Videobase

Page 1

1



1


VIDEOBASE: Video, Sosial, Historia Forum Lenteng Š Forum Lenteng - Pusat Informasi Data Penelitian Pengembangan, 2009 Katalog Catalogue Penulis Writers: Hafiz, Mahardika Yudha, Mirza Jaka Suryana, Andang Kelana, Efix Mulyadi Penyelaras Bahasa Proofreaders: Mirza Jaka Suryana Rancangan & Tata Letak Design & Layout: CONTEXT Creative Media Foto Sampul Cover Photo: Wachyu Ariestya Permana dan Syaiful Anwar Pameran Exhibition Koordinator Pameran Exhibition Coordinator: Andang Kelana Artistik Artistic: Hafiz Peneliti Researcher: Hafiz, Ugeng T. Moetidjo, Andang Kelana, Mahardika Yudha, Otty Widasari, Bagasworo Aryaningtyas, Mirza Jaka Suryana Pendanaan & Dukungan Finance & Sponsorship: Faita Novti Krishna, Sherly Triana Hapsari Publikasi Publication: Forum Lenteng Perlengkapan Equipment: Syaiful Anwar, Bagasworo Aryaningtyas Program: Maulana M. Pasha Dokumentasi Documentation: M. Gunawan Wibisono

2

Diterbitkan oleh: Pusat Informasi Data Penelitian Pengembangan Forum Lenteng Published By: Forum Lenteng Center of Information Data Research and Development Program riset Videobase didukung Videobase research program support by: The Ford Foundation

Cetakan pertama First Edition, Maret 2009 Forum Lenteng Videobase Jakarta: Pusat Informasi Data Penelitian dan Pengembangan Forum Lenteng, 2009 100 hal; 15 x 21 cm ISBN: 978-979-19458-0-6 Dicetak oleh percetakan Gajah Hidup. Disalurkan oleh Forum Lenteng Printed by Gajah Hidup printing. DIstributed by Forum Lenteng

Forum Lenteng Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02, Jakarta 12610. Indonesia T/F: +62 21 78840373 | e-mail: info@forumlentengjakarta.org www.forumlentengjakarta.org www.jurnalfootage.net | www.akumassa.wordpress.com


[...] Kehadiran video telah menimbulkan suatu kekhawatiran dalam masyarakat kita. Khawatir akan terjadinya polusi kebudayaan dan nilai-nilai moral dan khawatir akan rusaknya struktur suatu bidang komunikasi massa, yaitu film. [...] Kata Pengantar, hal 1-2, oleh Asrul Sani (Dewan Harian Dewan Film Nasional), Buku Seminar Pengelolaan Teknologi Video untuk Pembangunan, Jakarta 7 – 10 Desember 1981.

3


DAFTAR ISI

4

Video: Cerita Dari Kampung Sendiri (pengantar Bentara Budaya Jakarta)

7 - 8

Videobase: Melihat Sejarah Kita Sendiri (Kuratorial)

9 - 12

Memaknai Sejarah Indonesia Melalui Riset Videobase

13 - 18

Ikhtisar Video Indonesia (catatan riset videobase)

21 - 42

Video Teknologi dan Dampaknya Pada Masyarakat

45 - 55

Sambutan Ketua Dewan Harian Film Nasional Pada Pembukaan Seminar Pengelolaan Teknologi Video Untuk Pembangunan, 7 Desember 1981

57 - 63

Teknologi Video dan Dampaknya Dalam Masyarakat

65 - 74

PRESENTASI

Proyektor 4

79 82 86 90

Video akumassa

94

Anggota Forum Lenteng

96 - 98

Proyektor 1 Proyektor 2 Proyektor 3

-

81 85 89 93


5


6


Video sudah merasuk jauh ke dalam hidup keseharian kita. Tak sedikit rumahtangga yang menggunakannya untuk merekam perkembangan anak sejak bayi. Pernikahan, ulang tahun, atau sekadar sunatan, terasa kurang lengkap tanpa aksi kamera video. Bahkan jasa rekam video untuk berbagai hajatan di pelosok dusun merupakan bisnis setempat yang berkembang dengan bagus. Beberapa artis kampung sukses menyatroni kota-kota besar berkat rekaman video yang menonjolkan aksi goyang mereka di pentaspentas tingkat RW. Belakangan sejumlah anak muda termasuk pelajar sekolah menengah menggunakan peralatan rekam ini untuk mengungkap buah pikiran atau pandangan mereka di dalam film fiksi atau semi-dokumenter. Muncul pula karya-karya berbasis video yang sering digolongkan ke dalam seni media baru. Sebagian yang lain memanfaatkannya untuk menangkap berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan terdekat. Salah satu hasilnya disiarkan oleh stasiun televisi di Jakarta dan menjadi pemberita pertama bencana tsunami di Aceh dan Nias akhir Desember 2004 lalu: sebuah peristiwa dramatis, limpahan banjir bandang dahsyat yang diambil oleh pengguna video amatir dari lantai dua rumah keluarganya. Unsur kebetulan memegang peran penting dalam pengambilan gambar yang berminggu-minggu menjadi ikon siaran televisi nasional itu,

PENGANTAR DARI BENTARA BUDAYA JAKARTA

Video: Cerita dari Kampung Sendiri

7


PENGANTAR DARI BENTARA BUDAYA JAKARTA

namun keteguhan seorang warga untuk melakukannya merupakan faktor penentu. Kita memang tengah menyaksikan tumbuhnya “jurnalisme warga� yang memanfaatkan video, yang potensial untuk menjadi tulang punggung siaran televisi komunitas yang tumbuh subur di berbagai daerah. Video menjadi alat ampuh untuk mengolah cerita dari kampung sendiri, bagi penonton dari kampung sendiri, dan untuk perkembangan kampung itu sendiri.

8

Meski demikian, dibutuhkan penelitian yang bersungguh dengan jangkauan yang luas namun rinci, yang akan sanggup menyuguhkan fakta-fakta seberapa jauh video telah berperan dalam perubahan sosial budaya masyarakat, memilahmilahnya, mencari konteksnya, dan kemudian memberinya makna. Itulah yang coba dipresentasikan oleh pameran “Videobase� ini, sebuah upaya membaca riwayat panjang kehadiran video di tengah masyarakat Indonesia. Penelitian telah dilakukan tahun lalu oleh Forum Lenteng, sebuah organisasi nirlaba yang berdiri tahun 2003 di Jakarta.

Perkembangan yang menarik ini, yang sungguh tertolong oleh kemudahan akses ke teknologinya, terutama berkat harganya yang semakin terjangkau, sulit dibayangkan bisa terjadi pada masa-masa sebelumnya. Secara kasat mata terlihat betapa sebagian warga telah mampu memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, dan tampak pula perannya di dalam dinamika sebuah masyarakat. Riwayat panjang kehadiran video di tengah masyarakat kita sangat khas. Ia merupakan bagian dari kehidupan kontemporer kita, dan jelas pada saat kita berdiri di sini, ia masih terus saja berlangsung dan membentuk dirinya. Perilaku kita dalam menyikapi peralatan teknologi audio visual ini, antara lain, yang masih akan terus ikut merangkai alur sejarahnya.

Upaya memetakan peran teknologi dan aspek penerimaannya di tengah masyarakat seperti ini selalu penting, dan Bentara Budaya Jakarta dengan gembira menyambut uluran tangan Forum Lenteng untuk menampilkannya dalam sebuah pameran untuk umum. Terimakasih kami ucapkan kepada saudara Hafiz yang telah menuliskan kuratorialnya dalam buku pengantar pameran ini. Selamat menikmati pameran.

Efix Mulyadi


KURATORIAL

VIDEO BASE: Melihat Sejarah Kita

Dalam sepuluh tahun terakhir, dunia media audio visual di Indonesia berkembang dengan pesat. Ruang kebebasan yang dicetuskan sejak reformasi memberi arti yang tidak sedikit bagi perubahan ini. Televisi swasta menjamur, yang sebelumnya didominasi oleh televisi pemerintah—Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan munculnya internet yang menggunakan video-online streaming seperti YouTube, Myspace, Facebook, Google, kompas.com, detik.com, guebanget. com dan lain-lain adalah fenomena terakhir dari perkembangan media audio visual ini. Kelompok-kelompok dan individu kreatif yang memproduksi film pendek dan seni video juga bermunculan. Hal ini didukung oleh “mudahnya� mengakses teknologi media audio visual yang semakin murah dan terjangkau masyarakat luas. Video! Kata ini sudah sangat tidak asing bagi kita. Namun, apa itu video? Video berasal dari kata videre yang artinya

9


KURATORIAL

“aku melihat�. Berbeda dengan film, video lahir dari perkembangan teknologi media massa, yaitu; televisi. Jadi, kaidah-kaidah yang melekat pada medium ini tidak pernah lepas dari media massa. Pernahkah kita berpikir bagaimana medium video ini berkembang di Indonesia? Akhir-akhir ini kita lebih sering melihat perkembangan medium video hanya sebagai sebuah perkembangan teknologi dan dunia kreatif untuk seniman/sutradara (videoart/film) saja. Padahal video bukan hanya sebagai medium kreatif/ seni saja, medium ini lahir sebagai teknologi media yang telah membangun budaya baru dalam masyarakat. Kita lupa bahwa sebenarnya video telah banyak mengubah perilaku dan cara berpikir masyarakat. Terutama sejak munculnya Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada 1962. Sampaisampai, pada suatu waktu, video bahkan menjadi sebuah kekhawatiran tersendiri bagi penguasa Orde Baru.

10

Pameran VIDEOBASE—Video-Sosial-Historia adalah sebuah pameran bacaan tentang perkembangan video sebagai medium yang menjadi bagian dari perkembangan fenomena sosial di Indonesia. Forum Lenteng dalam satu tahun terakhir melakukan riset tentang medium video di Indonesia. Diawali dari berdirinya TVRI pada Agustus 1962. Kenapa kami memulainya dari TVRI? Dari bacaan awal ternyata yang membawa teknologi video ke indonesia adalah televisi pemerintah ini. Atas perintah Presiden Sukarno pada tahun 1961, pemerintah memutuskan memasukan proyek media massa televisi dalam proyek pembangunan persiapan Asian Games IV. Forum Lenteng membagi dua periode perkembangan video di Indonesia. Pertama, Masa Analog, yaitu periode perkembangan medium dari berdirinya TVRI hingga runtuhnya kekuasaan Orde Baru. Masuknya medium video di Indonesia tidaklah terlalu tertinggal dari negara maju (Eropa dan Amerika Serikat) jika kita mengacu kepada munculnya stasiun televisi pertama di negeri ini pada 1962. Jadi, kehadiran ledakan televisi dan kuasa media ini di ranah publik di Eropa dan Amerika Serikat sebenarnya tidaklah berbeda dengan kita. Namun, kekuasaan media ini yang memunculkan gerakan pop art, fluxus dan video art sebagai kritik terhadap dominasi ini tidak terjadi di Indonesia. Dominasi TVRI sebagai satu-satunya saluran televisi di Indonesia selama 27 tahun (televisi swasta pertama di Indonesia Rajawali Citra Televisi Indonesia/RCTI mengudara


KURATORIAL

pada 1989) telah menyeragamkan pikiran masyarakat tentang media massa itu sendiri dan persepsi tunggal terhadap kekuasaan yaitu pemerintahan Orde Baru. Kehadiran peranti pemutar video pada 1974 secara bebas telah “cukup� menggoyang persepsi tontonan di masyarakat (lihat iklan produk pemutar video AKAI di koran Sinar Harapan, 5 Januari 1974). Video mulai masuk ke rumahrumah kelas tertentu. Dominasi TVRI sebagai satusatunya tontonan dan hadirnnya “video� di rumah mulai mengkhawatirkan pemerintah Orde Baru. Dalam berbagai komentar di media massa, urusan video lebih banyak tentang moral, norma sosial, video yang akan merusak dan lainlain. Video lebih banyak diperdebatkan dalam konteks pelarangan dan ketakutan-ketakutan, sebelum ia digunakan sebagai medium yang lebih produktif. Pemerintah dalam hal ini Departemen Penerangan merasa perlu melakukan tata laksana penggunaan video ini. Pada 7-10 Desember 1981, Dewan Film Nasional melakukan Seminar Pengelolaan Teknologi Video untuk Pembangunan dengan rekomendasi agar pemerintah membuat aturan pengelolaan video dan distribusinya. Kedua, Masa Digital, yaitu periode perkembangan teknologi video di era digital. Persebaran teknologi digital (video, komputer, internet, hardware dan software) yang mulai meluas pada tahun 1996 ditandai dengan mudah dan murahnya teknologi ini yang dapat diakses oleh masyarakat. Masa Digital kami asumsikan sebagai masa demokrasi dan perubahan dalam masyarakat dalam mengapresiasi teknologi ini. Perubahan yang paling mendasar adalah runtuhnya rezim Orde Baru pada 1998. Peran teknologi digital (internet, video dan short message service/SMS) dalam gerakan-gerakan pro-demokrasi tidaklah dapat diabaikan dalam peristiwa gerakan Reformasi di Indonesia. Pameran VIDEOBASE: Video-Sosial-Historia menampilkan sketsa tentang perkembangan dua periode medium video di Indonesia. Dalam hal ini ditampilkan bebagai kepingan (footage) video dari berbagai sumber yang kami bagi dalam beberapa bagian; publik (media massa), privat (dokumentasi pribadi/keluarga) dan teknologi digital (online video streaming dan video handphone). Video-video ini kami temukan berdasar pencarian dari berbagai sumber. Dipresentasikan juga beberapa wawancara dengan para pelaku pembuat video di Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang

11


KURATORIAL VIDEOBASE

12

menggunakan video pada awal mulai merebaknya penggunaan video ini di wilayah privat (untuk kepentingan dokumentasi keluarga dan sebagainya). Juga ada kutipan-kutipan teks dari temuan dokumentasi media massa dan makalah Seminar Pengelolaan Teknologi Video untuk Pembangunan oleh Dewan Film Nasional, Desember 1981. Forum Lenteng dalam pameran ini juga menampilkan karyakarya video anggotanya sejak lima tahun berdiri pada 2003. Karya-karya ini sebagian besar belum pernah dipresentasikan ke publik luas di Indonesia, namun telah dipresentasikan dalam berbagai gelaran besar pameran seni media dan festival film internasional. Kami membagi dalam empat bagian dari puluhan karya-karya Forum Lenteng yaitu; video tentang kota di dunia, video yang bersifat naratif, video eksperimentasi bentuk dan editing, serta video metaforik yang membangun citra visual imajinatif tentang persoalan-persoalan sosial di Indonesia. Video-video ini merupakan kumpulan dari berbagai program Forum Lenteng (Massroom Project, Videopoem, Video Kontrakan Kita, Program Cerpen Untuk Filem, VIDEOKOTA dan karya individu) hingga sekarang, sebagai usaha dalam menelaah persoalanpersoalan sosial budaya dengan menggunakan medium video. Pada kesempatan pameran VIDEOBASE: Video-Sosial-Historia ini, juga dipresentasikan video-video program AKUMASSA— sebuah program video/media partisipatoris Forum Lenteng yang berkerjasama dengan komunitas lokal di beberapa daerah di Indonesia (www.akumassa.wordpress.com). Program ini merupakan usaha persebaran medium video di komunitas lokal dalam upaya untuk merekam sejarah kini dari perspektif masyarakat sendiri. Demikianlah, pameran ini berusaha merekam dan mempresentasikan dengan sketsa-sketsa sederhana tentang perkembangan medium video dalam masyarakat kita. Hal ini merupakan sebuah usaha kami dalam merangkum, mendata aspek-aspek sosial dan budaya—yang mencakup kesejarahan dan kekinian di dalam kerangka kajian—yang sejalan dengan perkembangan zaman. Semoga sketsa dari Pameran VIDEOBASE— Video-Sosial-Historia ini dapat membawa kita untuk melihat tentang perkembangan sejarah sosial, politik dan kebudayaan kita. Hafiz (Kurator/Pembuat Video)


Memaknai Sejarah Indonesia Melalui Riset Video

Pada sebuah halaman di harian Kompas, Desember 1981, terpampang iklan mengenai kamera video. Cukup istimewa, sebab iklan itu ingin menunjukkan bagaimana teknologi video telah menelusup ke ruang-ruang intim dalam masyarakat. Lebih jauh, teks iklan tersebut menyebutkan: “Kini Anda sekeluarga menjadi bintang film.� Teks ini seakan mengungkapkan bahwa menjadi bintang film adalah capaian prestasi tertinggi dalam kehidupan personal, terutama bagi orangorang Indonesia. Iklan ini mengklaim sebuah era baru kehidupan, di mana setiap orang, setiap keluarga, setiap bagian dari masyarakat suatu negara, mampu mengabadikan setiap momen, baik dianggap penting ataupun biasa, dengan begitu mudahnya. Kecanggihan teknologi sistem video portabel dalam iklan tersebut, yang juga dilengkapi dengan kaset video rekam warna, yang menyediakan pemutaran balik instan, bahkan

13


diklaim memiliki keuntungan lebih besar dibanding film. Suatu tantangan atas dominasi film, melalui teknologi seluloidnya, yang juga merupakan tantangan terhadap persepsi visual masyarakat waktu itu. Teknologi kamera seluloid dianggap telah menjauhkan jarak antara individu dengan gambaran yang dihasilkannya. Menjauhkan subjek dengan objek. Gambaran dunia yang dihasilkannya pun menjadi semacam penegas garis pisah antara orang-orang berlimpah dengan orang-orang biasa. Sedang kamera video mencoba untuk menghilangkan batas-batas tersebut. Sebelumnya, di harian Sinar Harapan, 5 Januari 1974, sebuah iklan kamera video dengan klaim sama terpampang. Hanya saja, dalam iklan ini tak jelas apakah kamera video itu memakai sistem warna atau tidak. Namun, satu persepsi yang ingin dibangun: kamera video lebih praktis, bermanfaat, menyenangkan dan murah. Begitu praktis dan murahnya kamera video, membuat setiap orang mampu memilikinya dengan tanpa halangan berarti.

14

Disadari atau tidak, video kini telah menjadi bagian penting dalam proses pencatatan sejarah. Kenangan hari ini untuk dimaknai kembali di hari esok. Representasinya beragam di mata pengguna dan penikmat tayangannya. Eforia publik terhadap kamera video menjadi kenyataan seharihari masyarakat, tidak hanya yang tinggal di perkotaan, melainkan juga yang tinggal di pedesaan.

Iklan Video dan Efek Representasi Harian Sinar Harapan, 11 Juni 1971, menampilkan promosi satu unit televisi merek SHARP jenis 23G-5S. Dalam iklan tersebut terdapat teks yang cukup menonjol bertuliskan: “6 SPEAKER EX JAPAN_lebih kontras lebih djelas_�. Jika ditilik lebih jauh, iklan ini agak ketinggalan zaman, sebab sebelumnya, pertengahan Maret 1971, Bina Graha memamerkan produk televisi berwarna pertama. Merek televisi berwarna itu Philips. Tentu ini berbanding terbalik dengan iklan televisi SHARP yang masih berupa hitam putih. Lalu, apa yang ingin ditonjolkan produk ini? Dari teks iklan, kita dapat membaca bahwa yang ingin ditonjolkan adalah kekuatan suara dan kejernihan gambarnya. Garis bawah pada kata “EX�, seakan ingin mengingatkan hubungan Indonesia dengan Jepang, yang sering


disebut sebagai ‘saudara tua’. Pada iklan ini, belum ada representasi kenyataan yang tergambar di layarnya. Teks “lebih kontras dan lebih jelas” tidak sama dengan “lebih asli” atau “mendekati kenyataan”. Sebab itulah, dalam iklan TV di media cetak ini belum ada representasi produksi visual. Menyadari ketidakmemadaian iklan media cetak, perusahaan swasta mulai memandang pentingnya penggunaan medium iklan gambar bergerak. Pada tahun 1973, TVRI mulai menayangkan iklan video. Tiap bulannya ada sekitar 3.000 macam produk primer (termasuk juga barang-barang mewah) dipromosikan lewat TVRI. Iklan peralatan rumahtangga dan obat-obatan mendominasi acara siaran niaga I, yang ditayangkan pukul 18.30-19.00, dan siaran niaga II, yang ditayangkan pukul 20.30-21.00. Pendapatan iklan video di TVRI terbilang luar biasa. Dalam tahun anggaran 1979/1980, pendapatan iklan TVRI berjumlah Rp. 7,6 miliar. Pada tahun anggaran 1980/1981, pendapatan iklan ditaksir mencapai Rp. 20 miliar. Namun, kuatnya efek representasi visual bergerak iklan-iklan TVRI waktu itu dinilai punya pengaruh psikologis pada anak-anak. TVRI selalu kebanjiran iklan. Sebanyak 20% waktu siaran komersial TVRI dihabiskan untuk menayangkan produk konsumsi orang dewasa seperti rokok dan bir. Banyak pihak memprotes tayangan iklan-iklan semacam ini. Atas dasar protes tersebut, presiden Soeharto kemudian mengambil keputusan menghapus iklan visual bergerak di TVRI. Keputusan ini disampaikan pada presentasi Nota Keuangan dan RAPBN 1981/1982 di DPR, 5 Januari 1981. Dus, tertanggal 1 April 1981, siaran iklan di TVRI ditiadakan. Akan tetapi, benarkah iklan video memberi pengaruh buruk pada masyarakat? Persoalan ini sangat bisa diperdebatkan. Sebelum ada iklan, acara-acara TVRI lebih sering menyuguhkan pidato, penandatanganan perjanjian, dan tayangan-tayangan resmi dari pemerintahan berkuasa. Bahkan semua acara resmi ini ditayangkan pada jam-jam utama. Dari sisi politik kekuasaan, penayangan iklan-iklan di TVRI dinilai membahayakan, sebab bahasa iklan yang informatif dan mudah dicerna karena dimungkinkan pula secara visual begitu akrab dengan masyarakat. Penguasa Orde Baru jelas mengkhawatirkan runtuhnya politik representasi informasi visual resmi pemerintahan dengan yang dilakukan oleh pihak swasta (periklanan). Itu sebab kenapa iklan

15


visual bergerak di TVRI dihapuskan. Alasan penghapusan sepertinya memang masuk akal, “Untuk mengurangi gaya hidup konsumerisme.�

16

Persoalan akan tampak berbeda jika kita mengaitkan produksi iklan video sekarang. Jika iklan video di masa Orde Baru dihapuskan dengan anggapan untuk menangkal adanya efek samping merugikan bagi semangat pembangunan, maka iklan visual belakangan ini jelas sangat berbeda. Kekuatan ilusif gambar bergerak membuat masyarakat tidak lagi mampu membedakan kenyataan dan fiksi. Sebagai contoh, iklan video partai-partai selama musim kampanye pemilu 2009. Kekuatan gambar dan suara dari iklan-iklan politik tersebut sangat bisa menggiring masyarakat untuk mengambil keputusan menguntungkan bagi partai yang dimaksud. Tentu semua bergantung pada kecerdasan pengolahan gambar dan suara dari pembuatnya. Melalui iklan video, citra seseorang yang dulunya dianggap buruk meningkat ke semacam status pahlawan. Bahkan citra pemerintah yang melakukan suatu hal berdasarkan mekanisme keputusan politik bisa dianggap sebagai hasil kerja seorang diri, dengan tanpa melibatkan unsur-unsur resmi pemerintahan lainnya. Kita melihat di sini, bahwa video menjadi semacam representasi pernyataan politik dalam keriuhan eforia publik.

Video: Representasi Politik dan Eforia Publik Dalam sepuluh tahun terakhir, semesta media audio visual di Indonesia berkembang luar biasa. Ruang kebebasan yang dicetuskan sejak reformasi berkontribusi besar bagi perubahan ini. Televisi swasta menjamur, siaran berbayar banyak bermunculan dan internet bukanlah barang baru lagi. Sekarang, masyarakat Indonesia bisa dengan sangat bebasnya menyaksikan dan mengunduh video-online streaming seperti YouTube, Myspace, Facebook, Google, kompas.com, detik.com, guebanget.com dan lain-lain. Tidak hanya itu, masyarakat juga bisa dengan bebasnya mengunduh dan menyaksikan tayangan video-video porno, yang dianggap merusak moral. Berbagai kelompok maupun individu kreatif muncul memproduksi film pendek dan seni video. Semua merasakan berkah dari semakin mudah dan murahnya akses kepemilikan teknologi audio visual. Jika kita harus melacak, video lahir di Indonesia sebagai


pemenuhan kebutuhan komunikasi dan hiburan masyarakat. Video, menjadi semacam produk istimewa karena memungkinkan setiap orang untuk bisa memilikinya tanpa mengeluarkan biaya mahal. Namun, kemampuan teknologi video untuk mencapai relung-relung terdalam masyarakat di era awal kemunculannya, masih belum terlalu kuat. Distribusi video di era kekuasaan Orde Baru, atau yang dikenal sebagai era analog, cenderung terpusat dan seragam secara isi. Komunikasi pesan melalui tayangan TVRI dikendalikan untuk kepentingan kekuasaan. Perspektif kebenaran disesuaikan dengan pandangan penguasa. Selama lebih dari 32 tahun, persepsi tunggal dipertahankan sampai kemudian muncul gerakan reformasi. Rezim reformasi, yang dimulai sejak tahun 1998, menandai kebangkitan demokratisasi. Seiring dengan itu, era teknologi video digital pun berkembang pesat. Sekarang, kita menyaksikan massifnya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap tayangan video. Hal tersebut membawa pergeseran pada selera tontonan masyarakat menjadi lebih beragam. Saluran televisi kabel dan berbagai stasiun televisi swasta free-to-air turut meramaikan kemajemukan ini. Belum lagi penggunaan internet dan kamera telepon genggam, menjadi bagian keseharian masyarakat, baik di kota maupun desa. Tidak hanya para profesional, amatir pun menggunakan video secara massal sejalan dengan semakin terintegrasinya teknologi video dengan perangkat komputer dan telepon genggam. Masyarakat kemudian didekatkan satu sama lain melalui perangkat video. Berbagai peristiwa, mulai dari kejadian sehari-hari, berita-berita politik, teror bom dan tsunami, sampai acara bincang-bincang dan gosip televisi, tertangkap begitu dekat oleh masyarakat penontonnya. Tidak heran pula jika video menjadi media pembusukan politik (political decay), saat mampu mengungkapkan skandal-skandal politisi menerima suap di tempat parkir atau sedang bercinta dengan pasangan selingkuhnya. Video telah menjadi representasi politik di keriuhan eforia publik. Keinginan publik untuk tahu seluk beluk dunia di sekitarnya terpenuhi hanya dengan tayangan video.

17


Riset Video untuk Memaknai Kembali Sejarah Mencermati sejarah Indonesia melalui video menjadi satu gerakan penting. Sejarah memang berpihak pada pemenang. Kenyataan dibentuk sedemikian rupa sesuai kehendak penguasa. Namun melalui video kita diharuskan berpikir ulang untuk memposisikan diri dalam pergulatan zaman. Belakangan ini kita lebih sering memaknai perkembangan medium video hanya sebagai sebuah perkembangan teknologi dan dunia kreatif untuk seniman/sutradara seni video/film saja. Padahal video bukan hanya sekadar medium kreatif. Medium ini lahir sebagai teknologi media yang telah membangun budaya baru dalam masyarakat. Kenyataannya, video telah banyak mengubah perilaku dan cara berpikir masyarakat. Sampai-sampai, video dianggap sebagai kekuatan berbahaya bagi penguasa Orde Baru.

18

Kini, kita menyaksikan selusup video, yang masuk jauh ke relung-relung terpencil kehidupan. Berbagai peristiwa tampak kurang lengkap jika tidak melibatkan rekaman kamera video di dalamnya. Perkawinan, kelahiran, ulangtahun, sunatan, gelaran musik kampung, hampir semua melibatkan kamera video. Bisnis jasa rekam video di pelosok pun cukup menjanjikan. Roda sosial dan ekonomi bergerak cepat dan pertukaran-pertukaran budaya berlangsung dalam waktu singkat, seiring dengan semakin berkurangnya jarak spasial antarmanusia, sebagai kelanjutan dari percepatan globalisasi. Upaya penelitian komprehensif yang mampu merekam dan mempresentasikan perkembangan medium video dalam masyarakat kita sangat diperlukan. Dengan penelitian komprehensif tentang perkembangan medium video di masyarakat Indonesia, kita akan mampu merangkum serta mendata aspek-aspek sosial dan budaya, yang sejalan dengan perkembangan zaman.

Mirza Jaka Suryana Editor in-chief www.jurnalfootage.net


19


20


RISET VIDEOBASE

IKHTISAR VIDEO INDONESIA: MASA ANALOG Asian Games IV dan Kelahiran TVRI Asian Games IV diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 24 Agustus 1962 sampai 4 September 1962. Sebanyak 16 negara, 15 cabang olahraga dan 1.460 atlet ikut bertanding dalam pesta olahraga tersebut. Pada Asian Games IV ini, Indonesia tidak mengundang tim dari Israel dan Taiwan, dengan alasan menghormati negara-negara Arab dan Republik Rakyat Cina. Keputusan ini ditentang oleh Komite Olimpiade Internasional (KOI), yang menyebabkan Indonesia diskors dari olimpiade Tokyo tahun 1964, karena Taiwan dan Israel adalah anggota resmi Perserikatan Bangsa-bangsa. Presiden Soekarno berang dan memutuskan keluar dari keanggotaan KOI. Ia menuduh KOI sebagai antek imperialisme. Mengancam akan membuat olimpiade tandingan.

21


RISET VIDEOBASE

Sebelum pelaksanaan Asian Games IV di Jakarta, Presiden Soekarno memasukkan media televisi sebagai bagian dari proyek pembangunan menyambut pesta olahraga besar tersebut. TVRI menjadi salah satu proyek ambisius Soekarno, yang waktu itu menginginkan negerinya tidak disebut terbelakang dan ketinggalan zaman. Alhasil, dengan segala ketidakmatangannya –perencanaan, manajemen, peralatan dan perlengkapannya— TVRI tumbuh di tengah kekuasaan otoriter Orde Lama. Pada 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No.20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). Lalu, pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina untuk keperluan berobat karena menderita penyakit kencing batu, mengirim teleteks kepada Menteri Penerangan waktu itu, Maladi, untuk segera menyiapkan proyek televisi dengan jadwal sebagai berikut: 1. Membangun studio di eks AKPEN (Akademi Penerangan) di Senayan.

22

2. Membangun 2 pemancar berkekuatan 100 watt dan 10.000 watt dengan menara setinggi 80 meter. 3. Mempersiapkan software (program dan tenaga). TVRI mengudara pertama kali dengan siaran percobaan peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 pada 17 Agustus 1962 dari halaman Istana Merdeka. Dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt, jangkauan siaran ini masih terbatas. Kemudian pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Senayan, pukul 14.30 WIB. 12 November 1962, TVRI mulai mengudara secara reguler. Siaran TVRI dimajukan dari pukul 19.30-21.30 menjadi 19.00-21.30 pada tanggal 1 Maret 1963. Kemudian muncul model Titi Qadarsih sebagai bintang iklan Skuter Lambretta (waktu itu iklan TV dibatasi 15%). Pada 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No.215/1963 tentang pembentukan Yayasan Televisi Republik Indonesia dengan pimpinan umum Presiden RI. Menyikapi skorsing KOI terhadap Indonesia, GANEFO (Games of the New Emerging Forces) diselenggarakan di


RISET VIDEOBASE

Jakarta pada November 1963. Janji Soekarno membuat olimpiade tandingan dilaksanakan. Pesta olahraga ini mengikutsertakan negara-negara dunia ketiga. Sebanyak 2.200 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Timur datang ke Senayan. Dengan semboyan “Maju Terus Jangan Mundur”, GANEFO berlangsung sukses meski diboikot negara-negara dari blok Barat.

TVRI: Film Gerakan 30 September 1965 Arifin C. Noer menyutradarai film Pengkhianatan G30S/ PKI yang diproduksi pada tahun 1984 (19 tahun setelah peristiwanya terjadi). Film ini dibuat atas pesanan Pusat Produksi Film Negara (PPFN). Saat film ini selesai dan diedarkan, setiap murid sekolah di seluruh negeri diwajibkan menontonnya. Pengkhianatan G30S/PKI menjadi film bioskop terlaris di Jakarta tahun 1984, ditonton oleh 699.282 orang. Sejak tahun 1985, setiap tahun di tiap malam 30 September, TVRI menayangkan film tersebut. Televisi swasta yang belakangan hadir sejak 1989 pun diwajibkan melakukan rilei atas film Pengkhianatan G30S/PKI. Hal itu berlangsung terus hingga 1997—saat rezim Orde Baru di ambang keruntuhan. Rezim Orde Baru mewajibkan seluruh warganya menonton dan mempercayai versi tunggal peristiwa Gerakan 30 September 1965, berdasarkan tayangan itu.

Sistem Siaran Televisi Indonesia: PAL Pertarungan politik: Usaha terakhir untuk menyatukan sistem-sistem TV-Berwarna itu telah diselenggarakan di Oslo, Norwegia pada tanggal 1 Juli 1966. Dari 75 Negara yang hadir: • 8 memilih NTSC—sistem Amerika Serikat, National Television System Committe (a.l. AS, Jepang). • 17 memihak PAL—sistem Jerman Barat, Phase Alternative Line (a.l. Jerman Barat dan Belanda). • 37 (yaitu 59,7%) memilih SECAM—sistem Prancis, Séquentiel Couleur à Mémoire (a.l. Uni Soviet). • 13 telah abstain (a.l. Italia).

23


RISET VIDEOBASE

Maka telah terbukti, bahwa perpecahan ini adalah nyatanyata politis, Rusia dan Prancis pada waktu itu terangterangan membuka kartu untuk bekerjasama. Atas kekhilafan taktis psikologis itu, Inggris telah menjawab dengan keputusan politis. Negara ini sangat anti De Gaulle pada waktu itu dan telah memilih sistem PAL. Kini negara-negara Arab di sekitar Lautan Tengah telah memilih SECAM (libanaon, Aljazair, Tunisia, Mesir, dsb). Dalam persaingan PAL-SECAM di Libanon umpamanya, ada suara-suara pers yang tidak malu-malu menghubungkan persoalan ini dengan sengketa Timur Tengah.

24

Negara-negara sosialis telah mengikuti jejak Soviet Rusia dan memilih SECAM pula. Juga, negara-negara Amerika Latin banyak yang memihak SECAM pula. Sebaliknya, negara-negara kaya, seperti Jerman Barat, Belanda, Swiss dan negara-negara Skandinavia telah menganut sistem PAL […] Seperti diketahui umum dari berita surat kabar, kerjasama negara kita dengan Jerman Barat dan Belanda dalam bidang Mass-Media sangat erat dan terus meningkat. Kerjasama ini didukung/dikontrol oleh Kapital Jerman dan Belanda, yang kebetulan memegang kekuasaan royalties PAL. Kini oleh berita pertengahan Maret tersebut pada permulaan tulisan kita ini, negara kita telah melangkah ke sistem PAL (sadar atau tidak). Seperti Jerman di waktu yang lampau, Jerman jaman sekarang ini akan tetap mempergunakan politik “Fait Accompli”. Contoh yang paling aktuil adalah seperti yang baru-baru berlangsung di Yugoslavia. Seperti diketahui umum pula, kalangan-kalangan tertentu dan birokrasi di negara kita sangat “sensible” atas pelbagai macam desakan. Menurut laporan-laporan, TVRI kita tidak asing pula atas praktek-praktek tersebut. “Memang sudah menjadi kebudayaan kita”, pernah berkata Dr. Mohamad Hatta. (DM Sarapil, BUDAJA DJAJA/36/Tahun ke-4/Mei/1971/ hal.262-265)


RISET VIDEOBASE

Pertengahan Maret 1971, gedung Bina Graha mengadakan pameran laporan kegiatan departemen-departemen pemerintahan Indonesia yang dipresentasikan secara visual. Tahun-tahun sebelumnya, Presiden Soeharto selalu mengadakan inspeksi langsung untuk melihat perkembangan pelaksanaan PELITA (Pembangunan Lima Tahun). Inspeksi pada tahun tersebut bisa dilakukan melalui pesawat penerima televisi, yang menayangkan gambar, grafik, angka, statistik, maket ataupun miniatur proyek. Dan kali ini giliran Departemen Pertanian yang mempresentasikan kemajuannya. Pameran ini menjadi istimewa sebab untuk kali pertama, sebuah unit televisi berwarna yang khusus diimpor dari Belanda dipertontonkan di Indonesia. Pameran unit televisi bermerek Philips ini dimaksudkan sebagai percobaan TV berwarna di Jakarta dan akan dipergunakan selama ada pameran-pameran di Bina Graha. Koninklijke Philips Electronics N.V. (Royal Philips Electronics Inc.), yang juga dikenal dengan Philips, merupakan salah satu dari perusahaan elektronik besar dunia, yang didirikan dan bermarkas di Belanda. Disadari atau tidak, pemilihan sistem PAL, yang merupakan sistem siaran televisi di Belanda, sangat dilandasi hubungan bilateral Indonesia-Belanda. Tahun 1971, Indonesia mengukuhkan sistem PAL pada siaran televisi analog.

Indonesia-Jepang: Malari Tanggal 12-13 Januari 2002, PM Jepang, Junichiro Koizumi berkunjung ke Indonesia. Sama sekali tidak ada demonstrasi menyambut kedatangannya. Kontras dengan apa yang terjadi 28 tahun sebelumnya. Selasa, 15 Januari 1974, paling sedikit 11 orang tewas, 300 luka berat dan ringan, serta 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 buah bangunan rusak berat. Sedikitnya 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. Peristiwa itu terjadi ketika PM, Jepang Kakuei Tanaka melakukan kunjungan ke Jakarta, 14-17 Januari 1974. Waktu itu, 14 Januari 1971, mahasiswa merencanakan menyambut kedatangan Kakuei Tanaka dengan

25


RISET VIDEOBASE

berdemonstrasi di bandar udara Halim Perdanakusuma. Karena penjagaan ketat aparat keamanan, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara, kecuali beberapa orang saja. Tanggal 17 Januari 1974, pukul 08.00 pagi, PM Jepang tersebut berangkat dari Istana tidak dengan mobil, melainkan diantar langsung Presiden Soeharto dengan menggunakan helikopter dari gedung Bina Graha ke bandar udara Halim Perdanakusuma. Peristiwa 15 Januari 1974, yang dikenal dengan nama ”Malari” (bisa berarti ”Lima Belas Januari” atau bisa pula ”Malapetaka 15 Januari”) 1974, dapat dilihat dari berbagai perspektif. Banyak orang memandangnya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0201/18/ opi01.html)

26

Kolom “Kontak Pembaca” di harian Sinar Harapan, Sabtu, 12 Januari 1974, memuat tulisan seorang pemirsa TVRI yang melakukan kritik tajam atas logo Seiko pada jam yang biasa tertayang di layar televisi. Logo ini kemudian diganti dengan logo TVRI. Kontak Pembaca berjudul TVRI Overacting itu ditulis tiga hari sebelum peristiwa Malari, dari seseorang yang menamakan dirinya, M. Sani. Keterangan “bukan antek Jepang” di bawah namanya, mengisyaratkan ketidaksukaannya pada produk kapitalisme Jepang. Kedatangan PM Jepang saat itu memang diasosiasikan dengan penjajahan dalam bentuk lain. Penjajahan ekonomi. Jepang, melalui lembaga pendana ODA (Official Development Assistance/Bantuan Resmi Pembangunan), sangat berperan besar dalam proses pembangunan di Indonesia. Namun, sebagai timbal baliknya, sebagian besar kekayaan alam Indonesia berupa minyak, gas, dan lainnya, dijual ke Jepang. Pada waktu itu, masyarakat melihat bahwa ODA merupakan perpanjangan dari politik ketergantungan negara miskin kepada negara-negara maju. Politik ketergantungan ini tampak pada sebagian besar bantuan ODA yang diberikan dalam bentuk pinjaman (berkisar antara 65-85 persen). Praktis, Indonesia terus menumpuk utang kepada Jepang untuk membiayai pembangunannya.


Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa diluncurkan dari Tanjung Kennedy, Florida, Amerika Serikat, 8 Juli 1976 pukul 06.00 waktu setempat, atau 9 Juli 1976 sekitar pukul 07.00 WIB. Satelit Palapa dipesan oleh pemerintah Republik Indonesia dari Hughes Aircraft Company di El Segundo, California. Dari situ, satelit dibawa ke Cape Canaveral (Tanjung Kennedy) untuk diluncurkan. Indonesia menjadi negara ketiga yang menggunakan SKSD setelah Amerika Serikat dan Kanada.

RISET VIDEOBASE

Satelit Palapa: Politik dan kekuasaan

Nama ‘Palapa’ diberikan Presiden Soeharto pada Juli 1975. Pemberian nama ini diilhami oleh sumpah Mahapatih Gajah Mada, dikenal dengan Amukti Palapa, yang bercitacita untuk menyatukan Nusantara di bawah kerajaan itu. Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit tahun 1258 Saka (1336 M). Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pararaton, yang berbunyi: Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa. Sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Terjemahannya: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Beliau Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”. Gurun=Nusa Penida, Seran=Seram, Tañjung Pura=Kerajaan Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat, Haru=Sumatera Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo), Pahang=Pahang di Semenanjung Melayu, Dompo=sebuah daerah di pulau Sumbawa, Bali=Bali, Sunda=Kerajaan Sunda, Palembang=Palembang atau Sriwijaya, Tumasik=Singapura.

27


RISET VIDEOBASE

Sehubungan dengan pembangunan SKSD ini, 40 stasiun bumi dibangun tersebar di 26 ibukota propinsi dan 14 di pusat-pusat pengembangan industri dan pertanian. Sebanyak 220.000 nomor telepon yang ada di seluruh tanah air direncanakan bertambah menjadi 449.000669.000 nomor. 12.500 saluran teleks ditingkatkan menjadi 14.280 saluran. Semua penambahan ini ditargetkan selesai pada tahun 1977/1978.

[...] Kita ambil salah satu contoh seperti yang dikemukakan oleh Menteri Perhubungan Emil Salim kepada pimpinan mass-media di ibukota, bahawa selain di ibukota-ibukota propinsi stasiun bumi dengan salurannya juga dipasang di tempat-tempat yang “terpencil� tetapi memiliki potensi sosial ekonomis yang cerah, baik sekarang maupun perkembangannya kemudian hari, seperti Waingapu, Palangkaraya, Saroako, Tembagapura, Ternate dll [...] (Sinar Harapan, 9 Juli 1976).

28

[...] Dengan menempatkan stasiun-stasiun bumi di tempat-tempat tersebut, maka secara berangsur tetapi pasti kebijaksanaan kita di bidang perataan ekonomi penduduk akan dapat direalisir. Masyarakat tidak lagi terpaksa hanya berorientasi ke kota-kota besar, tetapi juga karena sarana sudah tersedia maka pembangunan tempat-tempat “terpencil� yang memiliki potensi besar akan bisa lebih dikembangkan [...] (Sinar Harapan, 9 Juli 1976).

Sumber-sumber tertulis waktu itu dapat dijadikan bahan analisa bahwa ternyata satelit Palapa bukan semata bagi kepentingan rakyat Indonesia pada umumnya. Pada tahun-tahun tersebut, daerah terpencil merupakan pusat pertambangan. Namun masyarakatnya dikenal miskin, sehingga untuk memiliki pesawat televisi saja hampir mustahil. Tentu saja, yang menikmati saluran televisi di sini kebanyakan warga asing kaya. Sebagai contoh adalah warga asing yang hidup di daerah pertambangan Timika, Irian Jaya (sekarang provinsi Papua), di mana PT. Freeport bercokol. Seperti diketahui, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc., merupakan produsen emas terbesar di dunia. Markas


RISET VIDEOBASE

pertamanya di New Orleans, Louisiana, lalu berpindah ke Phoenix, Arizona. Freeport merupakan produsen perdagangan tembaga dan molybdenum terbesar di dunia. Lebih dikenal dengan tambang Grasberg di Propinsi Papua, Indonesia, perusahaan ini merupakan pembayar pajak terbesar kepada pemerintah Indonesia. Tambang dan pabrik bijih besinya mengandung tembaga, emas, molybdenum dan perak yang dipasarkan ke seluruh dunia. [...] Segala gerak-gerik pertimbangan negara-negara super power maupun negara-negara yang akan memegang peranan di Asia Tenggara, semuanya ini akan berkisar pada arti dan peranan beberapa jenis sumber daya alam di masa mendatang. Melihat letak geografis Indonesia, pertimbangan geopolitik serta melihat peningkatan Asean dan apa yang harus diperhitungkan dengan apa yang terjadi dalam jazirah Indocina yang sejak dulu selalu mempunyai peranan penting dalam hubungannya dengan “super powers�, semuanya ini akan berkisar pada bagaimana kita memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang kita miliki [...] [...] Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita bisa secepat mungkin memanfaatkan sumber-sumber daya alam sedemikian rupa sehingga manfaat tersebut tidak habis dalam waktu 5 atau 10 tahun, tetapi sedapat mungkin mengamankannya untuk 100 tahun yang akan datang [...] (Sinar Harapan, 26 Agustus 1976)

Menurut majalah Tempo, seluruh kontrak SKSD bernilai US$ 153,7 juta atau sekitar Rp. 700 miliar. Estimasi tersebut dihitung dari kontrak dengan Hughes Aircraft Company untuk membuat satelit Palapa (HS-333), kontrak dengan NASA untuk peluncuran satelit dengan roket Delta-Nasa/2914, kontrak dengan Philco Overseas Services (AS), juga bersama Hughes untuk pembangunan stasiun-stasiun utama pengendali satelit dan stasiunstasiun lintasan termasuk juga di dalamnya kontrak dengan Federal Electric International (ITT) dengan jumlah stasiun 40 buah yang tersebar di seluruh Indonesia, kontrak dengan Bell Telephone Manufacturing (BTM) Belgia untuk exchange equipment Metaconta,

29


RISET VIDEOBASE

kontrak dengan British Insulated Colender’s Cables Ltd (BICC-lnggris) kontrak dengan Siemens (Jerman Barat), kontrak asuransi untuk peluncuran satelit dengan PT. Jasa Indonesia, kontrak dengan PT. Graha Gapura dan CV. Modern untuk membangun rangka stasiun-stasiun bumi. Nilai kontrak ini belum ditambah biaya-biaya dalam mata uang rupiah. (http://majalah.tempointeraktif.com/id/ arsip/1975/10/25/ILT/mbm.19751025.ILT67994.id.html) Namun, menurut keterangan menteri Perhubungan saat itu, Emil Salim, pembangunan SKSD menelan biaya kurang lebih Rp. 581 miliar, meliputi Rp. 72 miliar untuk pembangunan stasiun-stasiun bumi dan satelit, Rp. 48 miliar untuk pertelevisian dan Rp. 461 miliar untuk pembangunan telepon di seluruh Nusantara. Pembiayaan proyek SKSD tersebut diperoleh dari kredit luar negeri serta dana-dana dalam negeri. (Sinar Harapan, jumat, 9 Juli 1976)

30

Dari dua keterangan di atas, terjadi selisih angka signifikan yaitu berjumlah Rp. 119 miliar. Lalu, kemanakah angka-angka ini berluncuran? PT. Indosat yang menurut sejarahnya didirikan sebagai PMA (Penanaman Modal Asing) pada 10 November 1967 oleh American Cable & Radio Corporation (anak perusahaan International Telephone & Telegraph/ITT) dengan bisnis inti menyediakan jasa telekomunikasi internasional melalui telepon, teleks, telegram, komunikasi data paket, faksimili dan jasa Inmarsat untuk sistem komunikasi bergerak global. Setelah membangun stasiun bumi di Jatiluhur tahun 1969, Indosat memperluas usahanya dengan memasuki jaringan International Telecommunication Satellite Organization (Intelsat) sehingga memiliki akses jaringan internasional (SLI) dan Indosat menjadi wakil resmi pemerintah di Intelsat. Tahun 1976, Indonesia meluncurkan satelit Palapa A1 yang menyatukan seluruh kepulauan Indonesia dengan menerapkan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD). Tahun 1980 status Indosat berubah menjadi BUMN setelah pemerintah Indonesia membelinya dari ITT senilai US$ 43,8 juta dan kemudian menjadikannya penyelenggara tunggal jasa telekomunikasi internasional Indonesia. Indosat memang dibeli sebagai gerbang untuk SLI maupun melalui operator.


Mei 2002, pemerintah melepas 8,1% sahamnya di Indosat. Bulan Juli 2002 Indosat membeli Satelindo. Satelindo sendiri berdiri pada 1993 dan merupakan perusahaan telekomunikasi pertama di Indonesia yang mengantongi tiga lisensi penyelenggara komunikasi yaitu satelit (Palapa-C), GSM selular (Matrix dan Mentari) dan SLI 008. Satelit Palapa memiliki posisi yang sangat strategis bagi Indonesia karena dapat memantau ribuan pulau yang ada secara serentak di samping berfungsi sebagai sarana komunikasi, pengatur lalulintas informasi global, pengatur jasa transfer keuangan, pemantau lalulintas udara dan laut, bahkan ‘lalulalang rahasia negara’. Divestasi selanjutnya dimulai pada Agustus 2002 dengan melepas kepemilikan 41,94% saham pada investor strategis. Dari delapan calon investor waktu itu, setelah diseleksi tinggal dua, yaitu; STT (Singapore Technologies Telemedia) dan Telekom Malaysia. Pilihan pemerintah jatuh kepada STT, di mana saham STT sendiri 100% dimiliki Temasek. Tahun 2006 tercatat bahwa 26,9% pasar operator selular dikuasai Indosat.

Satelit: Tayangan TV Indonesia Rencana pusat produksi siaran TV yang tadinya hanya ada di Jakarta, akan segera juga dibangun di Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Ujung Pandang, dan Manado. Karena siaran nasional ini memerlukan diversifikasi isi, tak hanya menuruti kebiasaan orang-orang pusat (Jakarta), maka perlu juga disesuaikan dengan daerahdaerah lainnya di seluruh Indonesia. Konsep diversifikasi merupakan strategi posisi antara pusat dan daerah, yang tak lepas dari peran ideologi negara, di mana siaran-siaran nasional-daerah menjadi

RISET VIDEOBASE

Semula Indosat menjadi bagian (internasional) dari PT. Telkom, namun kemudian dipisahkan menjadi PT. Indosat. Tahun 1994 tanpa intervensi kepentingan berbagai pihak, PT. Indosat go public melalui pasar modal. Privatisasi ini memberikan keuntungan yang besar bagi pemilik saham, namun beban konsumen semakin berat yang tercermin dari rasio pembebanan kepada pelanggan (cost to customer) yang meningkat mencapai dua kali lipat pada tahun 1998.

31


RISET VIDEOBASE

suatu strategi politis untuk sentralisasi kekuasaan, dengan menyiarkan berita-berita atau acara pembangunan nasional dan program-program pemerintah. Sedangkan untuk penyiaran di daerah, pemerintah menginginkan adanya diversifikasi isi, tak hanya menampilkan pembangunan yang dikontrol dari pusat, tetapi juga menampilkan budaya lokal. Hal ini dilakukan agar budaya masyarakat di daerah/pedesaan tak hilang, alih-alih akan semakin terangkat dengan adanya pusatpusat produksi siaran yang menampilkan lokalitas itu. Namun belum masih dapat media

32

sampai akhir tahun 1976, rencana-rencana itu dapat ditonton pada siaran televisi daerah. TVRI menyiarkan pembangunan dari kota untuk desa, yang diterima oleh masyarakat pedesaan masih berupa radio.

Rencana tersebut baru direalisasikan pada Januari 1977, menyongsong Pemilu yang akan berlangsung pada Mei 1977. TVRI pusat tetap menayangkan program-program nasional wajib rilei oleh stasiun daerah, namun menyerahkan program-program lokal dengan pengawasan dari pusat. Tetapi rencana ini pun harus dimatangkan, karena setiap stasiun daerah belum semuanya rampung, dari permasalahan teknis, dan mental penerimaan siaran di desa-desa. Iklan-iklan yang bersifat menjual produk konsumtif akan ditiadakan dan penayangan film impor akan dikurangi dengan keputusan dari pusat. Masyarakat desa masih diragukan kesiapannya untuk menghadapi bombardir siaran dari kota, seperti suguhan lagu-lagu band pop kota (SH, Tajuk Rencana, 28 Juli 1976). Penting diingat bahwa Mei 1977 adalah Pemilu kedua yang diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Sesuai peraturan fusi partai politik tahun 1975, Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Sebagaimana diketahui Pemilu sebelumnya dimenangkan Golongan Karya (SH, 28 Juli 1976). Teknologi satelit Palapa yang digembar-gemborkan sangat canggih itu, ternyata belum merata diterima oleh stasiun bumi daerah Medan. Sebab kondisi sistem kamera dan suara dalam ruangan DPR di mana Presiden berpidato itu kurang bagus, beberapa pemirsa di daerah menonton


[...] Kepada karyawan dan karyawati TVRI, Menteri Penerangan Mashuri mengatakan bahwa dalam menangani acara-acara siaran TVRI Jakarta yang akan dipancarkan secara nasional, tidak boleh lagi berpandangan sempit yang terbatas pada lingkungan hidup Jakarta saja, melainkan sudah harus berorientasi nasional [...] (Sinar Harapan, 25 Agustus 1976).

RISET VIDEOBASE

TV dengan gambar buram dan suara yang sember. (Sinar Harapan, 16 Agustus 1976).

Persatuan dan Kesatuan yang merupakan ideologi sentralisasi, tetap dijaga oleh pemerintah Indonesia. TVRI Jakarta yang menyiapkan program nasional, harus memperhatikan kemajemukan/perbedaan, di mana ada kesenjangan kelas sosial dalam masyarakat. Perbedaan dianggap sebagai faktor pemicu konflik dan perpecahan. Dalam siaran TV tidak boleh ada kritik sosial. Melalui kendali pemberitaan/penyiaran yang dilegalisasi oleh UU siaran TV(RI), segala bentuk representasi bertentangan dengan kehendak pemerintah dikendalikan. Pada Tahun 1974 jenis acara pemberitaan, penerangan, pendidikan/kebudayaan berjumlah 40% dari waktu siaran, sedang dalam tahun 1975 bertambah menjadi 67%. Isi siaran akan mengetengahkan hasil-hasil pembangunan masyarakat di pedesaan. Program nasional merupakan program yang dibuat sesuai dengan daya tangkap dan daya tanggap pemirsa TV di seluruh Indonesia. Program ini hanya akan menayangkan iklan-iklan terpilih yang tidak menyiarkan barang-barang konsumsi yang tidak terjangkau masyarakat pedesaan. Program TV diatur secara nasional (terpusat). Penayangan iklan yang diatur oleh pusat, digunakan agar masyarakat ‘bersikap’ anti konsumtif. Sedang untuk program film, masyarakat diharapkan ‘bersikap’ anti film asing/barat/berbahasa Inggris. Jadi jika pada tahun 1974 acara hiburan berkisar 60% dari waktu siaran, maka di tahun 1975 acara hiburan berkurang menjadi 33% dari waktu siaran. Pada tahun 1975/1976 dilaksanakan pemasangan 608 buah pesawat TV umum di kota-kota Kecamatan di Jawa. Sedang untuk tahun 1976/1977 direncanakan pemasangan 3.190 buah TV umum di Jawa dan luar Jawa.

33


RISET VIDEOBASE

34

Di tahun ini, pemerintah sudah mencanangkan televisi publik (di kelurahan, kecamatan, rumah Pak Kades, dsb.) dan disebar di berbagai pelosok desa. Sebab itulah pemerintah membuat program nasional yang merepresentasikan pembangunan desa untuk warga desa namun dirancang secara sentralistik. Pemerintah Indonesia pada tahun 1976, membatasi filmfilm impor dan film nasional diutamakan. Sejak saat itu, dalam dua tahun saja ada 35 gedung bioskop yang terpaksa tutup karena kehabisan penonton. Penonton lebih senang berada di rumah, berganti kebiasaan dari semula menonton film di bioskop, kini menonton film di TV. Dari ruangan yang bersifat publik menuju ke ruang yang lebih pribadi, menonton sambil bercengkerama dengan keluarga dalam rumah yang terlindungi dan aman. Pola-pola itu berubah sejak TVRI menayangkan film-film impor. Masyarakat lebih memilih menonton hal-hal yang berbau barat, asing, ataupun berbahasa Inggris. TVRI membenahi dirinya agar program lokal nasional dapat diperbanyak, selain acara-acara pidato, berita, dsb. Hasilnya, acara hiburan tersedia cukup banyak bagi masyarakat di TVRI.

Representasi Iklan dan Dampaknya pada Kekuasaan Harian Sinar Harapan, 11 Juni 1971, mengiklankan satu unit televisi merek SHARP type 23G-5S. Terdapat teks menonjol bertuliskan, “6 SPEAKER EX JAPAN _lebih kontras lebih djelas_”. Jika pada pertengahan Maret 1971, pameran di Bina Graha itu membawa TV berwarna pertama yang diimpor dari Belanda, maka tentunya televisi SHARP ini masih berupa hitam putih. Apa yang ingin ditonjolkan pada iklan itu adalah kekuatan suara dan gambarnya yang lebih jernih. Garis bawah pada kata “EX”, seakan ingin mengedepankan hubungan baik Indonesia dengan Jepang, sebagai ‘saudara tua’. Sama halnya dengan iklan TV SANYO (Sinar Harapan, 17 Juli 1971) yang juga berasal dari Jepang, menonjolkan juga keunggulan gambar yang lebih baik dan lebih jelas. Dalam kedua iklan TV ini belum ada representasi kenyataan yang tergambar dalam layarnya. Teks “ lebih kontras dan lebih jelas” dan “ lebih baik dan lebih


Sementara, efek representasi visual bergerak pada acara iklan di TVRI dinilai punya pengaruh psikologis pada anak untuk terjerat pada produk konsumsi orang dewasa: rokok dan bir. TVRI selalu kebanjiran iklan. Sebanyak 20% dari waktu siaran komersialnya kebanyakan menayangkan iklan rokok sigaret dan kretek, serta produk-produk bir (Tempo, 2 Juni 1973). Kekhawatiran pemerintah terhadap efek iklan tampak besar. Acara TVRI yang banyak menampilkan tayangan pidato, obrolan, serah terima, tanda tangan, dsb. pada jam-jam utama mulai tergeser oleh acara-acara hiburan dengan juga diselingi iklan. Padahal, program resmi ini sangat penting untuk mengendalikan persepsi masyarakat. Bahasa iklan yang informatif sebab dimungkinkan pula secara visual menjadi begitu akrab dengan masyarakat. Pemerintah sangat khawatir bahwa politik representasi informasi visual resminya akan runtuh. Satu-satunya cara untuk tetap melakukan hegemoni atas persepsi adalah dengan meniadakan iklan dan mengurangi acara hiburan di televisi. Atas dasar itulah pada tahun 1981 iklan dihapuskan. Alasan penghapusan sederhana dan tampak masuk akal, “Mengurangi gaya hidup konsumtif.” (Tempo, 17 Januari 1981). Presiden Soeharto secara resmi menyampaikan keputusan penghapusan iklan ini, pada presentasi Nota Keuangan dan RAPBN 1981/1982 di DPR, 5 Januari 1981. Tertanggal 1 April 1981, siaran iklan di TVRI tidak ada lagi.

Video Kaset Hitam, Merah, Biru dan Hijau Pada 1982, di Sulawesi Selatan, bus-bus malam sudah dilengkapi dengan tayangan video. Meski bus malam yang dilengkapi tayangan video khusus melayani trayek Ujung Pandang-Tana Toraja dan Palopo dengan tarif lebih mahal dari biasa, namun kenyataan ini sangat istimewa. Pemutaran video ditayangkan non stop sejak pemberangkatan dari Ujung Pandang, sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Jadwal pertama yang ditayangkan berupa hiburan musik dangdut oleh penyanyi ternama Indonesia.

RISET VIDEOBASE

jelas” tentu tidak sama dengan “lebih asli” atau “mendekati kenyataan”. Jadi belum ada representasi reproduksi visual dalam iklan TV cetak ini.

35


RISET VIDEOBASE

Penonton pun tak merasakan buruknya kondisi jalan di jalur tersebut, karena disuguhi goyangan pinggul penyanyi yang menghibur hati itu. Setelah hiburan musik dangdut, penonton yang mulai terkantuk, mulai terjaga lagi ketika film kungfu dan dilanjutkan film James Bond tampak di layar televisi. Alhasil, penonton dalam bus malam itu sama sekali tidak tampak lelah. Mereka baru sadar rasa capek itu setelah turun dari bus, menonton video semalaman (Sinar Harapan, 28 April 1982). Tidak hanya penayangan video di bus malam, tempat penginapan pun mulai mempromosikan layanan pemutaran video. Pada harian Sinar Harapan, 7 Juni 1982, hotel Ramayana mengiklankan layanan penginapan dengan fasilitas penayangan film video selama 8 jam per hari. Hotel ini juga menyediakan TV berwarna (VIDEO– tambahan dalam kurung di iklan tersebut) sesuai dengan permintaan pelanggan hotel.

36

Pertanyaannya, apakah video yang diputar dalam bus itu asli atau bajakan? Jika video asli, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pengelola bus? Kemungkinan terbesar kaset video yang diputar dalam bus itu bajakan. Waktu itu terdapat tiga warna kaset resmi yang menandai jenis-jenis isi video. Merah, hijau dan biru. Kaset berwarna hitam dilarang beredar karena digunakan untuk reproduksi ilegal film-film berbagai genre. Menilik ini, sangat mungkin jika pembajakan telah merebak. Perkembangan masuknya video di Indonesia ditangkal dengan pasal-pasal peraturan sebagai tameng dari kecemasan tradisional terhadap penetrasi teknologi dalam kehidupan sosial. Asumsinya, video merupakan barang berbahaya yang bisa dengan sangat mudah merusak semangat pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah. Kecemasan moral semacam ini pernah dibahas dalam seminar video pada 7-11 Desember 1981. Penyelenggaranya Dewan Film Nasional. Sesuai Surat Edaran Dirjen Bina Film dan rekaman Video, tanggal 9 Mei 1987, kaset video yang boleh diedarkan dan diperjualbelikan yaitu kaset video kotak merah (untuk 17 tahun keatas), kotak biru (untuk 13 tahun ke


berwarna perusahaan Tama Dunia, Elektronik)

RISET VIDEOBASE

atas), dan kotak hijau (semua umur). Kaset merah, hijau dan biru diproduksi oleh tiga penggandaan rekaman video resmi (PT. Metro PT. Baskara Cipta Kencana dan PT. Panggung dengan ciri-ciri khusus.

Sejalan dengan itu dikeluarkan pula Keputusan Menteri Penerangan RI No.201 Kep/Menpen/1983, dilanjutkan dengan Instruksi Menpen No.06/Inst/Menpen/1984, yang menetapkan antara lain pelaksanaan penggandaan rekaman video wajib menggunakan video kosong produksi dalam negeri, yang memiliki ciri-ciri motif batik, berwarna merah untuk 17 tahun, biru 13 tahun, dan hijau semua umur. Tujuannya antara lain, untuk memudahkan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan batas usia yang ditetapkan Badan Sensor Film (BSF), meningkatkan usaha produksi kaset video kosong dalam negeri, dan membantu pengendalian dan pengawasan peredaran perekaman video. Akibat komersialisasi ini beredar kaset video kotak berwarna palsu di wilayah DKI Jakarta. Pada kaset palsu ini tidak terdapat kode produksi (1 dan 2; 1 dan 3; 1 dan 4; 2 dan 3; 2 dan 4; A dan B; atau tanda +), dan dalam kotakya tidak terdapat tulisan “Made in Indonesia�. Di kotaknya juga tidak ada motif batik (parang rusak atau garuda). Kaset video berkotak hitam dilarang beredar sejak 10 Oktober 1987 berdasarkan Keppres No.3/1983. Untuk mendapatkan kaset video, Palwa (penjual dan penyewa) harus menempuh prosedur pemesanan kepada Darvisat (Pengedar Video Pusat) dan Gadarvi (Gabungan Pengedar Video), yang keduanya bernaung di bawah Asosiasi Rekaman Video (Asrevi). Pesanan tersebut oleh Asrevi diteruskan ke produsen penggandaan untuk diproduksi sesuai kebutuhan. Sampai batas terakhir penyerahan kaset video kotak hitam 31 Oktober 1987, kantor Deppenda Jakarta Timur hanya menerima 6.780 kaset video kotak hitam dari 59 pemilik Palwa resmi dan Palwa yang belum memiliki SPP (Surat Pengakuan Perusahaan). Sedangkan total Palwa di Jakarta Timur waktu itu tercatat berjumlah 135 (78 di antaranya memiliki SPP).

37


RISET VIDEOBASE

38

Jika mekanisme itu berjalan sesuai rencana dan kaset hitam dapat ditarik sesuai dengan waktunya, seharusnya tiga pemegang hak penggandaan di bawah Deppen, yaitu, PN Lokananta, TVRI dan PPFN masing-masing dapat memproduksi rata-rata 200.000 buah per tahun. Dengan kapasitas produksi antara 100.000 sampai 600.000 per tahun, dapat dipastikan bahwa ketiga pemegang hak penggandaan ini merugi sebab sampai tanggal 31 Oktober 1987 itu, tidak ada pesanan yang masuk dari Palwa. Para pengusaha Palwa beralasan bahwa sebanyak lebih dari 300 judul film yang lolos sensor dan digandakan tidak termasuk film-film mutakhir. Harga hak cipta untuk film aktual semacam James Bond mencapai ratusan juta rupiah. Keberadaan kaset video kotak hitam berperan penting dalam persebaran film-film bajakan. Kaset-kaset inilah yang digunakan untuk membajak film mutakhir dan filmfilm porno dengan cara dari pintu ke pintu. Kasus pembajakan dan persebaran film-film porno sangat memusingkan pemerintah. Meski dianggap merusak moral, namun ternyata persebaran kaset bajakan, termasuk filmfilm porno memberi arti pada persebaran informasi di luar persepsi tunggal yang selalu ditekankan penguasa Orde Baru. SK yang dikeluarkan pemerintah mengenai pelarangan diperjualbelikannya kaset berwarna merah, biru dan hijau, sekaligus melarang diedarkannya kaset hitam dan setiap Palwa (Penjualan dan Penyewaan/ rental) video wajib memutar dan menyewakan kaset video yang dikeluarkan oleh tiga badan yang ditunjuk oleh pemerintah; PPFN, Lokananta dan TVRI. Karena SK ini dikeluarkan oleh pemerintah, para pemilik bioskop dapat bernafas lega, perharap penonton bioskop diharapkan kembali memenuhi ruang teater. Kehadiran film bajakan, membuat film-film yang akan diputar di bioskop, tidak laku lagi, karena telah terlebih dahulu didistribusikan di Palwa video. Dengan hadirnya kaset bajakan di pasaran saat itu, otomatis penonton enggan datang lagi menonton di bioskop. Akibatnya perfilman nasional lesu, tidak mengalami kemajuan dan mengalami kemerosotan (SK, 8 November 1987). Film bukan lagi ladang bisnis yang menjanjikan penghasilan menggiurkan bagi para insan film, setidaknya untuk tahun 1987. Akibat kemajuan teknologi yang canggih dalam video, telah mengubah tata


RISET VIDEOBASE

edar produk perfilman. Film-film yang masih panas, baru keluar dari produser, bisa tidak laku diputar di bioskop kelas mewah akibat videonya sudah beredar lebih dahulu. Praktis, masyarakat kini lebih menikmati tontonan atau menonton di ruang pribadi (rumah), karena beredarnya film-film terbaru di masyarakat melalui video dan mendahului tayangan bioskop, serta lebih murah. [ ] Film “Dracula Lovers� yang kini sedang diputar di dua bioskop Kota Bandung, misalnya bisa disaksikan di dalam video yang bisa dipinjam dengan aman dari beberapa toko Palwa di kota Bandung. Video itu dibungkus kotak berwarna merah motif kain batik, mirip sekali dengan kotak kaset video untuk 17 tahun keatas yang telah dinyatakan sebagai kaset resmi oleh Departemen Penerangan.[ ] (Pikiran Rakyat, 10 November 1987) Film nasional produksi terbaru seperti, Catatan Si Boy, Pondokan Bu Broto, Jhoni Indo, Mandala dari Sungai Ular, Petualangan Nyi Blorong, bahkan film laris produksi lama juga tampak berada dalam deretan kaset bajakan warna. Sementara film impor selain dari Amerika dan India, film drama Taiwan (Mandarin) juga menjadi sasaran kaum pembajak, meskipun jumlahnya tidak terlalu besar. (Pos Film, 15 November 1987) Sedang Pajak Tontonan Video, 1987 Dinas Pendapatan Daerah di Bandung menerima Pajak Tontonan (Pto) Bioskop, non-bioskop (TV), dan video (dari penyewaan kaset di Palwa) dan biaya retribusinya sebesar Rp. 226 juta. terbagi atas Pto bisokop sebesar Rp.183 juta, Pto non bioskop Rp.13 juta, dan Video sebesar Rp. 6 juta, dan dari sektor retribusi tontonannya RP.24 juta. (Pos Film, 8 November 1987) Pada 1988, dalam beberapa tempat, tayangan video sudah masuk ke warung-warung kopi bahkan jumlahnya lebih banyak dari bioskop. warung itu memutar video dari jam 8 malam hingga jam 12 malam, dengan menaikkan harga kopi dari biasanya. Kebanyakan dari warung itu memutar film-film bajakan yang belum lulus Badan Sensor, dan

39


RISET VIDEOBASE

tak ada yang bisa mencegah. Jadi, hiburan video pun sudah memasuki ruang-ruang publik yang lebih intim, seperti warung kopi. (Minggu Merdeka, 14 Februari 1988) Sejak peraturan yang melarang diedarkannya kaset warna hitam diberlakukan, pemerintah semakin gencar melakukan operasi di seluruh Indonesia. Dalam operasi pemusnahan kaset video kotak hitam, sebanyak 26 ribu lebih kaset dimusnahkan oleh tim penertiban Deppen. Pemusnahan ini sebagai tindak lanjut instruksi Dirjen RTF, yang melarang peredaran kaset video kotak hitam sejak 1 Oktober 1987. Operasi ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa dalam video kotak hitam sudah tidak ada kontrol batas usia tontonan.

40

Merujuk pada buku Seminar Video, permasalahan moral menjadi yang utama dalam peredaran video di masyarakat. Akibat negatif video inilah yang membuat pemerintah kalang kabut, membuat tata aturan peredaran video. Efek atas pemberantasan kotak kaset video hitam dirasakan di seluruh negeri. Hal ini membuat Gapalwavi (Gabungan Pengusaha Penjual/Penyewa Video) yang beranggotakan 1213 orang di Indonesia (300 di DKI Jakarta), tetap bertahan untuk tidak menyerahkan sisa kaset hitam yang dimilikinya. Menurut mereka, imbauan itu belumlah jelas, sebab yang berhak melakukan pemusnahan barang terlarang adalah aparat kejaksaan. Nyatanya, pemberantasan/penertiban video melibatkan banyak regu penertib yang sebagian besar bentukan Pemda setempat. Mereka ini langsung turun ke lapangan melakukan pemusnahan kaset yang dianggap ilegal. [...] “Jelas dengan hadirnya tiga warna kotak kaset video itu berbau bisnis, kaena pengelola ketiga warna kaset tersebut adalah juga pengusaha�[...](Harian Terbit, 16 November 1987). Ini merupakan bentuk usaha monopoli negara terhadap peredaran kaset video hitam di nusantara. Menutup pelan-pelan usaha video privat, menguasai dan mengontrol peredarannya sesuai dengan cita-cita pemerintah. Palwa-palwa dapat memesan kaset warna dalam keadaan


Untuk perhitungan resmi, dapat kita pakai misalnya pesanan penggandaan pada TVRI Jakarta periode JanuariJuli 1986. Pada periode itu tercatat 73.752 kaset yang dipesan. Jumlah itu tidak cocok dengan jumlah Palwa yang resmi tercatat. Kuota tahun itu adalah 700 judul, atau satu bulannya sekitar 58 judul. Berarti selama periode itu (7 bulan) diperkirakan masuk 406 judul. kalau setiap palwa (dari 2.128 Palwa yang tercatat resmi) memesan satu kaset, maka seharusnya digandakan sebanyak 863.968 kaset (bukan hanya 73.752 kaset). Jadi sisa penggandaan kaset sebanyak 790.216 kaset, mencapai kurang lebih 92% dari total seharusnya jumlah penggandaan kaset. Diperkirakan 92% ini adalah kaset bajakan. Itupun hanya film impor, belum termasuk film dalam negeri sendiri. Perhitungan demikian juga bisa dilakukan pada penggantian kaset hitam ke kaset warna. Menurut Gapalwavi Jaya, tiap anggota yang rata-rata memiliki 2.000 kaset Jadi kebutuhan kaset warna 2.000 x 2.128 = 4.256.00 kaset. [...] “Katakan separuh dari kaset milik Palwa itu sudah diganti dalam 4 tahun ini, berarti masih diperlukan 2 juta kaset lebih. Darimana kaset ini diperoleh�[...] (Kompas, 14 & 18 Oktober 1987). Para pengusaha Palwa yang berdiri sejak tahun 1981 memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) rata-rata memiliki video kaset hitam antara 2.000 sampai 5.000 buah. Bila semua kaset tersebut dimusnahkan, berarti setiap Palwa dirugikan antara Rp. 40 juta sampai Rp.100 juta. Berarti hitungan harga satuan kaset kotak hitam

RISET VIDEOBASE

kosong. Bahkan bisa memesan hanya kotaknya saja. Harganya berkisar antara Rp.3.000-Rp.3.500 per kotak. Kotak-kotak kosong itu bisa diisi dengan pita lama, dan bisa juga diisi dengan pita baru, dengan harga pita baru Rp.3.500 untuk waktu putar selama 2 jam. Sedang harga resmi yang beredar saat itu adalah Rp. 7.700,, yang setelah diisi film harga kaset itu menjadi RP.27.500 per buah. Pita video juga tidak hanya didapat dalam bentuk rol siap pasang, tetapi juga bisa dalam bentuk gulungan besar yang panjangnya dapat mencapai ratusan hingga ribuan meter. Ada kemungkinan kaset warna merah, biru, hijau yang banyak beredar bukan produksi dalam negeri. Namun sudah tertangkap pula penyalurnya di daerah perdagangan Glodok.

41


RISET VIDEOBASE

jika berjumlah 2.000 buah adalah Rp.20.000,-, sehingga kerugiannya mencapai Rp.40 juta. Ini bukanlah jumlah yang sedikit pada tahun-tahun tersebut. Para pengusaha kemudian menggugat SK pelarangan kaset hitam, menuntut penghapusan monopoli penggandaan kaset video pada 3 perusahaan saja –PT. Metro Tama Dunia, PT. Baskara, dan PT. Panggung (PF, 23 November 1987).

[...] Tim Pengawas Peredaran Film & Video (TP2FV) setiap malam mengadakan operasi ke seluruh pelosok pinggiran kota [...] [...] Tim Pengawas Peredaran Film & Video (TP2FV) setiap sebulan sekali melakukan razia terpadu. Para petugas yang dilibatkan terdiri dari kejaksaan, Deppen, Kodim dan Kores [...] (PF, 29 November 1987) Data berdasar pada temuan tim peneliti videobase Forum Lenteng sejak 2008 - 2009

42

Andang Kelana1, Mahardika Yudha2 & Mirza Jaka Suryana Sekretaris Jenderal Forum Lenteng & Editor Pengelola www.akumassa. wordpress.com 2 Koordinator Penelitian dan Pengembangan 1


43


44


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Video Teknologi dan Dampaknya Terhadap Masyarakat oleh : Jenderal Yoga Sugama I. Pendahuluan Sebelum melakukan pembahasan terhadap judul yang telah ditentukan mengenai “Video teknologi dan dampaknya terhadap masyarakat”, maka terlebih dahulu akan dibahas landasan-landasan pokok yang akan digunakan sebagai titik tolak, di mana dengan sendirinya masalah-masalah yang berhubungan dengan keamanan akan mendapatkan penyorotan secara menonjol. Oleh karena pada dasarnya pengamanan mempunyai tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara stabilitas nasional, maka sangat perlu diketahui dan dimengerti. “Kondisi dan Situasi masyarakat pada masa pembangunan sekarang ini” termasuk gejala hambatan yang mungkin dapat berkembang. Tanpa memahami/mengetahui arah, tujuan dan segala seluk-beluk yang berhubungan dengan pembangunan sebagai latar belakang

45


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

46

dalam membahas kondisi dan situasi masyarakat, akan sulit dan mustahil bagi pengamanan untuk membuat keadaan seimbang antara terpeliharanya keamanan dan gerak lajunya pembangunan.

II. Pembahasan 1. Tujuan pembangunan jangka panjang ialah jelas untuk mewujudkan masya­ rakat makmur dan berkeadilan sosial yang menjamin kesejahteraan lahir dan bathin bagi segenap masyarakat Indonesia. Dalam hal ini berarti pula bahwa pembangunan berusaha untuk meniadakan segala bentuk kepincangan sosial dan kepincangan dalam menikmati kekayaan nasional, karena kepincangan-kepincangan tersebut merupakan penghambat terwujudnya keadilan sosial dan penghambat terwujudnya kesetiakawanan yang menjadi kekuatan penting dalam usaha kita untuk bersama-sama memikul beban pembangunan. 2. Pembangunan menyadari bahwa segala usaha dalam mencapai tujuan jangka panjang memerlukan dan memakan waktu, di samping menyadari pula mendesaknya waktu agar tingkat hidup lapisan masyarakat segera ada perbaikan. Dalam kenyataan saat ini kepincangan-kepincangan sosial dan kepincangan penikmatan kekayaan nasional masih kita rasakan tetapi harus dapat mengerti bahwa ini semua merupakan warisan keadaan masa lampau, yang akar-akarnya ditumbuhkan jauh dalam zaman sebelum Indonesia merdeka. Keinginan dan harapan masyarakat baik yang menyangkut po­ litik, ekonomi dan sosial pada saat itu terbendung atau tidak terpenuhi, sehingga saat sekarang masih dirasakan pengaruh-pengaruhnya. Jelas bahwa masalah-masalah tersebut di atas sangat mempengaruhi langkah-langkah pembangunan yang sekarang kita jalankan, untuk itu pembangunan ber­ usaha secara bertahap merobah struktur masyarakat kita yang menjadi sumber dari berbagai kepincangan. Tetapi sebaliknya harus dimengertikan pula bahwa pembangunan yang bertujuan mencapai masyarakat makmur dan berkeadilan sosial bukan berarti menolerir dan memberikan tempat pemilikan yang berkelebihan bagi segolongan orang yang dapat dijadikan alat untuk menindas orang banyak dan menjadi penghambat berkembangnya kekuatan ekonomi lemah/ rakyat kecil.


Sebaliknya harus disadari bahwa dalam usaha pembangunan kebebasan itu, kita harus ingat pada tempat berpijak kita sendiri dan waspada terhadap hal-hal yang baru dan asing yang tidak cocok dan akan membawa pengaruh negatif pada kepribadian dan perjuangan kita sendiri dan yang juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan yang tidak kita inginkan, terutama dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Kurang adanya pengertian tentang sejarah dan kepribadian bangsanya sendiri, ditambah dengan hasrat yang besar untuk segera menikmati kemajuan, dapat mendorong kearah pencarian nilai-nilai dan kekuatan-kekuatan pendorong pembangunan pada kebudayaan bangsa-bangsa lain yang telah maju, yang mana sangat mungkin sebagai akibatnya akan dapat meruntuhkan masyarakat kita sendiri. 4. Harus dipertimbangkan pula, bahwa tantangan yang besar yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia pada tahuntahun terakhir abad ke-20 sekarang ini, ialah kenyataankenyataan sebagai berikut: a. Ketergantungan kehidupan bangsa dan negara yang satu pada yang lain, baik dalam aspek politik, ekonomi, keamanan/pertahanan mau­ pun segi sosial budaya. b. Peledakan-peledakan sains dan teknologi yang tidak mengenal batas negara dan yang menuntut setiap bangsa untuk mengejar dan mengetrapkannya. c. Tuntutan hidup yang semakin meningkat. Tanpa mengertikan tantangan-tantangan yang dihadapi berarti pula kita membiarkan timbulnya benturan

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

3. Pembangunan dalam geraknya yang selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi, tidak terlepas dari pengaruh interaksi antar bangsa pada zaman modern sekarang ini. Sebagai suatu kenyataan, masyarakat kita sudah tidak mau lagi menerima kehidupan statis, karena menyadari fungsinya sebagai tujuan dan pelaku pembangunan. Untuk ini pembangunan pun telah berusaha untuk membangkitkan kepercayaan diri dan mendorong kemampuan masyarakat agar dapat memperbaiki taraf hidupnya. Kondisi tersebut hanya dapat dicapai jika masyarakat merasa adanya kebebasan dalam dirinya yang akan dapat melahirkan kreativitas yang sangat dibutuhkan dalam pemba­ ngunan.

47


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

48

dan pergeseran nilai-nilai sosial budaya bangsa. Dengan berpijak dan berpegang teguh pada nilai-nilai kemasyarakatan yang merupakan pencerminan Pancasila sebagai jiwa dan kepribadi足 an serta pandangan hidup Bangsa Indonesia yang berarti pula mengertikan nilai-nilai yang secara mutlak harus dipertahankan, akan memudahkan atau dapat menyaring nilai-nilai sosial budaya yang terbawa oleh pemanfaatan hasil kemajuan dari luar terutama yang menyangkut kemajuan dalam sains dan teknologi yang dibutuhkan dalam pembangunan. 5. Kemajuan sains dan teknologi yang terus berkembang dapat menimbulkan berbagai perobahan dalam dimensi kehidupan masyarakat. Di antaranya adalah dapatnya memberikan manfaat yang cukup besar terhadap upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan negara. Namun difihak lain juga disadari bahwa kemajuan teknologi dapat menim足 bulkan berbagai ekses dalam masyarakat yang belum siap. Sedangkan kehadiran sains dan teknologi dengan segala akibatnya sulit untuk dapat dihindari di dalam abad teknologi komunikasi yang semakin maju seperti sekarang. Masalahnya adalah bagaimana supaya kehadiran kemajuan teknologi itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional dan sekaligus meredusir akibat negatif yang mungkin timbul. Sebab kemajuan teknologi tidak saja dapat membawa benturan-benturan terhadap nilai budaya bangsa, tetapi ada kalanya kemajuan teknologi sengaja digunakan untuk menghancurkan potensi ideologi, politik, dan ekonomi negara. 6. Berdasarkan pola dasar Pembangunan Nasional, maka pembangunan di bidang teknologi hendaknya tetap dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta tetap berpedoman pada azas manfaat dan azas perikehidupan yang berimbang. Ini berarti bahwa pendayagunaan teknologi hendaknya ditujukan bagi kesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan adanya keseimbangan antara kepentingan materiil dan spiritual, antara kepentingan individu dan masyarakat untuk menunjang kepentingan na足 sional. Dengan demikian kebijaksanaan pengembangan sains dan teknologi hendak足 nya selalu diarahkan pada peningkatan kemampuan dan ketahanan nasional.


8. Di dalam mencapai Tujuan Nasional tersebut di atas ternyata keadaan di dalam negeri menghadapi beberapa kerawanan yang cukup dominan, di antaranya adalah keadaan demografi, sosial budaya, dan geografi. Untuk mengatasi kerawanan tersebut maka secara tepat di dalam GBHN telah dikembangkan pengertian Wawasan Nusantara sebagai suatu keyakinan yang memandang Rakyat, Bangsa, dan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan yang utuh melalui usaha menumbuhkan kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi dan kesatuan pertahanan-keamanan. Di dalam menumbuhkan keyakinan Wawasan Nusantara itu, kehadiran video teknologi dirasakan sekali manfaatnya yang telah banyak meringankan tugas Pemerintah di dalam menyebarluaskan corak kehidupan Bhinneka Tunggal Ika yang bertebaran di wilayah Nusantara. Kecuali untuk kepentingan menumbuhkan Wawasan Nusantara, video teknologi juga me­ rupakan sarana yang bermanfaat untuk mencerdaskan bangsa, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan untuk kepentingan pembangunan nasional pada umumnya. 9. Namun dari hasil pengamatan didapat kesan bahwa terhadap kemajuan yang dimiliki, video teknologi belum dimanfaatkan secara maksimal. De­ ngan pemanfaatan yang sebaik-baiknya, video teknologi tidak saja dapat membantu penerangan di berbagai bidang seperti pertanian dan kesehatan, tapi sekaligus merupakan pula sarana yang efektif di dalam mempercepat akselerasi pembangunan (antara lain di bidang pendidikan). Selain dari pada itu pemanfaatan terhadap video teknologi dapat pula melengkapi kegiatan penerangan. Sampai sekarang selain Pemerintah, anggota masyarakat yang memiliki video masih terbatas pada golongan tertentu di

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

7. Sesuai dengan yang digariskan dalam forum seminar ini, makalah ini membatasi diri pada pembahasan tentang pengaruh teknologi video terhadap keamanan nasional sebagai salah satu produk dari pada kemajuan teknologi yang sekarang ini sudah mulai digunakan oleh Pemerintah mau­ pun masyarakat. Yang dimaksud dengan keamanan nasional dalam makalah ini adalah keamanan yang erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN sebagai rangkaian program pembangunan yang berkesinambungan untuk mewujudkan Tujuan Nasional.

49


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

50

kota-kota besar dan pada umumnya berfungsi sebagai alat hiburan. Namun meluasnya peredaran video cassette dalam kenyataan pemanfaatannya sempat menimbulkan masalahmasalah baru yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius. 10. Untuk mencegah timbulnya akibat negatif dari penggunaan video cassette, telah dikeluarkan izinizin baik yang berhubungan dengan impor, perda­ gangan, penjualan, produksi dan peredarannya, tapi dalam kenyataannya timbul banyak kasus-kasus tertentu yang baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan dampak negatif dan sempat menimbulkan gangguan-gangguan keamanan, antara lain seperti: a. Telah dikeluarkan larangan tentang pemasukan video cassette berbahasa Cina dan kepada para importir video cassette dikenakan kewajiban sensor sebelum diedarkan kepada masyarakat. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa di masyarakat telah beredar kaset video yang belum disensor. Selama tahun 1980 telah disita 2660 kaset video, di antaranya ada kaset video yang mengandung propa­ ganda RRC (Pekan Olah Raga RRC, Perang RRC lawan Vietnam). Terlepas dari motivasi apapun yang mendorong penyelundupan ter­ sebut, namun beredarnya video cassette mengandung propaganda RRC dan sudah merupakan ancaman langsung terhadap UUD 1945 dan Pancasila, serta dapat mengkrier/ meningkatkan sikap menutup dari WNI Keturunan yang jelas akibatnya dapat merusak usaha Pemerintah dalam menangani pembauran warganegaranya dan juga dapat menimbulkan peluang bagi munculnya kembali kasus-kasus rasial yang selama ini sering terjadi. Dan yang lebih parah ialah dapat menstimulir kembali timbulnya kekuatan komunis di Indonesia. b. Selain video cassette yang isinya bertentangan dengan Pancasila, di masyarakat beredar pula video cassette yang bercorak porno dan sadisme sekalipun pengaruhnya terhadap generasi muda masih memer­ lukan penelitian secara lebih mendalam, namun yang sudah nampak adalah bahwa pelanggaran susila di kalangan generasi muda menunjuk­ kan gejala yang semakin meningkat. Ditambah kondisi yang ada di masyarakat tentang kadar kenakalan remaja yang sudah menjurus kepada tindakan


Sekalipun beredarnya video cassette porno/sadisme mungkin bermotifkan komersil, namun dilihat dari akibat yang dapat ditimbulkan (merusak moral) maka tidak terlepas kemungkinan adanya unsur gelap yang menumpang di belakang para penyelundup. c.Terhadap peredaran kaset video yang masuknya secara legal dan mengikuti ketentuan-ketentuan/izin-izin yang ada tidaklah menimbul足 kan masalah, tetapi terhadap masuknya video cassette asal selundupan diperlukan kewaspadaan dan penanganan yang lebih tegas dan terkoordinir. Masuknya video cassette yang mengandung propaganda RRC jelas merupakan penyelundupan dengan latar belakang politik, masuknya video cassette porno atau video cassette yang berbahasa Cina (sekalipun tidak mengandung propaganda), namun tidak mencegah kemungkinan diselipkannya kepentingan politik. Dengan demikian terlepas dari motifnya yang mendorong penyelundupan tersebut, nampak sekali betapa besar bahayanya ter足 hadap keamanan nasional yang dapat ditimbulkan oleh beredarnya video cassette selundupan sebagai akibat sampingan dari suatu ke足 majuan teknologi. 11. Sekarang ini situasi belum menunjukkan ada tanda-tanda dimanfaatkannya video cassette oleh unsur dalam negeri untuk tujuan politik. Tetapi kondisi sosial politik dan sosial budaya yang sangat rawan (agama, generasi muda, rasialisme dan lain-lain), serta dengan meningkatnya kemampuan ekonomi yang memungkinkan pemilikan video teknologi yang bertambah luas, maka untuk masa yang akan datang tidak menutup kemungkinan adanya peman足 faatan video cassette oleh unsur-unsur dalam negeri yang secara sadar atau tidak sadar dapat menimbulkan akibat negatif. Dengan bertemunya unsur-unsur luar negeri dengan kepentingan negatif dari unsur-unsur dalam negeri, maka ancaman terhadap Pancasila dan Kesatuan Bangsa bertambah besar. 12. Membiarkan situasi dan kondisi seperti tersebut di atas berkembang dengan menyadari/mengerti side effect yang negatif akan terjadi, berarti dengan sengaja mengabaikan/

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

yang bersifat kriminil, maka akibatnya akan dapat lebih merangsang lahirnya sikap mental yang bertentangan dengan moral Pancasila.

51


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

52

mengorbankan keamanan dan stabilitas yang diperlukan bagi lancarnya pembangunan. Untuk ini maka menjadi keharusan dan kewajiban kita semua untuk menertibkan dan mengingat masalahnya me­ nyangkut aspek-aspek yang begitu luas, maka seyogyanya dalam usaha penertiban tersebut berlandaskan pokok-pokok fikiran yang bersifat na­ sional, adil, dan berimbang. Peredaran video cassette tidak hanya dinilai untuk menyalurkan usaha penetrasi kebudayaan, politik yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang membangun, tapi lebih jauh juga sudah menimbulkan persaingan bussiness baik antar pengedar video cassette maupun terhadap perfilman yang cenderung mengarah ke persaingan yang tidak sehat, di mana pengaruhnya di kemudian akan dirasakan oleh kon­ sumen yang merasakan kemudahan dan kemurahan dari peredaran video cassette. Meskipun masalahnya hanya bermotifkan ekonomis, tapi harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, bahwasanya apapun yang telah/akan terjadi dalam bussiness video cassette tentu berkaitan dengan tujuan/hasil yang diharapkan pembangunan, yaitu untuk mendorong/membangkitkan kemampuan dan kreativitas masyarakat Indonesia dalam memperbaiki taraf hidupnya. Memecahkan masalah yang sekedar untuk memenuhi selera kelompok kecil anggota masyarakat, akhirnya hanya menjadi beban kerugian masyarakat banyak dan tidak akan menyelesaikan masalahnya, malahan justru akan menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih kompleks. 13. Persoalan kita sekarang adalah bagaimana caranya untuk membuat keselarasan antara terpeliharanya stabilitas keamanan dan dinamika masyarakat yang berkembang seiring dengan lajunya pembangunan. Menekankan segi keamanan saja, dapat mendatangkan tekanan terhadap kreativitas masyarakat dalam menunjang pembangunan, dan berarti pula mematikan gairah pembangunan atau bahkan mungkin memacetkannya sama sekali. Sebaliknya mengabaikan keamanan, berarti memberikan peluang terhadap gangguan stabilitas nasional, yang akan berakibat pula terhadap gagalnya pembangunan. Mengingat video cassette termasuk kemajuan teknologi di bidang audio visual yang mengelompok dengan Televisi/Film, maka masalah status, peredaran dan penanganan terhadap isinya lebih praktis dan aman jika dimasukkan bersama ke dalam badan-


Dan oleh karena perdagangan video cassette beserta seluruh kegiatan dan pengembangannya dalam berbagai aspek lebih bebas dari perfilman, maka tindakan-tindakan preventif yang makin ketat harus dilakukan dengan tetap memperhitungkan bahwa manfaat video teknologi bagi kemajuan pemba­ ngunan ditempatkan dalam urutan pertimbangan.

III. KESIMPULAN. 1. Hadirnya video teknologi dengan segala akibatnya merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari dalam teknologi komunikasi yang semakin maju seperti sekarang. Pemanfaatan dan pendayagunaan video teknologi sebagai salah satu produk mutakhir dari perkembangan kemajuan teknologi modern, dapat diarahkan untuk menunjang pembangunan, terutama ter­ hadap upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan negara. Selain manfaat positif yang diberikan oleh kemajuan teknologi video, tidak sedikit pula dampak negatif yang ikut terbawa yang dapat berpengaruh dalam kehidupan politik, sosial budaya, dan ekonomi, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri atau merupakan perpaduan dari dua kepentingan tersebut. Sungguh merupakan tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia yang sedang giat melakukan pembangunan untuk menghadapinya, karena di satu pihak kita tidak menghendaki timbulnya benturan dan pergeseran nilai-nilai sosial budaya bangsa dan di pihak lain disadarinya kebutuhan setiap bangsa untuk mengejar setiap kemajuan teknologi yang terjadi dan mengeterapkannya demi berkembangnya kemajuan dan keberhasilan pemba­ ngunan. Dengan mengertikan dan berpegang teguh pada nilainilai kemasyarakatan yang mencerminkan jiwa, pribadi dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang secara mutlak harus dipertahankan, akan sangat memudahkan untuk menyaring nilai-nilai sosial budaya yang terbawa oleh pemanfaatan hasil kemajuan teknologi pada abad sekarang ini. Tanpa menyadari kondisi perkembangan masyarakat dan

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

badan yang bertanggungjawab terhadap pembinaan perfilman.

53


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

54

situasi yang terjadi di dalam negeri, baik yang menyangkut: kepentingan dan tujuan pemba­ ngunan; harapan timbulnya dinamika dan kreativitas masyarakat dalam menunjang gerak lajunya pembangunan; kedudukan perkembangan dan kemajuan teknologi dalam kerangka pendayagunaan dalam pembangunan; serta side effect yang mungkin terjadi terhadap penggunaan kemajuan teknologi maupun mengabaikan stabilitas keamanan yang sangat dibutuhkan dalam suasana pembangunan, hanya akan menimbulkan gangguan-gangguan yang berakibat terhadap kemungkinan macetnya/gagalnya pembangunan. 2.Dengan mendasarkan kenyataan yang telah berkembang dan memperkirakan bahwa masa yang akan datang bukan tidak mustahil terjadi peningkatan dan pemanfaatan video teknologi yang makin luas, yang berarti pula masalah yang akan dihadapi akan makin kompleks, maka usaha penertiban yang merupakan bagian tindakan pengamanan untuk mencegah penyalahgunaan kehadiran kemajuan teknologi video dan mengamankan gerak laju pembangunan, harus mendapatkan prioritas utama dan dipecahkan dengan mendasarkan pada pokok pikiran yang bersifat nasional, adil dan berimbang. Mengingat pula sumber berkembangnya pengaruh yang negatif terletak pada: a. Berkembangnya isi dan peredaran video cassette yang dapat menjangkau secara bebas ke seluruh lapisan masyarakat secara mudah dimana hal tersebut tergantung pada status teknologi video dan penggolongannya dalam media massa audio visual. b. Respons masyarakat sebagai pemilik/pemakai video cassette recorder dan kesadarannya untuk berpartisipasi positif bagi perkembangan generasi muda. Maka kami sarankan sebagai pencegahannya: 1) Pola pembinaan video teknologi sebagai media massa audio visual dimasukkan dalam pola pembinaan perfilman. 2) Oleh karena perdagangan video cassette beserta seluruh kegiatan dan pengembangannya dalam berbagai aspek lebih bebas dan mudah daripada perfilman, maka tindakan preventif yang lebih ketat harus dilakukan dengan tetap memperhitungkan pemanfaatan secara positif bagi kemajuan pembangunan.


Jakarta, 8 Desember 1981 BADAN KOORDINASI INTELIJEN NEGARA

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film Nasional, hal. 115 - 121.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

3) Perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat pemakai video teknologi untuk lebih menanamkan disiplin pada dirinya masing-masing, yang tidak berbeda dengan disiplin pembinaan terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawab dalam keluarga masing-masing.

55


56


Saudara Ketua Panitia Penyelenggara Seminar, Dan para hadirin yang saya muliakan.

Saya kira tidak banyak lagi yang perlu saya tambahkan karena apa yang telah diinginkan oleh DFN dengan Seminar ini sudah disampaikan oleh Bapak Irawan tadi dalam laporannya. Hanya ada beberapa soal di antaranya yang barangkali dapat menjadi pertimbangan kelak dalam mendiskusikan masalah video ini dan mungkin menjadi bahan untuk menetapkan masukan-masukan yang bermanfaat untuk menentukan tindakantindakan di masa mendatang. Pertama, jelas sekali kelihatan bahwa dimana pun juga dan baik dalam perkembangannya maupun dalam pemakaiannya

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Sambutan Ketua Dewan Harian Dewan Film Nasional Pada Pembukaan Seminar Pengelolaan Teknologi Video Untuk Pembangunan Pada Tanggal, 7 Desember 1981 Di Gedung Y.T.K.I. — Jakarta

57


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

58

jelas bahwa video ini adalah medium audio visual. Yang kedua, dalam aspek ekonomi dan perdagangannya jelas sekali bahwa video ini erat sekali hubungannya dengan film. Konkritnya, kita melihat video yang diperdagangkan atau dipersewakan orang di masa sekarang ini sebagian besar atau boleh dikatakan hampir semuanya merupa­ kan rekaman dari film-film yang sudah dibuat, baik yang dibuat di luar negeri maupun yang dibuat di dalam negeri. Kenyataan ini menimbulkan konstatasi pada kita bahwa pengelolaan film dan video haruslah berada dalam satu tangan, tangan mana pun juga yang ditugaskan untuk mengelola kedua bidang yang kelak akan menjadi satu itu. Lalu selanjutnya masalah yang paling rumit sekali, yaitu pengaturan terhadap masalah video, yang berbeda sekali dari pengaturan terhadap film, karena sifat mobilitas dari pada medium baru ini dan sifat kemungkinan pengembangannya, dalam pengertian bisa diperbanyak dengan mudah sekali, maka ada dua hal yang lahir daripada kenyataan tersebut. Pertama, pengaruh ekonomi dalam bidang industri audio visual, khususnya dalam hal ini film. Yang kedua, dampak daripada dapatnya sesuatu keadaan di suatu tempat, langsung ditransfer ke tempat lain; dalam hal ini misalnya untuk memberikan contoh, sebuah film yang beredar di Inggris hari ini, besok videonya sudah dapat kita lihat. Apakah masuknya secara sah atau tidak sah, tapi pada pokoknya benda itu sudah ada di tengah-tengah kita dan begitu ia berada di tengah kita, ia dapat diperbanyak secara sah atau tidak sah. Dalam hal ini video merupakan satu alat penetrasi kebudayaan yang tidak bisa dihadapi hanya dengan peraturan tetapi harus dihadapi dengan daya tahan si pengguna video tersebut. Jadi disini ada aspek keharusan meningkatkan pendidikan masyarakat agar mampu menilai film-film video dengan cara yang lebih kritis. Selama ini kita memiliki suatu badan seperti BSF yang meneliti dan menapis film yang sumbernya hanya dari satu pintu masuk sehingga mudah diawasi. Tetapi sekarang ini kita berhadapan dengan suatu fenomena yang sumber dan pintu masuknya tidak lagi ketahuan, tetapi langsung masuk ke tengah-tengah keluarga dan rumah tangga.


Kalau dilihat dalam sejarah film, Saudara-saudara yang terhormat, video sebetul­ nya bukan suatu hal yang baru dalam arti perkembangan teknologi baru, tetapi hakekatnya sebetulnya lama, bermula berkembang kemudian perkembangan itu terhenti. Sebetulnya film itu diperkembangkan tidak untuk dilihat secara bersama-sama seperti yang kita lihat di bioskop sekarang ini. Film yang diperkem­ bangkan oleh Edison yang menghasilkan suatu alat adalah suatu pertunjukan yang dipertontonkan pada satu orang, jadi tidak pada sekelompok penonton sekaligus. Tetapi kemudian perkembangan ini terhenti, karena memang tidak bisa diperkembangkan. Lalu mulai suatu perkembangan baru yang memungkinkan untuk mempertunjukkan hasil film itu pada kelompok yang lebih besar. Artinya, sekaligus film itu dapat diputar dalam bioskop yang bisa ditonton seratus, seribu atau dua ribu orang. Video kembali kepada konsep Edison yang pertama. Kalau selama ini kita menonton film di bioskop, kita tidak menguasai film itu sama sekali. Film itu kita tonton mulai jam tujuh dan selesai jam sembilan. Kalau ada bagianbagian yang tidak bisa kita pahami dalam film itu, kita tidak bisa meminta kepada pemutar film untuk memutar kembali supaya bisa kita tonton lagi dan bisa kita pahami. Lain halnya dengan video. Kalau ada bagian video yang terlalu berat, maka persis seperti buku, kalau ada bagian buku itu yang tidak bisa kita pahami maka kita balik kembali buku tersebut, demikian juga halnya dengan video. Dilihat dari sudut ini dia akan mengadakan atau menimbulkan perubahan dalam cara pemilikan dan dalam cara pembuatan film. Mungkin saja terjadi bahwa film-film yang selama ini ditujukan kepada suatu selera yang diambil sebagai selera rata-rata antara orang yang terpandai dengan orang yang terbodoh, maka melalui video bisa dipertunjukkan kepada golongan-golongan yang lebih sanggup berpikir. Ini adalah salah satu segi positif.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Jadi jelas secara kultural dampak dari video sangat besar sekali, oleh karena itu timbul pertanyaan pada Dewan Harian Dewan Film Nasional dalam menghadapi dua soal ini: apakah sebetulnya segi positif dari video yang bisa kita kembangkan, baik ditinjau dari aspek ekonominya maupun dalam aspek kebudayaannya.

59


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

60

Jadi secara lambat laun fungsi video akan mendekati fungsi buku, yang bisa dibeli sebagai sebuah “buku� yang bisa diputar berkali-kali agar bisa diteliti dengan lebih baik. Hal ini berbeda dengan fungsi film, oleh karena salah satu pegangan yang dipakai oleh orang film dalam membuat film adalah bahwa film yang dia buat itu hendaknya bisa ditonton dan dipahami oleh orang dengan satu kali lihat. Tapi akhir-akhir ini makin banyak film dibuat yang memerlukan dan menuntut kemauan yang lebih besar dari kita sebagai penonton untuk dapat memahaminya dengan baik. Hal semacam ini merupakan suatu hal yang bisa dilakukan oleh video dengan cara yang lebih baik. Kalau dilihat dari sudut ini, maka perkembangan video adalah suatu perkembangan yang sangat positif. Hanya salah satu ketinggalan atau keterlambatan dalam dunia pendidikan dan juga dari kalangan kebudayaan kita adalah meskipun medium film adalah suatu seni yang sebetulnya berkembang di dalam abad keduapuluh ini, tetapi anehnya justru seni film yang berkembang dalam abad kita ini tidak mendapat tempat yang wajar di lembaga-lembaga pendidikan kita. Sekolah-sekolah kita mengajarkan kesusastiaan dan seni sastia. Mengajarkan musik, seni rupa dan tanggapan terhadap seni rupa, pokoknya seni-seni tradisional yang sudah lama, tapi sama sekali tidak menyentuh masalah bentuk seni baru yang bernama film. Oleh karena timbulnya anggapan masyarakat yang mengkhawatirkan dampak medium baru ini, dibentuklah di mana-mana “Badan Sensor Film� daerah. Ini adalah suatu barometer bahwa masyarakat itu takut. Tetapi tidak pernah lembaga pendidikan berusaha melengkapi masyarakat dengan senjata, sehingga mereka dapat memisahkan mana yang keras, mana yang antah, mana yang baik, mana yang buruk. Sekarang ini saya kira pada tempatnya kalau masalah ini kita hadapi dengan cara yang sungguh-sungguh dan yang lebih teratur. Apalagi kalau kita ketahui bahwa yang sebagian besar penonton bioskop kita dan yang sekarang dalam kenyataannya mengasyiki video ini adalah kaum remaja kita. Lalu timbul pertanyaan, apa yang dapat kita lakukan dalam soal dampak-mendampak ini, dalam soal masih adanya masyarakat yang permistik-mistik sangat tinggi dan masyarakat yang masih bergerak di dalam jalur-jalur


Kita melihat contoh, misalnya masalah film anak-anak yang dikehendaki oleh masyarakat itu sulit sekali didatangkan dari luar negeri, karena ternyata film anak-anak yang dianggap oleh masyarakat di luar negeri cukup buat anakanak, kalau dimasukkan kedalam masyarakat Indonesia harus ditonton oleh orang dewasa. Jadi jelaslah di situ bahwa ada satu jarak yang besar sekali antara perkembangan dari bermacam-macam nilai yang terdapat di luar tanah air kita dan perkembang­ an dari nilai yang terdapat di tanah air, meskipun kita sendiri tidak terlepas dari pengaruh luar. Oleh karena itu barangkali bisa mulai dipikirkan satu disain sistem dalam masalah video. Kalau misalnya, ini hanya suatu pemikiran saja, hanya film-film yang paling sedikit berumur 10 tahun yang boleh direkam dalam video dan dipasarkan dalam masyarakat, maka dengan cara ini kita akan memperoleh dua macam hal: pertama diperlambat dampak yang datang ke negeri kita, karena tidak ada lagi film baru yang bisa masuk langsung ke tengah-tengah keluarga. Dan kedua, terjadi pemilihan yang lebih baik; artinya, yang disebut orang film klasik atau film-film yang bernilai saja yang akan direkam, karena hanya film-film jenis itu yang akan bertahan dilihat dari sudut perhatian masyarakat. Dalam dunia film nasional tumbuh masalah yang lain yaitu masalah ekonomi karena dalam tahun-tahun terakhir ini —malahan dalam bulan-bulan terakhir ini— kelihatan bagaimana film-film yang masih beredar di dalam masya­ rakat tahu-tahu sudah muncul videonya. Sebagai akibatnya ada satu golongan yang memperkerjakan banyak karyawan yang terkena yaitu golongan bioskop yang pada suatu saat mendapat kesulitan untuk menghadapi persaingan dengan video ini. Nah, dalam hal ini bisa kita lakukan suatu delayed sistem, artinya tidak boleh ada film nasional yang dapat direkam untuk dipasarkan sebelum film itu berumur misalnya 2 kali masa peredaran, yaitu 6 tahun. Ini hanya suatu contoh, apa saja yang dapat kita pergunakan dalam menyusun perangkat peraturan untuk video.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

tradisional serta ukuran-ukuran yang wajar bagi bangsa itu sendiri.

61


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

62

Jadi ada empat hal kalau boleh saya ulang kembali. Pertama, jelas sekali bahwa pengaturan video dan film itu adalah satu. Kedua medium itu adalah dua yang saling sangkut menyangkut, saling pengaruh-mempengaruhi, baik dalam dampak kulturalnya maupun dalam dampak ekonomisnya. Jadi perlu sekali pengelolaan video dan film itu meski oleh siapapun juga —untuk dilakukan oleh satu tangan. Yang kedua, perlu diadakan sistem pengamanan dari dampak video itu sendiri yang ketiga, perlindungan terhadap aspek-aspek ekonominya dan yang keempat, justru yang sulit dihadapi adalah bahwa ada video yang tidak bisa diatur, yaitu video yang masuk secara gelap yang disini diperedarkan dan diperbanyak secara gelap pula. Dalam hal ini tidak ada aparat yang dapat menghadapinya. Dimanapun juga pembajakan terjadi dan penyelundupan terjadi. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan daya kritis masyarakat itu sendiri. Nah, ini berarti kita harus menciptakan suatu sistem penyensoran terhadap video. Ada bermacam-macam pendapat dalam hal ini; ada pendapat yang mengata­ kan bahwa karena video itu ditonton dalam keluarga, dia akan mempunyai pengaruh yang lebih buruk daripada film, karena film diputar dalam lingkungan yang tertutup sedangkan video diputar dalam lingkungan yang terbuka sehingga bisa dilihat oleh sembarang orang. Tetapi sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa tontonan video itu akan lebih aman karena dilihat bersama-sama dengan keluarganya, sehingga orang tuanya dapat bertindak sebagai penyangga atau bumper terhadap pengaruh buruk yang mungkin dapat ditimbulkan oleh video. lnilah Saudara-saudara, sebutkanlah semacam gambaran yang beredar dalam lingkungan Dewan Harian, gambaran yang semu sifatnya, yang kesimpulannya masih belum jelas dan karenanya saya harapkan akan Bapak-bapak/Ibu-ibu singgung dalam seminar ini sehingga pada suatu saat dapat kita capai dua hal. Pertama, mengadakan persiapan sedemikian rupa; kedua, mengadakan perangkat ketentuan sedemikian rupa sehingga dalam perkembangan video selanjutnya —yang barangkali akan dilaporkan nanti oleh Komisi yang membahas dampak teknologi video ini, kita tidak menjadi orang yang disergap oleh satu perkem­ bangan baru, karena keadaan kita selama ini selalu seolah-olah dikejar oleh suatu


Kita seolah-olah, seperti tadi dikemukakan oleh seorang rekan, mengejar layang-layang; layang-layang itu terbang lalu kita kejar. Dalam perkembangan teknologi sekarang ini perlu bagi kita agar bagaimanapun juga, secara mental harus dapat mendahului perkembangan tersebut, sehingga kita juga siap dengan suatu peraturan yang tidak bersifat tambal sulam. lnilah kiranya Saudara Ketua, sekedar sambutan yang tidak merupakan pengarahan tapi hanya sekedar menyampaikan kepada khalayak yang hadir, masalah-masalah apa yang hidup di kalangan Dewan Harian yang menyebabkan Dewan Harian meminta kepada Saudara Ketua Komisi Idiil Dewan Film Nasional untuk mengadakan seminar ini. Seminar ini dianggap sangat penting sekali artinya dalam menghadapi masalah perkembangan teknologi video sehingga suatu teknologi baru yang seharusnya dapat memberikan keuntungan positif tidak sampai menjadi bala yang negatif bagi bangsa dan masyarakat kita.

Sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Drs. Asrul Sani

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film Nasional, hal. 51-55

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

perkembangan yang inisiatifnya tidak ada di tangan kita.

63


64


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Teknologi Video dan Dampaknya Dalam Masyarakat Oleh Mochtar Lubis — Video hanyalah satu bagian saja dari apa yang dinamakan revolusi teknologi di bidang komunikasi, hasil dari perkawinan teknologi telekomunikasi dengan computer teknologi. — Guna mendapat perspektif yang lebih seimbang memandang video, kita memerlukan latar belakang perkembangan mutakhir di bidang komunikasi televisi ini. Istilahistilah teknologi baru telah bermunculan, seperti piring video laser (light amplification by stimulated emission of radiation), sistem distribusi memakai optical fiber, direct satellite-television, pemakaian milimeter waveguide (yang dapat mengangkat atau mengirim seperempat juga percakapan sekaligus pada waktu yang sama). Seminar ini membatasi diri pada video, yang kita kenal dalam bentuk video-kaset, yang dimasukkan ke dalam sebuah kaset-player/ recorder, dan kita dapat menonton isi

65


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

66

rekaman kaset tersebut di layar pesawat TV kita. Kemajuan teknologi di bidang video-kamera akan merubah situasi yang kita kenal selama ini. Waktu saya berkunjung ke Jepang sebulan yang lampau saya mendapat kesempatan berkunjung ke markas besar Sony Corporation. Di sana seorang direkturnya menunjukkan pada saya hasil yang telah dicapai dalam pengembangan video-kamera. Sony telah berhasil mengembangkan kamera video yang dapat merekam dengan lebih dari 1000 garis. Padahal menurut sang direktur dengan 850 garis saja sudah dapat dicapai gambar yang lebih jelas dan tajam dari gambar yang dapat direkam oleh kamera film 35 mm yang selama ini dipakai membuat film. Juga telah tercapai kesanggupan mengirim siaran TV jarak jauh untuk rekaman lebih dari seribu garis ini. Percobaan pengiriman jauh demikian telah dicoba oleh NHK Tokyo melalui satelit Yuri Jepang. Sony kini berharap menjelang akhir tahun depan telah dapat memasarkan sistem kamera-video yang demikian, lengkap dengan peralatan editing, dan sebagainya, dan diberi nama HDVS (High Definition Video System), mungkin memakai 1.250 garis. Para pengusaha pemancar video merasa yakin dengan teknologi baru ini, mereka akan dapat bertahan, jika tidak akan lebih unggul terhadap saingan dari film dan bioskop, dan sistem video-rumah (home video) yang kita kenal sekarang ini. Akan tetapi video kamera baru Sony ini tidak saja dapat dipergunakan untuk meninggikan mutu tehnis rekaman video untuk siaran televisi, tetapi dapat pula dipergunakan untuk membuat film cerita, yang dapat dipertunjukkan langsung di bioskop besar. Disamping ini bioskop dengan tehnologi lama, produser film dengan modal yang telah tertanam dalam peralatan teknologi film biasa, sutradara dan para tehnisi film yang telah biasa dengan disiplin teknologi film, masih dapat bekerja dalam kerangka teknologi yang telah mereka kenal lama itu. Bioskop tidak akan serta merta ditendang keluar gelanggang. Karena video-tape yang baru ini akan mudah dipindahkan ke film, seperti juga mudahnya memindahkan film ke video-tape. — Meskipun demikian, patut kita menyadari, bahwa kita kini telah berada diambang pintu menyatunya teknologi film dengan video, dan penyatuan ini akan berkembang dengan bertambah besarnya dominasi video, dan akhirnya video akan


— Mungkin saja pada permulaannya teknologi membuat film memakai teknologi video akan mahal pada taraf penanaman modal pertama, akan tetapi kenyataan ini diimbangi oleh jauh lebih murahnya, dan lebih cepatnya proses produksi sesuatu film memakai teknologi video. Sebagai yang ditunjukkan pada saya oleh salah seorang direktur Sony, lama produksi sebuah cerita film yang biasa, dengan video-camera tidak akan lebih dari sepuluh hari, seandainya segala yang diperlukan telah disiapkan terlebih dahulu. Ongkos film dapat dihemat secara besarbesaran, karena pemotretan yang tidak memuaskan sutradara atau jurukamera (yang dapat segera diperiksa pada layar TV), segera dapat diulang dengan menghapus tape, editing dengan sebuah mesin editing computer-elektronik dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Dan kemudian proses selanjutnya tidak lagi memerlukan proses di laboratorium. Direktur Sony mengatakan, bahwa ketajaman gambar malahan melampaui ketajaman gambar film 35 mm yang sekarang. Karena itu dapat disorotkan ke layar besar, ukuran cinemascope dan sebagainya. Perkembangan ini memungkinkan pula pengaruh dan dampak yang besar dalam sistem distribusi film cerita. Mungkin bioskop seperti yang kita kenal selama ini akan dapat bertahan selama beberapa waktu, tetapi jelas kematiannya juga telah berada di ambang pintu. Karena distribusi film cerita memakai teknik video jauh lebih mudah. Sebagai sentral pengirim, dapat melayani beberapa bioskop sekaligus memakai “cable tv”, yang di Amerika sarananya telah ada di banyak kota. — Karena perkembangan ini menurut direktur Sony tersebut akan muncul di pasar menjelang akhir tahun 1982 (sutradara Coppola dari Hollywood adalah pemesannya yang pertama), maka sudah sepatutnya Dewan Film Nasional mulai memikirkan dan menyiapkan dunia film dan perbioskopan Indonesia untuk menerima teknologi baru ini. Jangan menolak Teknologi: — Betapapun juga munculnya teknologi video ini terasa merupakan ancaman bagi berbagai golongan yang berkepentingan, sikap kita seharusnya jangan menolak

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

menggantikan teknologi film samasekali.

67


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

68

teknologi baru ini. Amat mudah mendarat hal-hal yang dianggap negatif yang dapat timbul dari sesuatu teknologi baru. Tetapi soalnya bagi kita, adalah memanfaatkan teknologi baru ini sebaik-baiknya untuk mencapai tujuantujuan utama Dewan Film Nasional yang telah digariskan; waktu agar film Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, dan agar film Indonesia memiliki kadar kulturaledukatif yang bertambah tinggi. — Karena ongkos produksi yang murah, maka lebih banyak perorangan maupun kelompok masyarakat akan mendapat kesempatan untuk berkarya kreatif memakai teknologi video. Pembikin film tidak lagi dimonopoli oleh mereka yang kuat modal saja, seperti yang banyak dikeluh-kesahkan selama ini. Cukong-cukong yang selama ini menguasai produksi film nasional (yang banyak tidak memahami aspirasi, perjuangan dan kehidupan budaya bangsa kita) kini dapat dipatahkan dominasi mereka. Memakai teknologi video pengucapan kreatif film dapat lebih “dimasyarakatkan” dan “didemokrasikan”. Mereka yang berbakat dapat mengembangkan kreativitas mereka dan dengan demikian menyumbang pada kekreativan pengucapan film bangsa kita. Ini tentu memerlukan perubahan sikap-sikap tertentu di kalangan produser maupun artis film selama ini, yang kini harus membuka diri lebih lebar menerima bakat-bakat baru. Tentu juga diperlukan sikap terbuka yang lebih besar pada pemerintah sendiri. Perubahan-perubahan sikap ini diperlukan, jika kita hendak sungguh-sungguh memanfaatkan teknologi baru ini menjadi milik masyarakat yang lebih luas. — Disamping film cerita, maka teknologi video juga membuka kemungkinan bagi berbagai kelompok masyarakat untuk dapat “turut bicara” mengenai kehidupan bangsa kita, mengenai berbagai masalah masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat akan mampu membuat sendiri laporan-laporan video tentang masyarakat mereka, memajukan permasalahan mereka, dan “berdialog” dengan kelompok-kelompok masyarakat lain, dan dengan pemerintah sendiri, disamping tukar menukar informasi antara berbagai kebudayaan di seluruh Nusantara. — Dengan bekerja-sama dengan jaringan TV pemerintah, maka semua kegiatan ini dapat diangkat ke tingkat nasional.


Proses ini akan sangat bermanfaat untuk mendorong proses penyatuan bangsa, memperkaya kehidupan budaya dan pula punya nilai pendidikan yang besar artinya. — Selanjutnya teknologi video yang baru ini janganlah hanya mengutamakan hiburan belaka, tetapi harus dipergunakan sebanyak mungkin untuk tujuan pendidikan, maupun informasi. Penyuluhan pertanian, peternakan, perikanan darat dan laut, bagaimana memelihara bunga dan buah-buahan, sayursayuran, rumah sehat, dapur sehat, makanan bergizi, mendidik anak-anak, kakus sehat, dan berbagai pengetahuan dan ketrampilan dapat diajarkan lewat program video.

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

Dan dapatlah secara audio-visual berbagai kelompok sosial, politik, budaya, agama, dan sebagainya saling memperkenalkan diri, melakukan tukar menukar informasi, berdialog, hingga berbagai ragam citra bangsa kita dapat tampil.

Ia juga dapat langsung dipergunakan di dalam kelas, mulai dari sekolah dasar hingga universitas. — Andai kata PT. Perfin dapat disempurnakan, dapat dilengkapi dengan modal dan manajemen yang profesional, dan padanya dapat dipercayakan untuk membina satu jaringan distribusi video, maka teknologi video yang baru ini membuka kesempatan bagi film Indonesia menjadi tuan rumah di tanah airnya sendiri. Jaringan bioskop yang sekarang, yang dilaporkan selama ini kurang menyadari perjuangan membuat film Indonesia jadi tuan rumah di tanah air sendiri, secara berangsurangsur dapat diimbangi oleh gedung bioskop video. Di tiap kelurahan umpamanya sebuah bioskop mini dapat disediakan. Hingga komunita kecil-kecil tidak perlu pergi jauh-jauh mengeluarkan ongkos transport untuk pergi menonton. Jaringan bioskop video mini seperti ini, yang dapat memuat sampai seratus penonton juga mendorong keakraban lokal, tak ubahnya dahulu dengan tontonan hidup tradisional masyarakat kita. — Teknologi video ini juga dapat dipergunakan untuk merekam semua kekayaan kebudayaan bangsa kita, mulai dari tari dan musik, isi museum, arca dan candi peninggalan

69


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

70

masa lampau, hingga pada pengucapan seni masa kini, kerajinan tangan (teknik-tekniknya), dan sebagainya, yang kini pun banyak di antaranya telah mulai hilang, dan jika kita biarkan akan punah semuanya. Orang Indonesia tidak biasa menuliskan semua ini jadi buku, dan teknologi video yang baru ini akan memungkinkan kita merekam semua ini, guna menjaga kesinambungan kebudayaan dan identitas kebudayaan kita, hingga jauh ke masa depan. — Kita dapat memperkecil dampak teknologi yang baru pada masyarakat yang kita anggap bersifat negatif, asal kita dengan penuh kesadaran pandai memakainya untuk tujuantujuan positif. Di luar negeri pun masalah ini kini sedang asyik diperdebatkan dan diperbincangkan. Umpamanya di luar angkasa, di luar daya tarik bumi kini telah beredar puluhan satelit milik berbagai negara, termasuk Indonesia: ada Stasiomar 10, Comestar, Palapa, Insat, Arabsat, dan sebagainya, semuanya sudah berjumlah kurang lebih 26 buah satelit. Program yang dipancarkan satelit-satelit ini dapat dicangkok, umpamanya di negeri Belanda sebuah perusahaan TV memakai kabel mencangkok siaran TV Rusia dan menawarkannya pada penonton-penonton TV di negeri Belanda. Kemungkinan serupa ini menimbulkan berbagai masalah mengenai hak cipta, invasi sesuatu negeri oleh program TV lewat satelit dari negeri lain. Teknologi ini juga akan menimbulkan perubahan dalam sistem produksi, pembiayaan dan pengawasan. — Video hanya merupakan satu bahagian saja dari revolusi teknologi yang sedang terjadi di bidang komunikasi di dunia kini. Sebuah perkembangan baru, perkawinan antara teknologi komunikasi dengan komputer. Orang Perancis menamakannya “telematique” dan “informatiques” dan ahliahli teori perwujudan komunikasi baru ini telah sibuk pula mengembangkan konsepsi-konsepsi mereka, — Meskipun demikian baik kita menyadari, bahwa sebenarnya tidak ada orang yang tahu pasti apa yang akan terjadi sebenarnya, apa dampaknya yang sebenarnya akan timbul terhadap masyarakat. Para pengamat di negeri-negeri berindustri maju mengatakan, bahwa perkembangan teknologi baru ini akan merubah pola-pola lama di masyarakat


Tetapi apa dan bagaimana masihlah belum terang benar, juga bagi mereka sendiri. — Sebaiknya kita bersikap sederhana menghadapi semua ini. Kata-kata besar seperti telematique, informatiques, sudah sejak beberapa tahun terakhir dilemparkan, kepada umum. Tetapi maknanya masih kabur saja. Kita kini baru menghadapi satu bagian saja. Dan karena seminar kita khusus dipusatkan mengenai video, maka saya membatasi diri, dan tidak memasukkan bidang-bidang lain dari revolusi teknologi telekomunikasi/computer ini. Meskipun pada kesempatan lain saya menyarankan agar juga sebuah seminar tentang perkembangan ini harus diadakan, agar negeri dan bangsa kita jangan sampai ketinggalan, sedikitnya dalam pemikiran, — Setelah mengatakan ini, maka saya ingin mengatakan, bahwa kemajuan teknologi tidak menjamin mutu berkomunikasi itu, dalam hal ini mutu isi video yang hendak disampaikan pada masyarakat kita. Pengalaman kita dalam film menunjukkan ini. Banyak produser dan sutradara film Indonesia menyontek film India, Hongkong dan Taiwan, film Hollywood, dan sebagainya, karena tidak menguasai medium itu sepenuhnya, tidak mengenai manusia dan masyarakat Indonesia itu sendiri dengan baik. Teknologi video juga akan mengalami nasib yang sama, seandainya dia tidak digauli demikian rupa, hingga menjadi milik kita sendiri, dan menjadi teknik pengucapan kreatif kita sebagai manusia Indonesia. Teknologi baru ini tidak serta merta harus diwarisi oleh orang film yang selama ini bekerja dengan teknologi film. Disiplin teknologi video tidak sama dengan disiplin teknologi film. Kita harus dapat menjawab pertanyaan seperti siapa yang akan membuat video, bagaimana distribusinya? — Satu hal yang jelas adalah kemajuan-kemajuan di bidang komunikasi seperti ini akan menimbulkan satu situasi baru; tidak mungkin lagi mempertahankan monopoli sesuatu pemerintah di bidang komunikasi. Seandainya nanti (ada yang mengatakan menjelang akhir abad ini, jadi dalam masa

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

berindustri dan akan menimbulkan sebuah masyarakat informasi yang baru.

71


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

72

delapan belas tahun mendatang), pola komunikasi dengan teknologi baru ini akan terjelma dalam jaringan komunikasi satelit - tv yang bersifat global, hingga setiap orang yang memiliki pesawat penerima dapat memilih program yang dikehendakinya dari mana saja dengan mudah. Dan kebiasaan sekarang seperti menghitamkan tulisan-tulisan dalam berbagai penerbitan di luar negeri tentulah tidak ada artinya lagi sama sekali. — Kita juga perlu memahami beberapa ciri lain perkembangan teknologi televisi ini: 1. Siaran televisi seperti yang kita kenal di Indonesia. 2. Cable televisi, yang di Amerika kini menyaingi siaran televisi konvensional dengan hebatnya. 3. Siaran langsung ke rumah lewat satelit. Siaran serupa ini membuka kemung­ kinan melintasi perbatasan negara lain yang bertetangga dekat. Namanya DBS (Direct Broadcasting from Satelite to home). 4. Ada pula sistim televisi langganan. 5. Lalu ada sistim distribusi multi-point (MDS). 6. Teletext (untuk mendapat informasi dan data). 7. Ada siaran khusus HBO alias Home Box Office, film-film pilihan. 8. Siaran televisi lewat satelit dapat dipergunakan untuk berbagai siaran, program biasa dan khusus seperti HBO, untuk menyiarkan adpertensi, atau beberapa siaran yang menarik dapat dibeli oleh sebuah penyiar televisi dan digabungnya menjadi satuan program yang lebih menarik. 9. Ada pula sistim bertenaga rendah (low powered) untuk siaran televisi lokal, dengan daya jangkauan yang terbatas, dan memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat, atau komunita kecil menyelenggarakan sendiri siaran televisi untuk memenuhi keperluan mereka sendiri. Sistim MDS (multipoint distribution system) terutama ditujukan pada hotel, motel, dan perusahaan atau sekolah, universitas, memenuhi keperluan menghibur, ataupun informasi dan pendidikan. Di Amerika Serikat timbul pemikiran, bahwa pemasang adpertensi di’ TV bukannya harus membayar pada perusahaan siaran TV (kecuali ongkos siaran), tetapi yang harus dibayar adalah penonton TV yang mau menonton siaran adpertensi. Kini di sana sedang dikembangkan sistim mengecek apakah seorang penonton benar-benar menonton


— Semua ini memerlukan pemikiran kita. Bagaimana mengaturnya agar tidak timbul kekacauan belaka? Bagaimana agar teknologi baru ini, termasuk video ini, dapat berfungsi dalam masyarakat kita sebagai medium hiburan masyarakat maupun perorangan, alat komunikasi horisontal maupun vertikal, alat berdialoog antara berbagai kelompok masyarakat, antara mereka, dan antara mereka dengan pemerintah sendiri? Bagaimana mempergunakannya sebaikbaiknya agar dia dapat dipergunakan sebagai alat untuk merekam dan menjamin kesinambungan budaya dan identita budaya bangsa, yang selalu dapat dipelajari kembali oleh generasi mendatang? Bagaimana mempergunakannya agar dia juga berfungsi sebagai alat pendidikan dan menyebarkan informasi dan ketrampilan, menyebarkan ilmu dan pengetahuan? Dalam perkembangan jangka panjangnya, malahan di beberapa negeri hal ini telah dimulai seperti di Prancis, Inggris, dan lain-lain, seluruh sistim “telematique” atau “informatiques” ini tidak hanya meliputi siaran tv seperti yang kita kenal di negeri kita, tetapi para pemilik pesawat TV akan mendapat “kekuasaan” untuk memilih sendiri program yang disukainya, pesawat tv-nya bersama dengan teleponnya akan dapat dipergunakannya untuk meminta data dan informasi setiap waktu, malahan dia akan dapat berbelanja dari rumahnya, berhubungan dengan bank atau perusahaan lewat sistim ini. Malahan sebuah perkembangan lain mengatakan, bahwa sistim televisi/pesawat telepon/ komputer/elektronik ini akan dikembangkan pula menjadi sebuah sistim sekuriti untuk melindungi rumah pribadi atau perusahaan dari maling atau rampok. — Jelaslah bahwa sistim demikian, yang dapat memburu setiap manusia sampai ke kamar tidurnya, ke kakus atau kamar mandinya, ke dapurnya malahan, dengan potensipotensi besarnya untuk memotivasi manusia ke arah yang

SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

siaran adpertensi, dan jika demikian, maka dia akan menerima pembayaran untuk kesediaannya tersebut. Semakin lama dan banyak dia menonton siaran iklan, semakin banyak dia mendapat bayaran. Mungkin jadi penonton TV siaran iklan akan merupakan profesi baru di Amerika. Karena bayarannya direkakan antara 50 sen dollar hingga satu dollar sejam menonton. Jika kuat menonton siaran iklan enambelas jam tiap hari, kan lumayan?

73


SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN

74

baik maupun yang buruk, kekuatannya untuk menyiarkan kebenaran atau kebohongan, kemahiran kameranya dan fasilitas editingnya untuk memalsukan atau melakukan distorsi terhadap kenyataan, pasti mempunyai bukan saja dampak sosial yang besar, akan tetapi juga dampak politik dan kebudayaan. Ia dapat merusak, berciri negatif, tetapi dia juga dapat menjadi kekuatan budaya, politik dan sosial yang positif, yang kreatif, dan membuka kemungkinan pendemokrasian komunikasi baru secara nyata. Teknologi ini tidak perlu kita cemaskan. Dia dapat merugikan ataupun berbuat baik, tergantung dari isinya. Yang mengisinya adalah manusia Indonesia sendiri. Teknologi ini jelas teknologi yang dikembangkan oleh kebudayaan asing, dengan nilai-nilai mereka sendiri. Akan salahlah kita, jika kita juga mengisinya dengan isian yang diciptakan oleh kebudayaan asing tersebut. Tidak berarti saya menolak hasil hasil karya bukanIndonesia akan tetapi kita harus lebih selektif terhadapnya dari yang selama ini kita lihat. — Pada akhirnya kita harus mampu mempergunakan perkembangan teknologi baru ini untuk sungguh-sungguh memenuhi keperluan bangsa kita, oleh bangsa kita sendiri. Bacaan 1. Informasi Sony Corporation. 2. Inter-Media, International Institute of Communications. 3. Channels of Communications, Media Commentary Council Inc. New York. 4. Century 21, D.S. Hallacy Jr. McRae Smith Company, Philadelphia. 5. Future Facts, Stepehen Rosen, Simon and Schuster, New York. 6. Many Voices, One World, Unipub, Unesco

Sumber: BUKU SEMINAR PENGELOLAAN TEKNOLOGI VIDEO UNTUK PEMBANGUNAN yang diadakan 7-10 Desember 1981, Dewan Film Nasional, hal. 122 - 128


75


76


77


78

PRESENTASI D: Durasi Duration m: Menit Minute d: Detik Second B: Bahasa Language SB: Sub Teks Subtitle F: Format S: Sutradara Director K: Kamera Ed: Editor C: Cerita Story Pam: Penampilan Appearance Mus: Musik Art: Artistik Nar: Narator Q: Kuotasi M: Mentor Du: Dukungan Support Pen: Penerjemah Translator Pr: Produksi Production Pg: Program TPr: Tempat Produksi Production Location BPr: Bulan Produksi Production Month T: Tahun Produksi Year of Production.


PROYEKTOR 1

BE RTDM

KIITOS, SELAMAT TINGGAL KOTA MERAH

79

LA CASA

CACÁRO

LA AZOTEA

FATHER WHERE EVER YOU ARE YOUR DAUGHTER HERE NEAR THE STAGE or PURUSHA


PROYEKTOR 1

80

D: 26m 06d, B: Inggris, SB: Inggris, F: Video, S: Hafiz & Otty Widasari, P: Forum LentengReinaart Vanhoe, Pg: Neo Beginners, TPr: Rotterdam–Belanda, BPr: Agustus, T: 2006

BE RTDM

D: 24m 12d, B: Indonesia–Finlandia-Inggris, SB: Inggris, Format: Video, S: Mahardika Yudha, Pen: Teza Faisal Arivai, Pr: Forum Lenteng,TPr: Tampere–Finlandia, BPr: Maret, TPr: 2007

KIITOS, SELAMAT TINGGAL KOTA MERAH

D: 24m 58d, B: Assam, SB: Inggris, F: Video, S: Mahardika Yudha, Pr: Desire Machine CollectiveKHOJ Guwahati & Forum Lenteng, Pg: Periferry 1.0, TPr: Guwahati–India, BPr: JanuariFebruari, T: 2008

FATHER WHERE EVER YOU ARE YOUR DAUGHTER HERE NEAR THE STAGE or PURUSHA

Dokumenter tentang kota Rotterdam. Sebuah esai pendek pengalaman sebagai turis yang datang ke kota pelabuhan yang penuh dengan tanda-tanda perubahan yang berbeda dengan kota-kota lain di Belanda. Film merupakan bagian dari proyek NEO BEGINNERS di TENT. Center Rotterdam yang didukung oleh Forum Lenteng dan Art Council Rotterdam.

Dokumenter ini merupakan catatan harian tentang pengalaman singkat di kota Tampere yang disebut sebagai Kota Merah. Menceritakan sejarah kota industri tersebut dari kacamata pendatang yang berasal dari Indonesia.

Sungai diibaratkan sebagai ibu bagi negara India. Namun satusatunya sungai yang menggunakan nama laki-laki hanyalah sungai Brahmaputra yang artinya Putra Brahma yang terletak di NorthEast India. Membelah negara bagian Assam menjadi dua. Sungai yang menghubungkan antara North-East India dengan pulau induk ternyata tidak mempersatukan mereka. Video ini merupakan sebuah catatan kecil tentang seorang turis yang mengalami kehidupan disana yang memiliki pengalaman visual yang tidak berbeda dengan orang-orang India.


Oktober 2005 3 karya film dokumenter yang dibuat oleh El Despacho di Mexico dengan mengundang Forum Lenteng yang diwakili oleh Andang Kelana dan Ari Dina Krestiawan sebagai koordinator program. 3 karya dokumenter tentang ‘KEINTIMAN’. Keintiman antara si pembuat dengan subyek dan obyek yang diangkatnya melalui ide ini. Tentang keceriaan, ruang, kenangan, kenyamanan dan sebuah mimpi.

PROYEKTOR 1

EL TVDCM (El Taller Video documental de Ciudad de Mexico)

12 orang partisipan, dalam waktu 3 minggu, 3 kelompok untuk membuat ketiga karya ini. VIDEO: Cacáro/Tuan Pemutar Proyektor, La Casa/Rumah, La Azotea/Atap. PARTISIPAN: Andang Kelana (Koordinator), Ari Dina Krestiawan (Koordinator), Eder Castillo, Antonio Bunt, Greta Gamboa, Rene Hayashi, Edith Ovalle lopez, Ricardo Atl Laguna dan Fernanda Mejia

D:4m 50d, B: Spanyol, SB: Inggris, F:Video, S: Antonio Bunt, Eder Castillo, Greta Gamboa, Rodrigo Reyes, M: Andang Kelana & Ari Dina Krestiawan (Forum Lenteng), Pr: El Despacho & Forum Lenteng, Pg: Intimacy Project, TPr:Meksiko, BPr: Oktober, T: 2005

CACÁRO (Tuan Pemutar Proyektor)

D: 7m 54d, B:Spanyol, SB: Inggris, F: Video, S: Ari Dina Krestiawan, Fernanda Mejia, Ricardo Atl Laguna, Juan Pablo Garza, M: Andang Kelana & Ari Dina Krestiawan, Pr: El Despacho & Forum Lenteng, Pg: Intimacy Project, TPr: Meksiko,T: 2005

LA CASA (Rumah)

D: 7m 16d, B: Spanyol, SB: Inggris, F: Video, S: Andang Kelana, Edith Ovalle López, René Hayashi, Carlos Garavito, M: Andang Kelana & Ari Dina Krestiawan, Pr: El Despacho & Forum Lenteng, Pg: Intimacy Project, TPr: Meksiko, T: 2005

LA AZOTEA (Atap)

Keceriaan Diego dan Frida, dua orang anak yang bertemu di sebuah teater. Mereka bertemu untuk pertama kali, sambil bermain mereka bercerita tentang keceriaan mereka berdua.

Seorang nenek yang memiliki memori akan ruang yang ditinggalkan oleh suaminya yang telah meninggal. Ruang itu tidak pernah berubah sampai sekarang.

Setiap Apartemen memiliki kamar gudang dan ruang untuk mencuci bagi penghuninya, kadang tempat itu dijadikan ruang untuk bekerja, tinggal, ataupun mengejar impian.

81


PROYEKTOR 2

LOCAL FBI

ANDANG DAN SARJO

82 ANDY BERTANYA

IBU DAN ANAK

DONGENG SEBELUM HUJAN

HUNI


PROYEKTOR 2

ALAM: SYUHADA

KEPUTUSAN DI SUNGAI CIUJUNG

83 REQUIEM


PROYEKTOR 2

84

D: 6m 47d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Andang Kelana, Pam: M. Mansyur, Mus: Andang Kelana, Pen: Reza Afisina, P: Forum Lenteng, Pr: Jakarta, T: 2005

LOCAL FBI

D: 8m 10d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Wachyu Ariestya Permana, Hafiz, Ed: Hafiz, Andang Kelana, C: Hafiz, Andang Kelana, Art: Hafiz, Maulana M. Pasha, Andang Kelana, P: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

ANDANG DAN SARJO

D: 13m 57d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Andang Kelana, Maulana M. Pasha, Ed: Hafiz, Art: Forum Lenteng, C: Forum Lenteng, P: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

ANDY BERTANYA

D: 14m 55d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Hafiz, Ed: Hafiz, C: Hafiz, Otty Widasari, Art: Hafiz, Otty Widasari, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

DONGENG SEBELUM HUJAN

D: 4m 9d, F: Video, S: Ari Dina Krestiawan, Pen: Rochaeni Junus, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, T: 2005

IBU DAN ANAK

Mansyur seorang satpam yang menikmati hidupnya bagai menghisap sebatang rokok.

Film ini mendokumentasikan peristiwa pengalaman yang diperoleh Andang saat rambutnya dicukur. Dialog terjadi antara Sarjo yang bekerja sebagai tukang cukur keliling dengan Andang selaku penggunanya tentang memori masing-masing bagaimana hidup dan sejarahnya di Jakarta.

Banyak cara sebuah usaha dalam mengiklankan diri. Jasa iklan di media massa sangatlah mahal. Dan ada cara untuk menyelesaikannya. “Taruh nomor telepon Anda di jalanan!”

Kendaraan umum ini ternyata menyimpan berbagai cerita. Kesaksian seorang sopir yang kesehariannya menadapat berbagai pengalaman menarik ketika ia membawa penumpangnya, mulai dari cerita mengenai pelacur di Jakarta sampai kejahatan orang yang dialaminya. “Mendongeng”, itulah yang dilakukan Ukar kepada penumpangnya. Kebenaran dan kebohongan menjadi kabur.

Hubungan antara ibu dan anak, ketika sang anak meminta ibunya untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya, sementara sang anak tidak mempercayai hasil karya ibunya.


HUNI

D: 8m 50d, B: Indonesia, SB: Inggris, S: Hafiz, F: Video, Pen: Reza Afisina, Pam: Alam, Pr: Forum Lenteng, T: 2005

ALAM: SYUHADA

D: 11m 19d, B: Sunda-Indonesia, S: Syaiful Anwar, F: Video, Pr: Forum Lenteng, T: 2009

KEPUTUSAN DI SUNGAI CIUJUNG

Memiliki rumah adalah sesuatu yang saya impikan. Dari jelasnya batas dan kepemilikan sertifikat atas tanah tersebut, saya berhak untuk mewujudkan apa yang saya impikan atas tanah itu, atas bangunannya, atas interior, atas pekarangan yang dibatasi oleh pagar.

Alam memiliki impian untuk menjadi tentara. Namun karena kendala ekonomi ia berangkat ke Jakarta untuk meringankan beban orang tuanya. Alam bercerita tentang hidup, mimpi sebagai manusia yang berjuang di kota besar.

Bagaimanakah Wandi, seorang remaja akan memutuskan harga dirinya sebagai seorang lelaki dalam tradisi sungai Ciujung? apakah kekuatankekuatan sosial di lingkunganya mampu menaklukan kecemasanya daripada melecehkan dirinya D: 8m 2d, S: Mirza Jaka Suryana, F: Video, Pr: Forum Lenteng, T: 2009

PROYEKTOR 2

D: 10m 16d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Mahardika Yudha, Nar: Sherly Triana Hapsari, Q: Rumah Mati di Siberia karya Fyodor Dostoyevsky, terjemahan M. Radjab, Balai Pustaka–1949, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007

REQUIEM Sebuah tangkapan atas kesepian anak manusia di tengah hiruk pikuk dunia. Pertanyaan mengenai keyakinan serta relasi-relasi individu dan sosial. Berujung pada ketidakpastian.

85


PROYEKTOR 3

BUKU !

BENHIL

PUNK SATU MENIT

B

NUNGGAK

JALAN TAK ADA UJUNG

86


PROYEKTOR 3

SECANGKIR COPY, PASTE DAN CELL

KETIKA AKU PULANG, TIDAK ADA MAMAH DI DEPAN PINTU

87

BILAL

ROOM IMAGE


PROYEKTOR 3

D: 3m 15d, SB: Inggris, F: Video, S: Hafiz, Pr: Forum Lenteng, T: 2003

BUKU ! Buku adalah simbol dari intelektualitas dan bagaimana jika intelektualitas itu terbentur oleh dinding yang kokoh hingga pada akhirnya ia hanya menjadi sebuah ‘suara yang menggema’.

D: 5m 50d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, C: Hafiz, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

BENHIL

D: 1m 8d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Otty Widasari, K: Otty Widasari, Ed: Hafiz, Pam: Dionysius, Mus: Oomleo, Pr: Forum Lenteng, T: 2005

PUNK SATU MENIT

D: 4m 45d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M. Pasha, Andang Kelana, Ed: Hafiz, Andang Kelana, C: Hafiz, Andang Kelana, Art: Hafiz, Andang Kelana, Wachyu Ariestya Permana, Maulana M. Pasha, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

B

D: 1m 18d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Andy Rahmatullah, Pr: Forum Lenteng, Pg: Kontrakan Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli,T: 2007

NUNGGAK

D: 6m 23d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Maulana M. Pasha, Ed: Maulana M. Pasha, Hafiz, Pen: Hafiz, Maulana M. Pasha, Pam: Fajar Bibir Gambit (wawancara tanggal 19 Juli 2006), Pg: Videopoem Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, T: 2006

JALAN TAK ADA UJUNG

88

“Ngga’ kenal tapi akrab”. Keakraban antara penumpang dan sopir, serta kisah seputar sopir kendaraan ini yang setiap hari membawa orang-orang asing. Bahasa tubuh dari kedua personal yang berbeda ini sangat menarik untuk dilihat.

Dokumenter pendek satu menit wawancara dengan Dionysius ‘The Punk’ tentang hal-hal yang biasa di Indonesia, tapi tidak biasa baginya.

Bising dan bergetar, itulah ciri khas dari kendaraan ini.

Pintu-pintu kontrakan selalu menyimpan cerita lama tentang awal bulan di mana sang penagih menjadi momok bagi para penghuni.

Ketika arah dan alamat tidak lagi pasti, ketika petunjuk dan arahan mengajak Anda berfantasi akan lokasi. Tidak ada patokan pasti, berjalan dalam sebuah labirin kota.


SECANGKIR COPY, PASTE DAN CELL

D: 6m 42d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Gelar Agryano Soemantri, Pr: Forum Lenteng, Pg: Kontrakan Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007

KETIKA AKU PULANG, TIDAK ADA MAMAH DI DEPAN PINTU

D: 3m 42d, B: Arab, SB: Inggris, F: Video, S: Bagasworo Aryaningtyas, K: Wachyu Ariestya Permana, Ed: Hafiz, Bagasworo Aryaningtyas, Art: Andy Rahmatullah, Pam: Bagasworo Aryaningtyas, Pen: Mirza Jaka Suryana, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: April, TPr: 2006

BILAL

D: 05m 02d, B: Indonesia, F: Video, S: Putera Rizkyawan, Pr: Forum Lenteng, T: 2008

ROOM IMAGE

Narator mempertanyakan siapa Jim dan Peggy. Dua tokoh dalam film ini yang merupakan “orangorang” di sekitar kita saat ini. Ada pertemuan yang tersembunyi di ruang pribadi. Jim dan Peggy adalah tokoh yang terjebak dalam lingkaran pesan dan media saat ini, dari film, radio, televisi, hingga ke video handphone. Orangorang instant ini akan hilang begitu saja seperti kecepatan dunia “pesan” kontemporer yang selalu berubah dari satu bentuk ke bentuk yang baru.

PROYEKTOR 3

D: 19m 9d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Maulana Muhammad Pasha, Pam: Fuad Fauji & Klara Pokeratu, Pr: Forum Lenteng, Q: Secangkir Kopi dan Sepotong Donat karya Umar Kayam dalam buku Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, terbitan PT Pustaka Utama Grafitti, 2003, TPr: Jakarta, BPr: JanuariApril, TPr: 2008, Pg: Cerpen untuk Film

Sebuah puisi tentang kehidupan di pinggiran yang tidak pernah membosankan.

Ketika atribut pengumandang adzan dipertanyakan.

Empat gadis belia melakukan pengenalan dirinya di ruang privat ekspresi. kejadian privat pun terekam, dimana kamera menjadi monitor bagi mereka.

89


PROYEKTOR 4

6,33 M x 3,70 M

RONIN

FAÇADE 5A

SERUANG BERSAMA BATU

RUMAH

TEMBANG PAGI DI AWAL MEI

90


PROYEKTOR 4

FACT

PEMANDANGAN PIKNIK

91 SUNRISE JIVE


PROYEKTOR 4

92

D: 9m 30d, B: Indonesia, F: Video, S: Ardy Widi Yansah, Pr: Forum Lenteng, Pg: Kontrakan Kita, TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007

6,33 M x 3,70 M

D: 12m 45d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M. Pasha, Andang Kelana, Ed: Hafiz, Mus: Andang Kelana, C: Hafiz, Mahardika Yudha, Pam: Ronin, Art: Hafiz, Andang Kelana, Mahardika Yudha, Maulana M. Pasha, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

RONIN

D: 10m 21d, F: Video, S: Hafiz, K: Hafiz, Ed: Hafiz, Pg: Videopoem Project, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, T: 2004

FAÇADE 5A

D: 5m 7d, B: Indonesia, F: Video, S: Hafiz, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: April, Tahun: 2006

SERUANG BERSAMA BATU

D: 11m 19d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Mahardika Yudha, Nar: Sherly, Fani, Daman, Dive, Ekoy, Gelar, Wibi, Abe, Paul, Mus: Enggak Jadi Susah karya Benyamin S., Bukan Propaganda karya Bandempo, Uang karya Naif, Pen: Arissa A. Ritonga, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, TPr: 2006-2007

TEMBANG PAGI DI AWAL MEI

Lapisan-lapisan di sepotong jalanan lenteng agung memaparkan kisah tentang trotoar, jalan raya, roda, debu, deru kereta, dan harihari yang selalu sama.

Ronin adalah saksi yang melihat dan mendengar “perubahan” dan “kejadian” di komunitas-komunitas kecil di Jakarta. Ronin adalah seseorang yang ditunggu-tunggu oleh ibu-ibu rumah tangga dan para pembantu. Ronin adalah tempat melampiaskan kekesalan dan mengadu. Ronin adalah yang tersisa dari kehadiran mal-mal dan supermarket di Jakarta.

Lihat sekeling di mana kamu tinggal. Suatu hari, sesuatu yang dekat dengamu menjadi sangat berbeda.

Di ruang itu dua manusia menghancurkan batu.

Dalam ruang busway, di antara jajaran gedung di kota Jakarta, cerita kecil buruh diungkapkan.


RUMAH

D: 7m 12d, F: Video, S: Mahardika Yudha, K: Mahardika Yudha, Editor: Hafiz, Pam: Karyawan Pabrik Astra Daihatsu Motor, Pr: Forum Lenteng, T: 2005

SUNRISE JIVE

Video eksperimental dengan dua lapis yang berhadap-hadapan, tentang interaksi warga Jakarta yang datang dari berbagai asalusul dalam satu tempat tinggal yang sama. Karena didesak oleh situasi dengan alasan entah apa, dalam ketidakcocokan ‘kami’ harus saling berinteraksi, bersama-sama menjaga irama yang tidak pernah sama itu berjalan bersamaan dalam satu tempo yang kacau.

PROYEKTOR 4

D: 7m 37d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Otty Widasari, Ed: Hafiz, Pr: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Juli, T: 2007

Dokumenter tentang pekerja pabrik mobil yang melakukan senam setiap pagi sebelum memulai kerja. Rutinitas dalam bekerja memang membosankan, tetapi ada sesuatu di balik itu yang dapat membuat kita tersenyum dengan rutinitas.

93 D: 7m 5d, B: Indonesia, SB: Inggris, F: Video, S: Forum Lenteng, K: Maulana M. Pasha, Hafiz, Ed: Hafiz, Andang Kelana, C: Hafiz, Maulana M. Pasha, Art: Hafiz, Maulana M. Pasha, Andang Kelana, Pr: Forum Lenteng, Du: Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK)-HIVOS, Pg: Massroom Project, Pr: Forum Lenteng, LPr: Jakarta, BPr: Oktober, T: 2003

PEMANDANGAN PIKNIK Pernahkah Anda membayangkan duduk di atas sebuah kendaraan umum ini? Pemandangan apakah yang Anda dapatkan, ketika itu terjadi pada diri Anda?


VIDEO AKUMASSA Akumassa adalah program video/media partisipatori Forum Lenteng bekerjasama dengan komunitas-komunitas pekerja kreatif muda (mahasiswa, seniman muda, pelaku budaya) dalam menangkap persoalan lokal sebagai materi pembelajaran dengan strategi;penggerakan motivasi, produksi video/media dan informasi, guna mengupayakan kesadaran partisipatoris akan persoalan-persoalan yang hidup di dalam masyarakat. Sepanjang Tahun 2008-2009, program akumassa telah berjalan di beberapa empat lokasi yang bekerjsama dengan komunitas lokal, mereka adalah: SAIDJAHFORUM-Rangkasbitung, GARDU UNIK-Cirebon, Kelompok Studi SARUEHPAdang Panjang, KOMKA dan EPICENTRUM-Jakarta. Para fasilitator adalah: Riezky Andhika Pradana, Otty Widasari, Maulana M. Pasha, Syaiful Anwar, Mahardika Yudha, Ajeng Nurul Aini dan Gelar Agryano Soemantri.

MONITOR 1

94

AKUMASSA RANGKASBITUNG, LEBAK-BANTEN BEKERJASAMA DENGAN SAIDJAH FORUM MONITOR 2 AKUMASSA CIREBON, JAWA BARAT BEKERJASAMA DENGAN GARDU UNIK MONITOR 3 AKUMASSA PADANG PANJANG, SUMATERA BARAT BEKERJASAMA DENGAN KELOMPOK STUDI SARUEH

MONITOR 4 AKUMASSA LENTENG AGUNG, JAKARTA BEKERJASAMA DENGAN KOMKA UIN DAN EPICENTRUM IISIP

Partisipan SAIDJAHFORUM: Fuad Fauji, Helmi Darwan, Firmansyah, Jaenudin, santi Susanti, Cak Rob dan Risfa Firdayanti.

Partisipan GARDU UNIK: Agung Sentot Winnetou, Iskandar Abeng, Syaiful Anwar, Bayu Alfian, Yahya Malik, Diki Septiadi, Desie Bayu Raraningrum, Tri Astiyani Saputri dan Nico Broer. Partisipan SARUEH: Linda Gusnita, Puji Nurani, Jelita Rahmadani, Putri Dewi Rahmah, Sovianti, M. Fandi Taufan, Shofyan Adi Nugroho, Fadly Nasrul, David Darmadi, Rio Sadja Dawat, Chandra Zefry Airlangga, Harryaldi Kurniawan, Roni Febriandi, Rudy Rahman Firdaus, Wulya Marthayadi dan Roberto Satyady. Partisipan KOMKA & EPICENTRUM: Arry Susanty, MArifka Wahyu Hidayat, Mira Febri Mellya, Ray Sangga Kusuma, Sudrajat dan Sysca Flaviana Devita.


SUPLEMEN

PROYEKTOR 2

PROYEKTOR 4

1

IN LOVE WITH COMMERCIAL

AN NISA

D: 06m 03d, B: Indonesia, F: Video, S: Ari Dina Krestiawan, P: Forum Lenteng, TPr: Jakarta, BPr: Februari, T: 2009

IN LOVE WITH COMMERCIAL

D: 07m 10d, B: Indonesia–Arab, SB: Bahasa Indonesia, Format: Video, S: Gelar Agryano Soemantri, Pr: Forum Lenteng,TPr: Pasar Minggu-Jakarta, BPr: Maret, TPr: 2009

AN NISA

Sebuah kisah cinta yang dibalut oleh frame-frame dalam berbagai film Indonesia yang terdapat produk komersil di dalamnya.

Sebuah ingatan tentang “manusia” dalam sibuknya pasar, didengar, diamalkan, diresapi atau tidak? Kita kembalikan pada masing-masing aku di dalamnya.


© 2009 VIDEOBASE: video, sosial, historia - Forum Lenteng All Rights Not Reserved

Diterbitkan oleh: Forum Lenteng, sebuah lembaga nirlaba egaliter yang didirikan sejak tahun 2003. Kerja-kerja Forum Lenteng selalu berlandaskan pada persoalan-persoalan yang dekat dengan masyarakat. Melalui medium audio visual, Forum Lenteng berupaya menangkap gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat kontemporer sebagai bentuk kontribusi bagi pengayaan sejarah bangsa Indonesia. Published By: Forum Lenteng, a non-profit egalitarian organization established in 2003. The basic works of Forum Lenteng always related to the problems in society. Through audio visual medium, Forum Lenteng attempt to captured symptoms in contemporary society as a contribution to enrich the history of the people of Indonesia. KETUA > HAFIZ SEKRETARIS JENDERAL > ANDANG KELANA KEUANGAN > FAITA NOVTI KRISHNA PROGRAM > OTTY WIDASARI PENELITIAN PENGEMBANGAN > MAHARDIKA YUDHA WORKSHOP > MAULANA M. PASHA PRODUKSI > SYAIFUL ANWAR JURNAL FOOTAGE > MIRZA JAKA SURYANA

Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02, Jakarta 12610. Indonesia T/F: +62 21 78840373 e-mail: info@forumlentengjakarta.org www.forumlentengjakarta.org www.jurnalfootage.net www.akumassa.wordpress.com

95


ANGGOTA

AGUNG NATANAEL (ABE)

96

AJENG NURUL AINI

AKBAR YUMNI

ANDANG KELANA

MAHASISWI JURNALISTIK

AKTIVIS LSM

DESAINER GRAFIS

JURNALIS FOTO

ANDY RAHMATULLAH (GHALIB)

ARDY WIDI YANSAH (MANYEN)

ARI DINA KRESTIAWAN

JURNALIS/ PENGGIAT VIDEO

JURNALIS FOTO

PEMBUAT VIDEO

ARISSA A. RITONGA (ICHA)

BAGASWORO ARYANINGTYAS (CHOMENK)

DEFINA MARTALISA (DIVE)

EKO YULIANTO (EKOY)

STAF PRODUKSI TV

KARYAWAN RUMAH PRODUKSI/ JURNALIS FOOTAGE

MAHASISWA JURNALISTIK/ PEMBUAT VIDEO

GURU BHS INGGRIS/MANTAN JURNALIS

FAITA NOVTI KRISHNA (ETA) WARDROBE FILM


ANGGOTA

FRANS PASARIBU PENGGIAT VIDEO

GELAR AGRYANO SOEMANTRI

GUNAWAN WIBISONO (WIBI)

PEMBUAT VIDEO/ SARJANA JURNALISTIK

JURNALIS FOTO

HAFIZ PEMBUAT VIDEO

97 HAFIEZ PASHA

HERMAN SYAHRUL (DAMAN)

INTAN PERTIWI

KLARA POKERATU

STAF PROGRAM RADIO/MAHASISWA JURNALISTIK

WARDROBE FILM

SANTRI/JURNALIS

MAHARDIKA YUDHA (DIKI)

MAULANA M. PASHA (ADEL)

MIRZA JAKA SURYANA

NURHASAN (BARBAR)

PERISET

SENIMAN MEDIA BARU

PENULIS

COPYWRITER

FOTOGRAFER/ KARYAYWAN SWASTA


ANGGOTA

OTTY WIDASARI

PUTERA RIZKYAWAN

PEMBUAT VIDEO

DESAINER GRAFIS/ MAHASIWA JURNALISTIK

RAY SANGGA KUSUMA MAHASISWA KOMUNIKASI

RIEZKY ANDHIKA PRADANA (KIKIE PE’A) MUSISI/JURNALIS

98 SHERLY TRIANA HAPSARI

SYAIFUL ANWAR (PAUL)

MANTAN KARYAWATI/ JURNALIS

PEMBUAT VIDEO

WACHYU ARIESTYA PERMANA (ACONK)

WAHYU CHANDRA KESUMA (TOOXSKULL)

JURNALIS FOTO

MUSISI/MAHASISWA PERIKLANAN

TITIN NATALIA JURNALIS INFOTAINMENT

UGENG T. MOETIDJO PERISET

ANGGOTA SELANJUTNYA

ANGGOTA SELANJUTNYA

19 TAHUN KE ATAS

19 TAHUN KE ATAS


Forum Lenteng mengucapkan terima kasih kepada: Heidi Arbuckle, Danis Vidha (The Ford Foundation), Efix Mulyadi, Ipong Purnama Sidhi, Paulina Dinartisti (Bentara Budaya Jakarta), Dian Herdiany, Elan Vito, Eko Harsoselanto (Kampung Halaman), Ade Darmawan, Indra Ameng, Julia Sari (Ruangrupa), Kepada narasumber: Bpk. H. Dasmir, Wira Video & Boy Eka Putra, Bpk. Alwi Karmena (Taman Budaya Padang), Bpk. Alda Wimar (Dewan Kesenian Padang), Ibu Nina Alda & Keluarga, Rio dari Harian Pagi Padang Ekspres, Shanty Puspita Dewi (Universitas Negeri Padang), Ajo Andre, Nico Broer, Bayu Alfian, Yahya Malik, Iskandar Abeng (Gardu Unik), Fuad Fauji, Helmi Darwan, Dableng, Rob (Saidjahforum), Linda Gusnita, Ronny Febriandi, David (Kelompok Studi Sarueh), KOMKA, Epicentrum, Oktianto Setiawan, White Shoes & The Couples Company, The Plastic String Ensemble, Mbak Minah, Mas Min, Mas Tris, Mbak Yatin, Mbak Nana, Pak dan Bu Achyar, Mas Rahmat dan Istri, Mbak Icha dan suami, Mbak Sum dan suami (Kontrakan 34), teman-teman, dan para sponsor yang telah mendukung acara kami.

99


100

artwork by Miss Sari / 2008

White Shoes & The Couples Company adalah: Nona Sari (vokal), Tuan Rio Farabi (gitar akustik, suara latar), Tuan Saleh Husein (gitar elektrik, suara latar), Tuan Ricky Surya Virgana (bass gitar, cello, suara latar), Nyonya Mela Virgana (piano, keyboards, viola, suara latar), Tuan John Navid(drum). Contact: Indra Ameng / Personal Manager +62 818817548 indra.ameng@gmail.com www.myspace.com/whiteshoesandthecouplescompany www.whiteshoesandthecouplescompany.org www.aksararecords.com www.mintyfresh.com


Jurnal Footage adalah jurnal yang diterbitkan oleh Forum Lenteng, membahas berbagai wacana visual kontemporer, baik filem maupun video. Jurnal Footage menyuguhkan ragam tulisan sebagai jawaban atas kurang berkembangnya wacana dan kritisisme media audio visual (filem dan video) di Indonesia.

101

Foto: Sudrajat, akumassa Lenteng Agung

Akumassa adalah program video/media partisipatori Forum Lenteng bekerjasama dengan komunitas-komunitas pekerja kreatif muda (mahasiswa, seniman muda, pelaku budaya) dalam menangkap persoalan lokal sebagai materi pembelajaran dengan strategi;penggerakan motivasi, produksi video/media dan informasi, guna mengupayakan kesadaran partisipatoris akan persoalan-persoalan yang hidup di dalam masyarakat.


DVD UNTUK SEMUA adalah program penerjemahan karya filem yang dinilai penting dalam perkembangan sejarah sinema dunia oleh Forum Lenteng untuk studi sejarah dan bahasa filem. Kami menerima donasi berupa terjemahan filem, DVD, dan dana. Untuk informasi hubungi info@forumlentengjakarta.org atau 021 78840373

102

DESIGN. PRODUCTION. CONTEXTUAL. VALUEABLE. contact: contextcreative@gmail.com 0816 16 18 367



106

TY.” E I C O S N LF, THE E S R U O Y RECORD , T S R I F “


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.