


Muttaqin, Oktoverano Hendrik Lengkong, Kostiawan Sukamto Annah, Muharman Lubis, Silvia Permata Sari, Mutasar Nurdin, Rizalul Akram, Janner Simarmata Penerbit Yayasan Kita Menulis
Copyright © Yayasan Kita Menulis, 2024
Penulis:
Muttaqin, Oktoverano Hendrik Lengkong, Kostiawan Sukamto Annah, Muharman Lubis, Silvia Permata Sari, Mutasar Nurdin, Rizalul Akram, Janner Simarmata
Editor: Marzuki Sinambela
Desain Sampul: Devy Dian Pratama, S.Kom.
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0813-9680-7167
IKAPI: 044/SUT/2021
Muttaqin., dkk.
Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Yayasan Kita Menulis, 2024
xvi; 214 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-113-585-8
Cetakan 1, November 2024
I. Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun
Masa Depan Teknologi
II. Yayasan Kita Menulis
Katalog Dalam Terbitan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku tanpa
Izin tertulis dari penerbit maupun penulis
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat datang di era transformasi digital yang mengubah lanskap industri dan kehidupan kita secara fundamental. Buku "Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi" ini hadir sebagai panduan komprehensif untuk memahami perubahan besar yang sedang kita alami dan yang akan kita hadapi di masa depan.
Revolusi Industri 5.0 bukan hanya tentang teknologi semata, tetapi juga tentang bagaimana kita, sebagai manusia, berinteraksi dengan teknologi tersebut untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Dalam buku ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek dari revolusi teknologi ini, mulai dari perkembangan terkini dalam kecerdasan buatan hingga dampaknya terhadap tenaga kerja, pendidikan, dan lingkungan.
Melalui 10 bab yang disajikan, pembaca akan diajak untuk memahami:
• Bagaimana kecerdasan buatan mengubah cara kita bekerja dan berinovasi
• Peran Internet of Things (IoT) dalam menciptakan ekosistem industri yang terhubung
• Tantangan dan peluang yang muncul dari otomatisasi dan robotika
• Pentingnya keamanan siber dan perlindungan data di era digital
• Bagaimana teknologi dapat mendukung pembangunan berkelanjutan
Buku ini ditujukan bukan hanya untuk para profesional di bidang teknologi, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin memahami dan mempersiapkan diri menghadapi perubahan besar yang dibawa oleh
Revolusi Industri 5.0. Baik Anda seorang mahasiswa, pengusaha, pembuat kebijakan, atau hanya seorang yang tertarik pada teknologi,
vi Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
buku ini menawarkan wawasan berharga tentang masa depan yang sedang kita bangun bersama.
Dalam menyusun buku ini, kami telah berupaya untuk menyajikan informasi terkini dan analisis mendalam dari berbagai sumber terpercaya. Namun, mengingat cepatnya perkembangan teknologi, kami mendorong pembaca untuk terus mengikuti perkembangan terbaru di bidang ini.
Akhir kata, kami berharap buku ini dapat menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan yang berharga bagi Anda. Mari bersama-sama menyambut era baru ini dengan pemahaman yang lebih baik dan kesiapan untuk berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih cerdas, lebih efisien, dan lebih manusiawi.
Selamat membaca dan selamat menjelajahi masa depan teknologi!
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Langsa, November 2024 Hormat kami,
Penulis Muttaqin, dkk.
Bab
Bab
3.5
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
5.1
5.2
5.2.2
5.2.3
5.3
5.3.1
5.3.2
5.3.3
5.4
5.5
7.2
7.5
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis
8.1 Sejarah Penerapan Artificial Intelligence pada Dunia Bisnis
8.2 Contoh-contoh penerapan AI pada Dunia Bisnis......................................
8.3 Penerapan AI berbasis Data Mining Dalam Proses Pengambilan Tindak an
Bab 9 Keamanan Siber dan Perlindungan Data dalam Era AI
9.1
9.2
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0 10.1
10.4 Pendidikan yang Berkelanjutan dan Berfokus pada Etika ..................... 173
10.4.1 Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD) ................................................... 173
10.4.2 Fokus pada Etika dalam Pendidikan ............................................ 174
10.4.3 Mengintegrasikan Nilai-nilai Keberlanjutan dan Etika dalam Kurikulum ...................................................................................... 175
10.4.4 Mendorong Kewarganegaraan Global dan Kesadaran Lingkungan176
10.5 Pembelajaran Berkelanjutan Sepanjang Hayat (Lifelong Learning) ..... 177
10.5.1 Konsep Pembelajaran Berkelanjutan Sepanjang Hayat ............. 177
10.5.2 Peran Teknologi dalam Mendukung Pembelajaran Sepanjang Hayat............................................................................................... 178
10.6 Pendidikan yang Berpusat pada Manusia ................................................
Gambar
Gambar
Tabel 9.1: Langkah Proses Deteksi Ancaman dengan AI ..............................
Tabel 9.2: Teknik Perlindungan Data dengan AI............................................
Tabel 9.3: Perbandingan Regulasi Perlindungan Data Global dalam Konteks
Industri 5.0
Revolusi Industri 5.0, yang juga dikenal sebagai Society 5.0, merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 2016. Konsep ini muncul sebagai respons terhadap tantangan sosial yang dihadapi masyarakat Jepang, seperti penuaan populasi dan penurunan angkatan kerja (Fukuyama, 2018). Revolusi Industri 5.0 bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered society) dengan memanfaatkan teknologi canggih untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Berbeda dengan Revolusi Industri 4.0 yang fokus pada otomatisasi dan digitalisasi, Revolusi Industri 5.0 lebih menekankan pada integrasi antara teknologi canggih dengan kebutuhan manusia. Dalam era ini, teknologi tidak lagi dilihat sebagai alat yang menggantikan manusia, melainkan sebagai mitra yang memperkuat kemampuan manusia dalam menyelesaikan berbagai tantangan sosial dan ekonomi.
2 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Konsep kunci dalam Revolusi Industri 5.0 adalah sinergi antara ruang siber (cyberspace) dan ruang fisik (physical space). Integrasi ini memungkinkan pengumpulan data dari dunia nyata melalui sensor dan perangkat Internet of Things (IoT), yang kemudian dianalisis di ruang siber menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan big data. Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk memberikan solusi yang optimal di dunia nyata, menciptakan siklus umpan balik yang terus-menerus antara dunia virtual dan fisik. Salah satu aspek penting dari Revolusi Industri 5.0 adalah personalisasi layanan dan produk. Dengan memanfaatkan data dan AI, industri dapat menyesuaikan layanan dan produk mereka sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap individu. Ini tidak hanya meningkatkan efisiensi dan kepuasan pelanggan, tetapi juga memungkinkan solusi yang lebih tepat sasaran untuk berbagai masalah sosial (Nahavandi, 2019).
Revolusi Industri 5.0 juga membawa konsep "super smart society", di mana teknologi canggih diintegrasikan secara seamless ke dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kualitas hidup. Ini mencakup penggunaan AI dan robotika dalam perawatan kesehatan, transportasi otonom untuk mobilitas yang lebih baik, dan sistem energi pintar untuk efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan (Deguchi et al., 2020). Dalam konteks ekonomi, Revolusi Industri 5.0 mendorong terciptanya model bisnis baru yang lebih berfokus pada nilai sosial. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan keuntungan, tetapi juga untuk berkontribusi pada pemecahan masalah sosial. Ini mengarah pada konsep "creating shared value" di mana keberhasilan bisnis terkait erat dengan kemajuan sosial.
Aspek penting lainnya dari Revolusi Industri 5.0 adalah fokus pada keberlanjutan dan ekonomi sirkular. Dengan memanfaatkan teknologi canggih, industri dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengurangi limbah, dan menciptakan siklus produksi yang lebih berkelanjutan. Ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB. Revolusi Industri 5.0 juga membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. Meskipun ada kekhawatiran tentang hilangnya pekerjaan akibat otomatisasi, konsep ini menekankan pada penciptaan pekerjaan baru yang membutuhkan kreativitas dan
keterampilan sosial manusia. Fokusnya adalah pada kolaborasi antara manusia dan mesin, bukan persaingan.
Dalam bidang pendidikan, Revolusi Industri 5.0 mendorong perubahan paradigma dari model pendidikan satu ukuran untuk semua menjadi pendidikan yang dipersonalisasi. Dengan memanfaatkan AI dan analisis data, sistem pendidikan dapat menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan dan gaya belajar masing-masing siswa. Kesehatan adalah salah satu sektor yang paling terpengaruh oleh Revolusi Industri 5.0. Penggunaan AI dalam diagnosis, perawatan yang dipersonalisasi berdasarkan data genetik, dan telemedicine adalah beberapa contoh bagaimana teknologi dapat meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan (Topol, 2019).
Revolusi Industri 5.0 juga membawa perubahan signifikan dalam cara kita mengelola kota dan infrastruktur. Konsep "smart city" yang memanfaatkan IoT dan AI untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan kualitas hidup warga kota menjadi semakin relevan (Yigitcanlar, Kankanamge and Preston, 2020). Dalam konteks pertanian, Revolusi Industri 5.0 memperkenalkan konsep "precision agriculture" di mana teknologi seperti drone, sensor, dan AI digunakan untuk mengoptimalkan produksi pangan. Ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mendukung keberlanjutan dalam produksi pangan.
Privasi dan keamanan data menjadi isu krusial dalam era Revolusi Industri 5.0. Dengan semakin banyaknya data yang dikumpulkan dan dianalisis, diperlukan kerangka etika dan regulasi yang kuat untuk melindungi hakhak individu dan mencegah penyalahgunaan data. Revolusi Industri 5.0 juga membawa tantangan baru dalam hal kesetaraan dan inklusi. Meskipun teknologi memiliki potensi untuk mengurangi kesenjangan, ada risiko bahwa mereka yang tidak memiliki akses atau keterampilan digital akan tertinggal. Oleh karena itu, upaya untuk menjembatani kesenjangan digital menjadi sangat penting.
Dalam konteks global, Revolusi Industri 5.0 memiliki potensi untuk mendorong kerjasama internasional dalam mengatasi tantangan global
4 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
seperti perubahan iklim, kelangkaan sumber daya, dan pandemik. Sharing data dan teknologi lintas batas negara menjadi semakin penting dalam era ini. Revolusi Industri 5.0 juga membawa perubahan dalam cara kita memandang dan berinteraksi dengan teknologi. Konsep "teknologi yang tidak terlihat" (invisible technology) di mana teknologi menjadi begitu terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita hampir tidak menyadari keberadaannya, menjadi semakin relevan.
Akhirnya, penting untuk diingat bahwa Revolusi Industri 5.0 bukanlah tentang teknologi semata, melainkan tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Ini memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan tidak hanya ahli teknologi, tetapi juga ilmuwan sosial, pembuat kebijakan, dan masyarakat luas untuk memastikan bahwa perkembangan teknologi sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial (Fukuyama, 2018). Dengan demikian, Revolusi Industri 5.0 menawarkan visi tentang masa depan di mana teknologi dan kemanusiaan bersinergi untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua.
Revolusi Industri 5.0 ditandai oleh integrasi teknologi canggih yang mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Salah satu teknologi kunci yang menjadi tulang punggung revolusi ini adalah Kecerdasan Buatan (AI). AI, dengan kemampuannya untuk belajar, beradaptasi, dan membuat keputusan, telah membuka pintu bagi berbagai aplikasi inovatif di berbagai sektor. Dari asisten virtual yang dapat memahami dan merespons permintaan manusia secara natural, hingga sistem prediksi yang dapat mengantisipasi kebutuhan pasar, AI telah menjadi katalis utama dalam transformasi industri (Russell and Norvig, 2021).
Internet of Things (IoT) merupakan teknologi kunci lainnya yang memainkan peran vital dalam Revolusi Industri 5.0. IoT memungkinkan interkoneksi antara berbagai perangkat fisik melalui internet, menciptakan jaringan perangkat pintar yang dapat mengumpulkan, berbagi, dan menganalisis data secara real-time. Dalam konteks industri, IoT memungkinkan pemantauan dan kontrol yang lebih efisien atas proses produksi, manajemen rantai pasokan yang lebih baik, dan pemeliharaan prediktif yang dapat mencegah kerusakan mesin sebelum terjadi (Atzori, Iera and Morabito, 2010)
Big Data, yang merujuk pada volume data yang sangat besar, beragam, dan cepat berubah, menjadi semakin penting dalam era Revolusi Industri 5.0. Kemampuan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data dalam skala besar membuka peluang baru untuk wawasan yang lebih dalam dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dalam konteks industri, analisis Big Data memungkinkan optimalisasi proses, prediksi tren pasar yang lebih akurat, dan personalisasi produk dan layanan yang lebih baik.
Cloud Computing menjadi fondasi penting dalam infrastruktur Revolusi Industri 5.0. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan, pengolahan, dan akses data secara fleksibel dan scalable melalui internet. Cloud Computing memungkinkan perusahaan untuk mengurangi investasi dalam infrastruktur IT fisik, meningkatkan kolaborasi, dan memungkinkan akses ke sumber daya komputasi yang kuat dari mana saja. Dalam konteks Industri 5.0, Cloud Computing memfasilitasi integrasi berbagai teknologi lain seperti AI, IoT, dan Big Data (Mell and Grance, 2011).
Robotika Canggih merupakan aspek penting lainnya dari Revolusi Industri 5.0. Berbeda dengan robot industri tradisional yang dirancang untuk tugastugas spesifik dan berulang, robot canggih dalam era ini memiliki kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan berkolaborasi dengan manusia. Teknologi seperti robot kolaboratif (cobot) memungkinkan interaksi yang aman antara manusia dan robot dalam lingkungan kerja, membuka peluang
6 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
baru untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi (Siciliano and Khatib, 2016).
Blockchain, meskipun sering dikaitkan dengan cryptocurrency, memiliki potensi yang jauh lebih luas dalam konteks Revolusi Industri 5.0. Teknologi ini menawarkan cara baru untuk menyimpan dan memverifikasi transaksi dan informasi secara terdesentralisasi dan aman. Dalam konteks industri, blockchain dapat meningkatkan transparansi dan keterlacakan dalam rantai pasokan, memfasilitasi kontrak pintar, dan meningkatkan keamanan data.
Teknologi 5G dan jaringan komunikasi generasi berikutnya juga memainkan peran krusial dalam Revolusi Industri 5.0. Dengan kecepatan dan kapasitas yang jauh lebih tinggi serta latensi yang sangat rendah, 5G memungkinkan komunikasi real-time yang lebih handal antara perangkat IoT, mendukung aplikasi seperti kendaraan otonom dan operasi jarak jauh yang membutuhkan respons instan (Agiwal, Roy and Saxena, 2016).
Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) membawa dimensi baru dalam interaksi manusia-mesin dalam era Revolusi Industri 5.0. AR memungkinkan overlay informasi digital ke dunia nyata, sementara VR menciptakan lingkungan simulasi yang sepenuhnya imersif. Dalam konteks industri, teknologi ini dapat digunakan untuk pelatihan, desain produk, dan pemeliharaan jarak jauh, meningkatkan efisiensi dan keselamatan kerja.
Teknologi Quantum Computing, meskipun masih dalam tahap awal pengembangan, memiliki potensi untuk mengubah lanskap komputasi dalam Revolusi Industri 5.0. Dengan kemampuannya untuk melakukan perhitungan kompleks yang tidak mungkin dilakukan oleh komputer klasik, quantum computing dapat membuka peluang baru dalam optimalisasi, simulasi molekuler, dan kriptografi.
Edge Computing muncul sebagai pendekatan komplementer terhadap Cloud Computing dalam Revolusi Industri 5.0. Dengan memproses data lebih dekat ke sumbernya, Edge Computing mengurangi latensi, meningkatkan privasi data, dan memungkinkan aplikasi real-time yang
kritis. Ini sangat relevan untuk aplikasi IoT dan AI yang membutuhkan respons cepat.
Teknologi 3D Printing atau Additive Manufacturing telah berkembang pesat dan menjadi komponen penting dalam Revolusi Industri 5.0. Teknologi ini memungkinkan produksi barang yang sangat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik, mengurangi limbah, dan memungkinkan desain yang lebih kompleks. Dalam konteks industri, 3D printing membuka peluang untuk produksi on-demand dan desentralisasi manufaktur.
Bioteknologi dan teknologi nano juga memainkan peran penting dalam Revolusi Industri 5.0, terutama di sektor kesehatan dan material. Kemajuan dalam rekayasa genetika, nanomedicine, dan material cerdas membuka peluang baru untuk pengobatan yang lebih efektif, diagnostik yang lebih akurat, dan material dengan sifat-sifat unik yang dapat diaplikasikan dalam berbagai industri.
