan NGO dan komunitas lokal. Kebijakan yang mendukung peningkatan permukiman dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk penduduk permukiman.

CASE STUDIES

Berdasarkan dari 2 tema teori diatas (Slump Upgrading & Organized Self Help Housing), terdapat beberapa persamaan dalam pembahasan terkait kasus kelurahan terban RT. 2/RW. 1. Oleh karena itu pembahasan tersebut akan dikomparasikan ke dalam beberapa temuan teori dari kelompok kami.

Kawasan Permukiman Kumuh Kelurahan Terban
Permukiman yang layak merupakan harapan bagi setiap warga. Keberadaan sarana dan prasarana menjadi indikator utama untuk bisa

dikatakan layak huni. Permukiman yang ada secara visual masih banyak aspek permasalahan kumuh yang belum bisa dituntaskan penyelesaiannya antara lain: aspek keteraturan bangunan, aksesibilitas yang berprinsip pada universal akses bagi semua, sistem penyelesaian terkait air limbah dan sanitasi. (Syukur, Dkk. 2023).

Permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota- kota besar di Indonesia, contohnya kampung terban terletak dikecamatan gondokusuman, Kota Yogyakarta. Wilayah terban berada diutara jembatan gondolayu sampai dengan perbatasan belimbingsari dan teban sari. Permukiman di bantaran sungai Code, tepatnya Kampung Terban RT02 RW01, termasuk dalam wilayah prioritas penanganan permukiman kumuh dengan. kepadatan sekitar >300 jiwa. Permukiman di bantaran Sungai Code termasuk dalam kategori Kumuh Ringan. Beberapa rumah tidak layak huni dan fasilitas publik yang minim. Kondisi permukiman ini dapat menghambat kualitas hidup penduduk dan mempengaruhi kesehatan serta kesejahteraan masyarakat setempat. (Syukur, Dkk. 2023).

Potongan Elevasi Eksisting

Secara eksisting keberadaan lokasi prioritas berada di tebing

curam di pinggir sungai code dengan elevast kontur ekstrim, hal ini menyebabkan lokasi tersebut rawan longsor. Telah terjadi bencana longsor setidaknya 2 kali di 2021. Selain itu, sungai code merupakan 3 sungai besar yang melewati Kota Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa sungai ini merupakan salah satu sungai dengan arus dan debit air yang banyak sehingga dapat mengancam permukiman dengan bencana banjir. Hal ini menyebabkan perhatian lebih dalam merancang untuk merespon mitigasi bencana sehingga kawasan permukiman ini dapat terhindar dari bencana. (Syukur, Dkk. 2023).

Salah satu metode yang digunakan oleh Pemerintah untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia adalah melalui indikator yang dikenal sebagai “Backlog Rumah”. Indikator ini mencakup dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang berkaitan dengan bidang perumahan. (Syukur, Dkk. 2023)

Metode Partisipatori

Metode yang digunakan adalah kolaborasi dengan pembagian

kewenangan. Sumber daya manusia yang memegang kunci dalam M3K adalah

DPUPKP dari Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman didukung oleh UPT PJU, Bidang SDA dan tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu kolaborasi dilakukan dengan Pemerintah Pusat (BPPW, KOTAKU, BPN, BBWSO), Pemerintah DIY (PUPESDM) maupun Perangkat Daerah di luar Dinas PUPKP sesuai kewenangannya (Kelurahan, Kemantren, Dinpertaru, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, DLH). Serta terbuka peran terhadap stakeholder pembangunan lainnya sesuai tambahan aktivitas di Kawasan Bantaran sungai. M3K juga melibatkan tokoh masyarakat yang berperan besar dalam keberhasilannya, diantaranya oleh BKM, LPMK, Forum sungai, dan Perguruan Tinggi. (Syukur, Dkk. 2023).

Sejarah Kawasan Permukiman Kumuh Kelurahan Terban Kampung bantaran sungai hadir di masyarakat pada era setelah reformasi. Meningkatnya jumah penduduk dan urbanisasi dengan tidak didukungnya ketersediaan dan keterjangkauan lahan. Hal ini membuat area sempadan sungai menjadi area gratis untuk dihuni. (Syukur, Dkk. 2023)

Di Yogyakarta, area sempadan sungai dimiliki sepenuhnya oleh sultan dan awalnya digunakan sebagai ruang publik bersama. Namun hal ini mengalami pergeseran fungsi karena maraknya pengkaplingan oleh pendatang. (Syukur, Dkk. 2023)

