MINGGU, 8 JUNI 2014 M /10 SYA’BAN 1435 H
WIRAUSAHA
MEMBUAT lambang OSIS
15
MESIN Bordir Komputer
JAQSELLA BORDIR KONVEKSI BUKITTINGGI
Diminati Pelanggan Malaysia dan Brunei JIKA butuh pakaian yang dibordir, datang saja ke Jaqsella Bordir Konveksi Bukittinggi. Tidak sulit mencarinya. Usaha konveksi ini berada di Jalan M. Yamin Nomor 145, Aur Kuning, Bukittinggi. Laporan :
Haswandi Setiap hari, karyawan usaha konveksi ini terlihat sibuk membordir, seperti membuat lambang atau logo serta atribut lainnya. Nantinya lambang atau logo itu dijahitkan di baju seragam, bordir nama dan yang lainnya. Pelanggannya cukup banyak. Secara rutin pesanan dari sekolah dan perkantoran selalu mengalir.
BAJU yang telah dibordir
Selain itu, pesanan bordir juga berasal dari kalangan TNI, Polri dan berbagai kelompok masyarakat lainnya, baik dari daerah Sumatera Barat sendiri, maupun dari daerah lainnya di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Medan, Kepri dan yang lainnya. Meski usaha bordir dan jahit menjahit di Kota Bukittiggi cukup banyak dengan persaingan usaha yang ketat, namun usaha milik Julumudin (48) ini, tetap tak pernah sepi pelang-
gan. Bahkan produk bordirnya dilirik warga dari luar negeri. Ini dibuktikan dari beberapa pesanan baju seragam yang dipesan oleh orang Malaysia dan Brunei. “Pelanggan kita tak hanya dari Sumbar, tetapi juga dari provinsi tetangga dan negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussallam,” terang Julumudin. Padahal Jaqsella Bordir Konveksi Bukittinggi ini baru berumur empat tahun, yang beroperasi tahun 2010 lalu. Meski usianya masih muda, tapi omzet yang mampu diraupnya mencapai Rp60 juta perbulan. Ini membuktikan bahwa bisnis bordir dan jahit menjahit di Kota Bukittinggi memiliki prospek yang menjanjikan. “Semakin banyak persaingan, itu bagus. Itu menandakan semakin banyak peluang yang harus dicapai. Bisnis tanpa persaingan sama seperti hidup tanpa teman, yang nantinya sulit untuk melangkah. Jadi, jangan takut jika menemukan banyak pesaing,” ujar Julumudin. Julumudin mengaku, semua bahan baku yang digunakannya berasal dari Pasar Aur Kuning Bukittinggi. Menurutnya, harga
dan kualitas bahan baku di Aur Kuning hanya beda tipis dengan harga yang di Jakarta, sehingga tidak perlu repot-repot terbang ke Jakarta hanya untuk beli bahan baku seperti benang dan bahan dasar pakaian. Dalam menjalankan usahanya, Julumudin tidak hanya mengandalkan tokonya. Rumah kediaman di Jalan Tabek Gadang, Aur Kuning, juga dijadikan lokasi usaha. Jika di tokonya hanya difokuskan untuk membordir, maka di rumah kediamannya dijadikan pusat menjahit baju atau membuat pakaian. Untuk membantunya menjahit pakaian di rumah, Julumudin dibantu 10 pegawai menggunakan mesin jahit elektrik atau manual. Sementara di tokonya sendiri hanya ada seorang pegawai yang bertugas mendesain logo atau lambang serta membordirnya. Tugas membordir ini dinilai tidak terlalu berat, karena telah menggunakan mesin bordir komputer. “Selain menerima pesanan, toko saya juga menjual pakaian yang siap pakai. Jumlahnya memang belum terlalu banyak,” terang Julumudin. (*)
“Semakin banyak persaingan, itu bagus. Itu menandakan semakin banyak peluang yang harus dicapai. Bisnis tanpa persaingan sama seperti hidup tanpa teman, yang nantinya sulit untuk melangkah. Jadi, jangan takut jika menemukan banyak pesaing,” ujar Julumudin.
TEMPAT usaha Jaqsella Bordir Konveksi, milik Julumudin
Berawal dari Pedagang Keliling Indonesia PERJUANGAN Julumudin membangun usaha penuh suka duka. Dia menitinya bersusah payah dan merasakan pahit getinya kehidupan. Pria kelahiran Bandung tahun 1966 silam itu, awalnya merupakan pedagang keliling di Jakarta. Pekerjaan itu mulai dilakoninya semenjak lulus Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) di Bandung tahun 1982. Waktu itu, jualan Julumudin tak menentu. Kadang-kadang jualan alatalat elektronik, mainan anak dan yang lainnya, tergantung selera pasar apa saja yang laku dijual. Sistem jualannya dilakukan dengan mendatangi orang per orang, dari rumah ke rumah, untuk menawarkan barang yang dijualnya. Barang dagangannya tak hanya ditawarkan untuk warga Jakarta. Karena Julumudin nekad mengelana ke provinsi lainnya. Bahkan, Jumuludin berjualan dengan berkeliling Indonesia hingga ke Ambon dan Irian. Jarak yang sangat jauh untuk ditempuhnya. Namun dari pengalaman berdagang keliling hingga ke sebagian besar provinsi di Indonesia itu, membuat Julumudin banyak mendapat teman. Dari pergaulan itulah Julumudin kemudian membentuk suatu organisasi bernama Ikatan
Pemulung Indonesia (IPI) pada tahun 1997. Organisasi itu memang tidak ada hubungannya dengan barang jualannya. Namun bagi Julumudin dan rekanrekannya, para pemulung juga manusia yang harus mendapatkan pendidikan. Demi memperjuangkan nasib pemulung, Julumudin dan rekan-rekannya rela mengeluarkan dana sumbangan perbulan untuk pemulung. “Para pemulung itu diberi pendidikan gratis tanpa melibatkan pemerintah dan pihak swasta. Sementara untuk honor tenaga pengajarnya dibayarkan dari hasil sumbangan kita dan rekan-rekan,” terang Julumudin. Suatu ketika secara tak disangka, berkat niat mulianya, Julumudin bertemu dengan seorang prajurit TNI jenderal bintang tiga. Berkat kepiawaiannya dalam berbicara dan berbisnis, pada tahun 2000, sang jenderal menawarkan Julumudin untuk bergabung menjadi wartawan Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), yang terbitannya hanya untuk kalangan interen Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Tak banyak kesulitan yang dilaluinya, karena Julumudin waktu itu juga suka
menulis. Kuli tinta itu ditekuninya hingga tahun 2005. Pada tahun itu, Julumudin dipercaya untuk mengurus bagian logistik dan pengadaan barang. “Modalnya ya pergaulan. Kalau tak ada barang yang dicari, minta ke teman untuk mencarinya. Seperti itu terus menerus,” ujar Julumudin. Pada tahun 2009, Julumudin mulai serius untuk membuat usaha sendiri. Namun rencana itu baru terwujud pada tahun 2010. Berkat pinjaman perbankan, dirinya kemudian membuka toko bordir konveksi dan memilih Kota Bukittinggi sebagai tempat usahanya, dengan alasan sang istri berasal dari Kota Bukittinggi. Dulu, penghasilan Julumudin tak menentu. Namun sekarang, Julumudin mulai memetik buah kerja kerasnya. Jika penghasilan usahanya terus meningkat, Julumudin berencana untuk membuka cabang. Namun dia belum memikirkan lokasi kantor cabang tersebut, serta belum menetapkan target pembukaan cabang baru. (*)
JULUMUDIN >> Editor : Eni
>> Penata Halaman : Wide