Buletin Geomaritime Edisi Juni 2016

VOLUME II

JUNI 2016

Museum for Edutourism 2015 Antropodinamik Tambak Udang Berburu Fishing Ground dengan Satelit Pengenalan Gumuk Pasir Sejak Dini

Masyarakat Nelayan Desa Dadap, Indramayu Menelaah Lebih Jauh Paradigma Geomaritime Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari Dan Budaya di Desa Bebalang, Kab. Kepulauan Sangihe

URGENSI PETA DESA UNTUK PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA 0852-3388-4447

pgsp@big.go.id

GeomaritimeSciencePark

@GeomaritimeSP

REDAKSIONAL - BULETIN GEOMARITIME DESEMBER 2015

Redaksional

Buletin Geomaritime BULETIN GEOMARITIME 2015 PARANGTRITIS GEOMARITIME SCIENCE PARK Penanggung Jawab : Th. Retno Wulan, S.Hut., M.Agr Kepala Parangtritis Geomaritime Science Park Dewan Redaksi : Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc. Prof. Dr. Muh Aris Marfai, M.Sc. Dr. Sigit Heru Murti B.S., M.Si.

Farid Ibrahim, S.Si. Zheny Setyaningsih, S.Si Anggara Setyabawana Putra Mega Dharma Putra

Pemimpin Redaksi : Dr. Ir. Wiwin Ambarwulan, M.Sc

Mitra Bestari : Dr. Nurul Khakim, M.Si. Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan (PUSTEK) UGM Prof. Dr. Sunarto, MS Staf Pengajar Fakultas Geografi UGM

Sekretaris Redaksi : Ir. Sri Lestari Munajati, M.Agr

Sirkulasi : Badan Penerbit Fakultas Geografi UGM

Staf Redaksi : Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. Barandi Sapta Widartono, M.Si., M.Sc. Ari Cahyono, S.Si., M.Sc. Dr. I Nyoman Sukmantalya, M.Sc. Dwi Sri Wahyuningsih, S.Si. Erwin Isna Megawati, S.Si. Edwin Maulana, M.Sc.

Layouter : Tri Raharjo, S.Pd Penerbit : Parangtritis Geomaritime Science Park Depok, Parangtritis, Kretek, Bantul Yogyakarta 55772

Kata Pengantar Penelitian merupakan penunjang penting dalam perindustrian di negara maju. Indonesia saat ini telah memiliki potensi tersebut namun masih perlu ditingkatkan. Rasio perbandingan antara peneliti dengan jumlah penduduk di Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan rasio perbandingan peneliti-penduduk sehingga mendukung kemajuan Indonesia.

Selain meningkatkan kuantitas peneliti yang ada, media untuk mengakses dan menyebarluaskan hasil penelitian perlu ditingkatkan. Menangkap situasi tersebut, Parangtritis Geomaritime Science Park kembali hadir dengan Buletin Geomaritime Volume II dengan tema tentang Peta Desa. Hal ini tidak terlepas dari salah satu Nawa Cita, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Diharapkan buletin ini menjadi inspirasi untuk membangun desa berdasarkan potensinya.

Buletin Geomaritime Volume II ini merupakan sebuah proses yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat menantikan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Kami juga tidak lupa berterima kasih untuk dukungan para pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan buletin. Semoga Buletin Geomaritime mampu berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para pembaca.

Kepala Parangtritis Geomaritime Science Park

DAFTAR ISI - BULETIN GEOMARITIME DESEMBER 2015

Daftar isi

Buletin Geomaritime Volume II Juni 2016

01 | PERISTIWA

Optimalisasi Pembangunan Desa Untuk Menciptakan Indonesia yang Lebih Baik Melalui Peluncuran Peta Desa - hal. 01

02 | BUDAYA

Masyarakat Nelayan Desa Dadap, Indramayu - hal. 03

03 | JENDELA Menelaah Lebih Jauh Paradigma Geomaritime - hal. 01 Science-Techno Park Berdiri, Indonesia Mandiri - hal. 02

05 | KESEHATAN Tuberkulosis (TB) Bukanlah Kutukan - hal. 05

07 | ILMIAH Mitos Kesejahteraan Tambang Pasir Pantai Dari Sudut Pandang Pembangunan Berkelanjutan - hal. 07 Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari Dan Budaya Di Desa Bebalang, Kab. Kepulauan Sangihe - hal. 13 Optimalisasi Sumberdaya Pesisir di Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur untuk mewujudkan Community Sustainable Coastal Development - hal. 21 Pengembangan Algoritma Ekstraksi Informasi Total Suspended Solid (TSS) dan Transparansi Perairan Menggunakan Citra Satelit Worldview-2 (Studi Kasus : Perairan PLTU Paiton, Probolinggo) - hal 27

35 | SOSOK Sosok Srikandi di Balik Layar Perkembangan Parangtritis Geomaritime Science Park Dedikasiku di antara Keluarga, Pekerjaan, dan Pendidikan - hal. 35

37 | TEKNOLOGI Jenis Kapal Nelayan Pesisir Dadap, Juntinyuat, Indramayu - hal. 37 Mengenal Lebih Dekat dengan Satelit NOAA - hal. 39

40 | KULINER “Si Uul� Primadona Kuliner Pesisir yang Menggoda Selera - hal. 40

41 | TEKNOLOGI Wisata Komplit di Laguna Pengklik Potensi Wisata Pantai Samas dan Peluang Sinergi JJLS - hal. 41 Gerbang Pengetahuan Maritim Indonesia: Menjelajahi Filosofi Maritim yang Sesungguhnya di Museum Gumuk Pasir - hal. 43

01

PERISTIWA

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Optimalisasi Pembangunan Desa

Untuk Menciptakan Indonesia yang Lebih Baik Melalui Peluncuran Peta Desa Mega Dharma Putra

Rabu (24/2) – University Club UGM, Bergulirnya orientasi pembangunan secara otonomi daerah semakin diperkuat dengan menitikberatkan pembangunan yang berfokus di desa. Selama ini, masih banyak yang menganggap bahwa desa hanya sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup daerah kota. Potensi desa sebenarnya masih dapat dikelola dan dimaksimalkan sehingga pembangunan tidak hanya berfokus pada kota namun juga di desa.

Penyeimbangan pembangunan ini perlu dilakukan mengingat karakteristik desa dan kota yang berbeda dan mampu melengkapi satu dengan yang lainnya.

Seminar Nasional Peta Desa untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan diadakan atas kerja sama Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Fakultas Geografi

UGM. Seminar ini dibuka oleh sambutan dari Rektor UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., perwakilan dari Gubernur DIY, dan Kepala BIG Dr. Priyadi Kardono, M.Sc. Susunan acara seminar terdiri dari talkshow panel yang dipimpin oleh Prof. Dr.rer. nat. M. Aris Marfai. M.Sc. yang menghadirkan Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN. Acara lainnya yang berlangsung di dalam seminar ini adalah technical session yang melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung, Guridno Bintar Saputro, M.Agr. dari Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG, Deny Rahadian dari Jaringan Pemetaan Partisipatif, dan Pemilik Radio Magno dan Sepeda Bambu Bapak Singgih Susilo K. Di tengah seminar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi H. Marwan Ja’far, SE., SH., MM., M.Si. Sebagai penutup, H. Ganjar Pranowo, S.H., M.IP. selaku Gubernur Jawa Tengah memberikan closing remark untuk membangun Indonesia dari Desa. Beliau menyampaikan bahwa penggunaan peta desa akan turut menjadi solusi masalah yang ada. “Data warga miskin lengkap dengan jumlah dan tingkatan kemiskinan yang ada di dalam peta tentu akan mempermudah proses penindaklanjutan. Harapannya akan muncul kebijakan yang lebih tepat sasaran” papar Beliau.

Informasi geospasial yang ada di dalam desa menjadi perlu dituangkan ke dalam peta desa. Peta desa nantinya akan digunakan untuk mengetahui letak desa terhadap area di sekitarnya sehingga diharapkan mampu menyelesaikan batas wilayah yang ada. Peta desa juga dapat digunakan untuk melihat potensi desa dan inventarisasi aset desa dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Pada akhirnya, peta desa mampu digunakan untuk perencanaan pembangunan infrastruktur desa, serta sebagai dasar dasar untuk pembangunan wilayah.

BUDAYA

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

02

Masyarakat Nelayan Desa Dadap, Indramayu Farid Ibrahim

lingkaran kemiskinan

Desa Dadap merupakan salah satu di antara ribuan desa pesisir Indonesia yang terletak di Kecamatan Juntikebon, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Arti kata dadap di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah nama tumbuhan yang umumnya digunakan sebagai peneduh ladang kopi dan penyubur tanah. Tumbuhan dadap banyak ditemukan di ekosistem pesisir namun keberadaan tumbuhan tesebut sudah sangat jarang di Desa Dadap.

Status Desa Dadap sebagai desa pesisir menyebabkan mata pencaharian masyarakat Desa Dadap didominasi dengan profesi nelayan. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat posisi geografis Desa Dadap yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara. Hal yang justru menjadi pertanyaan adalah “mengapa di tengah potensi kelautan yang begitu melimpah, masih banyak masyarakat nelayan Desa Dadap yang mengalami kesulitan ekonomi?�.

Untuk menjelaskan kehidupan masyarakat nelayan di Desa Dadap yang mengalami kesulitan ekonomi, perlu dikenali lebih dalam apa arti dari kemiskinan itu lebih lanjut. Robert Chamber, Doktor dari Universitas Manchester sekaligus Advokat yang terfokus pada pengembangan kebijakan pembangunan yang berfokus pada isu kemiskinan, mencetuskan ide Lingkaran Kemiskinan (Vicious Circle) yang menjelaskan inti dari masalah kemiskinan. Perangkap kemiskinan menjelaskan bahwa ada lima dimensi yang menyebabkan seseorang terjebak dalam status miskin dalam sudut pandang ekonomi, yaitu (1) kelemahan fisik, (2) keterasingan, (3) kerentanan, (4) ketidakberdayaan, dan (5) kemiskinan itu sendiri. Chamber menjelaskan bahwa untuk mengentaskan kemiskinan, diperlukan gerakan komprehensif untuk menyelesaikan semua dimensi permasalahan kemiskinan.

Masyarakat Desa Dadap memiliki variasi kondisi waktu tangkapan ikan dalam satu tahun sebagai dasar untuk merencanakan strategi kehidupannya selama satu tahun. Masyarakat akan mengalami musim melaut sekitar pertengahan Februari hingga akhir Juli, musim transisi pada Agustus hingga November, dan musim paceklik pada Desember hingga Februari. Selain itu, solusi penyelesaian masalah kemiskinan atau strategi penghidupan yang ada di Desa Dadap bervariasi, tergantung klasifikasi nelayannya. Ada tiga klasifkasi lebih lanjut dari nelayan di Desa Dadap, yaitu (1) Buruh nelayan, (2) nelayan Kecil, dan (3) Nelayan Juragan.

Buruh nelayan adalah nelayan yang tidak memiliki modal sehingga sangat bergantung dengan nelayan di kelas lain. Nelayan kecil adalah nelayan yang telah memiliki perlengkapan alat sederhana untuk aktivitas penangkapan ikan. Nelayan juragan adalah nelayan dengan kepemilikan modal yang jauh lebih besar dengan kedua kelas nelayan lainnya. Klasifikasi nelayan ini nantinya akan menentukan strategi penghidupan di Desa Dadap.

Berdasarkan klasifikasinya, nelayan juragan memiliki strategi bertahan hidupnya berbeda dari kelas nelayan lainnya, yaitu mengandalkan kapal-kapal besar dan bermesin besar untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan, dan juga menggunakan alat tangkap modern dan teknologi tinggi. Buruh nelayan dan nelayan kecil memiliki kemiripan terkait strategi bertahan hidup yang mereka miliki. Beberapa strategi bertahan hidup yang memiliki kesamaan di antaranya adalah (1) berhutang, (2) diversifikasi pekerjaan, (3) mengandalkan remitan, dan (4) menggadaikan/menjual harta yang dimiliki. Nelayan kecil memiliki strategi hidup tambahan yaitu memiliki tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain. Dapat disimpulkan bahwa nelayan buruh merupakan kelompok nelayan dengan kerentanan ekonomi yang paling tinggi saat musim paceklik, kebanyakan dari kelompok ini memanfaatkan aset sosial seperti berhutang, sedangkan nelayan kecil lebih resisten terhadap perubahan musim dikarenakan mampu menyeimbangkan pemanfaatan aset sedangkan Nelayan juragan menjadi kelompok nelayan yang tidak terkena imbas signifikan.

03

JENDELA

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Menelaah Lebih Jauh Paradigma Geomaritime

*Disarikan dari buku Paradigma Geomaritim

Edwin Maulana

Istilah Geomaritim pertama kali diinisiasi oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI). Pencetusan konsep Geomaritim ini bertujuan untuk memunculkan suatu konsep transdisiplin yang dapat menjembatani dunia akademisi dengan pemangku kepentingan lainnya.

Konsep geomaritim diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk bersinergi dan menjadi media/wadah bersama untuk menyelaraskan derap langkah aksi dalam membangun kemaritiman Indonesia.

Gagasan Paradigma Geomaritim dilatarbelakangi oleh perlunya memandang pembangunan yang bermodal laut sebagai komplemen yang saling menguatkan dan saling sinergis dengan pembangunan yang saat ini cenderung berfokus ke darat. Laut menjadi modal pembangunan yang sangat besar namun masih sering dianggap hanya sebagai halaman belakang (backyard).

Bagaimanapun kompleksitas sektor maritim menjadi sebuah karakteristik dan fakta yang harus dihadapi oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

Para pemangku kepentingan yang dimaksud di sini adalah akademisi, birokrat (pemerintah/pengambil kebijakan), swasta, maupun masyarakat. Oleh karenanya kompleksitas maritim hendaknya perlu dibingkai dengan suatu paradigma yang dapat menyatukan para pemangku kepentingan agar dapat dikelola dengan baik dan tepat.

Geomaritim berasal dari paduan kata ‘Geografi’ dan kata ‘maritim’. Geografi dalam konteks ini diawali dengan huruf kapital ‘G’ karena merujuk pada Ilmu Geografi (Geography as a science) yang telah memiliki cabang ilmu Geografi Maritim (Maritime Geography) sebagai suatu peminatan/cabang keilmuan yang mengkaji kemaritiman. Paradigma geomaritim dalam perspektif geografi akan lebih menekankan pada enam objek material di dalam kawasan laut. Keenam objek material ini yang kemudian menjadi komponen-komponen dalam mengkaji maritim untuk menuju poros maritim dunia. Keenam objek material yang dimaksud adalah: 1. Historis Kemaritiman.

2. Sumberdaya Maritim.

3. Sosial – Ekonomi Kemaritiman.

4. Budaya Kemaritiman.

5. Geoliterasi untuk Nilai Kemaritiman.

6. Konstelasi Global Kemaritiman.

Paradigma Geomaritim merupakan transdisiplin ilmu. Posisi sebagai transdisiplin ilmu memiliki konsekuensi bahwa geomaritim memiliki jalur komunikasi yang terdiri dari lintas disiplin ilmu dan juga

lintas aktor. Ruang lingkup ini yang kemudian dapat dijadikan dasar dalam “membungkus” kebijakan pembangunan bidang kemaritiman di Indonesia.

Dalam upaya “membungkus” kebijakan tersebut, perlu diketahui apa tujuan dari upaya “membungkus” kebijakan maritim di Indonesia.

Dalam buku Paradigma Geomaritim, para geograf membuat delapan strategi Geomaritim yang disebut Astha Tarani Geomaritim yang berpijak dari lima pilar Poros Maritim Dunia, yaitu: 1) budaya maritim, 2) sumberdaya laut, 3) infrastruktur dan konektivitas maritim, 4) diplomasi maritim dan 5) pertahanan maritim.

Strategi Geomaritim ini merupakan bentuk pengkaitan lima Poros Maritim Dunia dengan delapan Astha Tarani Geomaritim. Delapan strategi kebijakan dalam mengaplikasikan paradigma geomaritim yang kemudian disebut sebagai Astha Tarani Geomaritim yaitu: 1. Memperhatikan bentuk dan letak strategis wilayah Indonesia untuk pengelolaan berbasis kebhinekaan wilayah geografi.

2. Perlunya kebijakan Tata Ruang Laut Nasional untuk mengelola sumberdaya maritim berdasarkan ekoregion laut secara berkelanjutan.

3. Ekspansi rencana ruang Poros Maritim Dunia dalam skala kawasan antar negara.

4.

Prioritaskan pembangunan infrastruktur pelabuhan klaster barat (akses Hindia), Klaster Timur-Utara (akses Pasifik), dan Klaster Ausindo (akses Australia & Selandia Baru) beserta moda trasportasi pengiriman barang.

5. Konektivitas pelabuhan dengan wilayah produksi di laut dan darat (sistem core–hinterland).

6. Menyusun materi diplomasi luar negeri melalui kebudayaan maritim Indonesia.

7. Edukasi melalui geoliterasi nilai kemaritiman untuk pengembangan sumberdaya manusia Indonesia.

8. Teknologi informasi geospasial sebagai data dasar kebijakan atau data dasar pokok pembangunan maritim.

Implementasi Astha Tarani Geomaritim merupakan salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan oleh geograf dalam rangka sumbangsihnya dalam menggali sumberdaya kemaritiman Indonesia.

Paradigma Geomaritim yang diusung oleh IGI diharapkan dapat mengubah perspektif pemerintah dan masyarakat dalam memandang potensi sumberdaya laut. Sudah saatnya Indonesia sebagai negara maritim berdiri tegak dalam panggung internasional melalui potensi kemaritiman yang ada.