Contoh area desa terban pada tahun 1925 memiliki de pemanfaatan lahan yaitu area makam (tionghoa dan muslim) dan area kampung yang masuk kedalam kampung terban. Menurut sumber hidup makam tionghoa ini merupakan pemanfaatan bersifat sewa di area sultan ground sehingga pada tahun 1950an makam kemudian dipindahkan ke perbukitan gunung sempu Yogyakarta. Disebutkan bahwa sultan ground yang kosong ini kemudian diminati warga sebagai area hunian. (Syukur, Dkk. 2023)

Dari waktu ke waktu terlihat bahwa dahulu terdapat area hijau di sisi utara permukiman RT 01 Kampung Terban yang kini sedang dibangun sebuah

bangunan tinggi. Di tahun 2017 juga terlihat tanggul jebol yang mengakibatkan akses antara warga. (Syukur, Dkk. 2023)

Perubahan tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan dan konektivitas. Pembangunan bangunan tinggi di sisi utara pemukiman dapat mengubah tata ruang dan karakterist lingkungan sekitarnya. Sementara itu. kejadian tanggul jebol pada tahun 2017 menyebabkan kesulitan akses sehingga mengganggu mobilitas penduduk, perdagangan, dan aktivitas sehari-hari lainnya. (Syukur, Dkk. 2023)

Dengan mempertimbangkan perubahan lingkungan dan tantangan aksesibilitas yang dihadapi, penting untuk mengidentifikasi solusi yang sesuai untuk memastikan pengembangan yang berkelanjutan dalam kawasan tersebut. (Syukur, Dkk. 2023)

Dalam perkembangannya, masyarakat yang berada dikelurahan terban RT.2/RW.1, melalui proses peningkatan permukiman yang cukup bersejarah, yang bermula dari lahan pemakaman, hingga dilakukannya peningkatan kualitas masyarakat yang dimana sebelumnya merupakan permukiman kumuh informal. Sehingga hal ini menjadi perhatin khusus bagi stakeholder terkait. Maka hal ini menjadi program kolaboratif yang salah satunya melalui peningkatan kawasan permukiman yang lebih baik tentunya.

1. Program Rumah Sehat (Meningkatkan kesetaraan sosial masyarakat)

Peningkatan kesataraan sosial masyarakat dikelurahan terban dilakukan melalui pendekatan partisipatif yang membantu menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab di antara penduduk,

sehingga meningkatkan kesetaraan sosial, antara program pemerintah dan masyarakat (pengadaan rumah sehat). Dalam hal ini masyarakat dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan tersebut mulai dari sosialisasi hingga sampai pada kesepakatan akhir. Disisi lain beberapa stakeholder, masyarakat dan elemen

Revitalisasi Kawasan Kumuh Kelurahan Terban

komunitas terlibat secara langusung dalam proses pembangunan tersebut, seperti masyarakat dilibatkan sebagai tenaga kerja dalam proses konstruksi dan menjadi penghasilan bagi masyarakat lokal. kolaboratif yang melibatkan pengguna dalam proses desain. Tujuannya adalah untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman pengguna.

Partisipatori desain dibangun atas prinsip-prinsip kolaborasi, co-creation, dan pemberdayaan. Pengguna berkontribusi pada proses desain, yang memungkinkan mereka untuk memberikan umpan balik, menyarankan ide, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Tujuannya adalah untuk menciptakan produk dan layanan yang mengakomodasi kebutuhan dan membantu mencapai tujuan pengguna.

Pada kasus kelurahan terban ditemukan beberapa data wawancara bersama pak RT dan sekretaris

kelurahan, terkait proses dari program pemerintah. Dimana dalam prosesnya masyarakat dilibatkan secara langsung, yang bermula dari sosialisasi stakeholder terkait pada program tersebut, baik dari sisi inklusi, kolaborasi, pemberdayaan, literasi, pemahaman kontekstual, advokasi pengguna, serta keberlanjutan, terkait permukiman masyarkat dalam mencapai keberhasilan program rumah sehat tersebut. Serta ditemukan hasil survei lapangan, program rumah sehat sudah mencapai pemasangan atap hingga plester dinding. pengguna, serta keberlanjutan, terkait permukiman masyarkat dalam mencapai keberhasilan program rumah sehat tersebut. Serta ditemukan hasil survei lapangan, program rumah sehat sudah mencapai pemasangan atap hingga plester dinding.

