4 minute read

Merajut Pendidikan Multikulturalisme di Dunia Kampus

Oleh: Indah Sari Rahmaini*

sebagai bumbu sentimen masyarakat. Konflik di Aceh misalnya, terjadi pembongkaran gereja di tahun 2015, konflikdiPosopadatahun2000,hingga kasus Konflik Agama di Papua yang berlarutdanberkepanjangan.Perbedaan keyakinan tidak harus dijadikan sebagai alasan perpecahan. Kesadaran atas Indonesia yang memiliki sosio-historis beragamsoalidentitasbangsa,mulaidari Indonesia adalah tanah orang melayu yang beragama Islam ataukah sebuah negara sekuler plural tapi tetap religius. Bagaimanapun perbedaan perspektif tentang sejarah negara, Indonesia tetaplahmiliksemuaidentitassertatidak menjadi alasan tumbuhnya provokator perusak bangsadengan kebenaran palsu yang sering menodai trasnformasi kehidupan sosial bermasyarakat.

Advertisement

Multikulturalisme di Indonesia masihmenjadi cita-citakolektif dalammeresponsheterogenitas

Indonesia sebagai sebuah bangsa mulai dari suku, ras, etnis, dan agama. Narasi keberagaman masih menjadi PR besar bagi negara sebagai bangsa yang didudukiolehberbagai.Melaluiberbagai literatur dan beberapa diskusi, istilah beragam, plural, majemuk, atau multikulturmemilikimaknayangserupa tapi tak sama.

Keadaan masyarakat yang beragam diartikan bahwa masyarakat tahu bahwa orang Jawa memiliki tutur yangmedok,Minangmemiliki masakan rendang yang enak, serta Batak yang dikenal dengan penuturan bahasa yang lantang.HalInimenggambarkananalogi sederhana dari masyarakat yang plural. CharlesTaylordalampoliticrecognition menilaipluralismesebagaiheterogenitas masyarakat yang masih mengakar kuat perasaan primordial kelompok masingmasing identitas. Pluralisme masih memiliki solidaritas yang menguat ke dalam, tetapi memiliki sentimen pada keanggotaan di luar kelompoknya.

Sedangkan masyarakat multikultur adalah sebuah keadaan masyarakatpluralyangtelahmerekognisi adanya keberagaman. Realisasi dalam merajut multikulturalisme sendiri sayangnya banyak dicederai oleh berbagai aktivitas sosial yang merusak integrasi bangsa, menciptakan disfungsi sosial, hingga menimbulkan tendensi konflikantarkelompokidentitas.Agama menjadi salah satu entitas terbesar penyebabdisintegrasitersebut,belumlagi ditunggangioleh kontestasiperpolitikan

... sambungandarihalaman 7

Minggu.Saatiniterdapatsekitar63.400an koleksi buku dengan jumlah total sekitar 300.040-an eksemplar buku. Tidak hanya itu, buku di perpustakaan SoemanHSjugadapatdipinjammelalui daring.

Saat ini, peminjaman buku di perpustakaan Soeman HS juga dapat dilakukan secara daring dengan total 1.313-an koleksi buku dan total sekitar 3000-an eksemplar.

Gedung Perpustakaan Soeman HsinidikelolaolehBadanPerpustakaan Arsip dan Dokumentasi Provinsi Riau. Gedung Perpustakaan Soeman HS ini dikelolaolehBadanPerpustakaanArsip dan Dokumentasi Provinsi Riau. Mimi jugamenjelaskansejarahsingkatgedung perpustakaantermegahdiIndonesiaini.

Gedung perpustakaan Soeman HS dibangun di bekas kantor DPRD Riau.

Berbicara mengenai multikulturalisme tidaklah lepas dari identitaskarenakeberagamanhadiratas adanyaentitasyangberbedadanmelekat ditubuhindividu.Identitasitudijadikan sebagaipembedaantaraselfdanothers Sederhananya, kita diberi nama oleh orang tua sebagai pembeda antar anggota keluarga, lebih luas lagi antar masyarakat luas.