JENDELA

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Science-Techno Park Berdiri, Indonesia Mandiri.

Mega Dharma Putra

Parangtritis Geomaritime Science Park: Langkah Awal Pengembangan Ilmu Pengetahuan Maritim Berbasis Geospasial di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Indonesia Indonesia saat ini tengah berbenah menjadi negara maritim sekaligus berusaha lepas dari Dutch Deases, atau dalam ilmu ekonomi lebih dikenal sebagai kutukan bagi negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) namun penduduknya masih belum sejahtera. Ironinya, Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya di bidang kelautan, justru mayoritas penduduk yang mengandalkan laut sebagai sumber pendapatan berada di bawah garis kemiskinan.

Penguasaan ilmu pengetahuan (iptek) menjadi mutlak diperlukan untuk keluar dari kutukan SDA yang ada. Iptek merupakan faktor penentu dari suatu negara untuk mampu bergerak maju menyelamatkan perekonomian. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 silam mencanangkan program 100 Science-Techno Park di seluruh Indonesia. Diharapkan keberadaan STP akan mendorong tumbuhnya pusat riset yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan sehingga meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat.

Pembangunan STP memiliki berbagai fungsi.

Beberapa di antaranya adalah (1) sebagai pusat pengembangan iptek dan teknologi, (2) sebagai pusat penumbahan wirausaha baru, dan (3) sebagai pusat layanan teknologi maju ke masyarakat.

Pembangunan STP juga perlu memperhatikan

potensi dan tantangan di sekitar wilayah berdirinya STP. Harapannya, STP mampu memberikan kontribusi secara nyata.

Kabupaten Bantul yang merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki potensi untuk mendirikan STP. Potensi Bantul sebagai teras depan DIY menyimpan potensi dan tantangan ke depan untuk dikelola khususnya di wilayah pesisir, mulai dari pariwisata, pertanian, perikanan, dan lain sebagainya. Berdirinya STP di Bantul juga diperkuat dengan keberadaan gumuk pasir tipe barkhan sebagai bentuklahan yang unik. Laboratorium Geospasial Pesisir Parangtritis pada akhirnya direvitalisasi menjadi Parangtritis Geomaritime Science Park sebagai perwujudan 100 STP di Indonesia.

Parangtritis Geomaritime Science Park hadir untuk mengembangkan iptek dan membantu masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dari berbagai sektor yang berkaitan dengan kemaritiman memperhatikan ruang yang ada di bumi (geospasial). Keunggulan informasi geospasial adalah dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan fisik berbasis ekosistem untuk menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan.

Perlahan tetapi pasti, PGSP terus berbenah diri untuk meningkatkan kapasitas. Melalui keunggulan informasi geospasial yang diterapkan di wilayah kepesisiran, harapannya PGSP mampu membawa Indonesia lepas dari kutukan sumber daya alam dan membawa Indonesia (kembali) menjadi poros maritim dunia.

04

05

KESEHATAN

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Tuberkulosis (TB) Bukanlah Kutukan Aga Andika, S. Ked

Buletin Geomaritime Volume 2 kali ini akan membahas mengenai penyakit tuberkulosis (TB) yang sering diidentikkan dengan lingkungan kumuh. Apakah sepenuhnya lingkungan kumuh atau tidak, ulasan selengkapnya akan dijabarkan satu per satu tentang penyakit Tuberkulosis.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015, TB adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ tubuh, terutama paru-paru. TB masih menjadi masalah kesehatan global. Jumlah prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 297 per 100.000 penduduk dengan 460.000 kasus baru setiap tahunnya.

Penyakit ini apabila tidak diobati atau pengobatannya

tidak tuntas, dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga menyebabkan kematian.

Penjelasan kasus jumlah penderita TB dijelaskan melalui Case Notification Rate (CNR). CNR adalah angka yang menunjukan jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat di antara 100.000 penduduk di suatu wilayah. Deskripsi menyeluruh tentang penderita TB di Indonesia dirangkum dalam Grafik 1. yang menunjukkan penemuan kasus TB dengan unit CNR. Data tersebut dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Indonesia dengan jumlah kasus TB terendah ada di DIY (74 kasus/ 100.000 penduduk). Apabila Jumlah penduduk DIY pada tahun 2014 adalah sebanyak 3.679.200 jiwa, maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 2014 telah ditemukan 2.722 kasus TB di DIY.

Grafik 1. Case Notification Rate (CNR) Semua Kasus TB, Antar Provinsi Tahun 2014

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Maret, 2015

Tanda dan gejala seseorang yang menderita TB:

Bagaimanakan cara penularan penyakit TB?

Gejala Utama:

Penularan penyakit TB dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak dengan penderita TB dalam waktu lama, frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB. Penularan terjadi ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka akan mengeluarkan percik renik (droplet nuclei) dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Ketika seseorang bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 percik renik. Tiap percik renik bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. Seseorang yang menghirup kurang dari sepuluh bakteri saja bisa langsung terinfeksi.

• Batuk berdahak terus-menerus lebih dari 2 minggu.

Gejala Tambahan: • • • •

Batuk bercampur darah.

Sesak nafas dan nyeri dada.

Demam berkepanjangan.

Berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.

• Turunnya nafsu makan.

• Berat badan turun.

• Lesu.

KESEHATAN

Sebaiknya penderita TB memakai masker bila akan kontak dengan orang lain. Penderita tidak boleh meludah sembarang tempat, akan tetapi sebaiknya membuang pada tempat khusus dan tertutup, seperti kaleng, wadah bekas, atau ke lubang WC, dan disiram. Alas tidur harus dijemur agar tidak lembab.

Rumah tinggal haruslah mempunyai ventilasi udara yang baik agar sirkulasi udara lancar.

Apakah penyakit TB dapat disembuhkan ?

Ya, tentu saja bisa. Penyakit TB dapat disembuhkan sekurang kurangnya dengan 6 bulan terapi, dengan catatan pasien harus disiplin minum obat. Apabila satu kali saja terlewat, harus mengulang terapi dari awal. Adapun risiko yang mungkin terjadi

gambar: tuberkulosis.org

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

terhadap pengulangan terapi adalah terjadinya multidrugs TB resisten, yang mana bakteri TB sudah resisten terhadap antibiotik yang diberikan.

Apakah pengobatan TB mahal?

Tentu tidak. Obat Anti-TB Gratis. Saat ini segala biaya pengobatan TB di Indonesia sudah ditanggung negara. Apabila kita menemukan pasien dengan TB segera bawa ke puskesmas dan ingatkan agar selalu patuh minum obat.

Jadi, TB bukanlah kutukan. TB dapat disembuhkan asal pasien memiliki semangat dan kemauan untuk sembuh. Selalu menjaga lingkungannya dan hidup sehat.

06

07

ILMIAH Mitos Kesejahteraan Tambang Pasir Pantai

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Dari Sudut Pandang Pembangunan Berkelanjutan Agus Purnomo1, Nevy farista Aristin2 Universitas Negeri Malang1), Universitas Lambung Mangkurat2) purnomo.agus88@gmail.com1) nevyfarista@gmail.com2)

ABSTRACT This paper intends to explain how the impacts that occur on a local farmer if sea sand mining in Lumajang followed by the viewpoint of sustainable development (economic, social, and ecological). The data used is secondary data and primary data interviews and documentation. The result shows that the sand mining in Lumajang provide the potential for increased revenue, but the employment opportunities of local residents obtained relatively small, and some also suffered damage due to intrusion of agricultural land and marine abrasion.

Keywords: Sand mining, social, economic, and ecological 1. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk mendorong visi pembangunan nasional Indonesia menjadi poros maritim dunia adalah melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumbedaya laut (Prayanto, 2015).

Perikanan tangkap dan budidaya masih menjadi perhatian utama pengelolaan dan pengambilan kebijakan. Namun sumberdaya laut yang tidak kalah pentingnya adalah ekosistem pesisir dan laut seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan juga padang lamun yang baik secara langsung atau tidak langsung berdampak pada sektor perikanan di Indonesia (PSSDAL BIG, 2009).

Tapi beberapa peristiwa menyadarkan kita bahwa masih belum kuatnya kebijakan dan perlindungan terhadap keberlanjutan wilayah tersebut. Kasus terakhir terjadi pada penghujung tahun 2015 di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang – Jawa Timur. Konflik warga dengan kegiatan pertambangan pasir mengakibatkan 1 korban jiwa dan rusaknya puluhan hektar sawah warga akibat terendam air laut (Radar Jember, 3 Oktober 2015).

Lebih jauh lagi pada tahun 2001, pencurian pasir besar-besaran di propinsi Riau sangat mengusik harga diri bangsa. Ratusan juta meter kubik pasir laut asal Indonesia tersebut ternyata digunakan untuk memperluas daratan negara Singapura. Luas Singapura telah bertambah 25% pada akhir 2001 dengan proyek reklamasinya tersebut (Anwar, 2013).

Akibat penambangan yang luar biasa tersebut, kerugian dan kerusakan mulai dirasakan. Para nelayan yang biasanya pulang dengan hasil yang melimpah, kini hanya pulang dengan seperempatnya saja. Selain itu, jumlah pulau di Indonesia kurang, sekurangnya 10 pulau di perairan Riau hilang dan tenggelam (Sofiyani dkk, 2012). Terumbu karang yang merupakan surga laut dan tempat ikan mencari makan telah rusak dengan kata lain ekosistem laut mulai berubah oleh

alat berat dan pipa-pipa penyedot pasir. Hal ini akan berimplikasi pada kondisi laut yang tidak subur lagi dan nelayanpun enggan melaut karena berkurangnya ikan di perairan laut.

Dampak penambangan pasir di Kepulauan Riau tersebut menegaskan bahwa ekosistem pesisir dan laut baik secara langsung atau tidak langsung berdampak pada sektor perikanan di Indonesia. Pesisir pantai Kabupaten Lumajang merupakan bentukan dari sedimentasi material vulkan Gunung Semeru yang dibawa oleh aliran sungai. Material ini diperkirakan memiliki kandungan galian jenis b (emas, intan, dan besi) dengan jumlah 1 juta m3/tahun (Lumajang dalam Angka, 2011). Pada tahun 2015 terdapat total 61 perusahaan tambang yang ada, tapi hanya 20 yang memiliki ijin legal (Kompas, 2 Oktober 2015).

Namun setelah ada moratorium kegiatan tambang pasir kini pada bulan Februari 2016 hanya terdapat 2 perusahaan tambang legal yang masih beroperasi.

Kegiatan penambangan tradisional oleh masyarakat disepanjang aliran sungai Semeru masih dihentikan untuk sementara waktu.

Padahal jika potensi tersebut jika dimanfaatkan dengan benar, dapat membawa kemaslahatan terhadap masyarakat. Setidaknya terdapat 3 penyebab buruknya kinerja pembangunan kelautan kita disebabkan oleh kelemahan yang ada pada diri bangsa (Anwar, 2013), paling tidak ada 3 penyebab utama ketertinggalan sektor ini: 1. Rendahnya kesadaran kita akan pentingnya sumberdaya kelautan bagi pembangunan ekonomi nasional.

2. Masih minimnya kemampuan sumberdaya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan dan potensi perikanan.

3. Kondisi politik negara yang belum kondusif terhadap pengembangan dan pembangunan sektor perikanan dan kelautan.

ILMIAH

2. METODE Penelitian ini berupaya untuk mengkaji dampak penambangan pasir laut bagi kehidupan masyarakat desa Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dari pengolahan data sekunder Lumajang dalam Angka Lumajang dan hasil wawancara dengan warga. Analisis data dalam penelitian ini disusun dengan mengadopsi teknik analisis data kualitiatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu analisis model interaktif.

3. PEMBAHASAN Pembangunan Sektor Maritim Berlandaskan Sejarah Sejarah mencatat bahwa di era Sriwijaya, Majapahit hingga Demak pernah menjadi pusat dari wilayah Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan tersebut pernah menyatukan wilayah kekuasaan yang luas dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada lautnya yang tangguh. Namun disisi lain sebagian masyarakat masih mengidentifikasikan negaranya sebagai negara agraris, yaitu negara yang sebagian besar hidupnya menggantungkan diri pada pertanian. Hal itu diperkuat dengan monumen-monumen peninggalan sejarah berupa candi. Alasan itu semakin menguatkan bahwa pertanian merupakan dasar kehidupan yang kuat sehingga mampu menghasilkan bangunan-bangunan seperti Candi Borobudur, Prambanan, Kalasan, Pawon, dan lain sebagainya. Jadi itu semua semakin menegaskan bahwa kita bukan bangsa pelaut atau maritim.

Padahal secara geografis, laut menjadi kawasan dominan di Nusantara. Laut tidak hanya menjadi sumber bahan pangan dan rekreasi yang luas namun merupakan jalan raya untuk perdagangan dan komunikasi antarbangsa (Rais. 2004). Sejarah dunia memberikan pelajaran bagi kita, bahwa sejak abad ke-16 kejayaan negara adidaya di Eropa diperoleh setelah mereka melakukan ekapansi lautan, menjelajah mencari dunia baru.

Tidak berlebihan jika kemudian kesadaran historis tersebut diwujudkan dalam bentuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (BIG, 2015).

Konsep poros maritim dunia adalah sebuah rencana pemerintah untuk menjadikan negara kita menjadi negara maritim yang dikemas dalam 3 sektor strategis; 1. Sektor pangan hasil perikanan dan kelautan 2. Sektor energi kemaritiman 3. Sektor pariwisata dan ekonomi tersier

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Manfaat Sumder daya Pesisir dan Laut bagi Masyarakat Sumberdaya laut di Kabupaten Lumajang masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terbukti dari masih sedikitnya budidaya perikanan dan lebih cenderung pada perikanan tangkap (Lumajang dalam Angka, 2011). Penjelasannya adalah karena posisi pantainya yang berhadapan dengan samudra sehingga memiliki ombak yang besar. Jadi tidak memungkinkan untuk melakukan budidaya di laut lepas.

Sebagian besar masyarakat memanfaatkan dalam sektor pertanian. Material vulkan yang dibawa oleh sungai dan diendapkan di pantai membawa banyak unsur yang menyuburkan tanah. Sehingga masih memungkinkan untuk menjadikan wilayah pesisir sebagai lahan pertanian. Kondisi air tanah yang masih tawar dan dangkal juga memudahkan petani membuat sistem irigasi. Jadi pada tahun 2008 kegiatan menangkap ikan atau menambang pasir besi merupakan kegiatan usaha sampingan yang dilakukan oleh warga sambil menunggu hasil panen (gambar 1.b pada lampiran peta).

Kebutuhan ekonomi warga dapat dipenuhi dari sektor pertanian. Pada tahun 2008 kebutuhan biaya untuk mengolah 1 ha kebun semangka dengan sistem irigasi mesin hingga panen dibutuhkan sekitar 10 juta.

Jika harga jual stabil maka petani dapat memperoleh keuntungan kotor hingga 150% atau 15 juta. Dengan waktu penen semangka yang rata-rata berumur 56-60 hari, pendapatan mereka dalam 2 bulan adalah 5 juta.

Keberadaan pasir besi di pesisir pantai saat itu berperan sebagai benteng dari terendamnya lahan pertanian oleh air laut (gambar 1.a pada lampiran peta).

Kegiatan pertambangan dalam skala besar mulai tahun 2010 (Tempo. 6 Oktober 2015) mengakibatkan benteng tersebut hilang. Dampaknya adalah masuknya air laut saat pasang dan merusak lahan pertanian warga.

Meraka yang kehilangan lahan pertaniannya tidak mempunyai lahan penghidupan lagi sehingga kesulitan mencari nafkah.

Pertambangan Ditinjau dari Fungsi Sosial Ekonomi Pertambangan dianggap mampu memfasilitasi transfer teknologi dan inovasi (Jeannet dan Liander, 1978; Sachs, 1970; Teece, 1977). Dengan adanya teknologi mutakhir, kegiatan pembangunan bisa di-scale-up. Oleh karena itu, ekonom neoliberal melihat pengelolaan pertambangan akan lebih baik jika dilakukan oleh korporasi besar. Korporasi di bidang pertambangan dianggap memiliki teknologi tinggi sehingga bisa

08

09

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

melakukan transfer teknologi yang ada ke daerah yang wilayahnya ditambang—inilah yang dikenal sebagai efek “pengalaman pembelajaran bersama�

(Wright, 1999). Selain ada transfer teknologi, pemerintah dan masyarakat lokal dinilai juga akan memperoleh banyak manfaat, seperti lapangan pekerjaan, pembelian lahan, proyek infrastruktur, investasi komunitas, kompensasi, dan ragam instrumen corporate social responsibility (Wall dan Pelon, 2011). Itu berarti, pertambangan skala besar tidak hanya memberikan dampak positif bagi pemerintah nasional, tapi juga terhadap masyarakat lokal sekitar tambang. Singkat cerita, ada banyak argumentasi untuk membenarkan ekuivalensi pertambangan dan kesejahteraan.

Pertambangan memang dibawa kesuatu daerah dengan tawaran akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja baru dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil dari tambang memang sangat menggiurkan. Terbukti dari hasil wawancara dengan pengelola tambang yang masih beroperasi tentang kisaran keuntungan dalam sehari dapat mencapai 100 juta.

ILMIAH

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2006 BAB III pasal 9 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, menjelaskan bahwa tarif pajak untuk galian golongan c dikenakan sebesar 20%.