Teknologi energi terbarukan dan penyimpanan energi menjadi semakin penting dalam konteks Revolusi Industri 5.0, sejalan dengan fokus pada keberlanjutan. Kemajuan dalam panel surya, turbin angin, baterai, dan teknologi hidrogen memungkinkan transisi ke sistem energi yang lebih bersih dan efisien. Ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan industri, tetapi juga membuka peluang baru untuk inovasi dan model bisnis baru.
Teknologi Keamanan Siber menjadi semakin krusial seiring dengan meningkatnya ketergantungan pada sistem digital dalam Revolusi Industri 5.0. Dengan semakin banyaknya perangkat yang terhubung dan data yang dikumpulkan, kebutuhan akan perlindungan terhadap ancaman siber menjadi semakin mendesak. Teknologi seperti enkripsi kuantum, AI untuk deteksi ancaman, dan blockchain untuk keamanan data menjadi semakin penting.
Teknologi Human-Machine Interface (HMI) yang canggih menjadi aspek penting dalam Revolusi Industri 5.0. Ini mencakup teknologi seperti
8 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
kontrol suara, gesture recognition, dan brain-computer interfaces. HMI yang lebih intuitif dan natural memungkinkan interaksi yang lebih efektif antara manusia dan mesin, meningkatkan produktivitas dan pengalaman pengguna (Dix, 2009).
Revolusi Industri 5.0 bukan hanya tentang teknologi individual, tetapi tentang bagaimana teknologi-teknologi ini berinteraksi dan berintegrasi untuk menciptakan sistem yang lebih cerdas, efisien, dan berpusat pada manusia. Ini membutuhkan pendekatan holistik yang mempertimbangkan tidak hanya aspek teknis, tetapi juga implikasi sosial, etika, dan ekonomi dari teknologi ini. Dengan demikian, Revolusi Industri 5.0 menawarkan peluang besar untuk inovasi dan peningkatan kualitas hidup, sambil juga menghadirkan tantangan yang perlu di atasi secara kolektif oleh industri, pemerintah, dan masyarakat.
Revolusi Industri 5.0 membawa perubahan signifikan dalam lanskap pekerjaan global. Otomatisasi dan kecerdasan buatan mengambil alih tugastugas rutin dan berulang, mendorong pergeseran fokus tenaga kerja manusia ke pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, empati, dan pemecahan masalah kompleks. Menurut laporan (World Economic Forum, 2020), hingga 85 juta pekerjaan mungkin tergantikan oleh mesin pada tahun 2025, namun 97 juta pekerjaan baru yang lebih sesuai dengan pembagian kerja baru antara manusia, mesin, dan algoritma juga akan muncul.
Pendidikan mengalami transformasi besar-besaran dalam era Revolusi Industri 5.0. Sistem pendidikan tradisional yang berfokus pada penghafalan informasi menjadi kurang relevan. Sebaliknya, terdapat peningkatan kebutuhan akan pendidikan yang menekankan pada keterampilan abad ke21 seperti pemikiran kritis, kreativitas, kolaborasi, dan kecerdasan
emosional. Teknologi pendidikan seperti pembelajaran online, realitas virtual, dan kecerdasan buatan memungkinkan personalisasi pengalaman belajar dan akses yang lebih luas ke pendidikan berkualitas.
Gaya hidup masyarakat mengalami perubahan drastis dengan adanya teknologi pintar dan konektivitas yang melekat dalam Revolusi Industri 5.0. Rumah pintar, kota pintar, dan perangkat yang terhubung mengubah cara kita berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Asisten virtual yang didukung AI membantu dalam manajemen tugas sehari-hari, sementara teknologi kesehatan yang dapat dikenakan memungkinkan pemantauan kesehatan yang lebih proaktif. Namun, perubahan ini juga membawa tantangan baru terkait privasi data dan ketergantungan teknologi.
Ekonomi mengalami disrupsi dan restrukturisasi yang signifikan dalam era Revolusi Industri 5.0. Model bisnis baru yang berbasis platform dan ekonomi berbagi (sharing economy) muncul, menantang model bisnis tradisional. Perusahaan seperti Uber, Airbnb, dan Amazon telah mengubah industri transportasi, perhotelan, dan ritel. Kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data besar memungkinkan personalisasi produk dan layanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menciptakan nilai tambah bagi konsumen dan peluang baru bagi bisnis.
Rantai pasokan global mengalami transformasi radikal dengan adopsi teknologi Revolusi Industri 5.0. Internet of Things (IoT) dan blockchain meningkatkan visibilitas dan keterlacakan dalam rantai pasokan, memungkinkan manajemen inventori yang lebih efisien dan pengurangan pemborosan. Manufaktur aditif (3D printing) membuka kemungkinan untuk produksi yang lebih terdesentralisasi dan kustomisasi massal.
Namun, perubahan ini juga menimbulkan tantangan baru dalam hal keamanan siber dan ketahanan rantai pasokan.
Pasar tenaga kerja mengalami perubahan struktural yang signifikan. Sementara beberapa pekerjaan menjadi usang karena otomatisasi, pekerjaan baru di bidang seperti analisis data, keamanan siber, dan pengembangan AI muncul. Terdapat peningkatan permintaan untuk keterampilan yang sulit diotomatisasi seperti kreativitas, pemecahan masalah kompleks, dan
10 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
kecerdasan emosional. Konsep pembelajaran seumur hidup dan peningkatan keterampilan berkelanjutan menjadi semakin penting bagi pekerja untuk tetap relevan dalam pasar tenaga kerja yang cepat berubah.
Revolusi Industri 5.0 membawa perubahan signifikan dalam struktur organisasi perusahaan. Hierarki tradisional yang kaku digantikan oleh struktur yang lebih datar dan fleksibel, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan inovasi yang lebih baik. Kolaborasi lintas fungsi dan lintas organisasi menjadi norma, didukung oleh teknologi kolaborasi digital. Konsep tempat kerja juga berevolusi, dengan peningkatan adopsi kerja jarak jauh dan model kerja hybrid.
Kesenjangan digital menjadi tantangan yang semakin mendesak dalam era
Revolusi Industri 5.0. Sementara teknologi membuka peluang baru, terdapat risiko bahwa mereka yang tidak memiliki akses atau keterampilan digital akan tertinggal. Ini dapat memperdalam ketimpangan ekonomi dan sosial yang ada. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi digital dan akses ke teknologi menjadi semakin penting untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif.
Revolusi Industri 5.0 membawa perubahan signifikan dalam dinamika kekuatan global. Negara-negara dan perusahaan yang memimpin dalam pengembangan dan adopsi teknologi kunci seperti AI, 5G, dan komputasi kuantum memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan. Ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan ekonomi dan geopolitik global, memunculkan tantangan baru dalam tata kelola global dan kerja sama internasional.
Keberlanjutan dan ekonomi sirkular menjadi fokus utama dalam era
Revolusi Industri 5.0. Teknologi seperti IoT dan AI memungkinkan optimalisasi penggunaan sumber daya dan pengurangan limbah. Konsep "smart city" yang mengintegrasikan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas hidup perkotaan menjadi semakin populer. Namun, peningkatan penggunaan teknologi juga membawa tantangan baru terkait konsumsi energi dan limbah elektronik (Ellen MacArthur Foundation, 2019).
Revolusi Industri 5.0 memiliki dampak signifikan pada kesehatan dan perawatan kesehatan. Teknologi seperti AI dan big data memungkinkan diagnosis yang lebih akurat, pengobatan yang dipersonalisasi, dan pencegahan penyakit yang lebih efektif. Telemedicine dan perangkat kesehatan yang dapat dikenakan meningkatkan akses ke perawatan kesehatan dan memungkinkan pemantauan kesehatan yang lebih proaktif.
Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan etis baru terkait privasi data kesehatan dan akses yang adil ke teknologi kesehatan canggih (Topol, 2019).
Demokrasi dan partisipasi sipil mengalami transformasi dalam era Revolusi Industri 5.0. Media sosial dan platform digital membuka saluran baru untuk keterlibatan politik dan aktivisme. Namun, mereka juga membawa tantangan baru seperti penyebaran disinformasi dan polarisasi politik. Teknologi blockchain menawarkan potensi untuk sistem pemungutan suara yang lebih aman dan transparan. Sementara itu, penggunaan AI dalam pengambilan keputusan pemerintah menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas dan potensi bias.
Revolusi Industri 5.0 memiliki implikasi signifikan untuk privasi dan keamanan data. Sementara pengumpulan dan analisis data besar membuka peluang baru untuk inovasi dan efisiensi, ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang pengawasan massal dan pelanggaran privasi. Regulasi seperti GDPR di Uni Eropa mencoba untuk menyeimbangkan inovasi dengan perlindungan privasi. Sementara itu, keamanan siber menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya ketergantungan pada sistem digital.
Industri kreatif mengalami transformasi yang signifikan dalam era Revolusi Industri 5.0. Teknologi seperti AI dan realitas virtual membuka kemungkinan baru untuk kreasi dan distribusi konten. Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan tentang hak cipta dan keaslian dalam era di mana AI dapat menghasilkan musik, seni, dan tulisan. Sementara itu, ekonomi gig yang didukung oleh platform digital mengubah cara seniman dan kreator bekerja dan mendapatkan penghasilan (Flew, 2019).
12 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Revolusi Industri 5.0 memiliki dampak mendalam pada hubungan sosial dan interaksi manusia. Media sosial dan teknologi komunikasi memungkinkan konektivitas global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang isolasi sosial dan kecanduan teknologi. Sementara itu, AI dan robotika sosial menantang pemahaman kita tentang interaksi sosial dan empati. Pertanyaan etis muncul tentang batas antara manusia dan mesin dalam konteks sosial.
Revolusi Industri 5.0 membawa perubahan signifikan dalam mobilitas dan transportasi. Kendaraan otonom, mobilitas sebagai layanan (MaaS), dan sistem transportasi cerdas mengubah cara kita berpindah dan merancang kota. Ini memiliki implikasi luas untuk perencanaan urban, emisi karbon, dan keselamatan jalan. Namun, transisi ini juga menimbulkan tantangan terkait infrastruktur, regulasi, dan dampak pada pekerjaan di sektor transportasi tradisional.
Akhirnya, Revolusi Industri 5.0 menantang kita untuk memikirkan kembali makna pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan dalam era di mana banyak tugas dapat diotomatisasi. Ini membuka peluang untuk mengurangi jam kerja, meningkatkan waktu luang, dan fokus pada pengembangan personal dan sosial. Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan tentang distribusi kekayaan dalam ekonomi yang semakin otomatis dan peran universal basic income. Pada akhirnya, Revolusi Industri 5.0 menantang kita untuk membentuk masa depan yang tidak hanya lebih efisien dan produktif, tetapi juga lebih manusiawi dan berkelanjutan (Harari, 2018).
Revolusi Industri 5.0 membawa perubahan yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, menuntut persiapan yang matang dari berbagai pihak. Individu, organisasi, dan pemerintah perlu mengambil langkahlangkah proaktif untuk memastikan mereka siap menghadapi tantangan
dan memanfaatkan peluang yang muncul. Salah satu langkah kunci adalah pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Menurut (World Economic Forum, 2020), 50% dari semua karyawan akan membutuhkan peningkatan keterampilan atau pelatihan ulang pada tahun 2025. Ini menekankan pentingnya pembelajaran seumur hidup dan adaptabilitas dalam menghadapi perubahan teknologi yang cepat.
Organisasi perlu mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan adaptif dalam pengembangan karyawan mereka. Ini bisa melibatkan implementasi program pelatihan yang berkelanjutan, mendorong budaya pembelajaran, dan menyediakan akses ke sumber daya pendidikan digital. Perusahaan seperti AT&T telah menginvestasikan miliaran dolar dalam program peningkatan keterampilan karyawan mereka, menunjukkan pentingnya investasi ini dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan.
Pemerintah memiliki peran krusial dalam mempersiapkan masyarakat untuk Revolusi Industri 5.0. Ini melibatkan reformasi sistem pendidikan untuk menekankan keterampilan abad ke-21 seperti pemikiran kritis, kreativitas, dan kecerdasan emosional. Singapura, misalnya, telah meluncurkan inisiatif SkillsFuture yang menyediakan kredit belajar seumur hidup kepada setiap warga negara untuk mendorong pengembangan keterampilan yang berkelanjutan.
Kebijakan yang mendukung inovasi dan adopsi teknologi juga penting dalam mempersiapkan diri menghadapi Revolusi Industri 5.0. Pemerintah dapat memainkan peran katalis dengan menyediakan insentif untuk penelitian dan pengembangan, mendorong kerjasama antara industri dan akademisi, dan menciptakan lingkungan regulasi yang mendukung inovasi.
Jerman, dengan inisiatif Industrie 4.0-nya, telah menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah dapat mendorong adopsi teknologi di seluruh industri.
Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan menjadi semakin penting dalam era Revolusi Industri 5.0. Kemitraan antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil dapat membantu memastikan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi didistribusikan secara luas dan
14 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
adil. World Economic Forum's Centre for the Fourth Industrial Revolution adalah contoh platform global yang memfasilitasi kolaborasi semacam ini, membawa bersama berbagai pemangku kepentingan untuk mengembangkan kebijakan dan solusi untuk tantangan Revolusi Industri 5.0 (World Economic Forum, 2020).
Investasi dalam infrastruktur digital menjadi prioritas utama dalam mempersiapkan diri untuk Revolusi Industri 5.0. Ini melibatkan pengembangan jaringan broadband berkecepatan tinggi, implementasi teknologi 5G, dan memastikan akses yang merata ke teknologi digital.
Negara-negara seperti Korea Selatan telah menunjukkan bagaimana investasi besar dalam infrastruktur digital dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Fokus pada keamanan siber menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi digital. Organisasi dan pemerintah perlu berinvestasi dalam sistem keamanan yang kuat, melatih personel dalam praktik keamanan siber, dan mengembangkan strategi ketahanan siber. Inisiatif seperti National Cyber Security Centre di Inggris menunjukkan bagaimana pemerintah dapat memainkan peran aktif dalam meningkatkan ketahanan siber nasional.
Pengembangan kebijakan yang mendukung transisi yang adil ke ekonomi digital menjadi penting untuk memastikan bahwa manfaat Revolusi Industri 5.0 didistribusikan secara merata. Ini bisa melibatkan program jaring pengaman sosial yang kuat, kebijakan redistribusi yang efektif, dan investasi dalam komunitas yang terkena dampak negatif dari otomatisasi. Negara-negara Nordik, dengan model kesejahteraan mereka yang kuat, sering dilihat sebagai contoh dalam hal ini.
Akhirnya, mempersiapkan diri untuk Revolusi Industri 5.0 juga melibatkan pengembangan resiliensi psikologis dan emosional. Dengan perubahan yang cepat dan ketidakpastian yang meningkat, individu perlu mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi, mengelola stres, dan tetap belajar sepanjang hidup mereka. Program mindfulness di tempat kerja
dan pendidikan karakter di sekolah adalah contoh inisiatif yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan emosional dan psikologis ini.
Persiapan menghadapi Revolusi Industri 5.0 adalah tugas kompleks yang membutuhkan upaya terkoordinasi dari berbagai pemangku kepentingan. Namun, dengan strategi yang tepat dan komitmen untuk pembelajaran dan adaptasi yang berkelanjutan, kita dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh era baru ini sambil meminimalkan risikonya. Kunci keberhasilannya terletak pada fleksibilitas, kolaborasi, dan fokus pada pengembangan manusia di samping kemajuan teknologi.
Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) didefinisikan sebagai kemampuan mesin atau sistem komputer untuk meniru atau melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan manusia, seperti pengenalan suara, pengolahan bahasa, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Bagaimana konsep AI dimulai, misalnya dari mesin Turing yang dikembangkan oleh Alan Turing pada 1930-an sebagai model komputasi dasar. Turing Test, yang diperkenalkan pada 1950, juga dibahas sebagai upaya awal untuk mengukur apakah mesin dapat meniru kecerdasan manusia.(Muggleton, 2014)
Perkembangan AI dalam 20 tahun terakhir sangat pesat, terutama dengan munculnya pembelajaran mesin. Dalam konteks ini, AI telah mulai
18 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
mengubah industri, mulai dari otomasi pekerjaan hingga personalisasi layanan dalam berbagai sektor.(Seng et al., 2023) berbagai manfaat yang dihadirkan AI serta dampak jangka panjangnya bagi masyarakat global. AI bukan hanya teknologi yang sekadar memberikan kemudahan, tetapi juga membawa implikasi signifikan yang bisa positif atau negatif, tergantung pada cara penerapannya.
1. Manfaat Utama AI
Beberapa manfaat utama dari perkembangan AI yang disoroti adalah efisiensi kerja, ketepatan analisis data, kemampuan prediksi yang lebih akurat, dan adaptabilitas dalam penyelesaian masalah kompleks. Misalnya, AI dapat membantu dalam diagnosis medis yang lebih cepat atau membantu bisnis dalam memahami preferensi pelanggan.