Lebih kompleks lagi, pembeda antara diri (self)dengan orang lain (others) digunakan untuk saling berkonsolidasi dalam menggapai kepentingan.Identitasterhimpunjugadi dalam kepentingan untuk terlihat sama dan berbeda. Analogi sederhana mengenaiidentitasinikemudianjugabisa digunakan untuk menjelaskan mengapa sentimen identitas tidak akan pernah pudar dimakan masa.

Pengakuan akan identitas di ranah kampus melalui berbagai realitas yangterlihatbaikdisaatmaraknyakasus diskriminasi ras, etnis, maupun agama jugatidakjarangdirasakandilingkungan Universitas Andalas. Belum lagi Universitas Andalas yang berlokasi di SumateraBarat,khususnyaKotaPadang, dengan tingkat kepanikan moral dan intoleransi yang cukup tinggi. Beberapa bulanyanglalukitajugatelahmendengar kecamukceritamahasiswayangdihukum karena tidak mematuhi aturan asrama dengan keras sekali singgungannya seputar identitas agama.

Realitasiniseringkitasimakjuga pada lingkungan eksternal kampus. Mahasiswa nonmuslim misalnya, kerap menjadi korban intoleransi dalam memilihareaindekos Merekadiberikan

Dahulunya, terdapatdua gedung kantor DPRD yang sampai sekarang masih berdiri. Gedung tersebut sekarang dijadikansebagaibangunanadministrasi, ruang Kepala, Aula Ismail Suko dan bangunan referensi,AulaWan Ghalib.

"Saat itu, untuk mendukung visi misi Gubernur untuk meningkatkan Sumber Daya, maka diperlukan untuk membangun perpustakaan. Dikarenakan bentuk bangunan gedung ini awalnya tidak memungkinkan menjadi sebuah perpustakaan,makadibangunlahgedung barudiantaraduagedunginiyangberada di tengah dengan total enam lantai," ungkapMimi.

Seorang pengunjung Perpustakaan Soeman HS, Wahyu Fatmawatimembagikan pengalamannya saatberkunjungkeperpustakaan."Sangat nyaman saat berkunjung ke sini, karna terdapatbanyakfasilitasyangmenunjang kenyamanan saatmencaribahan bacaan label yang bermacam-ragam dengan dalih akan memengaruhi ketertiban sekitartempattinggal.Kitajugatidakbisa menutupmatadengandiskriminasiyang dialami identitas minor ini saat melakukan kegiatan akademik, baik di dalam maupun diluar kelas. Dapatdikatakanbahwamerajut masyarakat yang multikultur adalah pekerjaanyangcukuppanjang.Kitakerap menemukan masih adanya celah antar umat beragama dan adnaya body shamingyang dijadikan sebagai bahan lelucondikampus,danberbagaimacam hal lainnya. Didikan multikultur seharusnya dimulai sejak kurikulum pendidikan sekolah dasar yang mengajarkan siswa untuk berteman dengan teman beda etnis, mempelajari kebudayaan lain tanpa adanya egosentris, dan lain sebagainya. Cukup rumit jika kita memutus rantai didikan non-multikulturhanyasaatindividutelah beranja dewasa. untuktugaskuliahataumengerjakantugas kuliahdisini,"ujarFatmapadaKamis(26/ 1/12023).

Menanamkan multikulturalisme jugatidaksebatasmenggunakankonsepkonsep keberagaman di dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila, misalnya. Intervensi teoritis yang diterima oleh mahasiswasejatinyatelahhampirdibawa sejakmasasekolahdengansegalarujukan pustaka mengenai persatuan dan kesatuan bangsa. Tetap saja kepanikan moral terjadi di mana-mana, khususnya SumateraBaratdenganangkakepanikan moraltertinggi keduasetelah Aceh.

Mengakui keberagaman harus bermain di ranah praktis. Lingkungan kampus harus menghindari pandangan perbedaan sikap berdasarkan kelompok etnik maupun agama, tidak hanya mahasiswa, melainkan kepada seluruh civitas akademika. Pemisahan kelas atau perlakuan berdasarkan etnik sudah jelas menjadi antitesa dari pendidikan multikultural.