Dengan rata-rata pendapatan sehari mencapai 100 juta maka jumlah pajak yang disetorkan seharusnya mencapai 20 juta. Tapi kenyataannya pada tahun 2014 Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak galian golongan C hanya 75 juta dan pada tahun 2015 49 juta (Kompas. 16 Desember 2015). Ini membuktikan bahwa terdapat kelemahan pada pengawasan dan pengendalian pada sektor ini. Padahal jika tidak terjadi kebocoran pajak PAD kabupaten Lumajang dari sektor pajak galian golongan C bisa mencapai angka yang lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk pemerataan pembangunan.

Kebocoran juga terjadi pada sektor tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja pada sektor pertambangan skala besar berada pada tingkat teknisi. Kebutuhan akan tenaga kerja kasar sangat sedikit. Hal ini karena penggunaan alat berat serta alat transportasi yang canggih (dump truck). Warga sekitar yang bisa mengambil kesempatan kerja terhitung hanya beberapa saja. Selebihnya membuka warung di sekitar lokasi (gambar 2.a lampiran peta).

Kalkulasi pendapatan dari bekerja ditambang pasir adalah selisih dari harga beli pasir di lokasi tambang dan harga jualnya di stock pile. Dari harga yang ada penghasilan untuk sekali mengirimkan pasir (1 rit) kurang lebih Rp.350.000,-. Tapi warga menolak untuk bekerja sebagai supir truk pasir karena resiko pekerjaan yang lebih besar dari pada bertani (gambar 2.b lampiran peta). Para pemilik truk pasir biasanya membebankan biaya perawatan dan kerusakan pada pengemudi. Pemilik truk hanya memberikan uang bahan bakar dan uang pembelian pasir saat berangkat.

Para pekerja pada sektor pertambangan adalah mereka yang minimal memiliki keterampilan untuk mengemudi kendaraan berat dengan SIM B2.

Mereka bukanlah warga sekitar wilayah tambang. Kebanyakan dari mereka adalah pengemudi angkutan umum yang semakin sepi di Kabupaten Lumajang.

Gambar 1. Perkiraan Pendapatan Perusahaan tambang dalam Sehari Sumber: pengolahan hasil wawancara

Mulanya hanya sedikit yang bekerja sebagai pengemudi truk pasir di Kabupaten Lumajang. Tapi seiring dengan bertambahnya jumlah permintaan akan pasir membuat sektor ini cepat berkembang. Beberapa warga rela untuk membeli dump truck secara kredit yang uang

ILMIAH

pembayarannya diperoleh dari setoran tiap hari.

Dengan selisih harga beli di lahan dan harga jual di stock pile keuntungan yang dapat diperoleh dalam sehari para pemilik truk dapat mencapai Rp. 500.000,setelah dikurangi upah pengemudi truk pasir. Arus perputaran ekonomi yang cepat ini mengakibatkan dampak signifikan dan cepat pada sepanjang jalur pengiriman pasir.

Kondisi yang demikian memang dapat menjadi solusi alternatif pekerjaan pada wilayah dengan keterampilan sumberdaya manusia yang terbatas dan tidak memiliki kemampuan lain. Adanya tambang dengan ijin yang jelas dapat membuka lapangan pekerjaan. Selain itu juga jika pajak yang disetorkan tidak terdapat kebocoran, maka akan menjadi alat pemerataan pembangunan yang efektif bagi pemerintah daerah. Perusahaan tambang juga dapat memberi manfaat lebih kepada masyarakat sekitar melalui corporate social responsibility (CSR).

Upaya ini juga akan mengurangi risiko konflik antara masyarakat sekitar yang wilayahnya ditambang dengan pihak pengelola tambang.

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

dari intrusi air laut. Sementara bukit pasir berfungsi melindungi wilayah penyangga ini terkena abrasi.

Berikut adalah perbandingan fungsi wilayah sebelum dilakukan penambangan pasir skala besar tahun 2008 dan tahun 2016 setelah penambangan pasir skala besar.

Tabel 1. Perbandingan kondisi pantai selatan Kabupaten Lumajang di Kecamatan Pasirian antara tahun 2008-2016

Pertambangan Ditinjau dari Fungsi Ekologi Setiap ekosistem yang masih alami, komponen-komponen sumberdaya alam yang ada selalu berupaya mencapai tingkat keseimbangan (equilibrium) (Anwar, 2013). Keseimbangan diperlukan untuk menjamin keberlangsungan aktivitas makhluk hidup dan lingkungannya di alam ini secara wajar.

Adanya degradasi dalam suatu sumberdaya alam akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem tersebut. Salah satu contoh eksploitasi sumberdaya alam yang dapat menyebabkan degradasi lingkungan adalah penambangan pasir laut.

Pertambangan pasir pantai jelas akan merusak proses pembentukan benteng pasir di pantai selatan Kabupaten Lumajang. Tipe pantai seperti Lumajang sangat cocok dengan penahan ombak berupa bukit pasir (sand dunes). Penambangan akan berakibat pada berkurangnya material sedimentasi yang dibawa oleh aliran sungai sehingga bukit pasir akan semakin tergerus oleh ombak (abrasi) yang berubah polanya akibat perubahan morfologi pantai (Hidayat.

2006). Hal itu terjadi pada Pantai Bambang yang tidak mengalami pertambangan pasir besi tetapi pantainya mengalami kerusakan yang sama (gambar 3 lampiran peta).

Penambangan yang terjadi juga telah merusak daerah sabuk hijau yang berupa rawa-rawa (swamp).

Rawa ada dibalik benteng bukit pasir berfungsi sebagai daerah penyangga wilayah belakangnya

Sumber: Hasil Observasi

Pemanfaatan Sumberdaya Laut dan Pesisir Secara Berkelanjutan Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir merupakan hal yang cukup sulit dan menantang. Menurut Anwar (2002), pada sumberdaya yang bersifat open acsess resource akan terjadi pengurasan yang pada akhirnya terjadi kerusakan sumberdaya. Hal ini terjadi karena semua individu baik petani/nelayan maupun pengusaha merasa mempunyai hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut dan memperlakukannya sesuka hati

10

11

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

dalam rangka memaksimalkan keuntungannya. Oleh karena itu sifat open akses tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai hak yang jelas atas sumberdaya yang bersangkutan (rescomune is resnulius) (Anwar, 2013).

Menurut Dahuri, dkk (2001) dalam pemanfaatan sumberdaya yang bersifat milik bersama atau common property, keseimbangan jangka panjang dalam usaha perikanan tidak dapat dipertahankan karena adanya peluang untuk meningkatkan keuntungan (ekses profit) dari usaha tersebut sehingga terjadi ekstensifikasi usaha secara besarbesaran dibarengi masuknya pengusaha baru yang tergiur dengan nilai rent yang cukup besar. Oleh karenanya, pemanfaatan sumberdaya itu harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial serta tidak merugikan pada aspek lingkungan/ ekologi.

4. KESIMPULAN Dari hasil pengolahan data sekunder dan hasil observasi didapatkan hasil bahwa tambang pasir di Kabupaten Lumajang memberikan potensi peningkatan PAD yang sangat signifikan, tetapi hasil tersebut tidak seimbang dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Peluang dan kesempatan kerja yang didapatkan warga setempat juga relatif kecil karena keterampilan mereka tidak dibutuhkan pada sektor ini. Warga setempat yang mengalami kerusakan lahan pertanian akibat intrusi dan abrasi laut mengalami penurunan pendapatan yang signifikan dan pada aspek lingkungan pantai yang wilayah sungainya ditambang memungkinkan terjadi kerusakan jika penambangan dilakukan melebihi jumlah sedimen yang diendapkan, dan hal itu terjadi di Pantai Bambang.

DAFTAR PUSTAKA Anwar, Chuzaimah. 2013. Dampak Penambangan Pasir Laut dari Sudut Pandang Ekonomi Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah AgrIBA. No 1 Edisi Maret 2013. ISSN: 2303-1158 Anwar, A. 2000. Manajeman Sumberdaya Alam dan Desentralisasi: Peranan Institusi Lokal dalam Pemecahan Konflik-konflik Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir. Bahan Kuliah Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ILMIAH

Badan Informasi Geospasial (BIG). 2015. Paradigma Geomaritim – Strategi Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia dalam Prespektif Geografi.

Hidayat, Nur. 2006. Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai Sebagai Alternatif Perlindungan Daerah Pantai.

Jurnal SMARTek. Vol. 4. No. 1. 2006 (10-16). Universitas Tadulako - Palu Jeannet, J.-P. dan B. Liander. 1978. “Some Patterns in the Transfer of Technology within Multinational Corporations”. Journal of International Business Studies 9 (3): 108–118.

Kompas. Dari 61 Penambang Pasir di Lumajang, Hanya 20 yang Legal. 2 Oktober 2015 Kompas. Tambang galian C Setor Pajak Hanya Rp25 Ribu per Hari. 16 Desember 2015 Lumajang dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang Miles, M.B., & Huberman, A.M. 1992. Qualitative Data Analysis: an Expanded Source Book. Thousant Oaks CA: Sage Publication Inc. Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2006, tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Pusat Survey Sumberdaya Alam Laut badan Informasi Geospasial (PSSDAL BIG). 2009 Prayanto, Yugi. 2015. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan 2015.

Radar Jember. Dua Tokoh Penolah tambang Dibunuh dan Dianiaya. 3 Oktober 2015 Rais, Jacub, dkk. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu.

Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Sachs, J.D.dan A.M. Warner. 1995. “Natural Resource Abundance and Economic Growth”. NBER Working Paper 5398. Massachusetts: National Bureau of Economic Research Sofiyani, Isnaini, dkk. 2012. Analisis Perubahan Geomorfologi Dasar Laut Akibat Penambangan Pasir Laut di Perairan Timur Pulau Karimun Besar Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 No. 4, Desember 2012: 327 – 336. ISSN: 2088-3137 Tempo. Jejak Perusahaan tambang Pasir DI Lumajang. 6 Oktober 2015 Wall, E. dan R. Pelon. 2011. “Sharing Mining Benefits in Developing Countries: The Experience with Foundations, Trusts, and Funds”. Extractive Industries for Development Series No. 21. The World Bank.

Wright, G. 1999. “Can a Nation Learn? American Technology as a Network Phenomenon”. Dalam Learning by Doing in Markets, Firms, and Countries, disunting oleh N. R. Lamoreaux, D.M.G. Raff, dan P. Temin. Chicago: University of Chicago Press.

Gambar lampiran peta lokasi penambangan di Kecamatan Pasirian dan dampak kerusakan tambang pasir di Desa Selok Awar-awar serta kerusakan di Pantai Bambang.

ILMIAH BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

12

13

ILMIAH Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari Dan Budaya BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Di Desa Bebalang, Kab. Kepulauan Sangihe Etik Siswanti1, Nurul Agustina2

Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, 552811,2 1) siswanti.etik@gmail.com, 2)nurul.agustina@mail.ugm.ac.id ABSTRACT Bebalang Village located in the district of Sangihe Islands has maritime potency and unique culture. The research objective were: (1) identifying maritime potency in Bebalang Village; (2) identifying culture potency; and (3) formulating tourism development strategy with SWOT analysis. The results showed that the maritime potency of Bebalang Village consists of white sand beaches, snorkeling spots, diving spots, and Batu Marange. Cultural tourism in Bebalang Village involves languages, Basoma tradition, skull sites, ceramics and coins, bamboo musical instruments, folk songs, dances, and local wisdom. Challenges in tourism development come from amenities or facilities and accessibility aspects. Some facilities such as communication networks, electricity, water supply, dining, and lodging were inadequate. Accessibility to Bebalang Village can only be reached by sea. The promotion of tourism through the annual festival activities in Sangihe was the potential opportunities to develop the tourism in Bebalang Village. The other efforts to develop the tourism can be done by foreign language and tour guides training in community, repairing the amenities and accessibility aspects, and building good multi-sectoral cooperation.

Keywords: tourism, maritime, cultural, Bebalang Village, SWOT 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun atas 13.466 pulau bernama dengan panjang garis pantai 99.093 km. Luas daratan Indonesia mencakup 1.890.739 km2 sedangkan luas wilayah perairan mencakup 6.315.222 km2 (BIG, 2015). Hal tersebut didukung oleh kekayaan dan keberagaman sumberdaya alam dan budaya serta jasa lingkungan di wilayah kepesisiran dan lautan Indonesia (Dahuri et al., 1996). Pembangunan kelautan merupakan salah satu misi Indonesia dalam mewujudkan negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional yang dituangkan dalam agenda prioritas pembangunan nasional pada RPJPN Tahun 2005 – 2025 (Bappenas, 2013).

Misi pembangunan kelautan diwujudkan dengan menumbuhkan wawasan bahari dan mengoptimalkan pemanfaatan kekayaan laut, salah satunya melalui sektor pariwisata. Pengembangan pariwisata bertujuan untuk meningkatkan devisa, pemerataan pendapatan, serta menjadi katalisator dalam pembangunan (Yoeti, 2008). Kepariwisataan nasional memiliki visi mewujudkan Indonesia sebagai tujuan pariwisata berkelas dunia, berkelanjutan, dan mendorong pembangunan dan kesejahteraan rakyat (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012).

Program ini dimulai dengan penguatan wisata bahari pada RPJMN Tahun 2010-2014.

Pariwisata menjadi salah satu fokus pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe di Provinsi Sulawesi

Utara untuk mewujudkan kabupaten bahari yang sejahtera. Kepulauan Sangihe memiliki beragam daya tarik wisata alam, bahari, agro, budaya, dan minat khusus, salah satunya di Pulau Bebalang.

Pulau Bebalang merupakan kumpulan pulau kecil yang menyusun gugusan Kepulauan Sangihe yang masuk ke dalam Desa Bebalang, Kecamatan Manganitu Selatan. Desa Bebalang terdiri dari tiga pulau yaitu Pulau Bebalang, Pulau Mandaku, dan Pulau Dakupang. Letak geografisnya yang dikelilingi oleh Laut Sulawesi menjadikan Desa Bebalang kaya akan potensi sumberdaya pesisir dan kelautan.

Desa Bebalang memiliki berbagai potensi pariwisata bahari dan budaya. Pasir berwarna putih yang menyusun seluruh pantai di Desa Bebalang dan keanekaragaman hayati bawah laut untuk aktivitas selam menjadi potensi bahari yang menarik.

Masyarakat setempat juga memiliki keunikan budaya melalui karya seni dan peninggalan sejarah.

Keaslian serta kekhasan alam dan budaya di Desa Bebalang merupakan daya tarik wisatawan dan menjadi potensi pengembangan pariwisata.

Pengembangan wisata bahari Desa Bebalang tidak terlepas dari berbagai kendala, baik dari segi fisik maupun sosial. Kondisi geografisnya yang berupa kepulauan menyebabkan faktor hidro-oseanografi seperti gelombang, arus, dan pasang surut sangat berpengaruh terhadap kondisi pesisir dan perairan.

Keterbatasan aksesibilitas menuju Pulau Bebalang juga menjadi kendala wisatawan. Dari segi sosial,

ILMIAH

kesiapan masyarakat serta pemerintah setempat sebagai pelaku industri wisata memegang peranan penting dalam pelaksanaan pariwisata. Kendalakendala tersebut dapat dikelola dengan kerjasama dari berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan pariwisata.

Perencanaan strategi pariwisata diperlukan agar pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (Yoeti, 2008). Perencanaan dilakukan sebagai upaya menanggulangi kendala serta meminimalisasi dampak yang timbul akibat kegiatan pariwisata. Analisis SWOT terhadap pengembangan pariwisata bahari di Pulau Bebalang dilakukan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi potensi serta membantu perumusan kebijakan pengelolaan pariwisata oleh pelaku wisata. Hasil analisis diharapkan mampu memberikan arahan strategi pengembangan pariwisata di Pulau Bebalang agar dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

2. KAJIAN PUSTAKA Pariwisata menurut UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan merupakan kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas dan layanan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata juga diartikan sebagai sistem terbuka hasil interaksi unsur-unsur dalam suatu lingkungan yang terdiri dari wisatawan, tiga unsur geografis: daerah asal wisatawan; daerah transit; daerah tujuan wisata, dan industri wisata sebagai unsur ekonomi (Yoeti, 2008). Pengembangan destinasi pariwisata memperhatikan lima komponen pokok yaitu objek dan daya tarik wisata (atraksi), akomodasi atau amenitas; aksesibilitas; serta transportasi, fasilitas umum, fasilitas pendukung, dan masyarakat (Sunaryo, 2013).

Daya tarik wisata merupakan potensi yang mendorong kehadiran wisatawan menuju daerah tujuan wisata dan dapat dibedakan menjadi daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus (Suwantoro, 2004). Daya tarik wisata alam berbasis pada keindahan dan keunikan yang ada di alam (Sunaryo, 2013). Sumberdaya di wilayah pesisir, pantai, maupun laut seperti pasir pantai dan terumbu karang memiliki daya tarik untuk pengembangan pariwisata bahari dengan berbagai kegiatan wisata diantaranya selam, selancar, memancing, dan pelayaran (Dahuri et al., 1996).

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Pariwisata budaya menekankan pada daya tarik wisata budaya yang berbasis hasil karya dan cipta manusia, baik berupa peninggalan budaya (situs) maupun nilai budaya (living culture) yang masih eksis di masyarakat seperti upacara/ritual, adat istiadat, seni pertunjukan, karya seni, dan keunikan dalam kehidupan masyarakat. Daya tarik wisata minat khusus dikembangkan untuk pemenuhan keinginan wisatawan secara spesifik seperti pengamatan satwa, berbelanja, golf, wisata agro, dan aktivitas lainnya terkait kegemaran wisatawan (Sunaryo, 2013).

Pariwisata dapat memberikan dampak positif maupun negatif dalam pembangunan suatu daerah. Oleh sebab itu, diperlukan perencanaan agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dan meminimalisasi dampak sampingan, seperti penurunan kualitas lingkungan dan konflik sosial (Yoeti, 2008). Penelitian pariwisata diperlukan untuk mengembangkan dan menerapkan metode guna memahami potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata, memprediksi kebutuhan produk wisata, dan memperkirakan dampak pariwisata terhadap masyarakat (Wardiyanta, 2006). Hasil identifikasi dan pemetaan potensi daya tarik wisata dapat dianalisis menggunakan metode SWOT untuk merumuskan arahan pengembangan dan perencanaan pariwisata. Analisis SWOT merupakan suatu teknik untuk merumuskan strategi dan kebijakan yang dilakukan dengan pengujian terhadap aspek yang menjadi sumber kekuatan dan kelemahan internal (Strength, Weakness) serta peluang dan ancaman eksternal (Opportunity, Threat) (Muta’ali, 2003).

Analisis ini dapat digunakan sebagai langkah awal dalam pembuatan keputusan dan menyusun perencanaan pembangunan pariwisata daerah.

3. METODE PENULISAN Daerah penelitian adalah Desa Bebalang, Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan pada tahun 2015 serta studi literatur. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu metode yang menitikberatkan pada proses, peristiwa, dan otentitas (Somantri, 2005). Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Survei lapangan menghasilkan data primer berupa potensi wisata bahari dan budaya di Desa Bebalang. Data sekunder didapatkan dari studi pustaka.

14

15

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

4. PEMBAHASAN Potensi Wisata Bahari di Desa Bebalang Desa Bebalang khususnya dan Kepulauan Sangihe umumnya berada di zona tumbukan atau zona subduksi tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Australia yang bergerak ke arah utara, Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan, dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat. Ketiga lempeng tersebut merupakan unsur tektonik utama di Indonesia bagian timur laut. Kepulauan Sangihe merupakan batas sebelah barat dari igir bawah laut Talaud-Mayu (Moore et al., 1983; Verstappen, 2013) yang mana kenampakan tersebut adalah sisa permukaan dari Lempeng Laut Maluku Utara yang muncul di antara Lempeng Pasifik Barat di sebelah timur dan Lempeng Laut Sulawesi di sebelah barat (Ali dan Hall, 1995; Pubellier et al., 1998; Verstappen, 2013). Zona subduksi tersebut menyebabkan munculnya jalur gunungapi di Kepulauan Sangihe.

Kondisi geologi yang sedemikan rupa menyebabkan Kepulauan Sangihe rawan terhadap bencana gempa bumi tektonik maupun vulkanik (Tabel 1). Meskipun demikian, adanya jalur gunungapi khususnya gunungapi bawah laut di Kepulauan Sangihe adalah potensi wisata yang unik dan dapat dijadikan destinasi utama pariwisata Kepulauan Sangihe.

Tabel 1. Beberapa kejadian gempa bumi di Kepulauan Sangihe

ILMIAH

Lindongan 1 hingga 3 berada di Pulau Bebalang dan Lindongan 4 berada di Pulau Mendaku. Pusat administrasi Desa Bebalang berada di Pulau Bebalang yang dikepalai oleh seorang Kapitalaung (Kepala Desa).

Desa Bebalang memiliki potensi bahari yang tinggi karena merupakan pulau-pulau kecil. Potensi bahari yang dimiliki Desa Bebalang antara lain pantai, snorkeling, dan penyelaman (diving). Kekayaan bahari Desa Bebalang berpotensi dijadikan destinasi wisata yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Bebalang.

Seluruh pantai yang ada di Desa Bebalang tersusun atas pasir berwarna putih (Gambar 1.a).

Pasir putih berasal dari rombakan dan hancuran karang ataupun biota laut yang telah terlapukkan.

Material asal berupa batuan vulkanik tua yang bersifat masif merupakan tempat tinggal yang baik untuk perkembangan terumbu karang. Oleh sebab itu, Desa Bebalang memiliki pemandangan bawah laut yang indah. Tipologi pesisir primer Desa Bebalang adalah structurally shaped coast yaitu tipologi pesisir yang morfologinya dikontrol oleh struktur tertentu, sedangkan tipologi sekundernya adalah coast built by organism yaitu pesisir yang terbentuk akibat aktivitas hewan dan tumbuhan termasuk terumbu karang dan padang lamun.

Pantai yang ada di Pulau Bebalang antara lain Pantai Sapaeng I, Pantai Sapaeng 2, Pantai Beba, Pantai Lanise, Pantai Liangbara, dan Pantai Kihimura.

Kondisi terumbu karang yang baik memiliki potensi keindahan pemandangan bawah laut yang tinggi. Aktivitas snorkeling dapat dilakukan di sepanjang pantai di sekitar pulau, namun tempat snorkeling yang paling bagus berada di sekitar Pantai Beba dan Pulau Dakupang. Pantai Beba merupakan pantai yang tidak berpenghuni sehingga lingkungannya masih alami dan asri.

Pantai Beba juga merupakan lokasi penangkapan ikan yang paling potensial di sekitar Pulau Bebalang.

Titik penyelaman potensial di Desa Bebalang berada di Pulau Dakupang (Gambar 1.b). Pulau Dakupang merupakan pulau tidak berpenghuni sehingga keindahan bawah lautnya masih terjaga.

Sumber: BMKG.go.id

Desa Bebalang terdiri dari tiga pulau, yaitu Pulau Bebalang dan Pulau Mendaku yang dihuni penduduk serta Pulau Dakupang yang tidak berpenghuni. Desa Bebalang terdiri dari 4 lindongan (dusun) yang mana

Deretan pantai di Pulau Bebalang memiliki daya tarik wisata beragam. Lokasi potensial untuk melihat atraksi matahari terbit terdapat pada Pantai Beba sedangkan untuk matahari terbenam terdapat pada Pantai Sapaeng 1 (Gambar 1.c), Pantai Nenanga, dan Pantai Liangbara. Potensi lain pada

ILMIAH

wisata pantai adalah pemanfaatan wilayah perairan sekitar garis pantai untuk kegiatan dayung tradisional dan aktivitas memancing.

Genesis Desa Bebalang merupakan bentuklahan asal proses struktural dan proses marine.

Bentuklahan asal proses struktural yaitu bentukan muka bumi yang dikontrol oleh struktur geologi tertentu. Bentuklahan struktural menampilkan morfologi berupa daerah berombak hingga berbukit.

Ciri utama dari bentuklahan struktural di Desa Bebalang adalah banyaknya tebing-tebing terjal dan tegak (escarpment) yang tersusun dari batuan gunungapi tua yang masif dan keras. Tebing terjal dan tinggi di Pulau Bebalang disebut “Batu Marange� atau batu tinggi. Pemandangan Pulau Bebalang dari Batu Marange merupakan potensi wisata yang dapat dikembangkan (Gambar 1.c).

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Potensi Wisata Budaya di Desa Bebalang Budaya adalah bagian integral kehidupan sehari-hari manusia yang tidak dapat dipisahpisah. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahun, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor, 1871; Koentjaraningrat 1974; Semma, 2008). Koentjaraningrat (1974; Semma, 2008) berpendapat bahwa wujud kebudayaan ada tiga yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.

Wujud kebudayaan di Desa Bebalang di antaranya adalah bahasa, sistem mata pencaharian, sistem pengetahuan, kesenian, dan kearifan lokal masyarakat. Kebudayaan masyarakat Sangihe berkaitan erat dengan sejarah perkembangan masyarakat Sangihe.

Karakteristik fisik penduduk Sangihe ditinjau dari persebaran migrasi China termasuk dalam Ras Malayan Mongoloid, sedangkan dari sisi legenda penduduk Sangihe pertama berasal dari Filipina (Walukow, 2013). Bukti adanya penduduk yang mendiami Desa Bebalang sejak zaman dahulu adalah ditemukannya situs sejarah berupa tengkorak manusia dan keramik di beberapa lokasi di Pulau Bebalang (Gambar 2.a dan 2.b).

Menurut RPJM Desa Bebalang, Pulau Bebalang memiliki arti pulau persinggahan. Berdasarkan budaya lisan yang berkembang di masyarakat, tengkorak di Pulau Bebalang merupakan tengkorak para pelaut yang berasal dari Filipina.

Bukti tersebut memperkuat teori asal-usul penduduk Sangihe.

Aktivitas masyarakat Desa Bebalang di masa lampau juga meninggalkan keramik dan uang kuno. Keramik yang dimaksud antara lain gelas, piring, mangkok, dan sebagainya. Letak keramik dan uang kuno berada di beberapa lokasi di Pulau Bebalang, yaitu di puncak Batu Marange 1, Batu Marange 2, dan Puidu Wanua.

Tabel 2. Beberapa kosakata dalam Bahasa Sangihe

Bahasa Sangihe merupakan rumpun Austronesia atau Melayu Polynesia dan tergolong dalam bahasa Filipina. Bahasa Sangihe tidak memiliki aksara sehingga menggunakan huruf latin sebagai bentuk tulisan (Juda, 2004; Walukow, 2013). Bahasa Sangihe terbagi ke dalam 8 dialek yaitu dialek Tabukan, Tahuna, Kendahe, Kolongan, Manganitu, Tamako, Siau, dan Tagulandang (Bawole, 1981; Walukow, 2013).

16

17

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Bahasa Sangihe yang digunakan masyarakat Desa Bebalang masuk ke dalam dialek Manganitu. Beberapa kosakata Bahasa Sangihe disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi bahari Desa Bebalang: (a) pantai pasir putih; (b) aktivitas penyelaman; (c) pemandangan matahari terbenam di dermaga Pulau Bebalang; dan (d) pemandangan Pulau Bebalang dari Batu Marange.

ILMIAH

manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Kearifan lokal di Desa Bebalang antara lain pelarangan mengambil segala peninggalan masa lalu, larangan menggunakan pakaian merah saat ke Batu Marange, dan larangan ke Liang Tatibase sebagai habitat kelelawar. Tujuan penerapan kearifan lokal tersebut adalah menjaga warisan leluhur dan menjaga kelestarian ekosistem kelautan.

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Bebalang adalah nelayan. Aktivitas melaut dalam Bahasa Sangihe disebut dengan “Basoma� yang berpotensi menjadi atraksi wisata budaya. Basoma dapat dilakukan sendiri maupun berkelompok.

Basoma secara berkelompok biasanya dilakukan oleh 30-40 orang yang dibagi ke dalam dua perahu besar dan beberapa perahu kecil. Dua perahu besar bertugas membawa, menenggelamkan, dan menarik jaring, sedangkan perahu-perahu kecil bertugas melihat posisi ikan dan kondisi arus laut. Selain menjadi nelayan, masyarakat Desa Bebalang juga berkebun atau membuat sagu yang merupakan makanan pokok masyarakat Desa Bebalang selain nasi dan ikan.

Wujud kebudayaan lain di Desa Bebalang adalah kesenian berupa musik, lagu, dan tarian.

Masyarakat Desa Bebalang khususnya dan Kepulauan Sangihe umumnya memiliki alat musik tradisional yang terbuat dari bambu (Gambar 2.c). Musik bambu menjadi daya tarik wisata yang unik dan biasanya diperdengarkan setiap hari Minggu pada ibadah gereja, acara adat, acara pernikahan, acara kematian, dan sebagainya. Masyarakat Desa Bebalang juga memiliki lagu daerah yang diciptakan sendiri berjudul “Pulau Bebalang�. Selain itu, masyarakat Desa Bebalang juga memiliki tarian tradisional yang diajarkan di Sekolah Dasar (Gambar 2.d).

Eksistensi wujud kebudayaan Desa Bebalang juga didukung oleh adanya kearifan lokal. Kearifan lokal adalah segala bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, dan adat kebiasan yang menuntun

Gambar 2. Potensi wisata budaya Desa Bebalang: (a) situs tengkorak; (b) keramik dan uang kono; (c) musik bambu; (d) tari tradisional

Strategi Pengembangan Wisata dengan Analisis SWOT Berbagai potensi wisata bahari dan budaya yang dimiliki Desa Bebalang merupakan atraksi yang dapat menarik kunjungan wisatawan (Gambar 3).

Selama ini ikon utama wisata bahari di Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah Pulau Mahangetang yang terkenal dengan gunungapi bawah laut. Oleh sebab itu perlu adanya perluasan pengembangan potensi wisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tujuannya adalah mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Gambar 3. Peta Potensi Wisata Bahari dan Budaya di Desa Bebalang

Pengembangan suatu lokasi menjadi destinasi wisata perlu memperhatikan potensi dan tantangan yang ada. Potensi dan tantangan dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Potensi dan tantangan pengembangan wisata bahari dan budaya di Desa Bebalang dapat dianalisis dengan teknik SWOT. Potensi pengembangan dapat dilihat dari aspek Strength dan Opportunites, sedangkan tantangan pengembangan dilihat dari aspek Weakness dan Threat (Tabel 3).

Kekuatan utama pengembangan potensi pariwisata di Desa Bebalang adalah atraksi wisatanya baik wisata bahari maupun wisata budaya. Hal tersebut didukung oleh motivasi wisatawan yang datang ke Desa Bebalang yang sebagian besar berorientasi pada atraksi. Kekayaan kuliner di Desa Bebalang juga menjadi daya tarik wisata yang menarik. Promosi wisata di Desa Bebalang dapat memanfaatkan acara tahunan yang digelar oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe, yaitu Festival Sangihe.

Tantangan pengembangan pariwisata di Desa Bebalang berasal dari amenitas dan aksesibilitas.

Amenitas adalah fasilitas pendukung. Desa Bebalang belum memiliki sarana dan prasarana yang mendukung, seperti jaringan komunikasi yang baik, energi listrik yang memadai, tersedianya air bersih yang bersifat kontinu, serta ketersediaan penginapan maupun tempat makan. Tantangan lain adalah lokasi Desa Bebalang yang rawan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami (BNPB, 2009). Aksesbiltas untuk menuju ke Desa Bebalang dari Desa Lapango (ibukota Kecamatan Manganitu Selatan) hanya dapat dilalui melalui jalur laut menggunakan perahu masyarakat. Akses dari Tahuna (ibukota kabupaten) ke Desa Lapango dapat ditempuh dengan angkutan umum atau pribadi. Meskipun demikian, beberapa ruas jalan kondisinya sempit dan rusak.

Penetapan Desa Bebalang sebagai tujuan wisata bahari dan budaya perlu dukungan dari semua pihak, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek wisata dapat diberdayakan agar sadar wisata dan diharapkan mampu mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan.

18

19

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Tabel 3. Analisis SWOT Wisata Bahari dan Budaya Desa Bebalang

5. KESIMPULAN Desa Bebalang memiliki potensi wisata bahari berupa pasir putih, snorkeling, titik penyelaman, dan Batu Marange. Wisata budaya yang ada di Desa Bebalang antara lain bahasa, basoma, situs tengkorak, peninggalan keramik dan uang koin, alat musik bambu, lagu daerah, tarian, dan kearifan lokal. Tantangan pengembangan wisata berasal dari aspek amenitas atau fasilitas dan aksesibilitas.

Fasilitas penunjang di Desa Bebalang belum memadai, seperti jaringan komunikasi, listrik, ketersediaan air bersih, tempat makan, dan penginapan. Peluang yang dapat dimanfaatkan adalah promosi wisata melalui kegiatan tahunan Festival Sangihe. Upaya optimalisasi potensi wisata Desa Bebalang dilakukan dengan cara pelatihan pemandu wisata dan bahasa asing, perbaikan aspek aksesibilitas dan amenitas, serta kerjasama multisektoral.

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMAN

Bappenas. 2013. Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Prioritas Pembangunan Nasional 2015-2019. Jakarta: Kementerian PPN/ Bappenas.

BMKG. 2015. Informasi Detail Gempabumi. http://inatews.bmkg.go.id/new/eachevent. php?eventid=20150902081637&tab=1 diakses tanggal 23 April 2016pukul 13:27.

2015. Paradigma Geomaritim: Strategi Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia dalam Persepektif Geografi. Bogor: Badan Informasi Geospasial.

BNPB. 2009. Peta Indeks Ancaman Bencana Tsunami di Indonesia. http://geospasial.bnpb. go.id/2010/02/19/peta-indeks-ancamanbencana-tsunami-di-indonesia/ diakses tanggal 23 April 2016 pukul 15:13.

BIG.

Dahuri, H.R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J. 1995. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2012.

Rencana Strategis 2012-2014 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Jakarta: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Gramedia. Jakarta.

Muta’ali, Lutfi. 2003. Teknik Penyusunan Rencana Strategis dalam Pembangunan Wilayah (RRA, Analisis Situasi, SWOT, Renstra). Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik. Jakarta: Yayasan Obor.

Somantri, Gumilar Rusliwa. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Jurnal Makara Sosial Humaniora, Vol.9, No. 2, Desember 2005, Hal:57-65.

Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata. Yogyakarta: Gava Media.

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar - Dasar Pariwisata.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Verstappen, Herman Theodore. 2013. Garis Besar Geomorfologi Indonesia, terjemahan Geomorphology of Indonesia. Sutikno dan Suratman (eds). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Yoeti, Oka A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Walukow, A.W.P. 2013. Sejarah Sangihe. http://www. budaya-indonesia.org/SEJARAH-SANGIHE/ diakses tanggal 23 April 2016 pukul 15:18.