2. Dampak Sosial dan Ekonomi
Dijelaskan pula bahwa AI dapat menciptakan lapangan kerja baru di sektor teknologi tinggi, namun di sisi lain berpotensi mengurangi peran tenaga kerja manusia di bidang-bidang tertentu.
Bagian ini juga membahas bagaimana AI dapat meningkatkan kesenjangan antara negara maju dan berkembang jika tidak diimplementasikan secara inklusif.
3. Implikasi Etis dan Hukum
Selain manfaat praktis, bab ini juga menyentuh tantangan yang dihadapi, terutama dalam hal etika dan regulasi. AI seringkali membawa permasalahan terkait privasi, keamanan data, dan transparansi. Diperlukan kebijakan yang adil dan seimbang agar perkembangan AI bisa dikendalikan dengan baik.
2.2.1 Masa Awal
Era pionir dari kecerdasan buatan, menyoroti kontribusi penting para ilmuwan yang membentuk dasar-dasar AI. Beberapa poin kunci yang dibahas meliputi:
1. Alan Turing dan Mesin Turing
Pada tahun 1936, Alan Turing, seorang matematikawan Inggris, memperkenalkan konsep mesin Turing, sebuah model abstrak dari komputasi yang dapat melakukan berbagai tugas pemrosesan informasi. Mesin Turing dianggap sebagai dasar dari komputer modern dan membuka jalan bagi pemikiran tentang mesin yang mampu melakukan fungsi kognitif manusia.
2. Turing Test
Pada tahun 1950, Turing memperkenalkan Turing Test dalam makalahnya "Computing Machinery and Intelligence". Turing Test dirancang untuk menguji kemampuan mesin dalam menunjukkan perilaku cerdas yang tidak bisa dibedakan dari manusia. Meskipun masih menjadi topik perdebatan, Turing Test adalah tonggak sejarah penting dalam perkembangan AI.
3. Dartmouth Conference (1956)
Konferensi Dartmouth dianggap sebagai momen penting yang memulai era modern kecerdasan buatan. John McCarthy, Marvin Minsky, Nathaniel Rochester, dan Claude Shannon memperkenalkan istilah “Artificial Intelligence” dan berkolaborasi untuk merumuskan penelitian AI awal. Dartmouth Conference
20 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
menandai dimulainya upaya sistematis dalam membangun sistem cerdas.(Kline, 2011)
2.2.2 Masa Transisi: Dari Sistem Pakar ke Pembelajaran Mesin
Fase perkembangan AI yang dimulai dari pendekatan berbasis aturan hingga ke pembelajaran mesin (machine learning), sebuah transisi besar yang memungkinkan AI untuk mempelajari pola dari data tanpa diprogram secara eksplisit.(Matsuzaka and Yashiro, 2023)
1. Sistem Pakar (Expert Systems)
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, sistem pakar menjadi terobosan dalam AI. Sistem ini dirancang untuk menyelesaikan masalah spesifik dalam domain tertentu, seperti diagnosis medis atau analisis geologi, dengan mengikuti serangkaian aturan yang telah ditentukan. Sistem pakar dianggap sebagai bentuk awal dari AI karena mampu mengambil keputusan berdasarkan aturan yang diinput oleh manusia.
2. Keterbatasan Sistem Pakar
Meski sistem pakar sukses di beberapa area, sistem ini memiliki keterbatasan karena harus diprogram secara manual dan tidak dapat beradaptasi dengan baik pada skenario baru. Tantangan inilah yang mendorong perkembangan machine learning sebagai pendekatan baru dalam AI.
3. Perkembangan Pembelajaran Mesin (Machine Learning)
Pada akhir 1980-an dan 1990-an, pendekatan pembelajaran mesin mulai menarik perhatian. Pembelajaran mesin memungkinkan komputer untuk “belajar” dari data dan memperbaiki kinerjanya seiring waktu. Algoritma seperti regresi linear, jaringan syaraf
tiruan, dan algoritma pohon keputusan dikembangkan untuk menggantikan pendekatan berbasis aturan.
2.2.3 Kecerdasan Buatan Modern: Pembelajaran
Mendalam dan Algoritma Lanjutan
AI berkembang pesat pada abad ke-21, terutama dengan ditemukannya teknik pembelajaran mendalam (deep learning) dan algoritma canggih lainnya yang membuat AI semakin kompleks dan bermanfaat.(Zhang et al., 2018)
1. Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
Pada dekade 2010-an, kemajuan dalam hardware dan ketersediaan data besar-besaran mendorong berkembangnya pembelajaran mendalam, sebuah teknik yang mengandalkan jaringan syaraf tiruan yang sangat dalam. Algoritma pembelajaran mendalam digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti pengenalan gambar, pengolahan bahasa alami, dan pemrosesan suara.
2. Kemunculan GPU dan Big Data
Di balik kesuksesan deep learning, kemunculan Graphics
Processing Unit (GPU) memegang peran kunci karena mampu memproses data dalam jumlah besar dengan cepat. Ketersediaan big data dari internet dan sensor juga menjadi faktor penting, karena deep learning memerlukan data dalam jumlah besar untuk dapat belajar secara efektif.
3. Pengembangan Jaringan Syaraf Konvolusional (CNN) dan Rekuren (RNN)(Ng, 2022)
CNN dan RNN adalah dua jenis jaringan syaraf yang banyak digunakan dalam AI modern. CNN khususnya unggul dalam tugastugas pengenalan gambar, sedangkan RNN efektif dalam memproses data berurutan seperti teks dan suara.
22 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
4. Penerapan AI dalam Industri
AI modern telah diterapkan di berbagai industri seperti kesehatan (diagnosis penyakit), otomotif (kendaraan otonom), keuangan (analisis risiko), serta ritel (prediksi permintaan). Di bagian ini, dibahas pula beberapa studi kasus perusahaan teknologi besar yang memanfaatkan AI dalam produk dan layanan mereka.
2.2.4 Periode Kebangkitan dan Penurunan (AI Winters)
Periode yang dikenal sebagai AI Winters, yaitu masa ketika harapan publik terhadap AI menurun karena kegagalan mencapai ekspektasi tinggi dan pendanaan penelitian pun berkurang.(Umbrello, 2021)
1. AI Winter Pertama (1974-1980)
Pada periode ini, banyak proyek AI mengalami kegagalan akibat ekspektasi yang terlalu tinggi dan keterbatasan teknologi. Sistem pakar, misalnya, memiliki batasan dalam hal fleksibilitas dan kemampuan adaptasi. Hal ini membuat pemerintah dan investor mengurangi pendanaan bagi penelitian AI.
2. AI Winter Kedua (1987-1993)
Kebangkitan sistem pakar pada awal 1980-an menyebabkan harapan baru, tetapi AI mengalami penurunan kembali karena terbatasnya kemampuan komputasi. Ketika komputer tidak cukup kuat untuk menangani beban data yang dibutuhkan oleh AI, para peneliti mulai kehilangan optimisme.
3. Kebangkitan AI di Era Pembelajaran Mendalam
Mulai tahun 2000-an, AI mengalami kebangkitan kembali berkat peningkatan kekuatan komputasi, data yang melimpah, serta perkembangan algoritma yang lebih canggih. Pendanaan dari perusahaan teknologi dan lembaga riset pun kembali melonjak.
Klasifikasi kecerdasan buatan (AI) berdasarkan tingkat kecerdasan, cakupan aplikasi, serta pendekatan teknologi yang digunakan. Di dalamnya dijelaskan jenis-jenis AI mulai dari yang paling dasar, Narrow AI (AI Sempit), hingga General AI (AI Umum) dan Super AI, serta contoh penerapannya dalam kehidupan nyata. Bab ini juga mencakup perbedaan signifikan antara berbagai jenis AI, mulai dari kemampuan mereka hingga tantangan teknis dalam pengembangannya. (Kanade, 2022)
Jenis kecerdasan buatan yang dirancang dan dilatih untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik atau terbatas. AI Sempit adalah bentuk AI yang paling umum digunakan saat ini, dan meskipun canggih, tidak memiliki kemampuan untuk keluar dari lingkup tugas yang telah ditentukan.
Berikut adalah rincian tentang Narrow AI:(Miloski, 2023)
1. Definisi dan Karakteristik
Narrow AI adalah sistem AI yang hanya dapat melakukan satu fungsi tertentu dengan sangat baik, seperti mengenali wajah, menerjemahkan bahasa, atau memberikan rekomendasi musik. AI jenis ini tidak memiliki kemampuan untuk berpikir di luar tugasnya, sehingga keterbatasannya sangat jelas.
2. Contoh Penerapan Narrow AI
Beberapa contoh Narrow AI yang banyak digunakan di masyarakat mencakup asisten virtual seperti Siri dan Alexa, teknologi rekomendasi seperti yang digunakan oleh Netflix atau YouTube, serta sistem pengenalan wajah yang digunakan di ponsel dan kamera pengawas. AI ini juga diterapkan dalam diagnosa medis, kendaraan otonom (misalnya pada fitur bantuan mengemudi), dan mesin pencari.
3. Teknologi yang Digunakan
Narrow AI biasanya didasarkan pada algoritma pembelajaran mesin (machine learning) atau pembelajaran mendalam (deep learning) yang dilatih menggunakan dataset besar untuk melakukan tugas spesifik. Jaringan syaraf tiruan (neural networks) dan algoritma regresi juga sering digunakan.
2.3.2 Kecerdasan Umum Buatan (General AI)
Bentuk kecerdasan buatan yang dirancang untuk memiliki kemampuan berpikir dan memahami secara umum seperti manusia. AI Umum masih dalam tahap pengembangan dan merupakan salah satu tujuan utama dalam penelitian AI.
AI jenis ini akan mampu melakukan berbagai macam tugas, berpikir secara kreatif, dan memahami konteks.(Lee, Bubeck and Petro, 2023)
1. AI Umum diharapkan mampu memahami, belajar, dan menerapkan pengetahuan secara fleksibel dalam berbagai situasi, seperti manusia. General AI tidak hanya terbatas pada satu tugas, tetapi dapat melakukan berbagai tugas, menyelesaikan masalah yang belum pernah dihadapi, dan bahkan beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa pelatihan khusus.
2. Tantangan dalam Pengembangan General AI Mengembangkan AI Umum memerlukan penelitian dalam beberapa bidang ilmu, seperti pemrosesan bahasa alami, visi komputer, logika, dan pemahaman konteks. Tantangan utamanya adalah menciptakan mesin yang mampu berpikir abstrak, memiliki emosi, dan memahami etika. Pendekatan multi-disiplin, termasuk psikologi, neuroscience, dan etika, diperlukan untuk menciptakan General AI yang dapat dipercaya.
3. Contoh dan Kemungkinan Masa Depan
Saat ini, General AI belum terwujud, tetapi konsepnya sering dibahas dalam literatur fiksi ilmiah dan film. Namun, banyak ahli AI yang yakin bahwa dengan kemajuan dalam pembelajaran mesin dan komputasi, kita dapat mencapai General AI dalam beberapa dekade mendatang. General AI berpotensi besar dalam berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan eksplorasi ruang angkasa.
2.3.3 Kecerdasan Buatan Super (Super AI)
Bentuk kecerdasan yang tidak hanya setara tetapi juga melampaui kecerdasan manusia. Super AI dianggap sebagai tahap lanjutan dari General AI, dengan kemampuan untuk memecahkan masalah yang sangat kompleks, berpikir dengan kreatif, dan bahkan memiliki pemahaman emosional serta sosial yang jauh lebih baik dibandingkan manusia.(Banafa, 2024)
1. Definisi dan Karakteristik
Super AI memiliki kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari manusia dalam hampir semua aspek, termasuk kreativitas, penyelesaian masalah, serta pengambilan keputusan strategis. Super AI tidak hanya mengerti logika, tetapi juga memahami konteks emosional dan etika dalam situasi sosial.
2. Potensi Risiko dan Implikasi Etis
Karena kemampuan Super AI yang sangat tinggi, terdapat kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap umat manusia jika tidak diatur dengan baik. Ada risiko bahwa Super AI dapat menjadi terlalu kuat dan sulit dikendalikan. Bagian ini mengulas berbagai skenario hipotesis mengenai implikasi Super AI, seperti tantangan dalam kontrol manusia dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari.
Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
3. Perdebatan tentang Kapan Super AI Akan Terwujud
Sebagian ahli memprediksi bahwa Super AI mungkin bisa dicapai dalam beberapa dekade, sementara yang lain berpendapat bahwa hal tersebut masih sangat jauh. Teknologi ini masih dalam ranah spekulasi, dan banyak penelitian mengenai Super AI berfokus pada penerapan etika dan kebijakan untuk mengurangi risiko.
Asisten virtual adalah salah satu aplikasi AI yang paling umum dan banyak digunakan dalam perangkat pintar, mulai dari ponsel hingga speaker pintar untuk produk di dalam rumah yang biasa dalam sebutan smart home.(Sriwisathiyakun and Dhamanitayakul, 2022)
2.4.1 Asisten Virtual dan Chatbot
Beberapa asisten virtual populer termasuk Siri (Apple), Google Assistant, dan Alexa (Amazon). Asisten ini dapat merespons perintah suara, membantu pengguna mengatur pengingat, menjawab pertanyaan, memutar musik, serta mengendalikan perangkat pintar lainnya yang terhubung di rumah.
Chatbot berbasis AI banyak digunakan dalam layanan pelanggan online untuk memberikan tanggapan cepat atas pertanyaan pengguna. Misalnya, chatbot di situs e-commerce dapat membantu pelanggan menemukan produk yang dicari, menjawab pertanyaan tentang kebijakan pengembalian, atau mengarahkan mereka ke agen manusia jika diperlukan.
Asisten virtual menggunakan machine learning dan pemrosesan bahasa alami (NLP) untuk memahami konteks dan meningkatkan akurasi dalam mengenali pola bahasa manusia. Seiring waktu, asisten virtual semakin
mahir dalam memahami perintah yang lebih kompleks dan mengenali pola penggunaan penggunanya untuk memberikan saran yang lebih relevan.
Speaker pintar seperti Amazon Echo dan Google Home memungkinkan pengguna untuk mengontrol berbagai perangkat rumah hanya dengan perintah suara. Dengan teknologi NLP dan koneksi internet, speaker ini dapat mengatur lampu, mengunci pintu, dan mengatur suhu ruangan dengan perintah sederhana.(Alghamdi et al., 2023)
AI telah diaplikasikan dalam sistem keamanan rumah, seperti kamera pintar yang dilengkapi dengan fitur pengenalan wajah dan deteksi gerakan. Sistem ini dapat mengirim peringatan langsung ke ponsel pengguna jika ada aktivitas mencurigakan yang terdeteksi di sekitar rumah.
Thermostat pintar, seperti Nest, menggunakan AI untuk mempelajari preferensi suhu penghuni rumah dan menyesuaikannya secara otomatis. Ini tidak hanya meningkatkan kenyamanan, tetapi juga membantu menghemat energi dengan menyesuaikan suhu sesuai dengan waktu dan kebiasaan pengguna.
Kendaraan otonom adalah salah satu contoh AI yang sedang dikembangkan untuk mengubah industri transportasi. Meski sepenuhnya kendaraan tanpa pengemudi belum tersebar luas, banyak kendaraan saat ini yang sudah memiliki fitur bantuan mengemudi berbasis AI.
Sistem Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) yang ditawarkan oleh banyak merek mobil menggunakan sensor dan AI untuk membantu pengemudi, seperti pada fitur pengereman darurat otomatis, deteksi titik buta, dan bantuan parkir.(Wood et al., 2024)
Tesla adalah salah satu perusahaan terkemuka yang mengembangkan teknologi mobil otonom dengan fitur Autopilot dan Full Self-Driving (FSD). Mobil ini menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk mengenali
28 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
jalan, pejalan kaki, rambu lalu lintas, dan situasi jalan lainnya.(Talpes et al., 2020)
Mobil otonom diharapkan dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kesalahan manusia dan memberikan kemudahan bagi individu yang tidak bisa mengemudi. Meski masih dalam tahap pengembangan, kendaraan otonom berpotensi mengubah cara kita bertransportasi di masa depan.
Kesehatan dan kebugaran adalah sektor lain yang mendapatkan banyak manfaat dari penerapan teknologi AI. Aplikasi kebugaran seperti Fitbit dan MyFitnessPal menggunakan AI untuk menganalisis data kesehatan pengguna, seperti pola tidur, aktivitas fisik, dan detak jantung. Berdasarkan data ini, aplikasi dapat menyarankan program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pengguna.(Sun et al., 2024)
Aplikasi medis seperti Ada Health dan Babylon Health memungkinkan pengguna untuk melakukan diagnosis awal berdasarkan gejala yang mereka alami. Aplikasi ini menggunakan AI untuk membandingkan gejala pengguna dengan ribuan data medis, memberikan kemungkinan diagnosis, dan menyarankan langkah-langkah lanjutan.