Penyadaran pendidikan multikulturalismetentusebuahpekerjaan panjang yang tidak hanya melalui selfawarenessdarilingkungan.Arena(field) darirealitasitujugamenjadisebuahironi yang tidak bisa diabaikan. Apalagi tarik ulurkontestasipolitikdikampusmaupun nonkampustelahmeromantisasipraktikpraktik keagamaan sebagai ladang yang selaludipupuk.Sebagaibagiandarianak mudadanbekerjapadaranahakademisi, kita perlu merasa bertanggung jawab untuk mencabut hingga akar penyakitpenyakitdiskriminasidalammenciptakan multikulturalisme ini.

PengunjungPerpustakaanlainnya

Rani Juliana juga turut memberikan tanggapannya tentang perpustakaan Soeman HS yang tidak hanya menyediakanbahanbacaanberupabuku tetapijugaarsip-arsiptentangmasyarakat Melayu Riau yang cukup menarik untuk dibaca. “Pada lantai dasar Perpustakaan SoemanHstersediafasilitastamanbacaan untuk anak-anak. Lantai dua tersedia bahan bacaan untuk remaja. Sedangkan pada lantai tiga tersedia bahan bacaan untuk orang dewasa dan arsip Melayu yangmenyediakanbahanbacaanseputar budayaMelayuyanglengkap,”ujarRani, Kamis(26/1/2023).

Akulturasi tiga budaya yang terdapat dalam arsitektur Perpustakaa SoemanHstelahmenggambarkanbahwa sesuatu yang bersifat tradisional tidak

Rumit bukan berarti tidak bisa. Internalisasi multikultur dapat dimulai melalui aksi yang bisa dilakukan pada kehidupankampus.Mahasiswayangjuga disilaumenjadiagenpenggerak(agentof change)akanmampuuntukmenerapkan multikulturalisme yang tidak hanya sekedar tinggal pada materi per-SKS di perkuliahan, tetapi duduk pada tataran praktis dalam mengakui multi-budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Kampus dewasa ini tidak hanya dimaknai sebagai institusi pendidikan tinggi dalam memenuhi standar pendidikan untuk mendapatkan ijazah sebagaibuktifomaltandatamatbelajar. Berbeda dengan sekolah, kampus menjadi tempat terbaik individu untuk mempersiapkan diri hidup sebagai manusia dewasa. Dunia kampus seperti miniaturkehidupanyangdimanasegala rewarddan punishmentdibebankan secara langsung kepada mahasiswa sebagai replikasi dari warga negara (citizenship).Kebebasanberekspresijuga secara tersirat tergambar melalui simbolisasi bagaimana mahasiswa diberi kebebasan untuk berpakaian hingga pengaturanperkuliahanyangdiambilper semester.

Penyadaran pendidikan multikulturalisme yang sangat potensial dewasa ini adalah melalui demonstrasi dimediasosial.Generasimudaeradigital menjadikanmediasosialsebagai“teman setia”karenabersediauntukmembagikan apasajadikanalnyaseolah-olahaktivitas virtualtelahmenjadisimulasikehidupan nyata manusia.

Setiap pengguna media sosial, berapapun jumlah pengikutnya adalah pengaruhbagiyanglainnya.Pengaruhini akan mengirim informasi hingga menciptakanprosesreproduksiinformasi sebagaiinstrumenutamadimediasosial. Penyebaran pamflet maupun poster secara konvensional, metode ceramah, hinggakegiatanpenyuluhansudahtidak sesuai lagi dengan selera anak muda. Anak muda harus menginisiasi dalam memproduksi makna seperti “menjadi keren dalam perbedaan” di berbagai media sosial seperti TikTok maupun Instagram yang tentu akan lekat di pengetahuan mereka.

*Penulis merupakan Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas serta merta berlawanan dengan modernitas. Hal tersebut dapat berjalanan beriringan tergantung pada pola penerimaan masyarakat terhadap suatu perubahan. Selain itu kombinasi atap berbentuk rehal Al- Quran merupakan sebuah perwujudan lekatnya nilai- nilai agama Islam pada masyarakatsetempat,takterkecualipada aspekpendidikan.Substansinilaitersebut tentu saja dapat menjadi tuntunan bersama di tengah zaman yang terus mengalamiperubahankondisi,agarkita dapatberkembangtanpamerusaknilainilai kebaikan yang telah ada.

*PenulismerupakanMahasiswa DepartemenSastraIndonesia FakultasIlmuBudaya UniversitasAndalas

This article is from: