Prosiding | FKPH Law Fair 2021

Page 1


Kumpulan Pemikiran Mengenai

Hukum dan Teknologi Informasi di Indonesia

Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Kata Pengantar

S

ejak berdiri pada 9 September 1996, Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) merupakan sebuah lembaga otonom yang berada di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. FKPH merupakan lembaga riset dan kajian ilmiah hukum yang memiliki komitmen untuk turut serta berkontribusi bersama untuk membangun sumber daya manusia demi mewujudkan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang berprestasi. Dengan mengusung spirit maju, bersama, dan berprestasi membuat FKPH menjadi salah satu organisasi yang menorehkan banyak prestasi baik dalam bidang akademik dan non akademik. FPKH berupaya untuk terus mencetak jurist muda yang berkompeten dan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Dewasa ini, FKPH bertransformasi untuk mencetak kader-kader yang berkualitas dan berintelektual. Pada tahun ini, kepengurusan FKPH dinamakan BPH Aksatriya Ganesh yang memuat sejuta doa dan harapan agar para periode kepengurusan 2022/2023 berjalan dengan tenteram dan menginpirasi lingkungan sekitar untuk terus menciptakan iklim yang prestatif. Layaknya seorang ksatria maka BPH FKPH 2022/2023 diharapkan mampu menjadi role model bagi seluruh anggota FKPH. Selain itu, merupakan suatu harapan pula agar BPH FKPH pada periode ini mampu memberikan jembatan kepada FKPH untuk selalu memiliki jalan penghidupan yang tenteram, merdeka, bahagia, dan sempurna. Selain itu, FKPH terdiri dari 6(enam) bidang yaitu bidang penelitian, bidang kajian, bidang pengembangan sumber daya manusia, bidang dana usaha, bidang hubungan masyarakat, dan bidang inventaris. Dalam perkembangannya saat ini, FKPH terus berikhtiar untuk mencetak kader-kader yang paripurna dengan mengarustamakan kajian dan penelitian. Prosiding ini merupakan hasil dari kompetisi FKPH Law Fair 2021 yang mengusung tema “Akselerasi Sistem Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia di Era Disrupsi Teknologi Untuk Mencapai Inklusifitas Hukum di Indonesia”. FKPH Law Fair merupakan acara yang rutin diselenggarakan dengan tujuan mengasah kemampuan kepenulisan bagi calon anggota FKPH yang dikemas dalam bentuk kompetisi karya tulis ilmiah. Perkembangan teknologi yang menyasar seluruh kehidupan manusia melatarbelakangi hadirnya prosiding ini sebagai salah bentuk partisipasi akademis guna memberikan sumbangsih pemikiran dan pandangan penggiat hukum mengenai hukum dan teknologi informasi. Dalam pembuatan prosiding tentunya melibatkan banyak sekali pihak yang telah bekerja keras dan memberikan dukungan demi terbitnya prosiding ini. Oleh karenanya, kami

iii


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi secara aktif dalam pembentukan prosiding. Menjadi sebuah keniscayaan bahwa terdapat ribuan gagasan cemerlang mengenai disrupsi teknologi dan peran aktif hukum yang dirangkum oleh prosiding ini. Maka dari itu, dengan adanya prosiding ini kami berharap bahwa dapat menjadi referensi bagi pembaca sekaligus memantik para intektual untuk turut serta membangun hukum yang berkeadilan.

Manajer Karya Tulis Ilmiah FKPH FH UB Wahyu Laksana Mahdi

iv


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Daftar Isi iii

KATA PENGANTAR

v

DAFTAR ISI

1

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

Dina Noviana Sari, Dian Novita Febrianti, Felix Jeremia A. B. T., Hanana Qorri ‘Aina Karin, Muhamad Rizki Septian

11

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

Juan Pratama, Leli Christiany Br Ginting, Alif Rahman, Muhammad Brillyan Syukrillah, Luthfi Mazara

22

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi

Fidelis Aryo Saputro, Najmi Ulya Pratiwi, Ananda Salasa Putri, Irham Azizi, Raihan Akbar Zaman

v


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children) Disusun oleh: Dina Noviana Sari, Dian Novita Febrianti, Felix Jeremia A. B. T., Hanana Qorri ‘Aina Karin, Muhamad Rizki Septian

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mewujudkan cita-cita negara, anak merupakan aset berharga sebagai penerus bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan kedua orang tua. Sehingga harus diperhatikan tumbuh dan kembangnya. Namun pada dasarnya kejiwaan anak dengan orang dewasa tidak dapat disamaratakan. Oleh karena itu, Pendidikan anak dalam membentuk karakter dan jati diri itu sangat penting. Begitu juga, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mendidik serta memperhatikan hak pada anak terhadap perlindungan dari berbagai kejahatan yang terjadi. Hak pada anak diakui oleh hukum dan dilindungi bahkan sejak anak masih dalam kandungan dan merupakan hak asasi manusia sehingga untuk kepentingannya perlu diakui. Apalagi sekarang kita hidup di era society serta dihadapkan dengan kondisi pandemi Covid19. Kondisi ini tidak selalu berefek positif dan membawa dampak besar, mulai dari aktivitas masyarakat, ekonomi dan juga gangguan psikologis. Hal itu juga berimbas pada peningkatan tindakan kejahatan terhadap anak oleh masyarakat. Berdasarkan data SIMFONI-PPA angka kekerasan pada anak didominasi kekerasan seksual pada anak.1 Tidak lain salah satunya karena perbandingan penggunaan internet lebih besar daripada sebelum masa pandemi. Disamping itu, pelakunya juga memiliki hubungan dekat dan semakin banyak hadirnya aplikasi yang menghubungkan ke penjuru dunia, seperti MiChat, Tan Tan, dan lainlain. Hal tersebut, meninggalkan risiko yang patut diwaspadai terutama jika yang menggunakan itu seorang anak dan bisa menimbulkan modus-modus kejahatan lainnya, diantaranya : Child grooming, Child Sexual Abuse/Exploitation Material (CSA/EM), Live Streaming of Child Sexual Abuse, dan Sextortion (memaksa dan memeras anak untuk tujuan seksual).2 Secara tegas wajib dalam melindungi anak dan jaminan terhadap hak asasi manusia anak agar anak tidak menjadi korban tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat(2) tentang hak pada anak dan Undang-Undang 35 Nomor 14 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Namun peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam memberikan tindakan perlindungan anak hanya sebatas lembaga pengawas. Menindak lanjuti tindakan tersebut, KPAI akan bertindak apabila ada masyarakat yang melapor. 1 2

kekerasan.kemenpppa.go.id diakses pada 21 Oktober 2021 eksploitasi-seksual-anak diakses pada 18 Oktober 2021

1


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana problematika penjaminan HAM anak oleh KPAI di era digital? 2. Bagaimana konsep legal protection for children dalam pengoptimalan peran KPAI melindungi dan menjamin HAM bagi anak?

C. Tujuan Penelitian Melihat permasalahan pada anak, khususnya terhadap perlindungan dan jaminan HAM anak di Indonesia. Tentunya perlu penanganan dengan suatu gagasan solutif yang memberikan jaminan terhadap perlindungan HAM anak mengingat banyaknya kasus anak yang masih kurang diperhatikan. Konsep PROCHILD (Protect Your Child) bertujuan untuk memaksimalkan peran komnas anak terhadap perlindungan serta jaminan HAM anak di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk Masyarakat Manfaat penelitian ini untuk masyarakat adalah untuk meningkatkan rasa kepedulian serta kesadaran mengenai permasalahan pada anak serta membantu masyarakat menemukan jalan keluar terkait perlindungan dan jaminan HAM anak di Indonesia. 2. Manfaat untuk Anak Manfaat penelitian ini untuk membantu anak memiliki jaminan atas terpenuhinya HAM anak yang masih kerap memiliki problematika sekaligus menciptakan kepedulian dalam penanganan kasus anak di Indonesia. 3. Manfaat untuk KPAI Manfaat penelitian ini untuk membantu KPAI dalam pengoptimalisasian perannya dalam menjamin hak anak di Indonesia dan membantu KPAI dalam mencari solusi mengenai permasalahan HAM anak di era digital.

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Teori Optimalisasi Menurut Winardi (1999, h. 363) Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan, sedangkan jika dilihat dari sudut usaha optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan atau keinginan yang dikehendaki. Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud : 1995 : 628) optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi. Dan menurut pendapat ahli yang bernama Singiresu S Rao, John Wiley dan Sons (2009), optimalisasi diartikan sebagai proses untuk mendapatkan keadaan yang memberikan nilai maksimum atau minimum dari suatu fungsi. Maka dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa optimalisasi adalah suatu proses untuk mengoptimalkan suatu solusi agar ditemukannya solusi yang terbaik dari kumpulan solusi yang ada. Dengan adanya optimalisasi, suatu sistem dapat meningkatkan efektivitasnya, seperti meningkatkan keuntungan, meminimalisir waktu proses, dan sebagainya. Optimalisasi dilakukan dengan memaksimalkan suatu fungsi objektif dengan tidak melanggar batasan yang ada. Dalam hal ini yang akan dioptimalisasi adalah peran KPAI terhadap perlindungan serta jaminan HAM anak melalui program PROCHILD(protect your children) dengan tujuan : 1. Mengetahui besarnya peran KPAI dalam perlindungan serta jaminan HAM anak. 2. Mengetahui bahwa semua anak benar-benar mendapatkan perlindungan serta jaminan HAM dengan baik 3. Mengetahui peranan KPAI dalam perlindungan serta jaminan HAM terhadap anak melalui program PROCHILD (protect your children)3 3

http://itory.unpas.ac.id/12529/5/BAB%202%20RISMA.pdf diakses pada 16 Oktober 2021

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

2


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

B. Pengertian Anak Secara umum menurut para ahli, dikatakan bahwa anak adalah anugerah dari tuhan yang maha kuasa yang harus dijaga, dididik sebagai bekal sumber daya, anak merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Seorang anak hadir sebagai amanah dari Tuhan untuk dirawat, dijaga dan dididik yang kelak setiap orang tua akan diminta pertanggungjawaban atas sifat dan perilaku anak semasa di dunia. Secara harfiah anak adalah seorang cikal bakal yang kelak akan meneruskan generasi keluarga, bangsa dan negara. Anak juga merupakan sebuah aset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu membangun bangsa dan negara.4 Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya”. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang-undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun di antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut, karena di latar belakangi dari maksud dan tujuan masingmasing undang-undang maupun para ahli. Di Indonesia anak mempunyai arti yang berbeda yaitu: 1. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memberikan definisi Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 butir 2, menerangkan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 menerangkan bahwa, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dulu telah kawin. 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 angka 5 menyebutkan “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”. 5. Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 4 menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 6. Menurut hukum adat dan hukum islam bahwa pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Menurut Soedjono dirdjosisworo menyatakan bahwa menurut hukum adat anak di bawah umur adalah mereka yang belum menentukan tanda-tanda fisik yang konkrit bahwa ia telah dewasa. Dari pengertian anak ini dapat disimpulkan bahwasanya anak merupakan individu yang harus jamin dan dilindungi hak asasi manusianya. Karena anak sebagai manusia juga memiliki hak untuk terbebas dari pelanggaran kebebasannya serta dari pelecehan pelecehan terkhusus pelecehan seks yang semakin maraknya kasus ini terutama secara daring atau online.

C. Eksistensi KPAI Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana dijelaskan pada Pasal 76 bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak, mengumpulkan 4 BAB II DESKRIPSI ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Anak Dalam Perspektif Hukum Islam 1. Penger diakses pada 17 Oktober 2021

3

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

data dan informasi mengenai Perlindungan Anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak, melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak, dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini. Sehingga eksistensi KPAI yaitu berperan aktif atau mempunyai tugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak, melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang perlindungan anak, dan memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Peran KPAI di sini ialah melakukan sosialisasi seluruh ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan perlindungan anak.5

D. Penjaminan HAM bagi Anak Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.6 Penjaminan dan perlindungan HAM bagi anak diatur dalam Undang-Undang yang tercantum dalam BAB XI A tentang larangan pada Pasal 76A, Pasal 76B, Pasal 76C, Pasal 76D, Pasal 76E, berbunyi sebagai berikut :7 1. Setiap orang dilarang: memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya atau memperlakukan anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif. 2. Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. 3. Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. 4. Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 5. Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Perlindungan atau penjaminan HAM bagi anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.8

E. Protect Your Children To Protect your children, merupakan frasa dari bahasa inggris yang memiliki arti “untuk melindungi anak-anak”.9 secara bahasa frasa ini seakan menjelaskan untuk menjaga atau 5 PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN ANAK diakses pada 16 Oktober 2021 6 A.T. Sugeng Priyanto dkk, Pendidikan Kewarganegaraan,Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm 64. 7 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 35-38 diakses pada 17 Oktober 2021 8 Ibid 9 https://tr-ex.me/terjemahan/bahasa+inggris-bahasa+indonesia/to+protect+your+children#gref diakses pada 17 Oktober 2021

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

4


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

melindungi anak dari hal hal yang tidak baik. Sebagai contoh adalah pelecehan seksual secara online yang marak terjadi. Program PROCHILD merupakan sebuah program yang berbasis online yang akan di-launching oleh KPAI kepada setiap orang tua yang terdata sebagai aplikasi pengawasan anak yang sedang menggunakan internet ataupun sosial media. Program ini akan mendata rekam jejak digital anak selama berselancar di dunia maya. Program ini juga akan memiliki akses bagi orang tua dalam pemantauan anaknya dalam hal notifikasi sehingga orang tua tahu bagaimana aktivitas anaknya di internet. PROCHILD akan menjadi sebuah alat bukti apabila kedapatannya pelecehan terhadap anak terkhususnya secara online. Bukti ini akan membantu orang tua dalam untuk membuat pengaduan ke pihak berwajib demi terwujudnya penjaminan HAM bagi anak dan terlindunginya masa depan anak. KPAI selaku publisher akan membantu para orang tua dengan memberi bantuan hukum agar orang tua sang anak tidak kesulitan dalam hal upaya hukum terhadap kasus anak ini.

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Dimana pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.10

B. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak dan Konvensi Hak Anak UNICEF atau lebih dikenal sebagai UN-CRC. 2. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep mengenai prinsip yang hadir di dalam hukum, sehingga diharapkan dalam aturan hukum, tidak lagi memungkinkan adanya pemahaman yang ambigu dan kabur

C. Jenis Data Jenis Data yang Meliputi Sumber Data dan Bahan Hukum 1. Bahan Hukum Primer berupa bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum nasional yang berdasarkan hierarki, yaitu: a. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat(2) b. Undang-undang 35 Nomor 14 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. c. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia d. Peraturan Daerah Surabaya Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. 2. Bahan Hukum Sekunder berupa literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang dikaji, yang berasal dari buku, dokumen, makalah, jurnal dan artikel-artikel lainnya baik dari media cetak maupun elektronik.

D. Teknik Analisis Data dan Informasi Analisis data hasil dan informasi dilakukan dengan cara deskriptif dengan melihat berbagai sumber data yang telah terkumpul.11 Selain itu penulis juga menggunakan teknik analisis data 10 repository.umy.ac.id diakses pada 19 Oktober 11 Muhson, A., 2006. Teknik analisis kuantitatif. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta Di akses pada 19 Oktober 2021

5

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

studi pustaka dengan dengan melihat relevansi antara topik yang dibahas dengan sumber literatur.

E. Teknik Pengelolaan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Perekaman data dilakukan dengan pencatatan dan copy file. Penelitian hukum ini, dilakukan melalui tahaptahap berikut; (a) mencari dan mengklasifikasi fakta (b) mengadakan klasifikasi tentang hukum yang diteliti (c) mengadakan analisis hukum atau/dan analisis interdisipliner dan multidisipliner (d) menarik kesimpulan serta (f ) mengajukan saran

F. Kerangka Berpikir

Bagan 1. Kerangka berpikir[sumber: data penulis]

PEMBAHASAN A. Problematika Penjaminan HAM Anak oleh KPAI di Era Digital Dewasa ini marak terjadi kita lihat kasus terhadap anak. Seolah-olah anak menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kasus tersebut. Tak jarang pula kita mendengar berita terkait pelecehan terhadap anak dengan cara online. KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa 60% kasus eksploitasi seksual dan pekerja anak menggunakan media sosial. Beberapa aplikasi tercatat rentan untuk disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.12 HAM merupakan hak mendasar yang dimiliki oleh setiap individu yang diberikan langsung oleh penciptanya tak terkecuali anak. HAM juga didapatkan bahkan sesaat anak tersebut lahir. Oleh karena itu inilah yang menjadi alasan bahwa mengapa perlindungan terhadap hak-hak anak serta penjaminan akan hal tersebut sangat penting karena anak-anak berhak menikmati serta mengetahui apa saja hak-hak mereka sesuai pada pasal 42 konvensi hak anak UNICEF. Pada pasal ini juga disebutkan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk memastikan anak-anak dapat menikmati hak-hak mereka sebagaimana layaknya serta mengedukasi anak terhadap hak yang mereka miliki. Sehingga HAM bagi anak bukan suatu hal yang dapat dianggap sepele dan juga bukan suatu hal yang gampang dilanggar apabila dibandingkan dengan maraknya kasus-kasus terhadap pencederaan HAM bagi anak ini. Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status kepentingan sosial anak dalam kehidupan masyarakat. Selama ini anak hanya dipaksa mengikuti kemauan orang tua dan harus menurut akan hal itu. Sehingga ini juga menjadi salah satu alasan ketidaktahuan sang anak terhadap hak-haknya. Oleh karena itu penjaminan serta perlindungan akan hak anak adalah mutlak. Program perlindungan ini harus bermuat tentang pengedukasian, stimulasi, bimbingan 12 60% Kasus Eksploitasi Anak Lewat Medsos, Pemerintah Harus Proaktif Diakses pada 19 Oktober 2021

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

6


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

keagamaan serta juga pengawasan secara langsung maupun juga secara daring. Karena di era digital ini terutama dalam media sosial kerap terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Di sinilah peran KPAI diperlukan. Walaupun hanya sebagai pengawas namun KPAI dapat melakukan pengawasan secara langsung dan juga melalui akses secara online. Saat ini juga belum ada gerakan yang pasti dilakukan pemerintah terhadap penjaminan HAM bagi anak di era digital saat ini. Kurangnya perhatian pemerintah dan juga upaya dalam penanganan permasalahan ini menjadi sebuah keresahan bukan hanya pada orang tua yang mengawasi anaknya akan tetapi juga bagi anak itu sendiri. Di era digital ini terutama dalam hal bersosial media pelecehan terhadap anak bukan lagi secara sentuhan langsung. Melainkan melalui dunia maya seperti internet atau sosial media menjadi salah satu cara pelecehan terhadap anak. Mengutip dari opini anggota KPAI, ibu Maria Ulfah Anshor, bahwa media sosial menjadi penyumbang banyaknya kejadian-kejadian yang mengganggu psikis anak akibat pelecehan secara seksual online maupun pembully-an.13 ini menjadi pelanggaran HAM bagi anak karena salah satu Hak anak yang paling mendasar adalah hak tumbuh kembang, di mana anak berhak tumbuh kembang dengan baik dan bebas tanpa adanya unsur yang melecehkan baik rohani dan jasmani dengan penjaminan serta perlindungan dari sekitar maupun pemerintah yang terkait hak mendapatkan perlindungan bagi anak. Oleh karena itu, hadirnya PROCHILD (Protect Your Child) sebagai inovasi yang kami tawarkan untuk memberikan pengawasan serta perlindungan HAM bagi anak-anak yang akan dijalankan oleh KPAI dan menciptakan terjaminnya hak-hak yang seharusnya dapat dinikmati anak-anak sebagaimana hakikatnya yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi di era digital saat ini. Kami memberikan inovasi dalam upaya pengoptimalan KPAI untuk menciptakan terjaminnya HAM bagi seluruh anak Indonesia yang sampai sekarang dinilai belum maksimal di era digital saat ini. PROCHILD hadir sebagai jawaban dan problematika yang selalu timbul dalam permasalahan HAM bagi anak di era digital.

B. Konseptualisasi Peran KPAI Dalam Melindungi Dan Menjamin HAM Bagi Anak Dengan Menggunakan Program PROCHILD Sebagai Alat Pengawasan Anak Di Dunia Maya. Perlindungan anak berfungsi untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sehingga, perlindungan dan penjaminan HAM anak dalam Indonesia dibantu oleh KPAI, sebagai wadah untuk mengawasi pelaksanaan perlindungan anak. Program PROCHILD adalah program pengawasan dan perlindungan anak berbasis online yang akan dipergunakan untuk mengawasi serta merekam jejak digital anak selama mengarungi dunia maya. Program ini nantinya akan dipublikasikan oleh KPAI di mana KPAI hadir sebagai developer serta menjadi pengawas aktivitas anak selama online. Penggunaan program ini bermula sesaat setelah diinstall oleh orang tua ke gadget anak. Sebelum anak menggunakan gadget, orang tua harus selalu mengaktifkan program agar dapat dimulai. Sebelumnya harus dipastikan juga pendataan anak di awal penggunaan aplikasi agar memudahkan dengan sistem di KPAI dalam merekam serta mendata. Setelah selesai pendataan, program PROCHILD dapat segera digunakan. Penggunaan program ini sama hal seperti menjalankan program VPN, yang artinya selama program ini diaktifkan maka selama itu pula juga PROCHILD merekam serta mengawasi aktivitas anak di internet. Apabila saat menggunakan internet dengan aktifnya program ini, Anak akan terhindar dari yang namanya hal- hal yang dapat merugikan mereka. Sebagai contoh apabila seorang anak sedang menggunakan media sosial seperti Instagram di saat bersamaan pula ada sebuah akun yang melakukan pelecehan seksual secara online kepada sang anak seperti menggunakan sex verbal, menggunakan video call untuk melakukan tindakan senonoh, mengirim foto atau video 13 Kementerian Komunikasi dan Informatika diakses pada 19 Oktober 2021

7

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

yang senonoh. Maka secara otomatis orang tersebut akan diblokir oleh aplikasi PROCHILD. Dalam hal ini perbuatan akun tadi akan direkam secara digital atau dapat disebut jejak digital. Sesaat sang anak selesai menggunakan gadgetnya. Orang tua dapat melihat rekam jejak sang anak selama menggunakan internet. Ketika orang tua melihat rekam jejak tadi dan kedapatan perbuatan si akun yang melecehkan anaknya secara Online Orang tua dapat menjadikan hal ini sebagai bukti dan mengajukan pengaduan ke pihak berwajib. Orang tua dapat melakukan laporan ke KPAI dengan bukti dari aplikasi PROCHILD. Nantinya juga KPAI dapat memberikan bantuan hukum kepada pihak orang tua sang anak dengan diperkuatnya bukti dari program PROCHILD ini. Persyaratan untuk menggunakan Aplikasi ini: 1. 2. 3. 4.

Memiliki perangkat yang mempunyai akses internet Perangkat dapat meng-install program PROCHILD Disarankan program ini di-install di perangkat atau gadget anak Orang Tua mempunyai peran menjalankan perangkat ini sebelum gadget digunakan anak.

Bagan 2. Sistematika Penggunaan Program PROCHILD [sumber: data penulis]

Gambar 1. Contoh Tampilan awal di Aplikasi PROCHILD[sumber: data penulis]

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

8


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Gambar 2. Contoh Tampilan Fitur Untuk Melihat Rekam Jejak Digital Anak di Dunia Maya[sumber: data penulis]

PENUTUP A. Kesimpulan Anak adalah seorang cikal bakal yang kelak akan meneruskan generasi keluarga, bangsa dan negara. Anak juga merupakan sebuah aset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu membangun bangsa dan negara. Hal tersebut membuat sudah selayaknya hak asasi manusia terhadap anak dijalankan dan dalam penerapannya dioptimalkan. Anak mempunyai hak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan hingga eksploitasi. Urgensi terhadap pengoptimalan hak pada anak semakin penting mengingat urgensi di zaman revolusi 4.0. Di mana perkembangan baik di bidang teknologi maupun pertukaran informasi semakin pesat membuat pelecehanpelecehan semakin marak baik secara daring maupun luring. Namun, tindakan perlindungan anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang seharusnya mampu memenuhi hak anak, dinilai hanya sebatas lembaga pengawas. Cangkupan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang luas merupakan permasalahan karena tidak mampu menghimpun secara keseluruhan permasalahan anak. Gagasan solutif berupa konsep PROCHILD (Protect Your Child) mampu membuat orang tua memiliki akses dalam pemantauan anaknya sehingga dapat memaksimalkan peran KPAI terhadap perlindungan serta jaminan HAM anak di Indonesia.

B. Saran 1. Masyarakat Dalam upaya meminimalisir dan menangani maraknya kejahatan seksual hingga kekerasan pada anak, masyarakat wajib berpartisipasi dalam penyuluhan dari publikasi ataupun sosialisasi terkait PROCHILD ini dari KPAI selaku publisher sebagai langkah penanggulangan mengenai pelanggaran HAM anak. Sehingga masyarakat mampu ikut berperan aktif dalam upaya penanggulangan. 2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Melihat kasus pelanggaran HAM anak yaitu kejahatan seksual dan kekerasan kepada anak, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia wajib melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak serta KPAI selaku publisher, membantu para orang tua dengan memberi bantuan hukum sebagai bentuk kepastian hukum mengenai pelanggaran HAM terhadap anak.

9

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

DAFTAR PUSTAKA Buku A.T. Sugeng Priyanto dkk, Pendidikan Kewarganegaraan,Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm 64.

Jurnal Muhson, A., 2006. Teknik analisis kuantitatif. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Internet 60% Kasus Eksploitasi Anak Lewat Medsos, Pemerintah Harus Proaktif diakses pada 19 Oktober 2021 BAB II DESKRIPSI ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Anak Dalam Perspektif Hukum Islam 1. Penger diakses pada 17 Oktober 2021 eksploitasi-seksual-anak diakses pada 18 Oktober 2021 http://itory.unpas.ac.id/12529/5/BAB%202%20RISMA.pdf diakses pada 16 Oktober 2021 https://tr-ex.me/terjemahan/bahasa+inggrisbahasa+indonesia/ to+protect+your+children#gref diakses pada 17 Oktober 2021 kekerasan.kemenpppa.go.id diakses pada 19 Oktober 2021 Kementerian Komunikasi dan Informatika diakses pada 19 Oktober 2021 PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN ANAK diakses pada 16 Oktober 2021 Repository.umy.ac.id diakses pada 21 Oktober 2021

Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) Undang-undang 35 Nomor 14 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Peraturan Daerah Surabaya Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Legal Protection For Children: Optimalisasi Peran Komnas Anak Terhadap Perlindungan Serta Jaminan HAM Anak Melalui Program Prochild (Protect Your Children)

10


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

Disusun oleh: Juan Pratama, Leli Christiany Br Ginting, Alif Rahman, Muhammad Brillyan Syukrillah, Luthfi Mazara

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pandemi membuat banyak orang untuk bekerja dari rumah. Hal tersebut telah mempercepat transformasi teknologi digital yang menyebabkan sebuah disrupsi, yaitu era di mana masyarakat menggantikan aktivitas yang biasa dilakukan di dunia nyata ke dunia maya. Kondisi ini pada akhirnya berdampak pada meningkatnya intensitas kejahatan siber dan mengancam keamanan data masyarakat. Menurut data dari Polri, pada bulan April 2020 sampai Juli 2021, setidaknya ada 937 kasus yang dilaporkan. Dari 937 kasus tersebut ada tiga kasus dengan angka tertinggi yaitu kasus provokatif, konten kebencian, dan ujaran kebencian yang paling banyak dilaporkan, sekitar 473 kasus. Kemudian disusul oleh penipuan daring dengan 259 kasus dan konten porno dengan 82 kasus.1 Dari data yang lain Polri mengungkapkan, data kejahatan seksual yang dilaporkan sudah mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan. Sejak 2015- 2018 jumlah kasus yang terjadi bisa dibilang cukup fluktuatif. Di mana pada 2015 ada 300 lebih kasus child grooming. Sedangkan pertengahan tahun 2019 dan 2020 ini tercatat ada 236 kasus. Adapun tingkat ketuntasan perkara kejahatan seksual anak sendiri hanya 50 persen. Namun, tampaknya kenaikan intensitas kejahatan siber tidak diiringi oleh penanganan yang baik. Ditambah lagi, banyaknya aturan dan lembaga yang tumpang tindih justru membuat penanganan kejahatan siber tidak optimal. William Chambliss dan Robert B. Seidman memaparkan bahwa lembaga-lembaga pembuat hukum, lembaga-lembaga pelaksana hukum, dan kekuatan-kekuatan sosial mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat (Yuli Rimbawan, 2017:34-35).Teori ini sama dengan teori sistem hukum. Sudikno Mertokusumo menafsirkan sistem hukum sebagai suatu kesatuan yang unsur-unsurnya memiliki interaksi satu sama lain dan bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuannya, sehingga berhasil atau tidaknya penegakan hukum tergantung pada elemen-elemen hukum yang saling terkait satu sama yang lain. (Sudikno Mertokusumo, 1991:102).2 Perlu diketahui, bahwa sampai saat ini baik landasan yuridis PDP maupun cybercrime belum diatur secara komprehensif, masih bersifat sektoral, dan tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Terkait cybercrime, landasan hukum yang digunakan mengacu pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pengaturan siber yang terbatas dan 1 Nugroho, B. K. 2021. Kejahatan Siber Meningkat di Masa Pandemi. https://www.ui.ac.id/kejahatan-sibermeningkat-di-masa-pandemi/. 14 Oktober 2021 (17:45). 2 Rongiyati, S. 2021. Urgensi Sinergitas Pengaturan Pelindungan Data Pribadi Dan Keamanan Siber Nasional. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis 13(11): 1-6.

11


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

bersifat general. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina) hanya Indonesia yang belum memiliki Undang-Undang Cybercrime secara khusus. Dari permasalahan di atas, penulis menawarkan sebuah konsep dan gagasan terkait rekonseptualisasi aturan dan lembaga, serta birokrasi yang berjudul “CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia.” Konsep tersebut diharapkan dapat membuat lembaga dan aturan terkait cybercrime agar lebih terintegrasi dan tidak tumpang tindih antara peraturan-peraturan yang ada. Sehingga dapat menyelesaikan berbagai permasalahan kejahatan siber, seperti child grooming.

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan birokrasi dalam penyelesaian cybercrime khususnya child grooming di Indonesia? 2. Bagaimana konsep rekonseptualisasi CHILDGRO sebagai upaya dalam penanggulangan child grooming di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan birokrasi dalam penyelesaian cybercrime khususnya child grooming di Indonesia. 2. Untuk mengetahui konsep rekonseptualisasi CHILDGRO sebagai upaya dalam penanggulangan child grooming di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Pemerintah Bagi pemerintah dan penegak hukum diharapkan hasil karya tulis ini dapat dijadikan pertimbangan terkait perbaikan sistem birokrasi dan aturan cybercrime di Indonesia. 2. Manfaat Bagi Akademisi Bagi akademisi diharapkan karya tulis ini dapat memantik penelitian lanjutan terkait rekonseptualisasi birokrasi cybercrime di Indonesia. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Bagi masyarakat diharapkan karya tulis ini dapat membantu masyarakat dalam menemukan solusi terkait cybercrime (child grooming) dan memberikan informasi serta pemahaman terkait birokrasi cybercrime di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Konsep Cybercrime Suatu bentuk kejahatan yang tidak dilakukan secara nyata tetapi terjadi pada dunia maya. Bentuk kejahatan ini diakibatkan oleh adanya pengaruh buruk globalisasi yang sangat berhubungan erat dengan penggunaan teknologi berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi. Seperti Unauthorized Access to Computer System and Service yang merupakan suatu bentuk kejahatan yang marak terjadi di dunia maya beriringan dengan berkembangnya teknologi internet. Kejahatan ini dilakukan dengan cara memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem atau jaringan komputer secara ilegal yakni tanpa sepengetahuan atau izin dari pemilik jaringan komputer tersebut. Salah satu contohnya ialah peretasan beberapa laman situs pemerintah RI yang dilakukan oleh peretas.3

2.2. Kajian Teoritis Birokrasi Birokrasi dianggap sebagai instrumen penting dalam negara yang kehadirannya tak mungkin terelakkan karena birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya hipotesis 3 Biro Hukum dan Kerjasama, BSSN. 2020. Rekap Serangan Siber (Januari-April 2020). https://bssn.go.id/rekapserangan-siber-januari-april-2020/. 11 November 2020 (18.00).

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

12


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

bahwa negara mempunyai misi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.4 dengan tujuan tersebut maka masyarakat berharap agar birokrasi harus secara optimal dan profesional memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat. Keberpihakan kepada penguasa dan kepentingan kelompok atau golongan dapat menjadikan birokrasi menjadi tidak profesional bahkan timbul berbagai mal praktik birokrasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Kondisi tersebut tidak dapat terhindarkan karena birokrasi selalu dipengaruhi oleh lingkungannya. Khusus di Indonesia sendiri, hal tersebut terjadi karena pengaruh dari sistem politik pemerintahan dan kondisi sosial politik masyarakat, sehingga birokrasi yang berasal dari pemikiran Weber seharusnya ideal agar dapat bertindak secara rasional. Namun pada kenyataannya, birokrasi di Indonesia masih bersifat partisan atau berpihak pada penguasa. Di Indonesia anak mempunyai arti yang berbeda yaitu: 1. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memberikan definisi Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 butir 2, menerangkan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 menerangkan bahwa, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dulu telah kawin. 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 angka 5 menyebutkan “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”. 5. Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 4 menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 6. Menurut hukum adat dan hukum islam bahwa pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Menurut Soedjono dirdjosisworo menyatakan bahwa menurut hukum adat anak di bawah umur adalah mereka yang belum menentukan tanda-tanda fisik yang konkret bahwa ia telah dewasa. Dari pengertian anak ini dapat disimpulkan bahwasanya anak merupakan individu yang harus jamin dan dilindungi hak asasi manusianya. Karena anak sebagai manusia juga memiliki hak untuk terbebas dari pelanggaran kebebasannya serta dari pelecehan pelecehan terkhusus pelecehan seks yang semakin maraknya kasus ini terutama secara daring atau online.

2.3. Kajian Konsep Child Grooming Child grooming adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam membangun hubungan kepercayaan dan ikatan emosional dengan anak atau remaja sehingga mereka bisa memanipulasi atau mengeksploitasi anak tersebut. Child grooming bisa dikatakan sebagai modus pelecehan seksual terhadap anak dengan iming-iming pendekatan. Pelecehan seksual anak ini bisa terjadi secara langsung maupun online. Child grooming yang terjadi secara langsung biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat. Misalkan saja tetangga, guru, pekerja di rumah, hingga kerabat terdekat. Sedangkan child grooming yang dilakukan secara online biasanya terjadi pada anak yang sudah sekolah atau remaja dengan mengajak berkenalan melalui media sosial.5 4 Albrow, M., M. R. Karim, dan T. Daryanto. 1989. Birokrasi. Cetakan Kedua. Yogyakarta Tiara Wacana. Yogyakarta 5 Salamor, A., Mahmud A.N., Corputty P., dan Salamor Y. 2020. Child Grooming Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual Anak Melalui Aplikasi Permainan Daring. SASI 26(4): 490-499.

13

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif. Dengan objek yang menjadi bahan penelitian mencakup; penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap tingkat sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.6 Penelitian yuridis merupakan penelitian yang dilakukan dengan adanya bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar dengan mengadakan pencarian terhadap peraturan dan literatur yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan yang diteliti (Soerjono, 2015)7. Penelitian ini dilakukan untuk dapat menemukan solusi penanganan child grooming khususnya pada media elektronik melalui perbaikan birokrasi peraturan-peraturan cybercrime.

3.2. Metode Pendekatan Metode pendekatan merupakan cara yang digunakan untuk membantu proses jalannya penelitian dalam rangka mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai permasalahan yang angkat. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis informatif dengan pendekatanpendekatan yang digunakan terdiri dari; pendekatan undang-undang (statue approach), dan pendekatan historis (historical approach). Pendekatan undang-undang dalam penelitian ini berupa studi tekstual terhadap teks peraturan terkait maupun sumber hukum lainnya.8 Sedangkan pendekatan historis digunakan untuk dapat mempermudah pemahaman filosofi suatu peraturan hukum dari waktu ke waktu sehingga dapat memahami perkembangan dan perubahan filosofi yang melandasi suatu aturan hukum.

3.3. Sumber Data Sumber data dari merupakan bagian yang terpenting dalam penelitian yuridis normatif. Tanpa adanya sumber data dan bahan hukum yang jelas, tidak mungkin dapat ditemukan penyelesaian atas permasalahan yang diteliti. Jenis sumber data yang digunakan terbagi menjadi dua yakni, sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun data yang digunakan dalam penelitian yuridis normatif sebagai berikut: 1. Sumber Data Primer, merupakan sumber data hukum yang memiliki otoritas, atau yang berarti mengikat. Sumber data primer terbagi menjadi sumber data primer yang bersifat mandatory authority (meliputi peraturan perundang-undangan dan putusan hakim di wilayah hukum sendiri) dan persuasive authority (yang meliputi putusan hakim dan peraturan perundang-undangan di wilayah yuridis negara lain). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan data primer yang terdiri dari; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. 2. Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku hukum yang ditulis oleh para pakar hukum, kamus dan ensiklopedia hukum, jurnal-jurnal hukum, disertasi hukum, tesis hukum, artikel hukum, dan lain sebagainya.9

3.4. Teknik Analisis Data 1. Analisis Konten 6 Soekanto, S. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Edisi Ketiga. UI-Press. Jakarta. 7 Soekanto, S. Dan Sri M. 2015. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Edisi Ketujuh Belas. Rajawali Press. Jakarta 8 Marzuki, P. M. 2014. Penelitian Hukum. Edisi Keenam. Kencana. Jakarta. 9 Ibrahim, J. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Edisi Pertama. Bayumedia Publishing. Malang.

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

14


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Setelah bahan data hukum terkumpul maka keseluruhan bahan data tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi dengan teknik analisis konten. Metode ini berupa analisis yang integratif dan secara konseptual yang berorientasi untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisis bahan data untuk selanjutnya dapat memahami makna, signifikansi, dan relevansinya.10 2. Analisis Perspektif Merupakan analisis yang mempelajari perspektif penelitian dari tujuan, nilainilai keadilan, validitas, konsep-konsep, dan norma-norma hukum. Metode ini menitikberatkan kepada isi yang terkandung dalam suatu hukum yang telah dibuat. Analisis perspektif bertujuan untuk memberikan gambaran atau rumusan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada.

3.5. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan dengan cara penyuntingan data (editing). Berupa pemeriksaan kembali data-data yang telah dikumpulkan dengan kriteria kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian, dan relevansinya terhadap pokok penelitian yang diangkat. Setelah melakukan penyuntingan data selanjutnya ialah memperbaiki data (coding). Hal tersebut dilakukan dengan memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data penelitian yang dapat berupa literatur, undang-undang, atau dokumen, pemegang hak cipta data penelitian berbentuk nama penulis dan tahun penerbit, dan rumusan masalah penelitian.11

3.6. Kerangka Berpikir

PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Birokrasi Hukum dalam Penyelesaian Cybercrime khususnya Child Grooming di Indonesia Dewasa ini, virus Covid-19 mewabah di hampir semua negara di dunia termasuk juga Indonesia. Virus tersebut telah menjadi suatu pandemi. Untuk itu pemerintah menganjurkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dengan melakukan pembatasan terhadap aktivitas masyarakat seperti bekerja, sekolah, atau kuliah. Hal ini tentu menuntut masyarakat untuk mengubah cara hidup yang awalnya konvensional menjadi digital dan menghabiskan waktu dengan alat teknologi berupa gawai, laptop, dan alat komunikasi lainnya. Alat teknologi berupa gadget tentu tak terlepas dari yang namanya media sosial. Berdasarkan data dari detik.com diperoleh informasi bahwa pengguna internet di Indonesia adalah sekitar 175 juta jiwa. Kominfo juga memaparkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia dalam 10 Bungin, B. 1959. Metodologi penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Edisi Kesebelas. Rajawali Pers. Depok. 11 Marzuki, P. M. 2014. Penelitian Hukum. Edisi Keenam. Kencana. Jakarta.

15

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

kategori pengguna internet.

Gambar 1: Data Jumlah Pengguna Internet Indonesia Tahun 2020 Sumber: inet.detik.com

Sebagian orang menghabiskan waktu dengan sosial media di waktu luang mereka terlebih di situasi pandemi, tak terkecuali juga anak-anak. Media sosial yang populer saat ini digunakan oleh masyarakat adalah Instagram, Hago, Facebook, Twitter, Tiktok, dan WhatssApp. Media sosial bagaikan koin yang memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Orang dapat dengan mudah berkomunikasi melalui media sosial karena internet di era globalisasi semakin mengikis sekatsekat geografis antar negara. Selain itu, masyarakat juga menggunakan sosial media untuk menghasilkan pendapatan, mencari pengetahuan dan wawasan, dan manfaat lainnya. Di sisi lain, kriminalitas juga semakin bervariasi mengikuti perkembangan teknologi yang dilakukan oleh oknum tertentu yang ingin mencari keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Tentu hal ini harus dipayungi dengan hukum yang kuat. Kasus kekerasan gender berbasis jaringan juga terus mengalami tren peningkatan selama enam tahun belakangan ini. Terjadi peningkatan sebesar 30% pada Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dibandingkan tahun sebelumnya (2019) (Komnas Perempuan, 2020).12 Komnas Perempuan menyatakan bahwa kekerasan jenis ini memiliki pola kekerasan yang semakin kompleks untuk diselesaikan karena terjadi dalam ranah teknologi. Salah satu jenis kejahatan yang memanfaatkan kemajuan jaringan di media sosial adalah pelecehan seksual. Kejahatan dalam bentuk pelecehan seksual ini tidak hanya menyasar pada orang dewasa, namun juga belakangan ini marak terjadi terhadap anak-anak yang dikenal dengan istilah child grooming. Child grooming adalah suatu bentuk kejahatan yang dilakukan oleh pelaku yang biasanya adalah laki-laki dewasa dalam membangun hubungan kepercayaan dan ikatan emosional melalui sosial media dengan anak atau remaja yang dominan perempuan sebagai korban sehingga bisa dimanipulasi dan dieksploitasi. Pada akhirnya pelaku akan mengontrol korban bahkan berujung dengan pesan pornografi yang merugikan korban. Singkatnya, child grooming adalah modus pelecehan seksual dengan iming-iming pendekatan terhadap korban.13 Pelaku akan melakukan berbagai macam aksi manipulatif untuk menarik perhatian korban. Tanpa disadari anak terperangkap dan pelaku memulai modusnya untuk melakukan pelecehan seksual melalui media elektronik. Karena takut dengan ancaman dari pelaku anak akan menuruti keinginan dari pelaku. Anak yang biasanya menjadi korban adalah anak-anak yang tidak berada di bawah pengawasan intensif dari orang tua atau orang tua yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan berkepribadian introver sehingga banyak menghabiskan waktu di media sosial. Definisi anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 330 Kitab Undang-Undang 12 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). 2020. Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19. Catatan Tahunan. Komnas Perempuan. Jakarta. 13 Holivia, A. dan Suratman, T. 2021. Child Cyber Grooming Sebagai bentuk Modus Baru Cyber Space Crimes. Jurnal Hukum Bhirawa, 2(1): 98-110.

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

16


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Hukum Perdata (KUHP) memaparkan bahwa anak adalah orang belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia legitimasi hukum sebagai subjek hukum atau layaknya subjek nasional yang ditentukan oleh Perundang-undangan Perdata. Komisi Perlindungan Anak Indonesia memaparkan bahwa anak yang rentan mengalami child grooming adalah anak pada usia 9-14 tahun. Kasus child grooming juga meningkat tiga kali lipat di platform Instagram selama tiga tahun belakangan ini. Instagram adalah salah satu media sosial yang paling digemari oleh anak-anak sampai remaja sehingga menjadi ‘sasaran empuk’ predator anak dalam melakukan aksinya. Selain itu aplikasi gim juga tak luput dari kejahatan child grooming, di mana suatu kasus pada tahun 2019. Polda Metro Jaya menangkap seorang pelaku yang melancarkan aksinya melalui aplikasi gim bernama Hago. Tersangka berinisial APP, seorang pria berusia 27 tahun yang mencari calon korban melalui aplikasi dengan fitur discovery people dan yang diincar adalah perempuan berusia belasan tahun.14 Awalnya pelaku mengajak korban berkenalan melalui fitur pesan, kemudian pelaku dan korban melakukan video seks yang direkam oleh pelaku sebagai bahan ancaman sehingga korban terus mematuhi apa yang diminta oleh pelaku. Pelaku child grooming awalnya melakukan pemalsuan identitas dengan mencuri identitas orang terdekat yang dikenal oleh korban, seperti kerabat, teman, dan guru sekolah. Pemalsuan identitas dapat berupa mengganti foto profil dan nama di sosial media dan mulai melakukan interaksi dengan korban melalui fitur pesan atau membalas instastory seolah-olah sudah akrab dengan korban. Setelah korban percaya pelaku akan mulai meminta hal yang tidak wajar kepada korban seperti mengirimkan foto atau video berbau intim yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk kepuasan seksual. Anak merupakan seorang subjek hukum yang dijamin hak-haknya seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, (1) “Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak” dan ayat (2) “Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak”. Hal ini memberi pemahaman bahwa perlindungan terhadap anak merupakan suatu hal yang bersifat urgen. Dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap anak, Indonesia memiliki beberapa lembaga yang bekerja secara sinergis antara lembaga negara seperti KPAI, KPI, Dewan Pers dan Kepolisian dalam penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak korban kejahatan child grooming. Di dalam Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, tercantum bahwa “Perlindungan khusus wajib diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum”. Dalam Pasal 64 Ayat (1) dan (2) juga tertulis bahwa “Anak-anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban kejahatan”.15 Selain itu, child grooming juga bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” juga diatur tentang hukuman pidana terhadap pelaku pelecehan seksual termasuk pelaku child grooming yang tergolong sebagai tindakan yang menyangkut kesusilaan di Pasal 27 Ayat (1) 41 UU ITE.16 Ketentuan Pasal 45 Ayat (1) tersebut disebutkan: “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Ayat (1), (2), (3), dan ayat (4), dipidana penjara paling lama 6 (enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)” dirujuk pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 14 Andaru, I. P. N. 2021. Cyber Child Grooming sebagai Bentuk Kekerasan berbasis Gender Online di Era Pandemi. Jurnal Wanita dan Keluarga 2(1): 41-45. 15 Purwanti, A., Zalianti, dan Marzelina. 2018. Strategi Penyelesaian Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak Melalui RUU Kekerasan Seksual. Masalah-Masalah Hukum 47(2): 138-148. 16 Suendra, D. L. O. dan Mulyawati, K. R. 2020. Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Child Grooming. KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa 14(2): 118-123.

17

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

tentang ITE, berdasarkan ketentuan Pasal 45 Ayat (1). Polri mengungkapkan bahwa data kejahatan seksual yang dilaporkan sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Sejak 2015- 2018 jumlah kasus yang terjadi cukup fluktuatif. Di mana pada 2015 ada 300 lebih kasus child grooming. Sedangkan pertengahan tahun 2019 dan 2020 tercatat ada 236 kasus. Adapun tingkat ketuntasan perkara kejahatan seksual anak sendiri hanya 50 persen. Tentu ini bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Di luar itu, masih banyak kasus child grooming yang terjadi di Indonesia karena child grooming bagaikan fenomena gunung es, yang dilaporkan dan diketahui hanya sebagian kecil. Banyak kasus yang tidak terlaporkan karena kesulitan dalam pelaporan, tekanan sosial, lembaga yang belum berjalan secara efektif dan efisien, peraturan yang tumpang tindih dan yang lainnya. Walaupun instrumen hukum telah dimiliki, dalam pelaksanaannya Undang-Undang tentang Perlindungan Anak belum efektif dan efisien karena masih ditemukan peraturan Perundangundangan yang tumpang tindih terkait dengan anak. Di samping itu, maraknya kasus child grooming belakangan ini membutuhkan komitmen yang totalitas dari pemerintah secara hierarkis yaitu dari pemerintah pusat hingga desa dan seluruh entitas di masyarakat serta semua pihak yang berkepentingan yang terkait dengan penanggulangan kejahatan seksual khususnya child grooming dan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

4.2. Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime CHILDGRO adalah sebuah lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang khusus dalam menanggulangi kejahatan teknologi (cybercrime) khususnya child grooming. Lembaga ini dirancang untuk mendukung pemerintah dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap anak korban child grooming, menyelesaikan kasus dengan cepat dan tepat, memberi penyuluhan terhadap masyarakat dan pemulihan terhadap korban yang bersangkutan. CHILDGRO juga lembaga yang bergerak di bidang sosial (tidak berorientasi pada profit) dan non-politik (secara institusi tidak terikat dan/atau tidak berada di bawah lembaga negara).

Gambar 2: Struktur CHILDGRO Sumber: Pemikiran Penulis

CHILDGRO dalam melayani laporan masyarakat memiliki landasan atau struktur yang jelas dalam penyelenggaraan tugas dan wewenangnya. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan aspek tersebut CHILDGRO memiliki prinsip yaitu menjaga kerahasiaan, akuntabilitas, mematuhi standar etika, pemberdayaan keluarga dan anak, koordinasi dan kerja sama, proses dan layanan terstandar, tidak berbahaya bagi anak serta mendapatkan persetujuan sebelum bertindak. CHILDGRO memiliki kedudukan pada tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat daerah kabupaten atau kota juga ke desa-desa terpencil. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai urgensi penanggulangan child grooming. CHILDGRO merupakan implementasi dari Pasal 28b ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Anak sangat bergantung pada orang dewasa yang ada di sekitar mereka dan rentan dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

18


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

jawab. CHILDGRO dalam menjalankan tugasnya juga bekerja secara sinergis dengan lembaga lain. Meskipun CHILDGRO adalah suatu lembaga independen dan mandiri dalam menjalankan tugas, bukan berarti CHILDGRO tidak membutuhkan dukungan dari pihak lain. CHILDGRO akan bekerja secara sinergis dengan KPAI, KOMNAS HAM, kepolisian, Kominfo dan tenaga medis. Peran Kominfo sangat penting dalam pencarian data karena child grooming terjadi dalam ranah teknologi. Kendala yang dialami kepolisian selama ini salah satunya adalah keterbatasan dalam mengakses data maka dengan adanya sinergis dengan Kominfo diharapkan CHILDGRO mampu menanggulangi child grooming secara cepat dan tepat. Tenaga medis seperti psikolog dan psikiater juga sangat dibutuhkan keberadaannya setiap anak yang mengalami grooming membutuhkan trauma healing dan pendampingan secara psikologis. Letak urgensi CHILDGRO menurut hemat penulis yaitu KPAI kurang mengakomodasi karena mencakup terlalu luas untuk kasus kejahatan terhadap anak karena itu dibutuhkan suatu lembaga yang lebih spesifik seperti CHILDGRO sangat penting dalam mengakomodasi kejahatan child grooming. Penanggulangan kasus child grooming oleh CHILDGRO memiliki tujuan khusus, yaitu: 1. Menghasilkan model praktik penanggulangan kasus child grooming secara multidisipliner yang berbasis pada lapangan. 2. Memberi rancangan atau masukan bagi perumus kebijakan perlindungan terhadap anak. 3. Meningkatkan sinergis dan komitmen antar berbagai pihak berkepentingan terkait perlindungan anak. 4. Memberikan pelayanan yang ramah, optimal, serta berpusat pada anak dan keluarga serta komunitas terkait. 5. Meningkatkan dan membangun kesadaran masyarakat akan child grooming.

PENUTUP 5.1. Kesimpulan Child grooming merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam membangun hubungan kepercayaan dan ikatan emosional dengan anak yang kemudian dapat memanipulasi dan mengeksploitasi melalui media nyata maupun media maya. Peran lembaga dengan peraturan terkait kejahatan siber sangat krusial dalam menuntaskan persoalan tersebut. Namun, dalam kenyataannya belum dapat menangani cybercrime (child grooming) karena aturan yang tumpang tindih antara lembaga terkait. CHILDGRO merupakan sebuah lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang khusus dalam menanggulangi cybercrime khususnya child grooming. Lembaga ini dirancang untuk mendukung pemerintah dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap anak korban child grooming, menyelesaikan kasus dengan cepat dan tepat, dan memberi penyuluhan terhadap masyarakat dan pemulihan terhadap korban yang bersangkutan. Konsep lembaga ini dirancang untuk dapat menjangkau masyarakat luas, melalui penempatan lembaga baik di tingkat pusat hingga menjangkau desa-desa terpencil. Ke depannya lembaga ini berguna sebagai sarana bagi korban kekerasan seksual yang membutuhkan perlindungan dan pelayanan terhadap pelecehan yang dialaminya

5.2. Saran Dengan adanya CHILDGRO, diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait untuk mampu menyelenggarakan perlindungan terhadap anak korban child grooming dan menanggulangi kejahatan ini baik secara preventif maupun represif di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, diharapkan lembaga ini memberikan pelayanan

19

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

dan pengayoman bagi masyarakat luas terutama di daerah yang banyak tercatat kasus child grooming dengan tujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai urgensi penanggulangan child grooming guna menciptakan keamanan masyarakat dari cybercrime.

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. ______Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. ______Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Buku: Albrow, M., M. R. Karim, dan T. Daryanto. 1989. Birokrasi. Cetakan Kedua. Yogyakarta Tiara Wacana. Yogyakarta. Bungin, B. 1959. Metodologi penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Edisi Kesebelas. Rajawali Pers. Depok. Ibrahim, J. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Edisi Pertama. Bayumedia Publishing. Malang. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). 2020. Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19. Catatan Tahunan. Komnas Perempuan. Jakarta. Marzuki, P. M. 2014. Penelitian Hukum. Edisi Keenam. Kencana. Jakarta. Soekanto, S. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Edisi Ketiga. UI-Press. Jakarta. ______ Dan Sri M. 2015. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Edisi Ketujuh Belas. Rajawali Press. Jakarta.

Jurnal: Andaru, I. P. N. 2021. Cyber Child Grooming sebagai Bentuk Kekerasan berbasis Gender Online di Era Pandemi. Jurnal Wanita dan Keluarga 2(1): 41-45. Holivia, A. dan Suratman, T. 2021. Child Cyber Grooming Sebagai bentuk Modus Baru Cyber Space Crimes. Jurnal Hukum Bhirawa 2(1): 98-110. Purwanti, A., Zalianti, dan Marzelina. 2018. Strategi Penyelesaian Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak Melalui RUU Kekerasan Seksual. Masalah-Masalah Hukum 47(2): 138-148. Rongiyati, S. 2021. Urgensi Sinergitas Pengaturan Pelindungan Data Pribadi Dan Keamanan Siber Nasional. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis 13(11): 1-6. Salamor, A., Mahmud A.N., Corputty P., dan Salamor Y. 2020. Child Grooming Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual Anak Melalui Aplikasi Permainan Daring. SASI 26(4): 490-499. Suendra, D. L. O. dan Mulyawati, K. R. 2020. Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Child Grooming. KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa 14(2): 118-123.

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia

20


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Artikel Internet: Biro Hukum dan Kerjasama, BSSN. 2020. Rekap Serangan Siber (Januari-April 2020). https:// bssn.go.id/rekap-serangan-siber-januari-april-2020/. 11 November 2020 (18.00). Nugroho, B. K. 2021. Kejahatan Siber Meningkat di Masa Pandemi. https://www.ui.ac.id/ kejahatan-siber-meningkat-di-masa-pandemi/. 14 Oktober 2021 (17:45).

21

CHILDGRO: Rekonseptualisasi Birokrasi Cybercrime Sebagai Upaya Penanganan Child Grooming di Indonesia


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi Disusun oleh: Fidelis Aryo Saputro, Najmi Ulya Pratiwi, Ananda Salasa Putri, Irham Azizi, Raihan Akbar Zaman

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkelanjutan tumbuh sangat cepat. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi semakin masif menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan menjadi sesuatu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Hal tersebut turut mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas di dalam masyarakat karena hal yang biasanya dilakukan di dunia nyata saat ini dapat dilakukan di dunia maya dengan berbagai kemudahannya seperti perdagangan dan pertemuan. Tujuan teknologi informasi dan komunikasi adalah tujuan yang mulia demi kebaikan dan kemajuan peradaban kehidupan masyarakat dunia. Akan tetapi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin meningkat tiap harinya juga turut membawa hal negatif dengan munculnya kejahatan mayantara atau biasa disebut cybercrime. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menerima 2.259 laporan kasus kejahatan siber sepanjang Januari hingga September 2020.1 Tercatat, laporan soal penyebaran konten provokatif merupakan yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.048 kasus. Selain itu, masyarakat juga melaporkan kejahatan siber lainnya seperti penipuan online, pornografi, akses ilegal, manipulasi data, pencurian data/identitas, dan sebagainya. Melalui situs patrolisiber.id, hingga saat ini terdapat total 7.535 aduan masyarakat terkait kejahatan siber. Ribuan kasus ini diprediksi telah menimbulkan kerugian sebesar Rp 27,19 miliar. Kasus kebocoran data merupakan salah satu kasus yang paling sering dibicarakan di Indonesia. Seperti kasus kebocoran yang terjadi beberapa bulan lalu. Kurang lebih 279 juta data peserta BPJS Kesehatan diperjualbelikan di RaidForums. Ada pula, kasus kebocoran data yang dialami oleh Tokopedia seperti yang diungkap oleh Chairman Lembaga Riset Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, yang merupakan pihak pertama yang mengungkapkan kebocoran 91 juta data pengguna Tokopedia. Bahkan, baru-baru ini sertifikat vaksinasi Presiden Joko Widodo ramai beredar di sosial media. Sertifikat ini berasal dari aplikasi PeduliLindungi dengan mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pandemi turut menjadi salah satu hal yang meningkatkan kasus pencurian data. Polisi siber mencatat sebanyak 182 kasus pencurian data dilaporkan oleh masyarakat. Angka ini meningkat 27,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 143 laporan. Selama lima tahun terakhir, peningkatan laporan pencurian data meningkat 810% dari 20 laporan pada 2016.2 1 2

Daftar Kejahatan Siber yang Paling Banyak Dilaporkan ke Polisi | Databoks (katadata.co.id) Pencurian Data Pribadi Makin Marak Kala Pandemi | Databoks (katadata.co.id)

22


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Tentu dengan masih banyaknya kasus yang berkenaan dengan perlindungan data pribadi ini menandakan perlindungan data pribadi harus menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah. Diperlukan prosedur/sistem perlindungan data pribadi yang sesuai, tegas dan komprehensif dari seluruh stakeholder yang berperan dalam menjaga dan melindungi data pribadi sehingga dapat meminimalisasi terjadinya penyalahgunaan, kebocoran, dan serangan terhadap data pribadi. Dengan hadirnya hal tersebut akan membawa dampak positif terlebih lagi Indonesia masih dalam tahap berkembang yang akan terus terjadi peningkatan pengguna layanan di media elektronik. Perlindungan terhadap hak-hak pribadi atau hak-hak privat akan meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan, meningkatkan hubungan antara individu dan masyarakatnya, dan menjauhkan dari perlakuan diskriminasi serta membatasi kekuasaan pemerintah.3

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi sebagai perwujudan Hak Asasi Manusia? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sistem keamanan data pribadi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi secara jelas terkait konsep data pribadi sebagai bentuk perwujudan Hak Asasi Manusia. 2. Untuk memberikan inovasi yang lebih baik guna memperbaiki tata kelola sistem keamanan data pribadi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Kementerian Komunikasi dan Informatika Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan gagasan bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan tingkat keamanan data pribadi yang ada di Indonesia. b. Masyarakat Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat agar lebih teliti dalam menjaga keamanan data pribadi serta dapat memberikan kepastian hukum terkait perlindungan data pribadi yang tersimpan di media sosial. c. Peneliti Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti berupa wawasan baru terkait pengembangan perlindungan data pribadi di Indonesia. 2. Manfaat Teoritis Secara teoritis, manfaat dari hasil penulisan karya tulis ilmiah ini ialah diharapkan dapat memberikan masukan dan ide bagi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sistem keamanan data pribadi di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Data Pribadi Pengertian data pribadi dalam KBBI adalah keterangan yang benar dan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian.4 Sedangkan Pribadi sendiri memiliki arti manusia sebagai perseorangan5 (diri manusia atau diri sendiri) sehingga bisa disimpulkan bahwa data pribadi merupakan keterangan 3 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi & Konvergensi, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 4 4 KBBI. “Pengertian Data”. https://kbbi.web.id/data diakses pada 19 Oktober 2021 5 KBBI. “Pengertian kata Pribadi”. https://kbbi.web.id/pribadi pada 19 Oktober 2021

23

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

yang benar dan nyata yang dimiliki oleh manusia sebagai perseorangan. Dalam UU ITE, data pribadi tidak mempunyai pengertian yang jelas. Namun, jika ditinjau dari perspektif penafsiran resmi tentang hak pribadi (pivacy right) dalam Pasal 26 ayat 1, maka data pribadi meliputi urusan kehidupan pribadi termasuk (riwayat) komunikasi seseorang dan data tentang seseorang.6 Dalam Data Protection Act Inggris tahun 1998 diterangkan juga data pribadi merupakan data yang berhubungan dengan individu yang hidup dan dapat diidentifikasikan dari data atau informasi yang dimiliki atau akal dimiliki oleh data controller. Data pribadi juga dapat dikaitkan dengan ciri responden contohnya jenis kelamin, umur, nama dan lain-lain. Dikutip dari peraturan menteri data pribadi merupakan data perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

2.2. Pengertian Perlindungan data Secara umum, perlindungan data telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Perlindungan hukum merupakan segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Perlindungan hukum yang diberikan dapat bersifat preventif maupun represif baik berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum merupakan bentuk dari fungsi hukum yang memiliki konsep untuk memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.7

2.3. Keamanan Digital Keamanan digital pada dasarnya memiliki empat tujuan penting8, yaitu: a) Kerahasiaan (Confidentiality) Informasi dalam sistem komputer dijamin kerahasiaannya, hanya dapat dilihat oleh pihak yang berwenang, dan integritas serta konsistensi data sistem terjaga. b) Ketersediaan (Availability) Menjamin pengguna yang sah untuk selalu dapat mengakses informasi dan sumber daya yang diotorisasi. Untuk memastikan bahwa orang-orang yang memang berhak untuk mengakses informasi yang memang menjadi haknya. c) Integritas (Integrity) Dapat menjamin keaslian data dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya sehingga orang lain tidak dapat mengetahuinya. d) Penggunaan yang sah (Legitimate Use) Dapat menjamin pengguna sah untuk mengakses data tersebut dan orang lain tidak dapat mengaksesnya.

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam pembuatan karya tulis ini adalah penelitian hukum melalui pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal.9 Karya tulis ini menggunakan pendekatan yuridis normatif sebab mengkaji dari segi aturan hukum atau dari segi yuridis serta kebijakan implementasi dari aturan hukum tersebut dalam masyarakat. 6 Daniar Supriyadi. 2017. “Data Pribadi dan Dua Dasar Legalitas Pemanfaatannya”. https://www.hukumonline. com/berita/baca/lt59cb4b3feba88/data-pribadi-dan-dua-dasarlegalitaspemanfaatannya-oleh-- daniar-supriyadi/. 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press. Jakarta, 1984, hlm 133 8 JURNAL MEDIA APLIKOM ISSN: 2086- 972X Vol.2, No.2, Mei 2021 9 Roni Hanitijo Sumirto, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Penerbit Ghalia, Jakarta, 1988, Hlm.10

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi

24


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

3.2. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan menelaah peraturan perundang-undangan10 yang berkaitan dengan kejahatan teknologi dan perlindungan data pribadi di Indonesia. 2. Pendekatan konseptual (conseptual approach), yaitu dengan menelaah dan memahami konsep-konsep11 Indonesia sebagai negara hukum, teori hak asasi manusia, cybercrime di Indonesia, dan teori teori tentang data pribadi serta keamanan digital.

3.3. Jenis data yang meliputi sumber data dan bahan hukum Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai data utama, yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan meliputi: 1) 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia; 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik; 4. Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. a. Bahan hukum sekunder, meliputi: literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang dikaji yang berasal dari buku-buku, pendapat ahli hukum dari segi kepustakaan, dan artikel ilmiah di internet.

3.4. Teknik Analisis Data dan Informasi Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan dianalisis kualitatif, kemudian selanjutnya data tersebut diuraikan secara deskriptif guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang diteliti.12

3.5. Teknik Pengelolaan Data dan Informasi Setelah bahan hukum terkumpul, selanjutnya dilakukan pengelolaan data dan informasi bahan hukum dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Editing, yaitu penulis meneliti kembali terhadap bahan hukum yang diperoleh sehingga kelengkapan dapat dilengkapi apabila ditemukan bahan hukum yang belum lengkap serta memformulasikan bahan hukum yang penulis temukan ke dalam kalimat yang lebih sederhana. 2) Sistematisasi, yaitu penulis melakukan seleksi terhadap bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis yang dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lain 3) Deskripsi, yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian berdasarkan bahan hukum yang diperoleh kemudian menganalisanya.13

10 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia,Malang, 2007, Hlm.391 11 Husaini Usman dan Purnama Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Cetakan Keempat, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2003, Hlm.29 12 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, op.cit,. hlm.182 13 Ibid, hlm.181

25

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

3.6. Kerangka Berpikir

PEMBAHASAN 4.1. Konsep Perlindungan Data Pribadi Sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia Perlindungan data pribadi di era disrupsi ini sangat penting guna menjaga dan merahasiakan data-data setiap individu yang berada di sosial media. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin canggih, membuat masyarakat menggantungkan kebutuhannya dengan memanfaatkan teknologi dan informasi. Jika dilihat dari sisi praktis, masyarakat pasti akan menggunakan sesuatu hal yang mempermudah aktivitasnya. Disamping itu, masyarakat juga tidak mungkin terlepas dari hukum yang selalu berjalan mengikuti eksistensi dan perkembangan kehidupan bermasyarakat.14 Pada poin ini mencakup keberadaan teknologi dan informasi yang telah membawa perubahan sosial dan didalamnya pasti memiliki hal negatif. Hal negatif ini merujuk terhadap kejahatan siber (cybercrime) seperti pencurian data. Oleh karena itulah data pribadi masyarakat harus dilindungi karena merupakan bagian dari hak privasi setiap individu. Konsep perlindungan data pribadi menegaskan bahwa setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri, seperti, apakah akan mengungkapkan data atau tidak, dan ketika pengungkapan data terjadi, setiap individu berhak menentukan kondisi yang ada dalam suatu komunitas.15 Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri, definisi data pribadi ialah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Perlu diketahui, peraturan perlindungan data pribadi yang ada di Indonesia belum memiliki penjelasan secara eksplisit. 14 Edmon Makarim, 2003, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, hlm.7, Jakarta. 15 Fanny, P, 2019, “Perlindungan Privasi data Pribadi Perspektif Perbandingan Hukum”,Jatiswara, Vol.34 No. 3, Hal. 239-249

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi

26


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Peraturan perlindungan data pribadi hanya memiliki penjelasan secara implisit, yaitu tertulis dalam Pasal 28G Ayat 1 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Disamping itu, Pada putusan No.5/PUU-VIII/2011, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hak atas privasi merupakan salah satu bentuk dari hak asasi manusia yang berada di Indonesia. Cakupan dari hak atas privasi mencakup informasi pribadi dan data pribadi. Adapun peraturan-peraturan yang mengatur tentang perlindungan data pribadi di Indonesia, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang–Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang–Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 8. Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

4.2. Bagaimana Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sistem keamanan data pribadi di Indonesia Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya, data pribadi merupakan hal yang esensial bagi tiap-tiap penduduk. Setiap hak warga negara harus dilindungi oleh legislasi dalam adaptasi kebiasaan baru sebagai amanat kedaulatan virtual.16 Terlebih lagi, di era 4.0 di mana segala macam aktivitas secara gradual mengalami pergeseran ke dunia digital. Dalam pidato kenegaraannya di gedung parlemen dalam rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia bersama DPD-DPR, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa di era serba digital seperti sekarang, data adalah jenis kekayaan baru bangsa, bahkan ia menyebut bahwa data saat ini lebih berharga dari minyak.17 Oleh karena itu, untuk mewujudkan kedaulatan data (data sovereignty) dibutuhkan berbagai upaya perlindungan seperti regulasi yang komprehensif dan tepat sehingga dapat melindungi kepentingan segenap masyarakat. 1. Pembentukan Lembaga Independen Semenjak reformasi 1988, Indonesia telah banyak membuat model Lembaga Non Kementrian baik yang bersifat independen. Lembaga independen dalam hal ini dapat didefinisikan dari pernyataan sebuah badan yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sendiri yang diberikan/ berdasarkan hukum publik, yang secara organisasi dipisahkan dari menteri dan tidak dipilih secara langsung atau dikelola oleh pejabat terpilih. Independensi lembaga ini akan sangat fundamen karena dalam prakteknya nanti, pengawasan terhadap data pribadi bukan hanya dilaksanakan di sektor swasta, melainkan juga dilaksanakan di sektor pemerintah. Untuk menghindari conflict of interest maka pembentukan lembaga independen merupakan suatu hal yang mendasar dalam rangka perlindungan data pribadi Agar dapat terwujudnya lembaga otoritas independen untuk mengatur permasalahan perlindungan data tentu dalam hal ini keberadaanya sangat bergantung pada “open legal policy” dikarenakan pembentukan lembaga independen perlindungan data pribadi tidak diatur dengan jelas dalam UUD 1945. Rancangan undang-undang perlindungan data pribadi yang saat ini sedang 16 Patrik Hummel er aL, Soveriginty and Data Sharing, Itu Journal:ICT Discoveries, Special Issue No.2, 23 Nov.2018. 17 Jokowi: Data Lebih Berharga dari Minyak, Regulasi Tanpa Kompromi (tirto.id)

27

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

menjadi pembahasan sudah sepatutnya memasukkan instrumen hukum dalam pembentukan lembaga independen sebagai regulator perlindungan data pribadi di Indonesia. Lembaga tersebut nantinya akan berperan dalam pemantauan, penegakan, dan penerapan hukum perlindungan data pribadi. Adapun, peran yang lainnya yaitu melakukan penyidikan, melakukan audit, dan mendapatkan akses yang diperlukan guna keperluan penyelidikan. Selain itu, otoritas ini nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai penerima keluhan (complaint) sehingga nantinya kasuskasus yang ada dapat tertangani dengan baik. Seperti yang dikatakan di awal permasalahan perlindungan data pribadi juga permasalahan yang universal, yang artinya tidak terbatas pada batas wilayah dan memiliki sifat lintas teritorial/ universal. Untuk itu dalam meningkatkan upaya penegakan hukum dibutuhkan kerja sama juga dengan masyarakat internasional. Akan tetapi, salah satu prinsip mendasar dalam menentukan suatu hukum perlindungan data dapat berlaku secara ekstrateritorial adalah prinsip kesetaraan hukum atau yang biasa disebut (adequacy).18 Pembentukan lembaga independen dalam hal ini akan memudahkan kebutuhan adequacy karena dari tujuh perjanjian dan standar internasional yang relevan dengan perlindungan data pribadi, lima diantaranya mengharuskan pembentukan otoritas pengawas independen. Seperti UN Guidelines for the Regulation of Computerized Personal Data Files 1990 yang menegaskan bahwa pembentukan lembaga pengawas independen sebagai salah satu prinsip jaminan minimum.19 Selain itu ada juga EU GDPR juga secara khusus mengamanatkan berdirinya independent supervisory authority.20 Dari poin-poin di atas jelas bahwa pembentukan otoritas lembaga independen dalam rangka perlindungan data pribadi merupakan hal yang urgen dan esensial. Dengan adanya regulasi tersebut di dalam undang-undang perlindungan data pribadi yang nantinya akan disahkan tentu akan membuat pelaksanaan perlindungan data pribadi di Indonesia akan menjadi lebih tertata dan bersih karena tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan di luar tugasnya. Selain itu, pengadaan kerja sama dengan otoritas lembaga perlindungan data pribadi di luar batas negara akan makin efisien. 2. Penerapan Yurisdiksi Universal Yurisdiksi universal merupakan suatu konsep hukum yang berlaku secara global. Konsep hukum yang disajikan oleh Yurisdiksi Universal mengizinkan negara ataupun lembaga internasional untuk mengklaim yurisdiksi dimanapun kejadian perkara tersebut berada tanpa ada batasan kewarganegaraan, tempat tinggal, serta hubungan dengan penuntut. Pada November tahun 2000, pakar hukum dan hubungan internasional terkenal bertemu di Universitas Princeton dan atas dasar karya ilmiah yang telah disiapkan untuk agenda tersebut, terciptalah The Princeton Principles on Universal Jurisdiction. Prinsip 1 (1) mengartikan yurisdiksi universal sebagai berikut:10 “Yurisdiksi universal adalah yurisdiksi pidana yang semata-mata didasarkan pada sifat kejahatan, tanpa memperhatikan latar kejahatan itu dilakukan, kebangsaan tersangka atau terpidana pelaku, kebangsaan korban, atau hubungan lain apa pun dengan negara yang menjalankan yurisdiksi tersebut”. Penerapan yurisdiksi universal pertama kali dilakukan terhadap kejahatan pembajakan di laut. Sebenarnya, yurisdiksi universal diciptakan akibat adanya keinginan dari setiap negaranegara untuk memberantas kejahatan perompak di laut. Jadi, dengan adanya prinsip global ini menjadikan setiap negara berhak menangkap perompak di laut berlandaskan konsep yuridis universal.21 Merujuk pada pembahasan dalam karya tulis ini, kejahatan siber (Cybercrime) khususnya 18 58 Article 25 on the EU Directive 95/46/EC, it is prohibited to export the data to a third country outside of the EEA unless that country “ensures an adequate level of protection" for the exported data. 19 UN Guidelines for the Regulation of Computerized Personal Data Files Adopted by General, Assembly resolution 45/95 of 14 December 1990, Principle of Supervision and sanctions. 20 EU GDPR, Article 21, Article 52, Article 57, Article 58. 21 Peter Weiss, “Universal Jurisdiction: Past, Present and Future” , American Society of International Law, Vol. 102, 2008, hlm. 407

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi

28


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

terhadap data pribadi setiap individu sangatlah marak karena akses teknologi dan informasi yang berada di dunia maya berkembang secara pesat tanpa ada batasan wilayah. Hal-hal seperti ini mengakibatkan pihak pelaku kejahatan siber sangat mudah untuk meretas data pribadi tanpa adanya halangan teritorial. Oleh karena itu, solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini, yaitu dengan penerapan yurisdiksi universal. Dalam penerapannya, peneliti memberi saran agar kejahatan siber menjadi salah satu kejahatan yang berada dibawah yurisdiksi International Criminal Court (ICC). Seperti yang diketahui, penegakan hukum internasional memiliki prinsip dasar, termasuk penegakan hukum oleh Mahkamah Pidana Internasional. Prinsip tersebut adalah mendahulukan yurisdiksi nasional, dan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional hanyalah berlaku sebagai pelengkap (komplementer).22 Hal ini sangat memungkinkan kasus kejahatan siber akan diatasi dengan baik. Lalu pada saat mengatasi perkara kejahatan siber, revolusi 4.0 sangat mendukung dengan banyaknya teknologi canggih yang dapat dimanfaatkan oleh aparat hukum untuk melacak keberadaan pelaku tindak kejahatan dimanapun lokasinya. Pengeluaran biaya terkait solusi ini juga diyakini tidak sebanyak dalam menanggulangi kasus kejahatan

PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kemajuan dan perkembangan teknologi dan informasi membawa implikasi terhadap peningkatan kejahatan yang dilakukan di dunia siber (cybercrime). Salah satu ruang lingkup yang seharusnya menjadi concern bersama untuk diregulasi adalah keamanan perlindungan data pribadi. Dibutuhkan suatu instrumen hukum yang baik guna mendapat undang-undang yang komprehensif dan dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat akan perlindungan data pribadi. Dalam pembahasan kami menjelaskan bahwa perlindungan data pribadi merupakan suatu konsep yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut juga diamanatkan oleh UUD 1945 yang menjadi landasan bagi terbentuknya hukum-hukum setelahnya bahwa perlindungan data pribadi harus ditegakkan. Dibutuhkan pula upaya-upaya yang dapat diimplementasikan guna menghadirkan suatu regulasi yang secara tepat dapat mengakomodasi perlindungan data pribadi. Pembentukan lembaga independen dan Penerapan prinsip yurisdiksi universal di dalam regulasinya merupakan hal-hal yang dapat meningkatkan keamanan digital dalam rangka melindungi data pribadi masyarakat.

5.2. Saran 1. Bagi seluruh masyarakat Indonesia diharapkan dengan ditulisnya hasil penelitian kami dapat mendorong awareness atas hak perlindungan data pribadi sebagai konsep yang diatur dalam Hak Asasi Manusia. 2. Bagi Pemerintah diharapkan lekas merealisasikan konsep-konsep tersebut ke dalam RUU Perlindungan data pribadi sehingga harapannya undang-undang yang akan disahkan nantinya mampu mengakomodasi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia secara tepat serta efisien.

DAFTAR PUSTAKA Djafar, W., & Santoso, M. J. (2019). Perlindungan Data Pribadi: Pentingnya Otoritas Pengawasan Independen. DR. DANRIVANTO BUDHIJANTO, S. i. (2021). Blockchain Law: Yurisdiksi Virtual & Ekonomi Digital. 22 Pasal 1 Statuta Mahkamah Pidana Internasional

29

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi


Prosiding Forum Kajian dan Penelitian Hukum Law Fair 2021

Bandung: Logoz Publishing. Kusnadi, S. A., & Wijaya, A. U. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI SEBAGAI HAK PRIVASI. Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2, No. 1,. Palupy, H. E. (2011). PRIVACY AND DATA PROTECTION : INDONESIA LEGAL . Thesis of Master Program in Law and Technology . Pratiwi, D. K. (2019). IMPLEMENTASI PRINSIP YURISDIKSI UNIVERSAL MENGENAI PEMBERANTASAN KEJAHATAN PEROMPAKAN LAUT DI INDONESIA. SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. 2, NO. 1,. Saraswati, P. S., & Susrama, I. N. (2016). URGENSI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI ERA DIGITAL. Jurnal Universitas Mahasaraswat. KBBI. “Pengertian Data”. https://kbbi.web.id/data diakses pada 03 Desember 2019 Pukul 16.00 KBBI. “Pengertian kata Pribadi”. https://kbbi.web.id/pribadi pada 03 Desember 2019 Pukul 16.30 Daniar Supriyadi. 2017. “Data Pribadi dan Dua Dasar Legalitas Pemanfaatannya”. https:// www.hukumonline.com/berita/baca/lt59cb4b3feba88/data-pribadi-dandua-dasarlegalitaspemanfaatannya-oleh--daniar-supriyadi/. Diakses pada 16 Maret 2020. Pukul 18.04 WIB.

Optimalisasi Perlindungan Data Pribadi dan Keamanan Digital Guna Menghadapi Perkembangan di Era Disrupsi Teknologi

30




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.