AI juga digunakan dalam perangkat pemantauan penyakit kronis, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, di mana perangkat dapat mengumpulkan data secara real-time dan mengirimkan laporan kepada pasien atau dokter. Beberapa perangkat bahkan dapat memberikan peringatan jika deteksi gejala yang berpotensi berbahaya.(Wang et al., 2024)
2.4.5 AI dalam Platform Ritel dan E-commerce
Sektor ritel dan e-commerce telah menerapkan AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, mulai dari rekomendasi produk hingga prediksi kebutuhan stok. Algoritma rekomendasi di platform seperti Amazon dan Netflix menggunakan AI untuk mempelajari preferensi pelanggan dan memberikan saran produk atau konten yang relevan. Teknologi ini
didasarkan pada pembelajaran mesin yang terus-menerus mempelajari pola belanja pelanggan.
Banyak platform e-commerce menggunakan chatbot berbasis AI untuk memberikan layanan pelanggan 24/7. Chatbot dapat menjawab pertanyaan dasar, membantu dalam proses pembayaran, serta menyediakan informasi terkait produk.
AI memungkinkan prediksi permintaan barang berdasarkan data historis, tren pasar, dan perilaku pembelian pelanggan. Dengan demikian, retailer dapat mengelola stok lebih efisien, mengurangi kelebihan stok, dan memastikan ketersediaan produk yang diinginkan pelanggan.
Sosial
Industri hiburan dan media sosial juga mendapatkan banyak manfaat dari AI, baik untuk mengembangkan konten yang lebih relevan maupun untuk memoderasi konten.
Media sosial seperti Facebook dan Instagram menggunakan pengenalan wajah untuk membantu pengguna dalam menandai orang lain di foto.
Selain itu, algoritma AI digunakan untuk menyusun feed pengguna berdasarkan preferensi mereka, memastikan bahwa pengguna melihat konten yang relevan.(Kou et al., 2022)
Dalam industri film dan game, AI digunakan untuk menciptakan efek visual yang realistis dan menghidupkan karakter dalam animasi. Misalnya, AI dapat digunakan untuk simulasi gerak dan ekspresi wajah karakter animasi dengan lebih akurat.
Algoritma AI digunakan untuk mendeteksi dan menghapus konten negatif, seperti ujaran kebencian atau konten tidak pantas di platform media sosial.
Sistem ini bekerja dengan cara mengidentifikasi pola kata atau gambar yang melanggar aturan komunitas.
Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
2.5.1 Tantangan Etika dalam Pengembangan dan Penggunaan AI
Tantangan etika dalam AI muncul seiring dengan potensi AI yang dapat memengaruhi kehidupan manusia dalam skala besar. Bagian ini mencakup berbagai isu etika yang terkait dengan pengembangan, penerapan, dan penggunaan AI dalam konteks kehidupan sehari-hari, bisnis, serta pemerintah.
1. Keterbatasan Akurasi dan Diskriminasi Algoritma
AI sering kali dikembangkan berdasarkan data historis yang mungkin mengandung bias, yang kemudian dapat tercermin dalam keputusan yang diambil oleh sistem AI. Misalnya, algoritma rekrutmen dapat memiliki bias terhadap gender atau ras jika datanya tidak berimbang. Hal ini menimbulkan tantangan dalam mengembangkan model AI yang adil dan akurat tanpa bias.
2. Privasi dan Perlindungan Data
Banyak sistem AI mengumpulkan dan menganalisis data pribadi, yang berpotensi mengancam privasi individu. Contoh yang sering diangkat adalah pengawasan melalui teknologi pengenalan wajah dan pelacakan data pengguna di media sosial. Pentingnya regulasi yang memastikan keamanan data pengguna serta mengatur batasbatas penggunaan data pribadi menjadi topik utama dalam etika AI.
3. Transparansi dan "Kotak Hitam" AI
Model AI, khususnya yang menggunakan pembelajaran mendalam (Deep Learning), sering kali kompleks dan sulit dipahami. Hal ini menciptakan efek "kotak hitam" di mana keputusan yang diambil
oleh AI sulit dipahami oleh pengembang maupun pengguna. Transparansi diperlukan agar hasil yang dihasilkan oleh AI dapat dipertanggungjawabkan dan dipercaya oleh masyarakat.
4. Pengambilan Keputusan Otomatis dan Dampaknya terhadap Tenaga Kerja
AI yang mampu mengambil keputusan secara otomatis berpotensi menggantikan pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia. Meskipun AI dapat meningkatkan produktivitas, ini juga menimbulkan ketidakpastian bagi masa depan tenaga kerja, khususnya bagi pekerjaan-pekerjaan yang berulang atau administratif.
1. AI Generatif dan Kreativitas
AI generatif, seperti ChatGPT dan DALL-E, mampu menciptakan teks, gambar, dan video. Tren ini akan semakin mengaburkan batas antara karya manusia dan mesin, namun juga menimbulkan tantangan baru terkait dengan hak cipta dan etika dalam produksi konten. AI generatif berpotensi digunakan dalam banyak industri kreatif, mulai dari periklanan hingga perfilman.
2. Perkembangan AI dalam Medis dan Kesehatan AI dalam sektor medis terus berkembang, mulai dari diagnosa penyakit hingga pengembangan obat. Di masa depan, AI diharapkan dapat mengakselerasi inovasi medis dan menciptakan pengobatan yang lebih personal. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan dalam menjaga akurasi diagnosa serta privasi data pasien.
32 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
3. Kecerdasan Buatan Umum (Artificial General Intelligence, AGI)
Pengembangan AGI, yaitu AI yang memiliki kecerdasan setara manusia, masih menjadi tujuan jangka panjang dalam bidang AI. AGI berpotensi mengubah dunia dengan mampu menjalankan berbagai tugas yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia. Meski begitu, pengembangan AGI menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar terkait kontrol, keamanan, dan etika.(Salmon et al., 2023)
Kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk membantu dan meningkatkan kehidupan manusia, namun juga menimbulkan tantangan serius dalam bidang etika, keamanan, dan sosial. Masa depan AI tidak hanya bergantung pada perkembangan teknologi, tetapi juga pada kemampuan manusia untuk mengelola, mengatur, dan memastikan bahwa AI berfungsi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan sosial. Bab ini menekankan bahwa pembangunan AI yang etis dan bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting untuk masa depan umat manusia.
3.1 Otomatisasi Industri di Era 5.0
Di era Revolusi Industri 5.0, otomatisasi industri mengalami evolusi signifikan dibandingkan dengan era sebelumnya, yakni Industri 4.0. Jika
Industri 4.0 berfokus pada digitalisasi dan integrasi sistem, Industri 5.0 membawa pendekatan yang lebih manusia-sentris, di mana teknologi tidak hanya berperan dalam meningkatkan produktivitas tetapi juga memperkuat kolaborasi antara manusia dan mesin.
Industri 4.0 menekankan pada otomatisasi penuh melalui teknologi seperti Internet of Things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan (AI), yang memungkinkan sistem industri beroperasi secara otomatis dan efisien. Namun, Industri 5.0 melangkah lebih jauh dengan menghadirkan konsep kolaborasi manusia-mesin, di mana mesin dan robot didesain untuk bekerja berdampingan dengan manusia dalam proses produksi. Hal ini tidak hanya
34 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
membantu meningkatkan efisiensi kerja, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan manusia. Pendekatan ini memungkinkan manusia untuk berperan dalam pengambilan keputusan strategis, sementara mesin menangani tugas-tugas yang berulang dan kompleks.
Peran teknologi AI dalam otomatisasi era 5.0 sangat penting, karena AI memungkinkan sistem industri untuk menjadi lebih adaptif dan cerdas. Teknologi AI yang digunakan dalam Industri 5.0 tidak hanya melakukan tugas berdasarkan program yang telah ditetapkan, tetapi juga mampu mempelajari pola dari data yang ada, membuat keputusan mandiri, dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan kerja. Sebagai contoh, dalam lini produksi, AI dapat memantau dan mengontrol kualitas produk secara real-time, mengidentifikasi cacat yang mungkin terjadi, dan bahkan melakukan penyesuaian pada proses produksi untuk mencegah terjadinya cacat lebih lanjut. AI juga memungkinkan prediksi kebutuhan pemeliharaan melalui analisis data performa mesin, sehingga perawatan dapat dilakukan secara preventif sebelum terjadi kerusakan. Dengan kemampuan ini, teknologi AI mendorong otomatisasi yang lebih mandiri dan efisien, menjadikan sistem industri di era 5.0 mampu beroperasi secara optimal tanpa intervensi manusia yang berlebihan (Sudharson et al., 2023).
Di samping itu, otomatisasi di era Industri 5.0 mendukung kustomisasi produk yang lebih fleksibel, memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan lebih baik. Berbeda dengan produksi massal yang cenderung menghasilkan produk seragam, otomatisasi di era ini memungkinkan setiap produk disesuaikan berdasarkan preferensi individu tanpa mengorbankan efisiensi. Teknologi seperti AI dan robotik dapat dengan mudah menyesuaikan konfigurasi produksi untuk memenuhi pesanan yang bervariasi dalam jumlah dan spesifikasi. Misalnya, dalam industri manufaktur, teknologi robotik dapat diprogram ulang secara otomatis untuk memproduksi berbagai jenis produk dalam waktu yang singkat, yang memungkinkan produksi yang lebih variatif dan cepat. Fleksibilitas ini tidak hanya meningkatkan kepuasan pelanggan tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk bersaing di pasar yang menuntut inovasi
dan personalisasi yang tinggi. Dengan demikian, Industri 5.0 mendukung model produksi yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan konsumen yang dinamis.
Selain kustomisasi dan efisiensi, Industri 5.0 juga menekankan keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan sebagai bagian dari otomatisasi. Sistem otomatis di era ini dirancang untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dan mengurangi limbah, sehingga produksi menjadi lebih ramah lingkungan (Santiago et al., 2024). Misalnya, AI dapat digunakan untuk mengoptimalkan penggunaan energi dalam proses produksi, menyesuaikan konsumsi listrik berdasarkan kebutuhan real-time, dan mematikan mesin ketika tidak diperlukan. Selain itu, otomatisasi berbasis data memungkinkan perusahaan untuk memantau jejak karbon dalam setiap tahap produksi dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk mengurangi dampak lingkungan. Sistem cerdas ini membantu perusahaan dalam mencapai tujuan keberlanjutan global, sekaligus memastikan bahwa proses produksi tetap efisien dan hemat biaya. Dengan penerapan ini, Industri 5.0 tidak hanya fokus pada pencapaian efisiensi operasional tetapi juga mendukung praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Secara keseluruhan, otomatisasi di era Industri 5.0 membawa transformasi besar dalam dunia industri dengan menggabungkan kekuatan teknologi dan pendekatan manusia-sentris. Kolaborasi antara manusia dan mesin, peran AI yang semakin cerdas, fleksibilitas dalam produksi, serta kepedulian terhadap keberlanjutan adalah ciri-ciri utama dari era ini. Industri 5.0 bukan hanya sekadar otomatisasi, tetapi juga menciptakan lingkungan produksi yang lebih adaptif, efisien, dan bertanggung jawab. Dengan pendekatan ini, Industri 5.0 menjadi tonggak baru dalam pengembangan industri yang tidak hanya memperhatikan keuntungan ekonomi tetapi juga kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan.
3.2.1
AI dalam otomatisasi industri terdiri dari berbagai teknik yang memungkinkan sistem untuk beradaptasi dan membuat keputusan berdasarkan data. Machine learning, deep learning, dan Natural Language Processing (NLP) adalah tiga teknik utama AI yang telah merevolusi proses otomatisasi dengan memberikan kemampuan analisis data, pengenalan pola, dan interaksi bahasa manusia yang canggih (Williamson and Vijayakumar, 2021).
Machine learning adalah cabang AI yang memungkinkan komputer untuk belajar dari data tanpa pemrograman eksplisit untuk setiap tugas. Dalam otomatisasi industri, machine learning digunakan untuk menganalisis data operasional yang besar dan mengidentifikasi pola yang berguna untuk pengambilan keputusan. Teknik ini mencakup beberapa metode, seperti supervised learning (pembelajaran terawasi) yang menggunakan data berlabel untuk mendeteksi cacat produk, dan unsupervised learning (pembelajaran tanpa pengawasan) yang mengelompokkan data inventaris atau mesin berdasarkan pola pemakaian. Dengan machine learning, perusahaan dapat mengimplementasikan pemeliharaan prediktif, di mana mesin memprediksi kebutuhan perawatan berdasarkan data performa sebelumnya, sehingga mengurangi waktu henti produksi dan memperpanjang umur mesin.
Deep learning adalah sub-bidang machine learning yang menggunakan jaringan saraf tiruan dengan banyak lapisan (multi-layered neural networks) untuk memproses data yang kompleks seperti gambar dan suara. Teknik ini sangat efektif dalam tugas inspeksi visual yang membutuhkan ketelitian tinggi, seperti mendeteksi cacat pada produk dalam proses manufaktur. Deep learning memungkinkan sistem untuk mengenali objek atau fitur tertentu dalam gambar, yang membantu dalam proses kontrol
kualitas otomatis. Selain itu, deep learning juga mendukung pengembangan kendaraan otonom dan robotik, yang dapat menavigasi dan beroperasi di lingkungan yang dinamis. Dengan deep learning, otomatisasi industri menjadi lebih adaptif dan dapat menangani tugas yang sebelumnya memerlukan pengawasan manusia secara langsung.
Natural Language Processing (NLP) adalah cabang AI yang berfokus pada interaksi antara komputer dan bahasa manusia. Teknik ini memungkinkan sistem untuk memahami, menganalisis, dan menghasilkan bahasa alami yang digunakan oleh manusia. Dalam konteks otomatisasi industri, NLP digunakan untuk membuat chatbot atau asisten virtual yang dapat membantu pekerja mengakses informasi dan memberikan perintah kepada mesin. Misalnya, seorang operator dapat menggunakan perintah suara untuk memantau status mesin atau mengakses laporan operasional tanpa perlu mengetik secara manual. Teknologi NLP memungkinkan komunikasi yang lebih efektif dan cepat antara manusia dan mesin, sehingga mengurangi risiko kesalahan serta meningkatkan efisiensi kerja di lingkungan produksi.
Ketiga teknik ini berperan besar dalam otomatisasi industri dengan memperluas kemampuan sistem untuk melakukan tugas yang beragam dan kompleks. Machine learning memberikan prediksi yang akurat dari data, deep learning menyediakan kecerdasan visual dan adaptabilitas, sedangkan NLP memungkinkan interaksi bahasa yang efisien antara manusia dan mesin. Kombinasi dari teknik-teknik AI ini menciptakan sistem otomatisasi yang cerdas, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan industri modern.
3.2.2 Jenis-Jenis Supervised Learning dan Unsupervised Learning
Supervised Learning dan Unsupervised Learning adalah dua pendekatan utama dalam machine learning yang digunakan untuk berbagai aplikasi otomatisasi industri. Keduanya memiliki metode dan tujuan yang berbeda dalam menganalisis data serta menyelesaikan masalah (Rajasekar, 2023).
38 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Supervised Learning atau pembelajaran terawasi, adalah metode di mana model dilatih menggunakan data yang telah diberi label. Dengan kata lain, data input memiliki output yang telah ditentukan, sehingga model "belajar" untuk mengasosiasikan input dengan output yang benar. Algoritma supervised learning sangat berguna untuk tugas-tugas prediktif, seperti deteksi cacat pada produk. Dalam contoh ini, ribuan gambar produk yang ditandai sebagai "cacat" atau "tidak cacat" digunakan untuk melatih model.
Model kemudian dapat mendeteksi cacat pada produk baru yang belum pernah dilihat sebelumnya berdasarkan pola yang telah dipelajarinya. Algoritma supervised learning yang umum digunakan termasuk regresi (untuk memprediksi nilai kontinu) dan klasifikasi (untuk mengelompokkan data dalam kategori tertentu).
Selain deteksi cacat, supervised learning juga berguna untuk pemeliharaan prediktif. Dalam pemeliharaan prediktif, data sensor mesin yang menunjukkan status "normal" atau "akan rusak" digunakan untuk melatih model. Dengan data ini, model dapat memprediksi kemungkinan kegagalan pada mesin berdasarkan pola performa yang teramati, sehingga tim pemeliharaan dapat melakukan perbaikan sebelum terjadi kerusakan besar. Dengan supervised learning, otomatisasi industri dapat meningkatkan kualitas produk serta mengurangi biaya dan waktu henti operasional.