20

21

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Optimalisasi Sumberdaya Pesisir di Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur

untuk mewujudkan Community Sustainable Coastal Development Heratania Aprilia Setyowati1, Satriya Baskara Putra2, Nita Yunita Ferdiani3, Ahmad Danial2, Aditya Perdana Putra4 1Alumni Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh,

Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281 2 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 3 Program Studi Pembangunan Wilayah, Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281 4 Alumni Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 55281 E-mail : heratania.a.s@mail.ugm.ac.id ABSTRACT Modung is one of the districts in Bangkalan, East Java Province. This area is located in the southern part of Madura Island to the beach overlooking the Madura Strait. Subdistrict Modung have a coastline that stretches 14 748 meters from the village of Karang Anyar to the Village Patereman. However, the potential of coastal resources that currently are not optimized either by the surrounding community. The existence of mangrove diminishing due to the conversion of mangrove ecosystem functions into aquaculture areas and settlements, which directly or indirectly impact on erosion and sea level rise. In fact, Mangrove plays a very important for the preservation of the environment and also to the sustainability of public life. Based on this, one of the alternatives that could be designed as a solution is a mangrove conservation through initiation Community Based Management. The ideas offered include: (1) Integration Mangrove Conservation with Community Work Fishermen; (2) Method of Mangrove in Big Wavy Coastal; (3) Potential Improvement Type, Quantity and Quality of Living Beings Coastal Economic Value; (4) Flow Event Launching the District Modung as Integrated Mangrove Conservation Pilot Area; and (5) Mapping Parties Role based Flowchart. With the formation of mangrove conservation-based management system integration between mangrove conservation and community activities (fishing) community is expected to play an active role as a prime mover in mangrove conservation activities and obtain benefits through the increase in population and economic diversity of the marine life of coastal region.

Keywords: mangrove, conservation, integration, fisherman 1. PENDAHULUAN Kecamatan Modung memiliki garis pantai sepanjang 14.748 meter yang membentang dari Desa Karang Anyar hingga Desa Patereman. Kenampakan pesisir Kecamatan Modung dapat terlihat pada Gambar (1.1) berikut ini. Kenampakan ini diambil pada tanggal perekaman 1 Oktober 2014 pukul 06:20:24 (Landsat 8 OLI Metadata, 2014). Hal ini menunjukkan kondisi pesisir Kecamatan Modung dikala surut.

Sehingga terlihat material substrat atau endapan yang membentang.

Gambar 1.2 Peta Citra Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur

Gambar 1.1 Kenampakan pesisir Kecamatan Modung pada Citra Landsat 8 OLI True Color

Kecamatan Modung memiliki kondisi pesisir yang kurang baik akibat jarangnya populasi mangrove, padahal masyarakatnya sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan di wilayah pesisir. Kondisi tersebut dapat terlihat pada Gambar (1.2). Mangrove memegang peranan yang sangat penting untuk kelestarian lingkungan dan

ILMIAH

juga untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat. Daerah pantai yang memiliki luasan mangrove yang rendah memiliki kerentanan relatif tinggi terhadap gelombang dan arus laut yang menyebabkan erosi. Akibatnya, terjadi kemunduran garis pantai (retrogration coast) yang bersifat erosi aktif (Siswanto, 2010). Selain untuk konservasi pesisir guna menahan abrasi dan kenaikan muka air laut, mangrove berfungsi sebagai tempat hidup ikan, dan lainnya. Saat ini, produksi ikan di Kecamatan Modung hanya 4,30 ton per tahun sedangkan perikanan tambak yang dioptimalkan hanya seluas 5.285 ha. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kecamatan lainnya yang jumlah produksi ikannya hingga mencapai 3.619,80 ton di Kecamatan Klampis dan 3.062,90 ton di Kecamatan Bangkalan (Syah,t.t) sehingga fungsi ekologi dan ekonomi mangrove perlu dikembangkan, dijaga dan dimaksimalkan peranannya.

Gambar 1.3 Kenampakan (1) Kondisi Pesisir Kecamatan Modung saat Surut (2) Kenampakan Tanaman mangrove yang mati pada Pesisir Kecamatan Modung saat Surut (3) Kenampakan Tanaman mangrove yang Tenggelam pada Pesisir Kecamatan Modung saat Pasang (4) Kondisi Pesisir Kecamatan Modung saat pasang (Sumber: Dokumentasi Pribadi 22 Agustus 2014)

2. METODE DAN PEMBAHASAN Integrasi Konservasi Mangrove dengan Kegiatan Masyarakat Nelayan Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah lautan dengan karakteristik lautannya dan wilayah daratan dengan karakteristik dararatannya sehingga wilayah tersebut masih dipengaruhi oleh sifatsifat laut seperti pasang surut air laut dan perembesan air asin (Dahuri et.al 2001). Kondisi tersebut membawa dampak yang cukup signifikan terhadap pembentukan karakteristik wilayah yang khas, di mana sumber daya yang ada di dalamnya saling berinteraksi sehingga

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

menciptakan sistem pengelolaan yang spesifik.

Kawasan pesisir memiliki ekosistem vital seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem hutan mangrove. Pesisir memiliki perananan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme di dalamnya maupun bagi penduduk di sekitarnya.

Modung merupakan salah satu kecamatan yang sebagian besar wilayahnya terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Bangkalan dan menjadi bagian penting dari perairan selat Madura. Perairan pantai ini menjadi kawasan strategis dalam pengembangan kawasan pesisir sehingga memicu adanya peningkatan pemanfaatan areal pantai.

Namun, dikarenakan maraknya peralihan fungsi ekosistem mangrove menjadi areal pertambakan buatan maupun pemukiman di Kecamatan Modung menyebabkan abrasi dan kenaikan permukaan air laut. Oleh karena itu, diperlukan upaya rehabilitasi untuk memulihkan kondisi perairan pantai yang rusak dan menciptakan ekosistem pantai yang layak sebagai habitat makhluk hidup di sekitarnya.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melestarikan hutan mangrove. Menurut Gunarto (2004), mangrove memiliki banyak fungsi, diantaranya fungsi fisik, biologis, dan ekonomis.

Fungsi fisik dari mangrove adalah menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.

Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekeragaman biota akuatik dan non-akuatik, serta sumber plasma nutfah. Ditinjau dari segi ekonominya, mangrove berfungsi sebagai bahan bakar (kayu, arang), bahan tekstil, makanan, serta dengan adanya makhluk hidup seperti ikan dan sejenisnya akan menambah penghasilan dari warga sekitar pesisir. Sedangkan dari segi wisata, apabila hutan mangrove dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi lokasi wisata baru yang dapat mengundang wisatawan untuk datang ke daerah konservasi hutan mangrove.

Demi terciptanya kelestarian ekosistem pantai maka diperlukan sistem pengelolaan yang terintegrasi dengan baik, terutama antara kegiatan konservasi dengan mata pencarian masyarakat sebagai nelayan. Keberadaan hutan mangrove dapat menjadi tempat hidup biota laut bernilai ekonomis yang dapat meningkatkan jenis, kuantitas dan kualitas hasil tangkapan nelayan. Sistem pengelolaan

22

23

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

tersebut dapat dilakukan melalui inisiasi kegiatan oleh kelompok-kelompok masyarakat pesisir sehingga akan tercipta community based management, atau masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian mangrove (Bengen, 2000 dalam Gunarto, 2004). Sehingga dengan terciptanya community based management, keberlanjutan dari pengelolaan sumber daya alam, khususnya pesisir, dapat tercapai.

ILMIAH

menancapkannya ke dalam tanah. Silinder pelindung ini bisa dilepas setelah akar tanaman mangrove dirasa cukup kuat untuk menahan dorongan dari ombak.

Metode Penanaman Mangrove di Daerah Pesisir Berombak Besar Salah satu metode untuk mengembangkan hutan mangrove adalah dengan menerapkan sistem integrasi tambak ramah lingkungan yang sering disebut Silvofishery yaitu budidaya tambak yang menjadikan mangrove sebagai jalur hijau (quarto, 1999 dalam Arifin 2006). Penanaman bibit mangrove bisa dilakukan dengan penanaman secara langsung, tetapi untuk pantai di wilayah Modung yang berombak besar bibit dapat rusak atau terbawa arus karena ketika baru ditanam akar mangrove belum begitu kuat. Sehingga untuk menghadapi masalah tersebut dibuat alat yang dapat menjaga mangrove muda tetap aman dari terjangan ombak. Alat ini dapat berupa silinder berongga dengan panjang yang disesuaikan dengan tinggi bibit tanaman mangrove dan ujung bawah yang berbentuk tajam sehingga dapat ditancapkan ke dalam tanah.

Ada dua alternatif bahan silinder berongga yang dapat digunakan yaitu dari bambu atau pipa paralon. Pipa paralon memiliki kelebihan berupa tahan terhadap cuaca dan air laut sehingga lifetimenya lebih lama tetapi limbah pipa paralon yang rusak dapat mencemari lingkungan. Jika menggunakan silinder berongga dari bambu, bahan bakunya dapat diperoleh dari bambu-bambu sisa industri tusuk sate yang terdapat di Kecamatan Modung sehingga dapat menghemat biaya penyediaan bahan serta mengoptimalkan pemanfaatan limbah bahan tersebut. Kelebihan lain dari bahan bambu yaitu jika telah rusak bahan ini dapat terurai dengan mudah di alam karena merupakan bahan organik.

Limbah bambu dari industri tusuk sate sebagian besar adalah bagian bawah bambu yang relatif tebal dan kuat tetapi tidak digunakan karena bentuknya yang kurang lurus. Pemanfaatan bambu sebagai penyangga mangrove dimulai dengan menghaluskan bagian luarnya lalu sekat-sekat yang ada di dalam bambu dihilangkan. Setelah itu bagian bawah bambu diruncingkan agar lebih mudah saat

Gambar 2.1 Tambak Udang Silvofishery (sumber: http:// budidaya-ikan.com/teknik-silvofishery-bikin-bandengudang-cepat-berkembang/)

Gambar 2.2 Limbah Bambu dari Industri Tusuk Sate (sumber: dokumentasi pribadi)

Potensi Peningkatan Jenis, Kuantitas, dan Kualitas Mahluk Hidup Bernilai Ekonomis di Wilayah Pesisir Proses kalkulasi mahluk hidup yang dapat menempati suatu wilayah pesisir dimulai dengan menghitung zona pantai yang bisa dijadikan hutan mangrove. Berdasarkan data yang sudah ditampilkan pada bagian pertama, bahwa garis pantai di Kecamatan Modung adalah sepanjang 14.748 meter yang membentang dari Desa Karanganyar hingga Desa Patereman. Diambil jarak tanam mangrove dari tepi pantai sebesar 40 meter. Dengan demikian didapatkan luas wilayah potensial yang bisa diisi dengan mangrove seluas 589.920 m2 atau sekitar 58,99 ha.

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Tabel 1. Modifikasi Kriteria Kerentanan Lingkungan Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan (Wardhani, 2011)

Potensi Peningkatan Jenis, Kuantitas, dan Kualitas Mahluk Hidup Bernilai Ekonomis di Wilayah Pesisir Proses kalkulasi mahluk hidup yang dapat menempati suatu wilayah pesisir dimulai dengan menghitung zona pantai yang bisa dijadikan hutan mangrove. Berdasarkan data yang sudah ditampilkan pada bagian pertama, bahwa garis pantai di Kecamatan Modung adalah sepanjang 14.748 meter yang membentang dari Desa Karanganyar hingga Desa Patereman. Diambil jarak tanam mangrove dari tepi pantai sebesar 40 meter. Dengan demikian didapatkan luas wilayah potensial yang bisa diisi dengan mangrove seluas 589.920 m2 atau sekitar 58,99 ha.

Berdasarkan artikel “Tingkat Kerentanan Lingkungan Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan Terhadap Potensi Tumpahan Minyak (Oil Spill)� pada jurnal ilmiah perikanan dan kelautan vol.3 tahun 2011, diketahui bahwa pantai selatan Kabupaten Bangkalan berada pada kriteria 4 yaitu pantai dengan substrat lumpur berpasir. Untuk pantai dengan kriteria tersebut, didapatkan kerapatan tanaman mangrove per ha yaitu 1200 sampai 1500 Ind/ha. Diambil kerapatan rata-rata yaitu 1250 Ind/Ha, dengan mengalikannya dengan luas potensial sebesar 58,99 ha maka didapatkan data jumlah pohon mangrove potensial yang bisa ditanam sebanyak 73.737,5 pohon atau dibulatkan menjadi 73.738 pohon.

Menurut Chapman (1977) dalam Kusmana (2009) ekosistem mangrove menyediakan habitat untuk berbagai jenis fauna salah satunya Lubang permanen dan semi permanen di tanah hutan mangrove merupakan tempat hidup kepiting dan katak, serta saluran-saluran dan genangan air yang terbentuk menjadi tempat hidup ikan dan udang.

Vegetasi mangrove juga menjadi sumber penyedia

nutrisi untuk biota laut melalui serasahnya yang jatuh dan terdekomposisi lalu menjadi makanan konsumen primer selanjutnya konsumer primer menopang nutrisi dari konsumer sekunder sampai top konsumer.

Selain itu Hamilton dan Snedaker (1984) dalam Kusmana (2009) juga melaporkan bahwa kelimpahan individu serta keragaman biota laut terbesar terdapat di estuaria atau perairan laut terbuka yang tercampur dengan air tawar yang berasal dari muara air sungai dengan kedalaman antara 0,3 sampai 1,5 meter. Lokasi estuaria dengan kedalaman tersebut cenderung dijumpai di ekosistem mangrove yang semakin jauh dari pantai.

Alur Kegiatan Pencanangan Kecamatan Modung Sebagai Daerah Percontohan Konservasi Mangrove Terpadu Perencanaan pengelolaan sumber daya alam secara terpadu dapat diartikan sebagai upaya secara bertahap dan terprogram untuk mencapai tingkat pemanfaatan sistem sumber daya alam secara optimal dengan mempertimbangkan semua dampak listas sektoral yang mungkin timbul (Hanson, 1988 dalam Dahuri et al, 2001). Pemanfaatan secara optimal diatas dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan untuk menghasilkan nilai ekonomi yang berkesinambungan untuk kemakmuran masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem yang ada didalamnya.

Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa adanya koordinasi dalam tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam suatu jenjang pemerintahan (integrasi horizontal) serta antar tingkat pemerintahan baik dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi serta pemerintah pusat (integrasi vertikal). Keterpaduan dalam pandangan keilmuan adalah adanya kerjama

24

25

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

interdisipliner yang melibatkan berbagai bidang ilmu yang terkait seperti ekologi, ekonomi, sosial, hukum dan lain-lain (Kusmana, 2009).

Keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya alam seperti mangrove, hendaknya dilakukan pada tiga tataran yaitu teknis, konsultatif, dan koordinasi. Teknis: segenap pertimbangan secara teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan hendaknya secara seimbang dan proporsional dimasukkan ke dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan mangrove. Konsultatif: hendaknya segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat dan terkena dampak pengelolaan mangrove hendaknya diperhatikan sejak dari tahap perencanaan sampai evaluasi. Koordinasi: pada tataran ini mensyaratkan adanya kerjasama yang harmonis antara semua pihak yang terkait dalam pengelolaan mangrove baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat secara umum (Lang, 1986 dalam Dahuri et al, 2001).

6. “Diseminasi dan Penetapan Peraturan Cara dan Alat Tangkap Nelayan yang Diperbolehkan untuk Menjaga Kelestarian Hutan Mangrove” dilakukan oleh BLH dibantu akademisi.

7. “Konservasi Mangrove” dilaksanakan oleh paguyuban nelayan, dikoordinasikan oleh pemerintah tingkat desa dan kecamatan serta dibantu oleh BLH dan akademisi.

8. “Penjualan dan Pemasaran Dilakukan Paguyuban Untuk Meningkatkan Income Nelayan dan Menghindari Permainan Tengkulak” dilaksanakan oleh paguyuban nelayan dengan dijembatani oleh dinas koperasi dan UMKM. 9. “Pencarian Tempat Pemasaran Baru yang Lebih Kompetitif” dibantu oleh dinas koperasi dan UMKM

Perencanaan pencanangan kecamatan modung sebagai daerah percontohan konservasi mangrove yang terintegrasi dengan kegiatan masyarakat sebagai nelayan dapat dirancang dengan melibatkan berbagai sektoral baik dalam pemerintahan, akademisi maupun masyarakat. Keterlibatan berbagai elemen tersebut dapat kita identifikasi melalui berbagai tahap yang telah dirancang dalam flowchart di gambar 2.4.

KESIMPULAN

Pihak-Pihak Yang Berperan Berdasarkan Flowchart

1.

Potensi sumber daya pesisir di Kecamatan Modung belum dioptimalkan secara baik terbukti dengan hasil perikanan di pesisir yang relatif kecil dibandingkan daerah lain.

2.

Peralihan fungsi ekosistem mangrove menjadi areal pertambakan buatan maupun pemukiman menyebabkan dampak abrasi dan kenaikan permukaan air laut.

3.

Konservasi mangrove merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah abrasi dan kenaikkan permukaan air laut sekaligus dapat meningkatkan kondisi sosialekonomi masyarakat pesisir karena semakin melimpahnya hasil perikanan di pesisir.

4.

Bibit mangrove yang ditanam secara langsung pada pantai berombak besar akan mudah rusak karena akarnya belum kokoh menopang sehingga diperlukan alat bantu tanam seperti silinder dengan bahan limbah bambu yang ramah lingkungan (biodegradable) yang berasal dari industri pembuatan tusuk sate.

5.

Sistem pengelolaan konservasi mangrove dapat dilakukan melalui inisiasi kegiatan Community Based Management yang berbasis integrasi antara konservasi mangrove dan kegiatan masyarakat sebagai nelayan sehingga diharapkan masyarakat berperan aktif sebagai penggerak utama dalam kegiatan pelestarian mangrove.

1. Identifikasi masalah” dilakukan oleh akademisi yang sesuai dengan bidangnya dan Badan Lingkungan Hidup (BLH), untuk mendapatkan solusi yang efektif dan sesuai dengan permasalahan.

2. “Pendataan Warga Berprofesi Sebagai Nelayan” dilakukan oleh pemerintah desa, yang diprakarsai oleh pemerintah tingkat kecamatan.

3. “Diseminasi Konservasi Hutan Mangrove, pengolahan produk, serta pemanfaatan hutan mangrove untuk optimalisasi jenis, kuantitas dan kualitas hasil tangkapan nelayan” dilakukan oleh BLH bekerjasama dengan para akademisi.

4. “Pembentukan Paguyuban Nelayan, Pemilihan Pengurus, dan Pembentukan Visi Misi Organisasi” dilaksanakan oleh pemerintah tingkat desa, diawasi oleh pemerintah tingkat kecamatan.

5. “Pemetaan Garis Pantai untuk Zonasi Daerah Penanaman Mangrove” dilakukan oleh badan lingkungan hidup.

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Gambar 2.4 Alur Kegiatan Pencanangan Kecamatan Modung sebagai Daerah Percontohan Konservasi Mangrove

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z., 2006, Carrying Capacity Assessment on Mangrove Forest with Special Emphasize on Mud Crab Sylvofishery System: A Case Studi in Tanjung JabungTimur District Jambi Province, Thesis, Post Graduate School. Institut Pertanian Bogor.

Dahuri, H.R., Rais, J. Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J., 2001, “Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Gunarto, 2004, “Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai”, Jurnal Litbang Penelitian 23. (diunduh melalui http://www.academia.edu pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 13:45) http://budidaya-ikan.com/teknik-silvofishery-bikinbandeng-udang-cepat-berkembang/ (diakses pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 14:45) http://indonesia.wetlands.org/Infolahanbasah/ SpesiesMangrove/tabid/2835/langua ge/id-ID/ Default.aspx (diakses tanggal 6 Maret 2015 pukul 15.35)

Kusmana, C., 2009, “Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu” disampaikan di Workshop Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat, di Hotel Khatulistiwa – Jatinangor, 18 Agustus 2009.

Landsat 8 OLI Metadata, 2014. (diunduh melalui http:// glovis.usgs.gov) Siswanto, A.D., 2010, “Analisa Stabilitas Garis Pantai di Kabupaten Bangkalan”, Tesis Magister Arsitektur dan Teknik Bangunan Kapal, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Syah, A.F., 2010, “Indikasi Kenaikan Muka Laut di Pesisir Kabupaten Bangkalan Madura”, Jurusan Ilmu Kelautan Univeristas Trunojoyo, Bangkalan.

Wardhani, M. K., Sulistyono, Siregar, V. S., 2011, “Level of South Coastal of Bangkalan Residence on Oil Spill Potention”, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol.3 No.1, pp. 13-19.

26

27

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Pengembangan Algoritma Ekstraksi Informasi Total Suspended Solid (TSS) dan Transparansi Perairan Menggunakan Citra Satelit Worldview-2 (Studi Kasus : Perairan PLTU Paiton, Probolinggo) Muzani Ali Shodiqin1, Lalu Muhamad Jaelani2 Jurusan Teknik Geomatika ITS - Surabaya1,2) E-mail : muzanialishodiqin@gmail.com1) E-mail : lmjaelani@geodesy.its.ac.id2) ABSTRACT Worldview-2 satellite imagery is a high resolution image, which has a spatial resolution of 2 meters. Image data wolrdview-2 with several spectral channels is being use to view the distribution of TSS and transparency concentration in coastal area of PLTU Paiton, Probolinggo. Information for extraction of TSS and transparency of image data Worldview-2 do with the development of algorithms that resulted from the regression equation of the relationship with the value of insitu with reflectance values where atmosphere corrected for image Worldview-2. Based on the results of data processing, the appropriate algorithm for TSS information the 2nd order polynomial regression models which used band 3 as the chromaticity transformation band, formed in is TSS = 3365x2 – 910.33x + 63.507. While the algorithms for information transparency waters using exponential regression models with the logarithm of the ratio of transformation with logarithmic channel 1 channel 3 that the transparency equation = 1000000000e-24,93x waters. TSS concentration and transparency of the waters in the waters Paiton fairly normal, where TSS concentration of 5 mg / L to 20 mg / L, whereas the concentration of water transparency of 15 m to 25 m.

Keywords: Worldview-2, TSS, Tansparency, Algorithm 1. PENDAHULUAN Wilayah pesisir Indonesia selalu mengalami tekanan yang berat, termasuk akibat aktivitas pembangkitan listrik seperti yang terjadi di perairan PLTU Paiton, Probolinggo. Keberadaan aktivitas tersebut bisa membawa akibat kerusakan kondisi lingkungan pesisir termasuk juga dapat menghancurkan ekosistem biota laut. Dengan demikian sangat diperlukan pengelolan wilayah pesisir yang berguna untuk kehidupan biota laut salah satunya adalah monitoring kualitas perairan. Kualitas perairan pesisir sangat bergantung dengan kualitas dari sumber air itu sendiri, oleh karena itu diperlukan suatu parameter yang dapat digunakan sebagai standar penentuan kualitas perairan. Adapun salah satu parameter yang digunakan untuk perhitungan serta analisa tentang kualitas perairan PLTU Paiton adalah konsentrasi TSS dan transparansi perairan.

TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan miliopore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad renik (Effendi dalam Lestari, 2009). Sedangkan transparansi perairan merupakan tinggi rendahnya penetrasi cahaya matahari kedalam air, dimana transparansi perairan secara visual ditentukan menggunakan cakram yang di sebut secchi disk yang berdiameter 30 cm. TSS yang tinggi atau transparansi perairan yang rendah dapat menghambat masuknya cahaya kedalam air sehingga mengakibatkan terganggunya proses fotosintesin pada biota laut (Mujito dkk, 1997 dalam Lestari, 2009).

Perhitungan yang akurat harus dijalankan untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan karena berkaitan dengan kehidupan berbagai jenis makhluk hidup. Salah satu metode untuk perhitungan TSS dan transparansi perairan yaitu dengan metode penginderaan jauh yang didukung dengan pengukuran data insitu (Nurjati dkk, 2011).

Data penginderaan jauh sangatlah diperlukan untuk monitoring wilayah perairan pesisir yang luas (Budiman 2005) Dengan demikian, data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengetahui sebaran TSS dan transparansi perairan di perairan PLTU Paiton.

Adapun tujuan penelitian ini adalah pengembangan model algoritma untuk ekstraksi informasi sebaran TSS dan transparansi perairan di perairan PLTU Paiton menggunakan data citra satelit Worldview – 2 pada tahun 2010.

1. PENDAHULUAN a. Lokasi Penelitian Perairan PLTU Paiton secara administrasi pemerintah Kab. Probolinggo termasuk wilayah Desa Bhinor, Kec. Paiton, Kab. Probolinggo, Jawa Timur. b. Data Dalam penelitian ini menggunakan data citra satelit Worldview-2 level 2A dengan perekaman tanggal 2 Agustus 2010 dan data pengukuran insitu kualitas air dengan pengukuran tanggal 4 Agustus 2010.

ILMIAH

Tabel 1. Data Insitu Kualitas Air

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

c. Tahap Penelitian Adapun tahapan dalam penelitian ini dalam sebagai berikut :

Tabel 2. Stasiun Pengamatan Kualitas Air

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

i) Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik mempunyai dua komponen yaitu kalibrasi radiometrik dan koreksi atmosfer. Kalibrasi radimetrik dimana merubah nilai digital (Digital Number, DN) ke nilai randian-sensor. Sedangkan koreksi atmosfer merubah nilai radian-sensor menjadi nilai reflektan -permukaan dimana menggunakan metode 6S (Simulation of the Sensor Signal in the Solar Spectrum – vector) untuk menghilangkan nilai reyleigh dan back scattering secara online di website www.6s.ltdri.org dengan memasukkan beberapa paremeter yang pendukung, sehingga didapatkan nilai koefisien koreksi atmosfer yaitu xa, xb dan xc, yang akan digunakan untuk menghasilkan nilai reflektan-permukaan dari citra satelit Worldview-2. Adapun nilai koefisien parameter tersebut adalah : Tabel 3. Koefisien Parameter Koreksi Atmosfer

Gambar 1. Lokasi Perairan PLTU Paiton (RGB : 321 citra Worldview -2)

28

29

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

toleransi sebesar 30%, sehingga nilai yang diatas tersebut kurang sesuai bilai digunakan dalam ekstraksi informasi penginderaan jauh.

Adapun rumus untuk menghitung nilai NMAE sebagai berikut :

iii) Pembahasan Gambar. 3. Kurva Nilai reflektan-permukaan (sr-1) terhadap panjang gelombang (nm)

ii) Pengembangan Model Algoritma Pengembangan model algoritma untuk ekstraksi informasi TSS dan transparansi perairan di perairan PLTU Paiton dilakukan dengan kombinasi nilai-nilai reflektan-permukaan pada kanal 1, kanal 2 dan kanal 3. Perbandingan reflektan – permukaan yang digunakan untuk informasi parameter TSS dan transparansi perairan dapat berupa reflektan – permukaan pada kanal tunggal, rasio antar kanal, transformasi kromatisiti antar kanal citra Worldview-2 dan lain - lain. Untuk mendapatkan nilai koefisien determinansi (R2) tertinggi, dimana y merupakan nilai parameter yang di uji yaitu data lapangan TSS dan transparansi perairan (peubah y sebagai variabel tidak bebas) dan peubah x merupakan kombinasi reflektan – permukaan antar kanal yang digunakan (sebagai variabel bebas).

Dari beberapa model yang dihasilkan, kemudian dipilih model hubungan terbaik yang memiliki nilai koefisien determinansi (R2) yang tertinggi dan simpangan akar nilai tengah terkecil yaitu nilai Root Mean Square Error (RMS Error) sebagai analisis lanjutan. Cara penetuan RMS Error sebagai berikut :

Selanjutnya menghitung nilai normalized mean absolute error (NMAE) yaitu untuk menghitung nilai kesalahan normal yang terjadi pada persamaan tersebut dalam satuan persen (%). Dalam ekstraksi informasi dari metode penginderaan jauh, nilai NMAE yang pada

Disini dimaksudkan untuk mengetahui hasil ekstraksi informasi sebaran TSS dan transparansi perairan di perairan PLTU Paiton.

3. PEMBAHASAN Pengembangan Model Algoritma Dari hasil perhitungan model persamaan regresi, dengan transformasi reflektan-permukaan citra serta data insitu, bahwa di dapatkan hasil algoritma masing-masing untuk TSS dan transparansi perairan. Model persamaan regresi polinomial orde 2 dengan transformasi reflektan kromatisiti kanal merah merupakan model hubungan yang menghasilkan nilai koefisien determinansi (R2) terbaik sebagai algoritma ekstraksi informasi TSS, sedangkan untuk algoritma ekstraksi informasi transparansi perairan menggunakan model persamaan regresi eksponensial dengan transformasi rasio logaritma kanal biru dengan logaritma kanal merah, seperti gambar di bawah ini : Tabel 4. Algoritma Model TSS

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Algoritma ekstraksi transparansi perairan :

Validasi Algoritma

Gambar 4. Algoritma Empiris untuk Ekstraksi TSS

Sehingga bisa diketahui bahwa algoritma ektraksi TSS adalah :

Sedangkan untuk algoritma transparansi perairan adalah :

ekstraksi

Setelah mendapatkan algoritma, kemudian diaplikasikan dalam ekstraksi informasi TSS dan transparansi perairan. Dalam ektraksi ini mendapatkan hasil informasi dari citra, sehingga hasil tersebut perlu divalidasi dengan data insitu di wilayah perairan PLTU Paiton.

Dalam ekstraksi informasi TSS dan transparansi perairan yang kemudian akan di validasi, menggunakan nilai pada titik stasiun pengamatan pada nilai estimasi, seperti titik stasiun pada hasil lapangan. Adapun nilai estimasi yang diambil dari ekstrak nilai 3x3 dan nilai lapangan TSS sebagai berikut : Tabel 6. Nilai Pengukuran Insitu dan Nilai Ektraksi TSS

Tabel 5. Algoritma Model Transparansi

Tabel 7. Nilai Pengukuran Insitu dan Nilai Ekstraksi Transparansi Perairan

Gambar 5. Algoritma Empiris Ekstraksi Transparansi Perairan

Dari Tabel 6 dan Tabel 7 diatas, hasil ekstraksi dengan data insitu TSS dan transparansi perairan sangat berdekatan, ini dibuktikan dengan nilai dari RMS Error dari hasil tersebut paling rendah diantara yang lain yaitu masing-masing adalah 0,365 dan 0,938.

30

31

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Kemudian, hubungan antar nilai keduanya yaitu hubungan antara nilai ekstraksi dengan data insitu TSS dan transparansi perairan memiliki nilai kelinieran yang tinggi yaitu sebesar masing-masing 0,6454 dan 0,962 seperti seperti gambar 6 dan 7 di bawah ini :

Tabel 9. Nilai NMAE Ekstraksi Transparansi

Pemetaan Ekstraksi Transparansi Perairan

Gambar 6. Korelasi Nilai Data Insitu dan nilai Ekstraksi TSS

Gambar 7. Korelasi Nilai Data Insitu dengan Nilai Ekstraksi Transparansi

Begitu juga dengan perhitungan nilai normalized mean absolute error (NMAE) yang di bawah 30%, sehingga ekstraksi nilai dalam metode penginderaan jauh sudah memenuhi, dimana dalam ekstraksi nilai penginderaan jauh nilai NMAE harus kurang atau sama dengan 30%. Adapun nilai NMAE dalam hasil penelitian ini masing – masing adalah 12,100% dan 9,631, dengan rincian perstasiun sebagai berikut : Tabel 8. Nilai NMAE Ekstraksi TSS

Informasi

TSS

dan

Setelah pengembangan dan validasi model algoritma dilakukan, model tersebut diaplikasikan dalam pemetaan konsentrasi TSS dan transparansi di perairan PLTU Paiton pada tanggal 2 Agustus 2010. Secara visual distribusi konsentrasi TSS dan transparansi perairan terbagi menjadi 6 kelas.

Pembagian 6 kelas tersebut untuk melihat sebaran distribusi (variasi) konsentrasi TSS dan transparansi perairan. Pembagian kelas pada TSS didasarkan pada perolehan hasil estimasi konsentrasi TSS yang berkisar antara 0 mg/L sampai 5 mg/L. Kelas-kelas untuk distribusi konsentrasi TSS sebagai berikut : 1. Kelas 1 : 0 – 4 mg/L

(berwarna hijau)

2. Kelas 2 : 4 – 8 mg/L

(berwarna biru tosca)

3. Kelas 3 : 8 – 12 mg/L

(berwarna biru)

4. Kelas 4 : 12 – 16 mg/L

(berwarna kuning)

5. Kelas 5 : 16 – 20 mg/L

(berwarna merah)

6. Kelas 6 : > 20 mg/L

(berwarna ungu)

Berdasarkan hasil pengembangan model algoritma TSS, yaitu dengan menggunakan model persamaan regresi polinomial orde 2 dan transformasi reflektan pada kromatisiti kanal merah, konsentrasi TSS di perairan PLTU Paiton pada tanggal 2 Agustus 2010 dapat dilihat secara visual menunjukkan bahwa konsentrasi di wilayah tersebut tergolong rendah yaitu berkisar rata – rata 8 mg/L sampai 12 mg/L, namun ada juga yang mempunyai TSS konsentrasi tinggi yang terdapat pada daerah timur ke selatan dari perairan PLTU Paiton tersebut, seperti pada gambar 8:

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Gambar 8. Persebaran informasi TSS

Sedangkan untuk pemetaan konsentrasi transparansi secara visual juga terbagi menjadi 6 kelas, dengan pembagian sebagai berikut : 1. Kelas 1 : 0 – 5 m

(berwarna kuning)

2. Kelas 2 : 5 – 10 m

(berwarna hijau)

3. Kelas 3 : 10 – 15 m

(berwarna biru tosca)

4. Kelas 4 : 15 – 20 m

(berwarna biru muda)

5. Kelas 5 : 20 – 25 m

(berwarna biru)

6. Kelas 6 : > 25 m

(berwarna ungu)

Berdasarkan hasil pengembangan model algoritma transparansi perairan pada tanggal 2 Agustus 2010, yaitu dengan menggunakan model persamaan regresi eksponensial dan transformasi reflektan pada rasio logaritma kanal 1 dan logaritma kanal 3, transparansi di perairan PLTU Paiton pada tanggal 2 Agustus 2010 dapat dilihat secara visual menunjukkan bahwa transparansi di wilayah tersebut tergolong tinggi, adapun lebih lengkapnya seperti pada gambar 9 di bawah ini :

32

33

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Gambar 9. Persebaran informasi transparansi perairan

Analisa Hubungan antara hasil ektraksi TSS dan transparansi perairan citra satelit worldview-2 dengan hasil pengukuran kualitas air insitu terlihat pada Gambar 10 dan 11 sebagai berikut :

Gambar 11. Hubungan antara nilai data transparansi insitu dan ekstraksi citra

Gambar 10. Hubungan antara nilai data TSS insitu dan ekstraksi citra

Perbedaan konsentrasi data insitu dengan ekstraksi citra pada TSS dan transparansi disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel kualiatas air untuk analisis konsentrasi dengan satelit melewati perairan PLTU Paiton.

ILMIAH

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Dalam hal ini satelit mengindera pada tanggal 2 Agustus 2010 sedangkan pengambilan sampel pada tanggal 4 Agustus 2010, seperti diketahui bahwa konsentrasi TSS dan transparansi perairan diperairan laut dangkal sangat dinamis seperti yang terjadi pada perairan PLTU Paiton tersebut.

empiris untuk TSS dan transparansi perairan. Dan juga dikorelasikan dengan data meteorologi seperti curah hujan dan angin untuk melihat pengaruhnya terhadap konsentrasi TSS dan transparansi di perairan PLTU Paiton.

Dalam penelitian ini, bertepatan dengan bulan Agustus dimana dalam bulan tersebut merupakan musim hujan, sehingga konsentrasi TSS dan transparansi perairan perairan pada musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau, seperti dijelaskan diatas bahwa nilai konsentrasi TSS mayoritas pada kelas 2 yaitu antara 4 sampai 8 mg/L (warna biru tosca) sedangkan nilai transparansi perairan PLTU Paiton termasuk sangat tinggi dimana bisa mencapai 25 m.

DAFTAR PUSTAKA

4. KESIMPULAN Algoritma empiris yang sesuai untuk ekstraksi informasi TSS di perairan PLTU Paiton adalah persamaan regresi model polinomial orde 2 dengan menggunakan transformasi reflektan kromatisiti kanal merah (sebagai variabel bebas) dan TSS data lapangan (sebagai variabel tak bebas), dimana menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi dan memiliki nilai RMS error terkecil dibandingkan nilai model hubungan yang lain, masing-masing adalah 0,878 dan 0,365.

Sedangkan untuk ekstraksi informasi transparansi perairan adalah persamaan regresi model eksponensial dengan menggunakan transformasi reflektan rasio logaritma kanal 1 dengan logaritma kanal 3 (sebagai variabel bebas) dan transparansi perairan data insitu (sebagai variabel tak bebas), dimana menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi dan memiliki nilai RMS error terkecil dibandingkan nilai model hubungan yang lain, masing-masing adalah 0,655 dan 0,938.

Konsentrasi TSS di perairan PLTU Paiton secara kuantitatif normal dimana persebarannya merata pada kisaran 5 sampai 20 mg/L. Sedangkan konsentrasi nilai transparansi di perairan PLTU Paiton tergolong tinggi (cerah), dimana transparansinya mencapai kisaran 15 sampai 25 m.

Pada penelitian berikutnya dapat dikorelasikan antara data insitu TSS dan transparansi yang lebih banyak sehingga mempunyai korelasi yang tinggi, dan membantu dalam pembuatan algortima

Budiman, S., 2005. “Pemetaan Sebaran Total Suspended Matter (TSM) Menggunakan Data ASTER dengan Pendekatan Bio-Optical Model”. Prosiding PIT MAPIN XIV ’Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa’. Jilid III, Teknologi Informasi Spasial, Surabaya.

Lestari,D.L.2009.Pendugaan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) dan Transparansi Perairan di teluk jakarta dengan Citra Satelit Landsat.

Skripsi,Institut Pertanian Bogor.

Nurjati, C dan Handayani, H. 2011. Penginderaan jauh untuk Estimasi Kandungan TSS di Wilayah Pantai Timur Surabaya Akibat Pembuangan Lumpur Lapindo. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana wilayah 2011:H-5:H-16. http://6s.ltdri.org di akses pada tanggal 23 Maret 2015 Pukul 05.00 BBWI.

34

35

SOSOK Sosok Srikandi di Balik Layar Perkembangan Parangtritis Geomaritime Science Park

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Dedikasiku di antara Keluarga, Pekerjaan, dan Pendidikan “Saya sangat menikmati masa penelitian ini. Pertama, dapat berkontribusi terhadap pemantauan kualitas air laut Indonesia dari citra satelit. Hal kedua yang menarik adalah lokasi penelitian di Indonesia, sehingga saya mempunyai kesempatan untuk bertemu keluarga. Hal ketiga adalah metode pemetaan konsentrasi TSM yang digunakan merupakan hal baru karena menggunakan pendekatan model analitik, Bio-Optical Model. “ Wiwin Ambarwulan saat ini merupakan Kepala Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerjasama Badan Informasi Geospasial (BIG). Istri dari seorang dosen dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ini mengawali karirnya sebagai staf proyek di lingkungan Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) sebelum menjadi BIG. Berbagai jabatan pernah diamanahkan kepada beliau, yaitu sebagai Kepala Biro Umum dan Keuangan dan Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG. Penelitian mengenai penginderaan jauh kelautan saat menempuh pendidikan strata dua (S-2) dan strata tiga (S-3) di Faculty of Geo-information Science and Earth Observation, Twente University, Belanda, memantapkan kiprah beliau di BIG. Saat menempuh S-2 di Belanda, beliau memilih jurusan Earth Resources and Engineering Geology (EREG) dengan fokus pada Coastal Zone studies. “Saat itu saya memilih topik untuk S-2 tentang kualitas air laut di pesisir Teluk Banten,“ terang beliau saat berbincang dengan redaksi. Adapun judul tesis beliau adalah Mapping of TSM Concentrations from SPOT and Landsat TM Satellite Images for Integrated Coastal Zone Management in Teluk Banten Indonesia.

“Saya sangat menikmati masa penelitian ini.

Pertama dapat berkontribusi terhadap pemantauan kualitas air laut Indonesia dari citra satelit. Sebagaimana diketahui, 75% luasan NKRI merupakan wilayah perairan sehingga perlu diketahui kondisi perairan termasuk kualitas airnya. Pemantauan kualitas sumber daya alam di perairan laut dan pesisir perlu dimanfaatkan lebih optimal untuk mendukung pembangunan di Indonesia.

Hal kedua yang menarik adalah lokasi penelitian di

Indonesia, sehingga saya berkesempatan bertemu keluarga. Hal ketiga adalah metode pemetaan konsentrasi TSM yang digunakan merupakan hal baru karena menggunakan pendekatan model analitik, Bio-Optical Model. Model tersebut baru digunakan di perairan Eropa (North Atlantic) dan perairan Pacific (US). Penelitian tersebut termasuk penelitian yang pertama kali diujicobakan di perairan tropis dan juga di Indonesia. Studi S-2 saya di Belanda ini didanai oleh Netherlands Fellowship Programmes (NFP), “penjelasan beliau saat bercerita mengenai penelitian yang dilakukan saat menempuh pendidikan S-2.

SOSOK

Tidak hanya bagian dari idealisme saat melakukan penelitian, akan tetapi yang menjadi catatan dalam hal ini adalah rasa cinta terhadap keluarga, tanah air menjadi penyemangat dalam melakukan penelitian. Sosok yang hangat dengan keluarga dan perhatian terhadap staf tampak dari setiap tutur kata yang diucapkan beliau (red).

Beliau juga bercerita mengenai penelitian yang dilakukan saat menempuh pendidikan S-3 di tahun 2006. “Saya kembali mendapat beasiswa dari Pemerintah Belanda lewat Program NWO-WOTRO (salah satu divisi dari Organisasi Riset Ilmiah Belanda),“ terang ibu Wiwin. “Banyak suka duka selama menempuh pendidikan S-3 di Belanda karena sudah tidak muda lagi, sedangkan riset yang saya pilih sangat membutuhkan fisik yang prima. Saya bersyukur dapat menyelesaikan studi dalam 4,5 tahun,� semangat ibu Wiwin saat menjelaskan.

Riset beliau merupakan kelanjutan riset S-2 tentang penginderaan jauh untuk kualitas air laut.

Perbedaan yang ada saat menempuh S-2 adalah pengembangan algoritmanya telah disesuaikan dengan kondisi air di tropis ekuator. Riset tersebut mampu mempublikasikan 4 paper pada jurnal internasional dan 2 paper pada seminar internasional.

Beliau dengan rendah hati bercerita belum ada prestasi yang dapat mengharumkan nama instansi dan negaranya. Meskipun begitu, prestasi yang membanggakan menurut beliau adalah saat proposal penelitian beliau diterima sebagai penelitian yang didanani LIPI melalui mekanisme RUT. Proposal tersebut merupakan salah satu dari seratus proposal yang didanai pada tahun 2005 dan 2006. Adapun total proposal yang masuk ke LIPI adalah sebanyak dua ribu proposal. Mendapat kesempatan menjabat Eselon dua menjadi prestasi kedua di bidang penelitian dan pendidikan. Jabatan tersebut menjadi luar biasa karena jabatan tersebut merupakan jabatan struktural di bidang yang menjadi keinginan terbesar beliau.

Seiring dengan perkembangan geomaritim di Indonesia, menurut beliau, semakin baik tetapi belum optimal, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.

Dengan kata lain, masih dalam tahap awal pemanfaatan sumberdaya maritim untuk pembangunan ekonomi, padahal sebanyak 75% wilayah Indonesia merupakan perairan yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Beliau optimis bahwa perkembangan geomaritim Indonesia semakin membaik pada pemerintah Jokowi-JK. Hal tersebut ditandai dengan (i) dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI dengan misi mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

nasional dan (ii) bidang maritim menjadi salah satu dari empat prioritas pembangunan Pemerintahan JokowiJK. Pembangunan poros maritim dengan penetapan pengembangan 24 pelabuhan di Indonesia diharapkan mempercepat perkembangan industri maritim di Indonesia untuk mendukung pembangunan.

Saat ini, Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP) menjadi bagian dan kendali Pusat Penelitian, Penelitian, Promosi, dan Kerjasama BIG. Menurut beliau, PGSP merupakan pusat riset, pendidikan dan desiminasi produk geospasial seperti yang tersirat pada visi PGSP yaitu sebagai center of excellent for geospatial information technology, education, research and innovation di bidang kepesisiran dan kelautan di Indonesia. Di bawah kepemimpinan beliau, PGSP diharapkan menjadi pusat riset kemaritiman yang menjadi tujuan para peneliti lokal dan internasional. PGSP dapat menjadi pusat pendidikan dan pelatihan di bidang geospasial kemaritiman dengan dilaksanakannnya program diklat aplikasi SIG dan Penginderaan jauh untuk pesisir dan laut dengan tersedianya tim pengajar yang kompeten dan peralatan yang lengkap dan terkini. Selain itu, PGSP juga menjadi pusat wisata kemaritiman dengan tersedianya museum pesisir dan laut yang lengkap, terkini yang menjadi sasaran kunjungan berbagai sekolah dari SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi.

Adapun usaha-usaha untuk menuju pengembangan adalah dengan melakukan kerjasama untuk meningkatkan pengelolaan dn pemanfaatan PGSP dengan berbagai stakeholders seperti Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Provinsi DIY, Universitas Gadjah Mada serta badan riset lainnya seperti BPOLKKP. Melakukan peningkatan peremajaan fisik ruang PGSP agar sesuai dengan visi dan misi PGSP, di antaranya membuat kegiatan renovasi fisik ruangan untuk museum serta fasiltas untuk kediklatan. Kelak, PGSP diharapkan menjadi tempat kerja para PhD Students dan Postdoctoral dari berbagai perguruan tinggi yang mempunyai riset terkait kemaritiman, sehingga dapat menghasilkan publikasi internasional dari PGSP. Melakukan publikasi bersama antara peneliti BIG dan non-BIG hasil riset pada jurnal internasional juga menjadi sasaran untuk meningkatkan peran PGSP. PGSP juga dilengkapi dengan stasiun penerima satelit geostasioner seperti NOAA, FengYun, sehingga data real time dari stasiun penerima langsung akan bermanfaat terhadap tersedianya informasi daerang tangkap ikan di sekitar Samudra Hindia, khususnya sekitar Parangtritis.

Semoga ke depannya prestasi dan inovasi dapat terus dilakukan. Mimpi dan harapan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi dapat dilakukan bersamasama untuk mewujudkannya. Salam Geospasial dan Geomaritim. Jayalah terus Indonesia.

36

37

TEKNOLOGI

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Jenis Kapal Nelayan Pesisir Dadap, Juntinyuat, Indramayu Farid Ibrahim

Desa Dadap adalah salah satu desa pantai yang berada di Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dengan panjang pantai kurang lebih 4000 meter. Jumlah penduduk Desa Dadap adalah yang tertinggi di kecamatan

Juntinyuat yakni sebanyak 16.222 jiwa yang terdiri atas 8.307 penduduk laki-laki dan 7.915 jiwa penduduk perempuan. Jumlah ini tersebar dalam 6729 rumah tangga yang terdapat di seluruh Desa Dadap (Profil Desa Dadap, 2012)

Gambar insert lokasi Kecamatan Juntinyuat (Farid, 2016)

Terdapat berbagai jenis kapal penangkap ikan yang terdapat di masyarakat nelayan Desa Dadap. Jenis-jenis kapal tersebut di antaranya adalah Gemplo, Sopek, Cantrang, Payang, Kursin, dan Kunyil.

Kapal jenis Gemplo adalah jenis kapal terkecil yang terdapat di Desa Dadap dengan muatan kurang dari 1 GT (Gross Tonage). Kapal jenis ini Gemplo biasanya hanya menangkap teri nasi yang menjadi salah satu komoditas unggulan di Desa Dadap. Kapal jenis Gemplo biasanya dimiliki oleh nelayan kecil yang bekerja secara mandiri atau nelayan perseorangan dengan waktu melaut teratur hampir setiap harinya.

Aktivitas kenelayanan atau penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Desa Dadap umumnya memiliki kesamaan, di mana sebagian besar aktivitas penangkapan ikan dilakukan di Laut Utara Pulau Jawa hingga mendekati Pulau Kalimantan. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada sebagian kelompok nelayan yakni pada kelompok nelayan juragan, di mana aktivitas penangkapan ikan tidak hanya terbatas pada laut yang berada di utara Pulau Jawa saja, melainkan hingga mencapai Laut Sulawesi, Laut Papua di sebelah timur Indonesia,

dan Laut Utara Banten dan Laut Timur Sumatera di sebelah barat. Hal ini menyebabkan luasnya daya jelajah masyarakat nelayan juragan, yang tentunya memberikan dampak pada besarnya jumlah hasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh masyarakat nelayan juragan. Sedangkan dua kelas nelayan lainnya yakni buruh nelayan dan nelayan kecil pada umumnya.

Seperti halnya waktu penangkapan ikan, daya jangkau penangkapan ikan berbanding lurus dengan jenis kapal yang digunakan. Kapal jenis gemplo adalah kapal dengan daya jangkau penangkapan ikan yang paling sempit. Selain sempit, daya jangkau kapal jenis gemplo biasanya tidak terlalu jauh dari bibir pantai. Hal ini berbeda halnya dengan kapal jenis sedang seperti kapal jenis Sopek dan kapal jenis Cantrang atau Payang yang mampu melakukan aktivitas penangkapan ikan hingga ke tengah-tengah Laut Jawa. Kapal Jenis Kursin dan Kapal jenis Kunyil adalah dua jenis kapal yang memiliki daya jangkau yang paling jauh. Daya jangkau kedua jenis kapal ini mampu melampaui Pantai Utara Banten, Pantai Timur Sumatera, bahkan mencapai Perairan Sulawesi, sebagaimana menurut penuturan salah seorang mantan nelayan berpengalaman.

TEKNOLOGI

Kapal Gemplo

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Kapal Kunyil

Kapal Kursin

38

Kapal Sopek

Gambar Jenis-Jenis Kapal Nelayan di Desa Dadap (Alfarisy, 2014)

“Nelayan sini kalau malaut bisa jauh-jauh. Saya sering melaut sampai laut Sulawesi sana.

Tapi ya kalau kapalnya besar.

Yang ABK (anak buah kapal) nya 20 sampai 30 orang�

(Mujib, 40 tahun, mantan Nelayan Dadap)

“Untuk melaut kami biasanya butuh 20 ABK (anak buah kapal). Terkadang sampai sekitar 30 kalau melautnya agak lama. Kalau butuh tambahan seperti ini, biasanya diambil dari buruh yang sedang tidak kerja. Semuanya buruh yang tinggal di Dadap. Ya kerja sama. Kita butuh tenaga, jadi diambil dari warga sini saja�

Pembuatan kapal

Daya jangkau dari kapal jenis Gemplo hanya berkisar 1-2 mil dari bibir pantai Dadap. Jenis perahu lain yang banyak di Desa Dadap adalah kapal jenis Sopek. Kapal jenis Sopek biasanya dimanfaatkan oleh nelayan kecil yang berkelompok kecil sekitar 8 hingga 10 orang. Kapal jenis sopek adalah kapal yang jumlahnya paling banyak di Desa Dadap. Belum ada data yang pasti terkait jumlah kapal jenis Sopek yang terdapat di Desa Dadap. Kapal jenis Sopek inilah yang paling banyak dan paling mudah ditemui ketika berada di Desa Nelayan Dadap. Kapal jenis sopek memiliki daya tamping sekitar 5 GT (Gross Tonage) dan memiliki daya jangkau sekitar 5 hingga 10 mil laut. Kapal Jenis sopek biasa dipergunakan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di Laut Utara Pulau Jawa hingga mendekati perairan di Selatan Pulau Kalimantan. Karena memiliki ukuran kapal yang sedikit lebih besar, jenis ikan yang mampu ditampung dan ditangkap juga lebih bervariasi. Selain teri nasi, kapal jenis Sopek juga biasa melakukan penangkapan udang, tuna, dan berbagai jenis ikan laut lainnya. Kapal Kursin dan

(Pak Haji, 60 tahun, nelayan juragan)

Pembuatan kapal

Kapal Kunyil adalah dua jenis kapal yang paling canggih dan hanya dimiliki oleh nelayan juragan.

Kapal jenis ini jumlahnya kini telah jauh berkurang jika dibandingkan beberapa tahun silam. Menurut penuturan seorang nelayan juragan, pada tahun 2000 awal, jumlah kapal Kursin dan Kunyil yang dimiliki oleh nelayan Dadap mencapai 67 unit. Namun kini hanya 7 unit yang tersisa. Kapel jenis kursin dan kunyil memiliki daya muat yang paling besar yakni sekitar 30 GT (Gross Tonage) dan memiliki daya jangkau sekitar 60 mil laut. Kapal kursin membutuhkan anak buah kapal sekitar 20 hingga 30 orang. Kesemuanya merupakan buruh nelayan yang dipekerjakan oleh nelayana juragan. Sebagian di antara buruh nelayan tersebut adalah buruh nelayan tetap yang memang bekerja secara tetap terhadap nelayan juragan. Akan tetapi sebagiannya lagi merupakan buruh nelayan yang tidak tetap, yang sifat kerjanya biasanya hanya bergantung pada momentum satu atau dua kali aktivitas penangkapan ikan. Hal ini dinyatakan oleh salah seorang nelayan juragan yang merupakan salah satu informan.

39

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

TEKNOLOGI

Mengenal Lebih Dekat dengan Satelit NOAA Farid Ibrahim

membutuhkan receiver. Secara umum, kegunaan piranti lunak dapat digunakan untuk merencanakan orbit pengambilan data satelit pada suatu area serta meninjau ulang rencana orbit. Piranti lunak juga dapat digunakan untuk memperbarui data orbit satelit. Selain itu, piranti lunak juga dapat digunakan untuk melakukan kalibrasi antena sehingga hasil pengunduhan citra satelit berjalan lancar. Satelit NOAA juga mempunyai satu jenis piranti lunak, yang membedakan adalah fungsinya untuk memproses data yang dihasilkand dari Satelit NOAA, bukan untuk menerima/mengunduh data satelit.

Hasil citra satelit NOAA

Satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) merupakan satelit meteorologi seri ke-3 milik Amerika. Sebelumnya, Satelit Seri-1 (TIROS, Television and Infra Red Observation Satellite) dan Satelit Seri-2 (IOS, Infra Red Observation Satellite). Saat ini, NOAA memili 6 sensor yaitu Advanced Very High Resolutin (AVHRR), Tiros Operational Vertical Sonde (TOVS), High Resolution Infrared Sounder (merupakan bagian dari TOVS), Data Collection System (DCS), Space Environment Monitor (SEM), dan Search and Rescue Satellite System (SARSAT).

Diperlukan piranti lunak tertentu untuk mengunduh Citra Satelit NOAA, salah satunya adalah menggunakan Piranti Lunak NOAA Capture dan

Antena receiver NOAA

Satelit NOAA digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan fisik lautan/samudra dan atmosfer. Dari ke enam sensor, sensor AVHRR adalah sensor yang tepat digunaka untuk mengamati kondisi permukaan bumi. Data AVHRR dari Satelit NOAA dapat digunakan untuk menganalisis berbagai parameter yang berkaitan dengan bidang hidrologi, oseanografi, hingga meteorologi. Tidak hanya itu, penggunaannya dapat pula diaplikasikan untuk monitoring vegetasi hingga kebakaran hutan, dan untu ekstraksi berbagai data. Hal ini memungkinkan mengingat karakteristik Data AVHRR yang dihasilkan dari 5 saluran dengan panjang tertentu dan area sapuannya yang cukup luas (2.590 km). Aplikasi penggunaan Satelit NOAA di indonesia tentu akan sangat bermanfaat mengingat karakteristik Indonesia sebagai negara yang memiliki perairan luas. Sensor AVHRR ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi sumber daya laut yang ada di Indonesia seperti menentukan lokasi potensial penangkapan ikan.

TEKNOLOGI KULINER

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

“Si Uul�

Primadona Kuliner Pesisir yang Menggoda Selera Zheni Setyaningsih

Pesisir merupakan salah satu tujuan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kata ‘istimewa’ yang disandang oleh DIY memang bukan tanpa sebab. Pasalnya, pesisir DIY memang sangat istimewa karena beranekaragamnya karakteristik pesisir (ditinjau dari tipologinya) dan menyebabkan potensi sumberdayanya juga melimpah. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Dan Kelautan DIY tahun 2012, hanya sebesar 0,4 % potensi kelautan yang telah termanfaatkan. Hal tersebut tentunya tidak sebanding dengan potensi yang dimilikinya.

Si Uul, atau undur-undur laut, merupakan salah satu biota pesisir yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan baku pembuatan sajian kuliner dengan cara digoreng ataupun dimasak berkuah.

Salah satu lokasi yang menyajikan undur-undur laut sebagai jajanan kuliner adalah Pantai Depok. Undurundur laut di Pantai Depok umumnya disajikan dengan digoreng dan dijual dengan harga 80.000/kg.

Kandungan gizi undur-undur laut ternyata cukup besar. Penelitian dari Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa setiap 100 gram (berat kering) undur-undur laut mengandung mineral besi (Fe) sebesar 2,44 mg dan tembaga (Cu) sebesar 0,348 mg, selain dari protein (30-40% berat bahan), lemak, dan mineral lain. Undur-undur laut juga memiliki kandungan khitin sekitar 40-60% dari berat keringnya. Asam lemak omega-3 total (EPA dan DHA) yang dikandungnya pun cukup tinggi yaitu antara 7,75-14,48 %. Kandungan EPA (6,41-8,43 %) lebih tinggi dibandingkan kandungan DHA (1,34-6,57 %).

Asam lemak omega-3 ini bermanfaat bagi tubuh

Rumput laut

Undur undur

Rempeyek gangsing

kita, yakni sebagai prekursor eicosanoids yang dapat mengurangi peradangan di seluruh tubuh.

Selain undur-undur laut goreng, makanan khas pesisir lainnya adalah peyek grinting. Di Pantai Depok, pedagang peyek grinting tersebar di seruluh kawasan pantai. Grinting ini tidak dihasilkan langsung oleh nelayan Depok, namun disupplay dari Cilacap. Para pedagang membeli ke supplier yang datang langsung ke Pantai Depok.

Dalam proses pembuatannya, sebelum digoreng grinting terlebih dahulu harus direbus untuk selanjutnya grinting dicampurkan ke dalam adonan yang sudah dibumbui bawang putih, ketumbar, kemiri dan garam. Terakhir baru digoreng dan peyek grinting siap dinikmati. Peyek grinting dijual dengan harga 2000 per bungkus, dan setiap bungkusnya berisi 3 buah peyek. Peyek grinting ini menjadi oleh-oleh favorit bagi para wisatawan karena harganya yang cukup terjangkau dan rasanya yang gurih.

40

41

WISATA

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Wisata Komplit di Laguna Pengklik

Potensi Wisata Pantai Samas dan Peluang Sinergi JJLS Dwi Sri Wahyuningsih

Salah satu destinasi wisata baru di Kabupaten Bantul yang wajib dikunjungi adalah Laguna Pengklik.

Objek wisata tersebut terletak di sebelah Timur Pantai Samas. Wisata tersebut baru diresmikan oleh Bupati Bantul, Hj. Sri Surya Widati pada tanggal 8 Mei 2015.

Pembangunan wisata Laguna Pengklik melalui dana bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tujuan dibangunnya objek wisata dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar laguna, sekaligus dapat membangun citra positif Samas sebagai tujuan wisata yang menjanjikan ke depannya.

Pembangunan wisata terpadu di Pantai Samas terinspirasi dari geliat perkembangan kawasan di sekitar Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Kawasan yang berada di sekitar JJLS diperkirakan akan menjadi ramai, sehingga dapat dioptimalkan dengan penambahan beberapa objek yang dapat menarik wisatawan.

Potensi Wisata Pengklik memiliki tiga paket wisata yang menarik, yakni wisata alam, wisata kuliner, dan wisata hiburan.

Wisata alam didukung oleh kondisi lokasi berupa laguna dengan tanaman mangrove. Fasilitas pendukung wisata alam adalah dibuat dermaga perahu untuk kegiatan susur laguna. Dermaga kapal merupakan tempat untuk menambatkan perahu nelayan. Di atas dermaga Laguna Samas terdapat Landmark bertuliskan “Pesona Pengklik Pantai Samas�.

Tulisan tersebut sengaja dibuat berwarna merah untuk menjadi daya tarik wisatawan sebagai lokasi untuk berfoto.

Diberikannya bantuan empat unit perahu motor tempel (PMT) oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Perahu tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk pengembangan perikanan tangkap sekaligus pengembangan wisata bahari di Laguna Samas. Pengembangan bahari yang dimaksud adalah sebagai sarana wisata terpadu susur Laguna Pengklik. Wisatawan dapat menikmati keindahan hutan mangrove dengan sensasi hembusan angin laut. Apabila akan berlayar di Laguna Pengklik, setiap pengunjung akan dikenakan tarif untuk rute jarak terdekat sampai terjauh. Tarif yang dikenakan pengunjung bervariasi tergantung layanan yang diberikan. biaya sewa sebesar Rp5.000,00 untuk jarak 500 meter dan Rp10.000,00 untuk rute sepanjang 1,5 kilometer. Apabila pengunjung menginginkan rute hingga pantai Depok, harga yang dibayarkan sebesar Rp15.000,00.

Untuk rute terpanjang (7 kilometer), pengunjung dikenakan biaya sewa Rp20.000,00. Jika belum puas, pengunjung dapat menyewa perahu selama sehari dengan tarif sebesar Rp500.000,00 dengan fasilitas bahan bakar serta dua orang pemandu.

TEKNOLOGI WISATA

Wisata kuliner belum tersedia di Pengklik Samas untuk saat ini. Akan tetapi, sarana dan prasarana untuk pengembangan wisata kuliner sudah tersedia. Pondak makan apung dan bangunan untuk minimarket sengaja dibangun sebagai pelengkap fasilitas wisata.

Wisata hiburan tersedia bermacam-macam, yakni terdapatnya gardu pandang, teropong, wahana bermain anak, dan wahana memancing. Gardu pandang dan teropong dapat dimanfaatkan wisatawan untuk memantau kawasan di sekitar laguna. Wahana bermain anak disediakan jungkat jungkit dan prosotan.

Bagi wisatawan yang memiliki hobi memancing dapat

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

memanfaatkan laguna. Bak kolam raksasa, para pemancing dapat dengan puas berlama-lama sambil menikmati angin laut yang bertiup.

Pengembangan fasilitas di Pantai Samas yang begitu signifikan diharapkan juga diimbangi dengan sumber daya manusia sebagai pengelolanya.

Keberhasilan Pantai Samas sebagai objek wisata ditentukan dari keseimbangan antara kecakapan peran masyarakat dengan serta pemerintah untuk sebagai mitra. Harapannya, Pantai Samas akan memberikan hasil yang berkelanjutan kepada semua pihak. Anda pun dapat turut serta berpartisipasi.

42

43

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

WISATA

Gerbang Pengetahuan Maritim Indonesia: Menjelajahi Filosofi Maritim yang Sesungguhnya di Museum Gumuk Pasir Mega Dharma Putra

Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo kini tengah menguatkan jati diri sebagai negara maritim. Potensi Indonesia di bidang maritim sangat luas dan sekaligus belum dikelola secara optimal. Oleh karena itu, pembangunan poros maritim Indonesia membutuhkan informasi geospasial dalam peningkatan pengelolaan sumberdaya alam kemaritiman dan sebagai instrumen untuk menjaga keamanan dan kedaulatan. Apabila anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut, maka Anda tidak perlu membelah lautan dan berkeliling nusantara untuk melihat berbagai potensi Indonesia di bidang kemaritiman. Cukup datang berkunjung ke Museum Gumuk Pasir, maka rangkuman informasi tentang jati diri Indonesia sebagai maritim akan terungkap.

Museum Gumuk Pasir yang berada di bawah pengelolaan Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP) memiliki koleksi mengenai hal yang berkaitan dengan kondisi keruangan maritim (geomaritim) Indonesia. PGSP sendiri memiliki visi untuk menjadi Pusat Teknologi Informasi Geospasial, pendidikan, penelitian, dan inovasi di bidang

kepesisiran dan kemaritiman di Indonesia. Hal yang ditawarkan oleh Museum Gumuk Pasir, selain tentang geomaritim, juga menjelaskan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan penginderaan jauh dan kepesisiran. Sesuai namanya, Museum Gumuk Pasir juga mengenalkan salah satu fenomena pesisir unik yang ada di Indonesia, yaitu gumuk pasir beserta proses pembentukan, manfaat, dan tantangan yang dihadapi dalam usaha pengembangannya.

Tata letak arsitektur gedung Museum Gumuk Pasir memiliki makna filosofi yang mendalam. Museum Gumuk Pasir mempunyai tiga bangunan utama, yaitu Gedung Kerucut, Lorong Pengetahuan, dan Gedung Pameran. Ketiga bangunan tersebut memiliki filosofi proses terbentuknya gumuk pasir. Gedung Kerucut melambangkan Gunungapi Merapi, Lorong Pengetahuan melambangkan Sungai Opak dan Sungai Progo, sementara Gedung Pameran melambangkan Gumuk Pasir. Untuk urutan kunjungan, pengunjung akan diajak berkeliling museum mulai dari Gedung Kerucut, Lorong Pengetahuan, dan terakhir menuju Gedung Pameran, sesuai dengan urutan proses pembentukan.

TEKNOLOGI WISATA

Berada di Gedung Kerucut lantai satu, pengunjung akan disuguhi pengetahuan tentang kekayaan pesisir di Bantul. Panjang garis pantai di Bantul sekitar 16 km, dengan batas perairan sejauh 4 mil ke arah laut. Terdapat tiga cakupan wilayah pesisir di Kabupaten Bantul, yakni Pesisir Kecamatan Kretek, Pesisir Kecamatan Sanden, dan Pesisir Kecamatan Srandakan.

Pesisir Kecamatan Kretek memiliki Parangtritis, Parangkusumo, Depok, dan Baros. Pesisir Kecamatan Sanden memiliki Kuwaru, Goa Cemara, Samas, dan Pandansari. Pesisir Kecamatan Srandakan memiliki Pandansimo.

Pesisir Kabupaten Bantul mempunyai ciri khas berombak besar, topografi pantai datar sampai landai, dan pantainya berwarna gelap. Pasir berwarna gelap dipengaruhi oleh adanya gunungapi. Terdapat gunungapi yang berperan dalam pembentukan karakteristik Pesisir Selatan Bantul, yakni Gunungapi Merapi dan Gunungapi Sumbing.

Menuju ke lantai 2 Gedung Kerucut, kita dapat melihat tipe pasir dan bebatuan di beberapa daerah di Indonesia. Terdapat tipe pasir yang berasal dari Indonesia bagian Timur seperti Pulau Halmahera, di Kepulauan Maluku; Kabupaten Donggala, di Sulawesi Tengah; Pulau Flores; dan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Sebagian besar pesisir yang berada di Indonesia bagian Timur memiliki pasir berwarna putih, disebabkan material penyusunnya berupa koral. Tipe pesisir yang memiliki gunungapi memiliki pasir berwarna gelap, sebagai contohnya adalah pesisir Pulau Jawa. Masih berada di Gedung

BULETIN GEOMARITIME JUNI 2016

Kerucut lantai dua, ditampilkan beberapa tipe Gumuk Pasir, yaitu tipe barkhan, parabolik, longitudinal, dan transversal. Berbagai pajangan citra satelit, foto udara, foto kenampakan gumuk pasir dari tahun ke tahun tertata dengan apik. Foto-foto tersebut menceritakan perkembangan gumuk pasir dari masa ke masa.

Perubahan penggunaan lahan di kawasan gumuk pasir mulai dari lahan kosong sampai menjadi lahan terbangun terekam keberadaannya.

Perjalanan pengunjung museum dilanjutkan menuju Lorong Pengetahuan menampilkan proses terjadinya gumuk pasir. Pengunjung diajak pemandu seolah-olah menyelami sungai, sembari membaca informasi mengenai proses terbentuknya Gumuk Pasir.

Pembentukan gumuk pasir dimulai dari keluarnya material vulkanik Gunungapi Merapi hingga terbentuknya Gumuk Pasir di Parangkusumo.

Sebagai tujuan terakhir dari perjalanan berkeliling Museum Gumuk Pasir, pengunjung akan diajak menuju Gedung yang menyerupai bentukan Gumuk Pasir. Pengunjung dapat belajar mengenai cara menerbangkan pesawat UAV menggunakan simulator, serta dapat belajar memantau pasang surut air laut secara daring (red: Online). Gedung Pameran lantai satu mendeskripsikan mengenai perkembangan pemetaan dari masa ke masa. Menelusuri sejarah perkembangan teknologi dari masa ke masa akan dapat mengetahui jejak perkembangan teknologi. Semoga Museum Gumuk Pasir dapat berkontribusi terhadap kemajuan dunia pendidikan Indonesia.

44

Peta Penggunaan Lahan Desa Parangtritis

0852-3388-4447 pgsp@big.go.id GeomaritimeSciencePark @GeomaritimeSP pgsp.big.go.id

ISSN