Disisi lain berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder terkait (PU), dengan program kota tanpa kumuh (KOTAKU) mempunyai rumusan tujuan dari penataan Kawasan terban RT. 2/RW. 1 adalah terwujudnya ruang wilayah permukiman yang berupa hunian konsep vertikal melalui:

•Penataan permukiman bantaran berbasis utama penanganan kebencanaan berbasis pada pengurangan resiko bencana

•Terciptanya sinergitas dan kolaborasi dalam penuntasan masalah kumuh

•Masyarakat mempunyai lahan dan

Sosialisasi Stakeholder Bersama Masyarakat Kampung Terban RT. 2/RW. 1

hunian untuk bermukim dan tidak melanggar RTRW Kota Yogyakarta

•Optimalisasi kesadaran akan PHBS

Adapun manfaat penanganan kumuh di lokasi prioritas merupakan perwujudan penanganan permukiman yang baik, terjangkau dan berkelanjutan dengan cara:

• Menjadikan lokasi RT. 02/RW 01. sebagai kawasan yang layak bermukim dan berkelanjutan

• Pemenuhan kapasitas bermukim didasarkan pada legalitas lahan sebagai modal ekonomi dan sosial.

• Penyediaan ruang sosial dan ruang perekonomian dalam kaitannya dengan perikehidupan warga terdampak.

• Mendukung perwujudan wisata Sungai Code berbasis Pedestrian Riverside.

2.Penyediaan layanan dasar (infrastruktur berkelanjutan)

Penyediaan layanan infrastruktur dalam kelurahan terban menjadi layanan dasar yang efektif diharapkan dapat mengurangi ketidaksetaraan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, seperti adanya program rumah sehat bagi masyarakat yang di re-settelment (sementara berjalan).

Pada kelurahan terban terdapat beberapa infrastruktur yang di akomodasi, baik dari pemerintah maupun Lembaga masyarakat lainnya seperti: Tersedianya Balai RT dan RW. Tersedianya Masjid dan Gereja. Tersedianya sumber air yang berasal dari PDAM dan sumur pompa. Tersedianya MCK dan IPAL. Tersedianya jalan utama yang berada dipinggir Sungai dan drainase. Tersedianya lampu jalan dan tong sampah. dan beberapa infrastruktur lainnya. Namun dalam hal ini masih banyak beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan seperti, tidak adanya saluran drainase secara masif di area permukiman tersebut, Sulitnya akses mobilitas dalam kawasan tersebut jika terjadi hal-hal urgensi (jalan yang kecil).

Di sisi lain berdasarkan hasil wawancara dari pak RT dan sekertaris kelurahan terban, mereka menitipkan pesan terkait pengadaan infrastruktur air bersih. Hal ini dilatar belakangi akibat dari sumber air dari kawasan tersebut sangat sedikit (khususnya pada perumahan yang berada pada jejeran Sungai kali code), yang bermula dari pembangunan apartemen.

3. Keamanan dalam bermukim

Keamanan dalam bermukim pada kelurahan terban khususnya, sebelum adanya program pemerintah terbilang cukup memprihatinkan, hal tersebut dinyatakan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: rawan terjadinya tanah longsor (karna beberapa rumah terletak dipinggir kali yang curam), rawan terjadi banjir (karena tidak adanya saluran pembuangan yang memadai), Sirkulasi udara yang tidak baik (pengaruh tatanan massa yang padat), dan lain sebagainnya.

Sehingga dalam hal ini beberapa stakeholder terkait, baik pemerintah maupun masyarakat menunjukkan bahwa peningkatan keamanan dapat dicapai dengan adanya program rumah sehat, memperbaiki jalan, sistem drainase, program M3K, penerangan jalan, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini tidak hanya meningkatkan keselamatan penduduk tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman untuk tinggal.

4. Penciptaan lahan pekerjaan

Penciptaan lahan pekerjaan dalam kelurahan terban menunjukan bahwa pelatihan keterampilan, yang

penyediaan modal usaha, dan pengembangan pasar lokal dapat membantu menciptakan peluang kerja yang berkelanjutan bagi penduduk permukiman kumuh. Seperti yang terdapat beberapa pekerjaan yang kami temukan, seperti masyarakat yang diberi peluang usaha (usaha warung makan, usaha kosan, usaha warung sembako, usaha ternak hewan, pekerja konstruksi rumah sehat, dll).

Infrastruktur Kampung Terban RT. 2/RW. 1

Authors : Erlangga Winoto, Mas Joni, Akram Bikram, M Syauqi Hikam F

Fotografer : Erlangga Winoto, Mas Joni

Ilustrator : M Syauqi Hikam F, Akram Bikram

Layouter : M Syauqi Hikam F

Narasumber : Pak Amin & Bu Yeti (Masyarakat Lokal Code-Terban).

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.