Berbeda dengan supervised learning, unsupervised learning atau pembelajaran tanpa pengawasan tidak memerlukan data berlabel. Model memproses data yang tidak memiliki kategori atau output yang ditentukan, sehingga model harus mengidentifikasi pola tersembunyi dan mengelompokkan data secara otomatis. Teknik ini sangat berguna dalam situasi di mana struktur data tidak diketahui sebelumnya. Salah satu contoh penerapannya adalah dalam pemeliharaan prediktif melalui clustering. Data dari sensor mesin yang mengukur suhu, tekanan, atau getaran dapat dikelompokkan ke dalam beberapa cluster berdasarkan pola yang mirip. Jika model menemukan cluster yang tidak biasa (anomali), ini bisa menjadi indikasi bahwa mesin akan mengalami kerusakan, sehingga pemeliharaan bisa dilakukan lebih awal.
Unsupervised learning juga dapat digunakan untuk analisis inventaris dalam otomatisasi industri. Misalnya, produk dapat dikelompokkan berdasarkan pola permintaan, sehingga perusahaan dapat mengelola stok dengan lebih efisien. Algoritma seperti clustering (pengelompokan) dan principal component analysis (PCA) sering digunakan dalam unsupervised learning untuk menemukan pola data yang kompleks tanpa supervisi.
Perbedaan utama antara supervised dan unsupervised learning adalah pada ketersediaan data berlabel. Supervised learning menggunakan data berlabel untuk memprediksi hasil spesifik, sedangkan unsupervised learning bekerja dengan data tanpa label untuk menemukan struktur data secara mandiri. Dalam otomatisasi industri, supervised learning cocok untuk tugas-tugas yang membutuhkan prediksi atau klasifikasi berdasarkan data historis, sementara unsupervised learning lebih efektif untuk mengidentifikasi pola atau anomali tersembunyi yang dapat mendukung pemeliharaan proaktif dan manajemen sumber daya. Secara keseluruhan, baik supervised maupun unsupervised learning memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi dan keandalan sistem otomatisasi industri.
Dalam otomatisasi industri, algoritma optimasi memainkan peran penting untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan menemukan solusi terbaik dari berbagai kemungkinan. Dua jenis algoritma optimasi yang sering digunakan dalam produksi adalah Optimasi Partikel (Particle Swarm Optimization, PSO) dan Algoritma Genetika (Genetic Algorithm, GA). Kedua algoritma ini dapat membantu sistem otomatisasi dalam mengambil keputusan yang optimal secara mandiri berdasarkan data operasional.
Algoritma PSO terinspirasi oleh perilaku sosial kawanan, seperti burung atau ikan, dalam mencari makanan. Setiap "partikel" dalam algoritma PSO mewakili solusi potensial dan bergerak dalam ruang pencarian untuk menemukan solusi optimal. Setiap partikel diperbarui posisinya berdasarkan dua faktor, yaitu solusi terbaik yang ditemukan oleh partikel itu sendiri dan solusi terbaik yang ditemukan oleh seluruh kawanan. Dalam
40 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
otomatisasi industri, PSO dapat digunakan untuk pengaturan jalur produksi dan optimasi pemeliharaan (Zhang et al., 2020).
Misalnya, PSO dapat digunakan untuk menentukan urutan produksi yang paling efisien untuk mengurangi waktu siklus dan memaksimalkan output. Setiap partikel dalam kawanan dapat mewakili urutan produksi tertentu, dan algoritma PSO akan mengevaluasi urutan tersebut untuk menemukan kombinasi optimal berdasarkan kecepatan dan ketepatan proses. PSO juga dapat diterapkan dalam manajemen pemeliharaan prediktif, di mana algoritma ini membantu menemukan interval waktu pemeliharaan yang ideal, sehingga mengurangi waktu henti dan meningkatkan umur mesin.
Sedangkan algoritma genetika terinspirasi oleh proses seleksi alam, di mana solusi baru dihasilkan melalui mekanisme yang mirip dengan reproduksi genetik. GA memulai dengan kumpulan solusi potensial yang disebut "populasi." Setiap solusi disebut "individu," dan individu-individu ini dikombinasikan atau dimodifikasi melalui proses seperti crossover (persilangan) dan mutation (mutasi) untuk menghasilkan solusi yang lebih baik dari generasi ke generasi. Solusi terbaik dalam setiap generasi dipertahankan, sementara solusi yang kurang baik dieliminasi. Dalam produksi, GA banyak digunakan untuk mengoptimalkan penjadwalan produksi dan manajemen inventaris (Rajalakshmi et al., 2022).
Contoh penerapan GA dalam produksi adalah untuk mengoptimalkan penjadwalan pekerjaan dalam pabrik yang memiliki berbagai jalur produksi. GA dapat mengelola sejumlah variabel, seperti waktu, kapasitas mesin, dan kebutuhan material, untuk menemukan penjadwalan yang meminimalkan waktu tunggu dan memaksimalkan penggunaan mesin.
Selain itu, GA juga dapat diterapkan dalam pengaturan inventaris, di mana algoritma ini membantu menentukan tingkat persediaan optimal untuk mengurangi biaya penyimpanan sambil memastikan bahwa bahan baku selalu tersedia untuk proses produksi.
Algoritma PSO cenderung lebih sederhana dalam perhitungan dan efektif dalam menemukan solusi optimal dengan cepat, sedangkan GA lebih fleksibel dan dapat menemukan solusi yang lebih beragam melalui proses
evolusi yang terus menerus. Dalam praktiknya, PSO sering digunakan untuk masalah optimasi yang memerlukan waktu respons cepat, sementara GA lebih cocok untuk masalah yang kompleks dengan variabel yang banyak. Secara keseluruhan, kedua algoritma ini mendukung pengambilan keputusan otomatis dalam produksi yang lebih efisien dan responsif terhadap perubahan. PSO dan GA memberikan solusi optimal yang membantu perusahaan dalam mengatur sumber daya, merencanakan produksi, dan menjaga kualitas, sehingga otomatisasi industri dapat berjalan secara optimal dan adaptif dalam menghadapi dinamika pasar dan permintaan pelanggan.
Reinforcement Learning (RL) adalah salah satu pendekatan dalam AI yang menggunakan prinsip trial-and-error untuk melatih agen atau sistem agar dapat membuat keputusan secara mandiri dalam lingkungan yang dinamis.
Dalam RL, agen belajar melalui interaksi langsung dengan lingkungan, menerima reward atau penalty berdasarkan tindakan yang dilakukan. Tujuannya adalah memaksimalkan total reward yang diterima dengan menemukan serangkaian tindakan yang optimal. Teknik ini sangat berguna dalam lingkungan industri, di mana proses dan kondisi sering berubah, sehingga memerlukan adaptasi cepat dari mesin atau sistem otomatis (Sontakke et al., 2020).
Dalam RL, agen memulai tanpa informasi lengkap tentang lingkungan atau solusi yang optimal. Agen mencoba berbagai tindakan, mengamati hasilnya, dan belajar dari setiap pengalaman. Berdasarkan feedback yang diterima, agen akan menyesuaikan tindakan di masa depan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Ini mirip dengan proses belajar manusia yang menggunakan pengalaman untuk membuat keputusan yang lebih baik di masa mendatang. Beberapa algoritma populer dalam RL termasuk Qlearning, Deep Q-Network (DQN), dan Policy Gradient.
Dalam otomatisasi industri, RL sangat efektif dalam menangani tugas yang membutuhkan adaptasi terhadap perubahan yang konstan, seperti
42 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
penyesuaian jalur produksi, optimasi kontrol robotik, dan manajemen energi. Misalnya, dalam pengendalian robotik, robot yang dilengkapi dengan RL dapat beradaptasi dengan objek atau rintangan baru di sekitarnya dan menyesuaikan gerakannya untuk tetap efisien dan aman. Hal ini memungkinkan robot bekerja di lingkungan produksi yang dinamis tanpa perlu reprogramming setiap kali terjadi perubahan.
Salah satu contoh penerapan RL yang efektif adalah dalam pengelasan otomatis. Mesin pengelasan yang dilatih dengan RL dapat menyesuaikan parameter pengelasan, seperti kecepatan dan suhu, berdasarkan jenis material dan kondisi lingkungan yang berbeda. Dengan RL, mesin pengelasan tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga dapat menghasilkan kualitas pengelasan yang konsisten meskipun kondisi berubah.
Keunggulan utama RL adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan. Dalam konteks industri, ini berarti bahwa mesin yang dilengkapi dengan RL dapat terus belajar dan menyesuaikan operasi berdasarkan perubahan pola produksi atau kebutuhan yang baru. Misalnya, dalam manajemen rantai pasokan, RL dapat membantu sistem logistik mengoptimalkan rute pengiriman secara real-time dengan mempertimbangkan lalu lintas atau kondisi cuaca, sehingga memastikan pengiriman tepat waktu dan efisien.
Selain itu, RL juga mendukung pemeliharaan prediktif, di mana sistem belajar mengenali pola kegagalan mesin berdasarkan data operasional. Ketika mesin mendeteksi tanda-tanda kerusakan yang mirip dengan kejadian sebelumnya, mesin dapat menyesuaikan operasinya untuk menghindari kegagalan atau merekomendasikan pemeliharaan preventif. Hal ini tidak hanya mengurangi waktu henti tetapi juga memperpanjang umur mesin.
RL memberikan fleksibilitas tinggi dalam otomatisasi karena mesin dapat bereaksi secara mandiri terhadap variabel yang tidak terduga dan merespons perubahan kondisi tanpa perlu intervensi manusia. Teknologi ini cocok untuk aplikasi industri yang memerlukan keputusan cepat dan
penyesuaian berkelanjutan. Dengan RL, mesin dan robot dapat "belajar" dari lingkungan kerja, meningkatkan efisiensi, dan menghadirkan solusi optimal yang mampu beradaptasi terhadap tantangan industri yang terus berkembang.
Dalam era industri modern, AI telah menjadi komponen penting dalam pengambilan keputusan otomatis, memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan mengoptimalkan operasional dan mengurangi biaya. Sistem keputusan berbasis data adalah salah satu contoh bagaimana AI dapat mendukung perusahaan dengan memproses data besar (big data) dari berbagai sumber, termasuk data operasional, laporan penjualan, dan informasi rantai pasokan. Dengan AI, data yang terkumpul ini dapat diolah secara mendalam untuk mengidentifikasi pola, tren, dan hubungan tersembunyi antara variabel. Misalnya, AI dapat digunakan untuk menganalisis data produksi dan mendeteksi faktor-faktor yang memengaruhi kualitas produk, seperti kecepatan produksi atau suhu mesin. Dengan kemampuan analisis yang luas ini, sistem berbasis data memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih akurat dan cepat berdasarkan wawasan yang lebih mendalam, bukan sekadar intuisi atau pengalaman manusia. Visualisasi data juga menjadi bagian penting dari sistem berbasis data ini, di mana hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik atau dashboard yang mudah dipahami. Dengan demikian, manajer dapat melihat gambaran besar sekaligus detail operasional yang penting, mempercepat pengambilan keputusan yang lebih efektif.
Selain itu, salah satu teknik utama dalam pengambilan keputusan berbasis AI adalah predictive analytics. Predictive analytics menggunakan data historis untuk memprediksi kejadian di masa depan dengan lebih akurat. Dalam industri manufaktur atau retail, AI yang dilengkapi dengan
44 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
kemampuan predictive analytics dapat meramalkan kebutuhan inventaris atau memperkirakan permintaan produk (Singh et al., 2023). Contohnya, jika data menunjukkan bahwa permintaan produk tertentu meningkat pada musim tertentu atau selama periode promosi, AI dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan inventaris agar stok tidak habis. Dengan prediksi yang tepat, perusahaan dapat menghindari kekurangan stok atau kelebihan stok, yang dapat mengurangi biaya penyimpanan dan risiko kehilangan pelanggan. Selain inventaris, predictive analytics juga membantu perusahaan dalam perencanaan kapasitas produksi, sehingga mereka dapat merespons fluktuasi permintaan pasar dengan lebih fleksibel. Dengan demikian, predictive analytics menjadi alat yang sangat berguna bagi perusahaan dalam mengelola sumber daya dan meningkatkan efisiensi operasional.
Di sisi lain, AI juga berperan besar dalam manajemen rantai pasokan melalui teknik prediksi dan penyesuaian otomatis terhadap perubahan permintaan atau gangguan dalam rantai pasokan. Dalam lingkungan rantai pasokan yang kompleks, perusahaan sering kali menghadapi tantangan, seperti penundaan pengiriman atau fluktuasi permintaan yang tidak terduga. AI mampu menganalisis data dari seluruh jaringan rantai pasokan, mulai dari data pemasok, transportasi, hingga distribusi. Dengan algoritma prediksi, AI dapat memberikan peringatan dini tentang potensi gangguan, seperti keterlambatan pengiriman atau peningkatan permintaan yang tibatiba. Berdasarkan informasi ini, sistem dapat memberikan rekomendasi untuk menyesuaikan jadwal pengiriman, mencari pemasok alternatif, atau menyesuaikan rute transportasi. Dalam kondisi yang tidak pasti, kemampuan AI untuk beradaptasi dengan cepat sangat membantu perusahaan dalam menjaga kelancaran rantai pasokan, yang berdampak positif pada kepuasan pelanggan dan efisiensi biaya.
AI juga memberikan keuntungan besar dalam pemeliharaan prediktif, yang memprediksi kapan mesin atau peralatan membutuhkan perawatan sebelum terjadi kerusakan besar. Dengan data operasional dari sensor yang dipasang pada mesin, AI dapat menganalisis parameter seperti suhu, getaran, dan tekanan untuk mendeteksi tanda-tanda awal kerusakan.
Berdasarkan pola yang teridentifikasi, AI dapat memperkirakan kapan sebuah komponen mungkin akan gagal, sehingga perawatan dapat dijadwalkan sebelum kerusakan terjadi. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi waktu henti produksi yang tidak terduga, tetapi juga mengurangi biaya perbaikan darurat yang mahal. Pemeliharaan prediktif memberikan fleksibilitas bagi tim operasional untuk melakukan perbaikan atau penggantian komponen sesuai jadwal, yang pada akhirnya memperpanjang umur peralatan dan menjaga konsistensi produksi. Dengan menerapkan pemeliharaan prediktif berbasis AI, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menghemat biaya pemeliharaan (Arpilleda, 2023).
Secara keseluruhan, penggunaan AI dalam pengambilan keputusan otomatis memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan dengan mengurangi risiko operasional, meningkatkan efisiensi, dan mendukung adaptasi yang cepat terhadap perubahan pasar. Dari sistem berbasis data yang memungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang akurat, predictive analytics yang memprediksi kebutuhan inventaris, hingga pemeliharaan prediktif yang mencegah kerusakan mesin, AI telah menjadi fondasi yang kuat dalam mendukung keputusan strategis. Dengan AI, perusahaan tidak hanya dapat membuat keputusan yang lebih tepat waktu dan proaktif, tetapi juga berpotensi meningkatkan daya saing dalam industri yang semakin mengandalkan data.
Kolaborasi antara manusia dan mesin dalam otomatisasi industri semakin maju dengan hadirnya robot kolaboratif atau cobots. Cobots adalah robot yang dirancang khusus untuk bekerja bersama manusia secara aman di ruang kerja yang sama, tanpa perlu pagar pengaman seperti pada robot tradisional. Definisi cobots mencakup peran mereka dalam mendukung
46 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
pekerja manusia dengan menangani tugas-tugas yang berulang, berat, atau memerlukan ketelitian tinggi, sehingga manusia dapat lebih fokus pada aspek kreatif dan pengambilan keputusan. Berbeda dengan robot konvensional, cobots mampu merespons interaksi manusia dan dapat dilatih dengan mudah melalui antarmuka yang intuitif, membuat mereka menjadi bagian penting dari konsep Revolusi Industri 5.0, yang menekankan harmoni antara manusia dan teknologi (Sahan et al., 2023).
Salah satu keunggulan utama cobots adalah kemampuannya dalam meningkatkan efisiensi kerja dan keselamatan pekerja. Cobots dapat mengambil alih tugas yang berpotensi membahayakan manusia, seperti pengangkatan barang berat atau pengelasan dengan suhu tinggi, yang mengurangi risiko cedera di tempat kerja. Cobots juga memberikan fleksibilitas tinggi dalam proses produksi karena dapat diprogram ulang dan dipindahkan sesuai kebutuhan. Dalam lingkungan produksi yang berubah cepat, fleksibilitas ini memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan alur kerja dan memenuhi permintaan pasar yang beragam tanpa perlu investasi besar pada robot khusus. Cobots juga bisa diprogram dengan mudah oleh pekerja tanpa latar belakang teknis yang kuat, sehingga penerapannya di lapangan menjadi lebih cepat dan mudah.
Implementasi cobots di industri telah meluas ke berbagai sektor, termasuk manufaktur, otomotif, dan logistik. Dalam proses pengangkutan, cobots digunakan untuk mengangkat dan memindahkan material berat di pabrik, sehingga mengurangi beban fisik pekerja. Di lini perakitan, cobots bekerja berdampingan dengan pekerja untuk menangani tugas-tugas seperti pemasangan komponen atau penyolderan, yang membutuhkan ketelitian dan konsistensi tinggi. Dalam industri otomotif, cobots melakukan pengelasan, pengecatan, dan inspeksi visual pada komponen, yang meningkatkan kualitas produk sambil menjaga keselamatan pekerja. Di sektor logistik, cobots diprogram untuk menyortir dan mengemas barang, mempercepat proses pengiriman dan mengurangi kesalahan manual. Implementasi ini menunjukkan bahwa cobots tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga memungkinkan kolaborasi yang harmonis antara
manusia dan mesin, membuat pekerjaan lebih ringan dan hasil produksi lebih berkualitas.
Namun, meskipun manfaat cobots sangat signifikan, ada beberapa tantangan dalam integrasi cobots yang perlu di atasi. Salah satu tantangan utama adalah biaya awal yang tinggi, terutama untuk perusahaan kecil dan menengah yang mungkin kesulitan mengalokasikan dana untuk teknologi baru. Selain itu, ada kebutuhan untuk pelatihan pekerja agar mereka dapat mengoperasikan dan berkolaborasi dengan cobots secara efektif. Masalah lain adalah kekhawatiran terkait keamanan dan adaptasi dalam interaksi antara manusia dan mesin. Meskipun cobots telah dilengkapi dengan sensor dan perangkat keamanan yang canggih, ada risiko interaksi yang belum terduga, terutama dalam lingkungan yang ramai dan dinamis. Untuk mengatasi hambatan ini, perusahaan dapat mengadopsi pendekatan bertahap, mulai dengan proyek kecil dan pelatihan komprehensif bagi pekerja, serta memastikan bahwa cobots selalu dipantau selama operasional.
Dengan mengatasi tantangan ini, potensi cobots dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dapat direalisasikan secara maksimal. Kolaborasi antara manusia dan cobots menjadi wujud nyata dari transformasi industri modern, di mana teknologi tidak hanya menggantikan manusia tetapi juga mendukung dan memperkuat peran mereka dalam produksi.
Dalam penerapan AI untuk otomatisasi, salah satu tantangan utama yang dihadapi perusahaan adalah biaya implementasi yang tinggi serta kebutuhan akan inovasi teknologi yang berkelanjutan. Proses instalasi dan integrasi teknologi AI ke dalam sistem produksi atau layanan operasional tidak hanya membutuhkan perangkat keras yang canggih, seperti sensor dan robot, tetapi juga perangkat lunak yang mahal, serta komponen-
48 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
komponen pendukung yang harus diperbarui secara berkala. Hal ini menjadikan investasi awal dalam penerapan AI cukup besar, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki anggaran yang cukup besar untuk teknologi yang canggih. Selain biaya perangkat keras, perusahaan juga harus memperhitungkan biaya pemeliharaan dan pembaruan sistem agar AI tetap berfungsi optimal seiring perkembangan teknologi. Inovasi teknologi AI juga berlangsung sangat cepat, sehingga ada risiko bahwa teknologi yang diinvestasikan saat ini mungkin sudah ketinggalan zaman dalam waktu yang relatif singkat. Karena itu, perusahaan harus terus mengalokasikan anggaran untuk riset dan pengembangan, atau berisiko tertinggal dari pesaing yang lebih siap beradaptasi dengan teknologi terbaru.
Selain biaya, keamanan data dan privasi menjadi tantangan besar dalam penerapan AI untuk otomatisasi. Dalam lingkungan otomatisasi yang terhubung dengan jaringan, data operasional perusahaan sering kali dikumpulkan, diproses, dan disimpan dalam sistem yang berbasis cloud atau server internal. Data ini, yang dapat mencakup informasi bisnis sensitif atau data pribadi, rentan terhadap serangan siber atau peretasan. Sistem AI juga sangat bergantung pada data yang dikumpulkan, sehingga integritas data sangat penting. Jika data yang dimasukkan ke dalam sistem AI telah dimanipulasi atau dicuri, hasil yang dihasilkan AI mungkin tidak akurat atau bahkan menyesatkan, yang berpotensi membahayakan operasional perusahaan. Selain itu, undang-undang perlindungan data yang semakin ketat juga mengharuskan perusahaan untuk memastikan bahwa data pelanggan atau karyawan terlindungi dengan baik, menambah kompleksitas dalam penerapan AI. Dalam situasi ini, perusahaan perlu menerapkan langkah-langkah keamanan yang canggih, seperti enkripsi data, pemantauan jaringan secara real-time, dan autentikasi multi-faktor, untuk memastikan bahwa data tetap aman dan pengguna AI dapat menjaga privasi serta integritas informasinya (Giancarlo et al., 2024).
Di sisi lain, penerapan AI dalam otomatisasi juga menimbulkan dilema etika dalam pengambilan keputusan. Ketika AI menggantikan manusia dalam pengambilan keputusan, muncul pertanyaan tentang transparansi
dan akuntabilitas. AI cenderung menghasilkan keputusan berdasarkan pola yang diidentifikasi dalam data, tetapi sering kali tidak mampu menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut dalam istilah yang dapat dimengerti oleh manusia. Dalam beberapa kasus, algoritma AI mungkin menghasilkan keputusan yang dipengaruhi oleh bias data, yang dapat mengarah pada keputusan yang diskriminatif atau tidak adil. Misalnya, jika data yang digunakan untuk melatih algoritma berasal dari lingkungan yang tidak seimbang, keputusan AI mungkin cenderung mengabaikan kelompok tertentu atau memberi preferensi kepada kelompok lain. Tantangan etika ini menjadi lebih nyata ketika keputusan AI berdampak langsung pada kehidupan manusia, seperti dalam pengaturan gaji, promosi, atau bahkan rekrutmen. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan etis yang jelas dalam penerapan AI, seperti mengadopsi algoritma yang dapat diaudit dan memastikan bahwa ada pengawasan manusia yang memadai untuk menilai hasil keputusan yang dihasilkan oleh AI.
Kendala adaptasi sumber daya manusia juga merupakan tantangan yang signifikan dalam penerapan AI. Tidak semua pekerja memiliki keterampilan atau pemahaman teknis yang cukup untuk beradaptasi dengan teknologi AI, yang menciptakan kebutuhan akan pelatihan yang ekstensif dan berkelanjutan. Sementara perusahaan mungkin melihat adopsi AI sebagai langkah maju, banyak pekerja yang mungkin merasa terancam oleh teknologi baru ini, terutama jika ada kekhawatiran bahwa pekerjaan mereka akan tergantikan oleh sistem otomatis. Hambatan ini juga mencakup kesenjangan keterampilan digital di mana pekerja yang terbiasa dengan metode kerja manual atau tradisional harus beralih ke sistem yang berbasis teknologi dan data. Bagi beberapa pekerja, perubahan ini bisa menjadi beban, yang mengakibatkan resistensi terhadap penerapan AI di tempat kerja. Perusahaan perlu mengembangkan program pelatihan yang komprehensif untuk membantu karyawan beradaptasi dengan teknologi baru, serta membangun budaya kerja yang mendukung kolaborasi antara manusia dan mesin(Arangarajan et al., 2024).
Di era otomatisasi, peran pekerjaan mengalami perubahan yang signifikan, terutama untuk tugas-tugas yang sebelumnya mengandalkan tenaga manusia. Teknologi seperti AI dan robotik kini mampu menjalankan banyak tugas rutin dan berulang, sehingga tenaga kerja manusia dialihkan ke peran yang lebih kompleks dan strategis. Sebagai hasilnya, perusahaan membutuhkan pekerja yang memiliki keterampilan digital yang lebih kuat, termasuk kemampuan dalam analisis data, pengelolaan sistem otomatisasi, dan bahkan dasar-dasar pemrograman. Dalam banyak kasus, posisi baru yang berfokus pada teknologi, seperti pengelola data dan spesialis AI, menjadi semakin penting dalam memastikan otomatisasi berjalan optimal.
Di samping keterampilan teknis, era otomatisasi juga mengedepankan keterampilan soft skill seperti pemecahan masalah, komunikasi, dan adaptabilitas. Dengan semakin banyaknya kolaborasi antara manusia dan mesin, kemampuan pekerja untuk berinteraksi dengan teknologi secara efektif menjadi krusial. Pekerja tidak hanya diharapkan untuk mengoperasikan teknologi yang ada tetapi juga untuk mengidentifikasi cara-cara baru dalam mengoptimalkan mesin untuk meningkatkan efisiensi kerja. Ini membutuhkan keterampilan analitis yang baik, keinginan untuk terus belajar, serta kemampuan untuk bekerja sama dalam tim yang mungkin terdiri dari individu dengan latar belakang teknis yang berbeda.
Transformasi ini menuntut pembelajaran berkelanjutan dan kesiapan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat. Bagi banyak perusahaan, mengembangkan program pelatihan yang komprehensif menjadi prioritas agar pekerja mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan industri modern. Selain itu, pekerja di era ini harus siap untuk terus meningkatkan kompetensinya agar dapat menghadapi tantangan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak hanya dapat
mempertahankan relevansi di tempat kerja tetapi juga memberikan kontribusi yang lebih besar dalam membantu perusahaan berinovasi dan tetap kompetitif di era otomatisasi.
Otomatisasi dan AI tidak hanya menggantikan pekerjaan rutin tetapi juga menciptakan peluang baru bagi tenaga kerja dalam berbagai bidang. Salah satu peran baru yang berkembang pesat adalah analisis data, di mana pekerja menggunakan data yang dihasilkan oleh mesin dan sistem otomatis untuk memberikan wawasan yang mendukung pengambilan keputusan bisnis. Analisis data membantu perusahaan memahami pola, tren, dan anomali yang ada di dalam data, yang memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis. Peran ini menjadi sangat penting dalam industri yang bergantung pada data, seperti manufaktur, logistik, dan kesehatan, di mana analisis data memainkan peran besar dalam efisiensi dan inovasi.
Selain itu, peran dalam pemeliharaan teknologi menjadi semakin penting dengan meningkatnya penggunaan mesin berbasis AI dan sistem otomatisasi. Teknisi pemeliharaan yang terlatih dalam teknologi terbaru dibutuhkan untuk memastikan bahwa mesin dan sistem otomatis beroperasi dengan baik. Pekerja dengan keahlian ini mampu mendeteksi potensi masalah melalui pemantauan sensor, mengelola perangkat lunak mesin, dan melakukan perbaikan preventif untuk mencegah downtime yang tidak diinginkan. Dengan kemampuan ini, teknisi pemeliharaan teknologi menjadi pilar penting dalam operasional perusahaan, membantu menjaga kelancaran proses produksi dan meminimalkan gangguan.
Peran baru lainnya mencakup spesialis keamanan siber, yang bertanggung jawab melindungi sistem berbasis data dari ancaman siber, dan pengembang AI, yang merancang dan memperbarui algoritma sesuai kebutuhan bisnis. Dengan berbagai peran baru ini, tenaga kerja yang siap untuk mengembangkan keterampilan teknis dan analitis dapat meraih peluang besar dalam industri berbasis teknologi. Pekerja yang dapat
52 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
beradaptasi dan terus meningkatkan keahlian mereka tidak hanya dapat mempertahankan relevansi di tempat kerja tetapi juga memainkan peran kunci dalam membantu perusahaan berinovasi dan bersaing di era digital.
Dalam otomatisasi berbasis AI, privasi dan perlindungan data menjadi isu yang krusial, terutama dengan banyaknya data yang dikumpulkan dan diolah untuk mendukung sistem ini. Data yang diproses dalam sistem otomatisasi sering kali mencakup informasi sensitif, seperti data pelanggan, informasi operasional, atau catatan pribadi, yang rentan terhadap pelanggaran jika tidak dilindungi dengan baik. Risiko kebocoran data dapat berdampak serius, tidak hanya pada privasi individu tetapi juga pada reputasi perusahaan yang mengelola data tersebut. Untuk mencegah pelanggaran data, perusahaan perlu menerapkan langkah-langkah keamanan seperti enkripsi, kontrol akses yang ketat, dan audit rutin terhadap sistem AI yang digunakan. Selain itu, kepatuhan terhadap peraturan perlindungan data seperti GDPR juga penting untuk memastikan bahwa penggunaan data mematuhi standar privasi yang berlaku. Perlindungan data yang kuat membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap teknologi AI dan otomatisasi, yang pada akhirnya mendukung integrasi AI yang lebih luas dalam berbagai sektor (Chang, 2021).
Transparansi dan kepercayaan pada AI adalah elemen penting dalam penerapan teknologi ini, terutama dalam konteks otomatisasi yang melibatkan pengambilan keputusan otomatis. Karena algoritma AI seringkali menjadi "kotak hitam" yang sulit dijelaskan, transparansi dalam cara kerja algoritma sangat penting untuk membangun kepercayaan. Pekerja, manajer, dan pelanggan perlu memahami dasar-dasar bagaimana keputusan yang dibuat oleh AI dihasilkan agar mereka merasa nyaman dengan hasil yang diperoleh. Misalnya, jika sebuah sistem AI digunakan
untuk seleksi kandidat pekerjaan atau penilaian kinerja, transparansi dalam proses dan kriteria pengambilan keputusan menjadi penting untuk menghindari ketidakadilan. Membangun sistem AI yang dapat diaudit dan memberikan penjelasan yang jelas tentang keputusan yang dihasilkan tidak hanya meningkatkan kepercayaan tetapi juga mendorong adopsi AI yang lebih etis. Transparansi ini memungkinkan pengguna memahami dan mengkritisi keputusan AI, yang penting untuk memastikan bahwa AI digunakan dengan cara yang adil dan bertanggung jawab.
Selain transparansi, pengaruh AI pada keputusan etis dan moral menjadi salah satu tantangan terbesar dalam penggunaannya. Ketika AI menggantikan pekerjaan manusia atau mengambil keputusan yang memengaruhi kehidupan banyak orang, dilema etika mulai muncul. Penggantian pekerjaan oleh AI dapat menimbulkan masalah moral, terutama ketika menyangkut mata pencaharian pekerja yang terdampak. Misalnya, otomatisasi di sektor manufaktur atau transportasi dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi banyak pekerja yang kurang terampil. Selain itu, algoritma AI dapat menghasilkan keputusan yang dipengaruhi oleh bias data, sehingga berpotensi diskriminatif terhadap kelompok tertentu. Masalah ini memunculkan kebutuhan akan etika yang jelas dalam penggunaan AI, di mana perusahaan perlu mempertimbangkan dampak sosial dari penerapan AI dan berupaya untuk meminimalkan efek negatifnya. Pengawasan manusia juga penting dalam memastikan bahwa keputusan yang dihasilkan oleh AI selaras dengan nilai-nilai moral dan etika yang diinginkan oleh masyarakat.
Keamanan sistem AI terhadap ancaman siber adalah aspek kritis lainnya dalam penerapan otomatisasi berbasis AI. Sistem AI yang terhubung dengan jaringan rentan terhadap serangan siber, di mana peretas dapat memanipulasi data atau mengendalikan sistem secara tidak sah. Kerentanan ini menjadi semakin serius karena AI berperan dalam fungsi-fungsi penting, seperti manajemen produksi, pengelolaan rantai pasokan, atau bahkan layanan kesehatan. Jika sistem AI disusupi, hal ini tidak hanya membahayakan data tetapi juga dapat merusak infrastruktur dan menyebabkan kerugian finansial yang besar. Oleh karena itu, perusahaan
54 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
perlu menerapkan protokol keamanan yang kuat, seperti firewall, pemantauan jaringan, dan pembaruan perangkat lunak yang rutin. Selain itu, keamanan AI juga mencakup penggunaan data yang terlindungi dan algoritma yang tahan terhadap serangan manipulatif, sehingga hasil yang dihasilkan oleh sistem AI tetap andal dan valid. Dalam jangka panjang, perlindungan keamanan yang kuat akan menjadi fondasi penting untuk mendukung penggunaan AI secara bertanggung jawab dan aman.
Kecerdasan Buatan (AI) adalah salah satu komponen kunci yang mendorong kemajuan dalam Revolusi Industri 5.0. AI tidak hanya berfungsi sebagai alat otomatisasi, tetapi juga sebagai pendukung dan pendamping manusia dalam berbagai aspek pekerjaan dan kehidupan. Dalam Revolusi 5.0, AI tidak hanya menggantikan manusia dalam tugastugas rutin tetapi memperkuat kemampuan manusia dalam pengambilan keputusan, inovasi, dan kreativitas.
Sebagai contoh, di sektor kesehatan, AI telah membantu dokter dalam memberikan diagnosis yang lebih cepat dan akurat dengan menganalisis data pasien dalam skala besar yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan secara manual. Di industri manufaktur, AI memungkinkan produksi massal yang lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan pasar yang terus
56 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
berubah. Lebih dari itu, AI juga memberikan kontribusi besar di bidang pendidikan dengan menciptakan pengalaman belajar yang dipersonalisasi, di mana setiap siswa dapat menerima materi yang disesuaikan dengan kecepatan dan gaya belajar mereka.
AI tidak hanya berfungsi sebagai teknologi otomatisasi, tetapi sebagai katalis yang mempercepat inovasi manusia dengan memberikan data dan analisis yang sangat cepat dan akurat, memungkinkan manusia untuk fokus pada tugas yang lebih kompleks dan kreatif. (Mazurek, G., & Małagocka, K., 2019)
4.2.1 Evolusi Revolusi Industri
Sejak abad ke-18, dunia telah mengalami berbagai fase Revolusi Industri yang memicu perubahan besar dalam sektor ekonomi, sosial, dan teknologi. Revolusi Industri pertama dimulai di Inggris pada akhir abad ke-18 dengan penemuan mesin uap, yang memungkinkan produksi massal dan memicu perubahan besar dalam manufaktur dan transportasi. Ini dilanjutkan oleh Revolusi Industri kedua pada akhir abad ke-19, di mana listrik dan teknologi komunikasi, seperti telegraf, mulai berperan penting.
Revolusi ketiga, yang dikenal sebagai Revolusi Digital, berlangsung pada paruh kedua abad ke-20, ditandai oleh perkembangan komputer dan internet yang memungkinkan otomasi proses di berbagai sektor. Dalam tiga dekade terakhir, munculnya Revolusi Industri 4.0 menekankan pada integrasi teknologi digital dengan fisik melalui Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan data besar, yang menghubungkan perangkat dan sistem untuk menciptakan jaringan pintar.
Saat ini, dunia memasuki fase yang dikenal sebagai Revolusi Industri 5.0, di mana fokus beralih dari otomatisasi penuh menjadi kolaborasi antara manusia dan mesin. “The new era of Industry 5.0 aims not only to increase
productivity but also to create value by fostering human-machine collaboration and prioritizing sustainability” (Industry 5.0: HumanMachine Collaboration and the Future of Work) (Haseeb, M., & Kumar, D., 2022). Revolusi ini menekankan aspek keberlanjutan dan inovasi yang dipandu oleh prinsip-prinsip etika untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih besar.
4.2.2
Revolusi Industri 5.0 muncul sebagai respons terhadap tantangan yang ditinggalkan oleh Revolusi Industri 4.0, dengan fokus pada kolaborasi manusia-mesin yang lebih mendalam serta prinsip keberlanjutan dan humanisasi teknologi. Berbeda dengan Revolusi Industri 4.0, yang berfokus pada otomatisasi penuh dan integrasi teknologi digital, Revolusi Industri 5.0 menekankan peran manusia sebagai pusat inovasi dan produktivitas. Tujuannya bukan hanya peningkatan efisiensi, tetapi juga penciptaan nilai tambah yang memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan manusia. "Industry 5.0 emphasizes a shift from sheer technological advancement towards technology that serves human well-being, ecological sustainability, and ethical responsibility" (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023). Revolusi ini mendorong penerapan teknologi cerdas yang berkolaborasi dengan manusia, sehingga memungkinkan personalisasi produk dan layanan yang lebih tinggi, misalnya dalam manufaktur, kesehatan, dan pendidikan. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan robotika diharapkan dapat mempercepat proses kerja tanpa menghilangkan aspek kemanusiaan, dengan tujuan akhirnya adalah peningkatan kualitas hidup.
Selain itu, Revolusi Industri 5.0 mengusung paradigma keberlanjutan. Transformasi ini menekankan praktik-praktik ramah lingkungan dalam proses produksi dan penggunaan sumber daya yang lebih bijak. “Industry 5.0 not only integrates smart technology into production but also commits
58 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
to reducing environmental impact by adopting sustainable practices" (Green Innovation and Industry 5.0) (Davidson, 2022). Dengan demikian, revolusi ini menantang perusahaan untuk tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan.
4.2.3 Kolaborasi Manusia-Mesin
Kolaborasi manusia-mesin adalah inti dari Revolusi Industri 5.0, di mana manusia dan teknologi bekerja bersama untuk menciptakan nilai dan meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan aspek kemanusiaan.
Kolaborasi ini menggabungkan kemampuan unik manusia, seperti kreativitas dan empati, dengan keunggulan teknologi, seperti kecepatan pemrosesan dan presisi. Dalam konteks ini, mesin tidak lagi hanya sebagai alat otomatisasi, tetapi sebagai mitra yang membantu manusia mencapai tujuan yang lebih tinggi.
"Human-machine collaboration aims to leverage the strengths of both humans and intelligent systems, enhancing decision-making processes and enabling a more personalized and efficient work environment" (HumanMachine Collaboration in the Era of Industry 5.0) (Wang, Y., & Lee, J, 2022). Kolaborasi ini membuka peluang baru, khususnya di sektor-sektor seperti kesehatan, di mana robot dapat membantu dokter dalam diagnosis dan perawatan, atau di bidang manufaktur, di mana robot kolaboratif (cobots) mendukung pekerja dalam tugas-tugas fisik yang berat.
Kolaborasi semacam ini juga mengurangi tekanan pada manusia untuk melakukan tugas-tugas yang monoton atau berbahaya. Dalam hal ini, teknologi dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan efisien. “By working alongside intelligent systems, human workers can focus more on creative and high-value tasks, leading to higher job satisfaction and innovation” (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023).
Dalam Revolusi Industri 4.0, AI memainkan peran kunci dalam mengotomatisasi dan mengintegrasikan sistem produksi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. AI digunakan dalam analisis data besar, prediksi, otomatisasi proses, dan robotika yang memungkinkan perusahaan membuat keputusan cepat berbasis data. “Industry 4.0 harnessed AI for end-to-end automation, transforming the manufacturing landscape and creating highly efficient, autonomous production systems” (The Fourth Industrial Revolution) (Schwab, 2021). Fokus utama adalah pada pengurangan ketergantungan tenaga manusia dalam proses operasional melalui integrasi teknologi IoT, AI, dan big data.
Di sisi lain, Revolusi Industri 5.0 menekankan kolaborasi manusia dan mesin untuk mencapai keseimbangan antara efisiensi teknologi dan kemanusiaan. AI dalam konteks Revolusi Industri 5.0 bertujuan untuk meningkatkan kehidupan manusia, tidak hanya dengan efisiensi, tetapi juga dengan personalisasi dan peningkatan kesejahteraan kerja. "Industry 5.0 redefines AI’s role by prioritizing human-centric technology, where AI assists rather than replaces human roles, fostering collaboration over automation" (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023). AI dalam era ini tidak hanya berfokus pada produksi, tetapi juga pada menciptakan nilai melalui kolaborasi yang memperhatikan kebutuhan manusia, etika, dan keberlanjutan.
4.4.1
Transformasi pekerjaan tradisional di era kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan besar dalam cara kerja, keterampilan yang dibutuhkan, dan peran tenaga kerja. Dengan hadirnya teknologi AI, banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara manual kini dapat diotomatisasi, yang berdampak pada berbagai sektor seperti manufaktur, pelayanan, dan administrasi. “Automation driven by AI has the potential to displace routine jobs, but it also creates opportunities for roles that require creative, interpersonal, and complex decision-making skills” (The Future of Employment in the Age of AI) (Frey, C. B., & Osborne, M. A., 2023). Hal ini menunjukkan bahwa meski ada pekerjaan yang tereliminasi, muncul juga peran baru yang mengutamakan keterampilan khusus.
Contohnya, dalam sektor manufaktur, teknologi robotika dan otomasi telah menggantikan pekerjaan yang bersifat berulang dan berisiko tinggi, seperti di lini produksi. Namun, pekerjaan baru muncul dalam bentuk pengawasan robot, pemrograman, dan pemeliharaan teknologi tersebut, yang memerlukan keterampilan teknis tingkat lanjut. Di sektor keuangan, tugastugas seperti analisis data rutin dan pencatatan keuangan kini dapat dilakukan oleh AI, sehingga tenaga kerja dapat fokus pada tugas yang lebih strategis dan analitis.
Di bidang pelayanan dan administrasi, teknologi chatbot dan sistem otomatisasi layanan pelanggan mengurangi kebutuhan interaksi langsung, tetapi juga membuka peluang untuk pekerjaan dalam desain dan manajemen sistem AI yang responsif. “The evolution of AI redefines traditional roles by automating repetitive tasks and amplifying roles that rely on creativity, empathy, and strategic thinking." (Frey, C. B., & Osborne, M. A, 2023)
Dalam konteks kecerdasan buatan (AI), automasi dan augmentasi merupakan dua konsep yang saling berkaitan namun memiliki pendekatan berbeda terhadap penerapan teknologi di dunia kerja. Automasi berfokus pada penggantian tugas manusia dengan sistem AI atau robot, yang dirancang untuk menyelesaikan pekerjaan secara mandiri tanpa intervensi manusia. Tujuan utama dari automasi adalah meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan mengurangi kesalahan manusia dalam tugas-tugas yang berulang atau berisiko tinggi. “Automation driven by AI enables organizations to perform repetitive tasks faster and more accurately, freeing human workers for higher-value activities” (The Fourth Industrial Revolution) (Schwab, 2021). Automasi banyak diterapkan di sektor seperti manufaktur, keuangan, dan pelayanan pelanggan, di mana tugas-tugas rutin dapat dengan mudah diotomatisasi.
Sebaliknya, augmentasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manusia dengan bantuan teknologi AI, bukan menggantikan perannya. Dengan augmentasi, AI berfungsi sebagai alat yang mendukung manusia dalam pengambilan keputusan dan menyelesaikan tugas-tugas yang lebih kompleks. Misalnya, di bidang medis, AI dapat membantu dokter menganalisis data pasien dengan cepat, memberikan rekomendasi diagnosa berdasarkan pola yang teridentifikasi dalam data, namun keputusan akhir tetap berada di tangan dokter. Carayannis dan Campbell menjelaskan bahwa “AI-driven augmentation empowers human workers to make better decisions by providing insights and processing complex data, thus enabling them to focus on tasks requiring creativity, empathy, and strategic thinking” (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023).
Era kecerdasan buatan (AI) tidak hanya membawa tantangan, tetapi juga menciptakan berbagai jenis pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan khusus dalam teknologi digital dan analisis data. Pekerjaan
62 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
baru ini muncul seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pengembangan, pengelolaan, dan pengoptimalan teknologi AI. Peranperan tersebut sering kali tidak hanya memerlukan keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan pemahaman etika yang mendalam.
Salah satu pekerjaan yang kini populer adalah AI Engineer atau insinyur AI, yang bertugas untuk merancang dan mengembangkan algoritma serta model machine learning. Menurut Goodfellow, Bengio, dan Courville, "AI engineers are crucial in designing systems that can learn from data, adapt, and make autonomous decisions” (Deep Learning) (Goodfellow, I., Bengio, Y., & Courville, A, 2021). Posisi ini sangat dicari di berbagai industri, dari teknologi dan kesehatan hingga keuangan, karena kemampuan mereka untuk membuat sistem cerdas yang dapat memecahkan masalah spesifik.
Data Scientist juga menjadi salah satu profesi penting di era AI, berperan dalam menganalisis dan menginterpretasikan data besar yang kemudian digunakan untuk pengambilan keputusan bisnis. Selain itu, muncul pula profesi baru seperti Ethics Officer atau AI Ethicist, yang berfokus pada penerapan AI yang etis dan bertanggung jawab. Profesi ini membantu perusahaan mengatasi masalah seperti bias algoritma, privasi data, dan dampak sosial dari penerapan AI. Menurut O'Neil “As AI becomes more integrated into daily life, the role of AI ethicists ensures that technology serves human interests without compromising ethical standards” (Ethical Challenges in AI) (O'Neil, 2022).
Selain itu, pekerjaan seperti Robot Coordinator yang mengawasi interaksi manusia-robot di lantai produksi juga semakin diperlukan, khususnya di sektor manufaktur yang menggunakan robot kolaboratif (cobots). Profesi ini memastikan bahwa robot bekerja dengan aman dan efisien bersama pekerja manusia, menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis.
Secara keseluruhan, munculnya pekerjaan baru di era AI mencerminkan transformasi ekonomi digital yang mendorong tenaga kerja untuk
mengembangkan keterampilan baru dalam teknologi, analisis data, dan etika, membuka peluang karier yang sebelumnya tidak ada di era pra-AI.
Di era kecerdasan buatan (AI), kebutuhan akan reskilling dan upskilling semakin meningkat untuk menjaga relevansi tenaga kerja dengan tuntutan teknologi yang terus berkembang. Reskilling mengacu pada pelatihan ulang tenaga kerja agar mereka dapat menguasai keterampilan baru yang diperlukan dalam pekerjaan yang berbeda dari sebelumnya. Sementara itu, upskilling berfokus pada peningkatan keterampilan dalam pekerjaan yang sudah ada, memungkinkan pekerja untuk melakukan tugas mereka dengan lebih efisien atau menguasai teknologi baru yang relevan.
Dalam konteks AI, reskilling diperlukan untuk pekerja yang mungkin terdampak oleh automasi. Menurut Schwab “As automation transforms industries, reskilling enables workers to transition into new roles where their capabilities can be repurposed” (The Fourth Industrial Revolution) (Schwab, 2021).
Sementara itu, upskilling memungkinkan pekerja untuk tetap kompetitif di posisi mereka saat ini, terutama dalam bidang-bidang yang mengintegrasikan AI dalam proses kerja sehari-hari. Contohnya, di sektor keuangan, pegawai dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam menggunakan perangkat lunak analitik berbasis AI untuk membantu dalam pengambilan keputusan keuangan. Seperti dijelaskan oleh Carayannis dan Campbell, “Upskilling in the age of AI focuses on empowering employees to leverage new tools and insights, enhancing productivity and adaptability” (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023).
Dengan demikian, reskilling dan upskilling menjadi kunci dalam strategi sumber daya manusia di era AI, di mana perusahaan dan individu harus terus berinvestasi dalam pembelajaran berkelanjutan untuk mendukung inovasi, produktivitas, dan keberlanjutan karier.
64 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
4.4.6 Kecerdasan Emosional dan Kreativitas
Kecerdasan emosional dan kreativitas merupakan dua keterampilan unik yang sulit digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI). Kecerdasan emosional yang mencakup kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi sangat penting dalam situasi yang membutuhkan interaksi interpersonal, empati, dan pengambilan keputusan berbasis nilai.
Di era di mana AI semakin mengambil alih tugas-tugas rutin dan analitis, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan memahami perspektif orang lain menjadi nilai tambah bagi tenaga kerja. Menurut Goleman “Emotional intelligence is critical in an AI-driven world, as it enables individuals to perform roles that require compassion, empathy, and nuanced understanding of human behavior” (Emotional Intelligence in the Digital Age) (Goleman, 2022).
Di samping itu, kreativitas memainkan peran besar dalam berinovasi dan menghadirkan solusi baru yang tidak dapat diprediksi oleh algoritma atau
AI. Meskipun AI mampu menghasilkan ide dasar atau mensimulasikan desain tertentu, kreativitas manusia tetap unggul dalam menghasilkan konsep yang orisinal dan relevan dengan konteks budaya dan sosial yang kompleks. Peran ini semakin penting dalam bidang seperti desain, pemasaran, dan pengembangan produk, di mana sentuhan manusia mampu membawa keunikan dan daya tarik emosional. Dengan demikian, kecerdasan emosional dan kreativitas bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi juga kunci bagi tenaga kerja untuk tetap relevan dan berperan penting dalam dunia kerja yang terus bertransformasi oleh teknologi.
4.5.1 Tantangan bagi Tenaga Kerja
Di era kecerdasan buatan (AI), tenaga kerja menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan perubahan dalam tuntutan keterampilan dan jenis pekerjaan yang tersedia. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan untuk melakukan reskilling dan upskilling. Seiring dengan otomatisasi dan integrasi AI dalam proses kerja, banyak pekerjaan tradisional mengalami pengurangan atau bahkan penghilangan, meninggalkan pekerja dengan keterampilan yang mungkin tidak lagi relevan. Menurut Brynjolfsson dan McAfee “The rapid pace of technological change necessitates a workforce that is agile and adaptable, ready to learn new skills to thrive in a transformed job landscape” (The Future of Work) (McAfee, A., & Brynjolfsson, E. , 2021). Hal ini mengharuskan pekerja untuk proaktif dalam mengembangkan keterampilan baru agar tetap kompetitif di pasar kerja yang semakin berubah.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi tenaga kerja adalah kesejahteraan mental yang dapat terpengaruh oleh ketidakpastian terkait masa depan pekerjaan mereka. Dengan meningkatnya kecemasan akan penggantian oleh mesin dan ketidakstabilan di pasar kerja, banyak pekerja merasa tertekan dan tidak aman. Lingkungan kerja yang semakin didominasi oleh teknologi juga dapat mengurangi interaksi sosial, yang penting untuk kesehatan mental. Organisasi perlu menyadari pentingnya dukungan psikologis dan menciptakan budaya kerja yang inklusif, di mana karyawan merasa aman dan didukung dalam proses adaptasi mereka terhadap perubahan. Dengan demikian, mengatasi tantangan ini menjadi krusial untuk memastikan tenaga kerja yang sehat, produktif, dan siap menghadapi era baru yang ditandai oleh AI.
Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Era kecerdasan buatan (AI) membuka berbagai peluang baru yang menjanjikan untuk tenaga kerja, industri, dan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu peluang terbesar terletak pada inovasi industri, di mana AI memungkinkan pengembangan produk dan layanan yang lebih efisien dan efektif. Dengan kemampuannya untuk menganalisis data dalam jumlah besar dan mengidentifikasi pola yang tidak terlihat oleh manusia, AI dapat mendorong inovasi di bidang teknologi, kesehatan, keuangan, dan banyak sektor lainnya. Sebagai contoh, perusahaan di sektor kesehatan kini dapat menggunakan AI untuk mendiagnosis penyakit lebih cepat dan akurat, yang pada gilirannya meningkatkan hasil perawatan pasien. Menurut Chui et al. “AI-driven innovations are transforming industries by enhancing efficiency and creating new products and services that meet evolving consumer demands” (Artificial Intelligence in Business) (Chui, M., Manyika, J., & Miremadi, M. , 2021).
Selain itu, kemunculan pekerjaan baru yang berfokus pada pengelolaan dan pengembangan teknologi AI menciptakan kebutuhan untuk keterampilan yang lebih spesifik. Pekerjaan seperti ahli data, pengembang AI, dan spesialis etika AI semakin dicari, dan hal ini menciptakan kesempatan bagi individu untuk mengeksplorasi karier di bidang yang sedang berkembang. Dengan adanya program pelatihan dan pendidikan yang ditujukan untuk mempersiapkan tenaga kerja dalam menghadapi tantangan dan kebutuhan industri, individu dapat menemukan jalur karier baru yang menjanjikan. Menurut Wladawsky-Berger “As AI continues to evolve, it creates a myriad of new job opportunities that require a fresh set of skills, underscoring the importance of continuous learning” (The Future of Work in the Age of AI) (Wladawsky-Berger, 2022).
Peluang lainnya adalah kolaborasi antara manusia dan mesin yang semakin mendalam, di mana individu dapat bekerja bersama dengan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi. Dalam model kerja yang berfokus pada kolaborasi ini, manusia dapat memanfaatkan AI untuk mengurangi beban tugas rutin dan meningkatkan fokus pada aspek kreatif
dan strategis dari pekerjaan mereka. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan ruang bagi inovasi yang lebih besar. Oleh karena itu, adaptasi terhadap teknologi baru harus dilihat sebagai kesempatan untuk mengeksplorasi potensi manusia yang lebih besar dalam mengatasi masalah kompleks dan menciptakan solusi yang inovatif.
Keseimbangan antara manusia dan mesin menjadi aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam era kecerdasan buatan (AI). Sementara teknologi AI menawarkan efisiensi dan kemampuan analisis yang tinggi, manusia masih memiliki keunggulan dalam aspek kreatif, emosional, dan etika. Menurut Susskind dan Susskind “The future of work will be defined by how well humans and machines can work together, leveraging their respective strengths to solve complex problems” (The Future of the Professions) (Susskind, R., & Susskind, D, 2020). Dalam konteks ini, peran manusia sebagai pengambil keputusan strategis dan pemikir kritis sangat vital untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara bertanggung jawab dan etis.
Dalam prakteknya, keseimbangan ini dapat dicapai melalui desain sistem yang memperhatikan interaksi manusia-mesin. Dengan merancang lingkungan kerja yang memadukan AI sebagai alat bantu yang mendukung karyawan dalam melaksanakan tugas mereka, perusahaan dapat mengoptimalkan potensi kedua belah pihak. Misalnya, penggunaan AI dalam analisis data dapat memberikan wawasan yang berguna bagi pengambilan keputusan, sementara manusia tetap bertanggung jawab untuk memberikan konteks dan nilai yang tidak dapat diprogramkan dalam algoritma. Menurut Brynjolfsson dan McAfee “A balanced approach to technology adoption ensures that human intuition and creativity are enhanced rather than replaced by AI” (The Future of Work) (McAfee, A., & Brynjolfsson, E. , 2021). Dengan demikian, menciptakan keseimbangan antara manusia dan mesin tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memastikan bahwa teknologi berfungsi untuk mendukung dan memberdayakan manusia.
Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
4.6.1 Pendekatan Pemerintah dan Industri
Di era kecerdasan buatan (AI), pemerintah dan industri memainkan peran penting dalam mengatur dan memanfaatkan potensi teknologi ini secara optimal. Pendekatan pemerintah biasanya mencakup kebijakan, regulasi, dan investasi dalam infrastruktur yang mendukung inovasi, sekaligus memastikan bahwa perkembangan AI sejalan dengan prinsip-prinsip etika, keamanan, dan inklusivitas. Pemerintah juga mendorong pendidikan dan pelatihan keterampilan digital bagi tenaga kerja melalui berbagai program reskilling dan upskilling untuk menghadapi disrupsi akibat AI. Menurut Schwab “Government policies that support reskilling and digital education are key to preparing the workforce for an AI-driven economy” (The Fourth Industrial Revolution) (Schwab, 2021).
Pendekatan industri, di sisi lain, berfokus pada penerapan AI dalam operasi bisnis dan pengembangan produk baru. Industri juga memiliki tanggung jawab untuk mengintegrasikan AI secara etis dan efisien, memastikan bahwa teknologi ini mendukung tenaga kerja alih-alih menggantikannya sepenuhnya. Banyak perusahaan telah berinvestasi dalam kolaborasi manusia-mesin yang memberdayakan karyawan untuk menggunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti. Menurut Carayannis dan Campbell “Industry 5.0 advocates for human-centric approaches in AI, where machines augment human abilities, fostering a balance between efficiency and ethical responsibility” (Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology) (Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., 2023).
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan industri melalui kemitraan publik-swasta dapat mempercepat penerapan teknologi AI di berbagai sektor, seperti kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Melalui pendekatan ini, pemerintah dapat menyediakan regulasi yang tepat dan mendukung
ekosistem AI yang inovatif, sementara industri menerapkan AI untuk menciptakan nilai tambah yang nyata bagi masyarakat.
Di era kecerdasan buatan (AI), pendidikan berbasis teknologi menjadi semakin relevan dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan dunia kerja modern. Teknologi tidak hanya memperluas akses pendidikan, tetapi juga memungkinkan metode pembelajaran yang lebih personal dan adaptif melalui platform digital dan perangkat berbasis AI. Pembelajaran adaptif menggunakan AI untuk menganalisis gaya belajar, kemampuan, dan perkembangan siswa, sehingga materi dan metode pengajaran dapat disesuaikan secara otomatis. Ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri dan fokus pada area di mana mereka membutuhkan lebih banyak dukungan. Menurut Luckin et al. “AI-driven adaptive learning systems can transform education by providing a personalized approach that adapts to each student’s needs” (Artificial Intelligence for Education) (Luckin, 2021).
Selain itu, teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) telah diterapkan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan praktis. Misalnya, dalam pendidikan sains, siswa dapat melakukan simulasi eksperimen laboratorium yang sulit dilakukan secara langsung. Ini membantu mereka mendapatkan pengalaman nyata dalam lingkungan yang aman dan terkontrol, yang dapat meningkatkan pemahaman konsep yang kompleks.
Teknologi juga mendukung pembelajaran jarak jauh dan e-learning, yang telah menjadi pilihan utama selama pandemi COVID-19 dan diperkirakan akan terus berkembang. Platform online memungkinkan akses ke pendidikan berkualitas bagi individu di berbagai lokasi, mengurangi kesenjangan pendidikan yang sebelumnya terbatas pada akses fisik. Menurut Heick “The rise of e-learning platforms demonstrates how technology can democratize education, making high-quality resources
70 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
accessible to a global audience” (Reimagining Education for the Digital Age) (Heick, 2023).
Namun, pendidikan berbasis teknologi juga menghadapi tantangan, seperti kesenjangan akses teknologi dan keterampilan digital yang belum merata di seluruh wilayah. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan institusi pendidikan perlu bekerja sama dalam menyediakan infrastruktur teknologi yang memadai dan memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang setara ke alat dan materi pembelajaran berbasis teknologi.
Di era kecerdasan buatan (AI), pengusaha dan pemberi kerja memainkan peran kunci dalam memfasilitasi transformasi digital dan menciptakan lingkungan kerja yang adaptif. Mereka bertanggung jawab untuk mengintegrasikan teknologi AI ke dalam proses bisnis dan memastikan bahwa tenaga kerja siap untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Dengan menciptakan program pelatihan dan pengembangan keterampilan, pengusaha dapat membantu karyawan dalam melakukan reskilling dan upskilling, sehingga mereka dapat berfungsi secara efektif di tempat kerja yang semakin terdigitalisasi. Menurut Goleman “Leaders must prioritize emotional intelligence and adaptability to guide their organizations through the complexities of an AI-driven landscape” (The Emotionally Intelligent Leader) (Goleman, 2022). Ini menunjukkan bahwa keberhasilan adopsi teknologi AI sangat tergantung pada kemampuan pemimpin untuk mengelola perubahan dan membangun budaya organisasi yang inklusif.
Selain itu, pengusaha juga harus memperhatikan kesejahteraan karyawan dalam menghadapi perubahan yang disebabkan oleh AI. Ketidakpastian mengenai masa depan pekerjaan dan potensi penggantian oleh mesin dapat menimbulkan kecemasan di kalangan tenaga kerja. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang transparan dan mendukung, di mana karyawan merasa aman dan diberdayakan. Dengan mempromosikan kolaborasi antara manusia dan mesin, serta menekankan pentingnya peran manusia dalam pengambilan
keputusan strategis, pengusaha dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan keterlibatan karyawan. Seperti yang dinyatakan oleh Wilson dan Daugherty“Organizations that foster a culture of collaboration between humans and AI are more likely to thrive in the new economy” (Human + Machine) (Wilson, H. J., & Daugherty, P. R. , 2022). Ini menunjukkan bahwa peran pengusaha tidak hanya terbatas pada aspek teknis, tetapi juga mencakup perhatian terhadap faktor manusia yang mendukung keberhasilan organisasi.
Seiring dengan meningkatnya populasi global dan urbanisasi, produksi limbah mengalami peningkatan pesat, terutama limbah padat seperti plastik dan logam. Tantangan terbesar dari limbah ini adalah dampaknya terhadap lingkungan, terutama mengingat degradasi yang sangat lambat pada plastik, yang memengaruhi ekosistem laut dan darat. Teknologi modern kini berperan penting dalam menciptakan solusi daur ulang yang lebih efisien dan berkelanjutan melalui penerapan kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan sistem otomatisasi lainnya. Internet of Things (IoT) telah membawa revolusi dalam manajemen limbah. Tempat sampah pintar (smart bins) yang dilengkapi dengan sensor kini dapat mendeteksi ketika kapasitas tempat sampah penuh dan mengirimkan data secara real-time ke pusat kontrol. Data ini kemudian digunakan untuk mengatur pengangkutan limbah secara lebih efisien dan mengurangi frekuensi
74 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
perjalanan truk pengangkut. Selain itu, sensor dapat mengidentifikasi jenis limbah, seperti plastik atau logam, dan mengelompokkan material tersebut untuk diproses lebih lanjut di fasilitas daur ulang. Hal ini secara langsung berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dari kendaraan pengangkut limbah dan meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah secara keseluruhan (Sosunova & Porras, 2022).
Kecerdasan buatan (AI) memainkan peran kunci dalam inovasi daur ulang, terutama dalam proses pemilahan limbah. Dengan kemampuan pemrosesan data visual, AI dapat memproses gambar limbah dan mengkategorikan material berdasarkan jenisnya, misalnya, plastik, kaca, logam, dan kertas. Salah satu studi menemukan bahwa algoritma Artificial Neural Network (ANN) dapat mencapai akurasi lebih dari 91% dalam pemilahan limbah berdasarkan fitur visual seperti bentuk, warna, dan tekstur (Mohammed dkk., 2023). Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional di fasilitas daur ulang, tetapi juga mempercepat proses pemilahan yang sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama bila dilakukan secara manual.
Gambar 5.1 berikut menjelaskan arsitektur dasar dari sistem pengelolaan limbah berbasis IoT, yang mencakup komponen seperti smart bin, server, algoritma optimisasi, dan pusat operasi. Penggunaan sensor untuk deteksi penuh atau jenis limbah yang dimasukkan dalam smart bin dapat mempercepat proses daur ulang.
Gambar 5.1: Sistem Pengelolaan Limbah Cerdas Berbasis IoT (Mousavi dkk., 2023)
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan 75
Penggunaan robot dalam pemrosesan limbah adalah langkah selanjutnya dalam meningkatkan efisiensi sistem daur ulang. Dengan integrasi AI dan robotika, pemilahan dan pengelolaan limbah kini dapat diotomatisasi, sehingga mengurangi kebutuhan tenaga manusia dan risiko kesehatan yang terkait dengan penanganan limbah berbahaya. Sebagai contoh, robot yang dilengkapi dengan sensor visual dan kemampuan pemrosesan data dapat memindai dan memisahkan material daur ulang seperti kaca, plastik, dan logam secara otomatis, memungkinkan daur ulang yang lebih cepat dan efisien (Strunk dkk., 2024). Plastik adalah salah satu bahan limbah yang paling sulit diolah karena ketahanannya terhadap degradasi alami. Inovasi terbaru dalam pemilahan limbah berbasis sensor seperti Near-Infrared Spectroscopy (NIRS) memungkinkan identifikasi jenis plastik secara otomatis untuk meningkatkan efisiensi daur ulang (Singh Lakha dkk., 2015). Solusi ini sangat penting dalam mengurangi polusi mikroplastik yang merusak ekosistem laut dan berpotensi masuk ke rantai makanan manusia.
Ekosistem global saat ini menghadapi tantangan besar akibat kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, termasuk perubahan penggunaan lahan, perubahan iklim, dan polusi. Untuk mengatasi tantangan ini, teknologi restorasi ekosistem telah berkembang pesat, terutama dalam memulihkan ekosistem yang rusak, seperti lahan tambang, hutan, serta ekosistem laut. Teknologi yang digunakan meliputi pemantauan berbasis sensor, penggunaan robotik, dan teknologi berbasis satelit untuk mendukung pemulihan ekosistem secara efektif.
5.2.1 Restorasi Ekosistem Terestrial
Dalam konteks restorasi ekosistem terestrial, salah satu pendekatan utama adalah pemulihan vegetasi dan tanah, terutama di daerah yang rusak akibat aktivitas tambang. Teknologi restorasi lahan tambang, misalnya, mencakup penggunaan metode perbaikan tanah seperti penambahan bahan organik
76 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
dan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah, serta penanaman kembali tanaman yang sesuai dengan kondisi local (R. Wang dkk., 2024; Xu dkk., 2023). Selain itu, teknologi seperti penggunaan biochar dan pupuk fosfat dapat membantu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, memungkinkan pemulihan ekosistem lebih cepat (Xu dkk., 2023). Di daerah tambang terbuka, teknologi pemulihan tanah juga melibatkan teknik pengelolaan air, seperti pembangunan terasering atau sistem drainase yang efektif untuk mencegah erosi dan memastikan ketersediaan air yang memadai bagi tanaman yang ditanam (Sheng, 2024). Selain itu, seleksi tanaman yang sesuai dengan kondisi ekosistem lokal sangat penting untuk keberhasilan restorasi (Xu dkk., 2023).
Restorasi ekosistem laut, terutama di laut dalam, juga mengalami perkembangan teknologi yang signifikan. Mengingat tantangan pemulihan di kedalaman lebih dari 200-meter, yang sulit dijangkau oleh penyelam, penggunaan platform robotik seperti Remotely Operated Vehicles (ROVs) dan Autonomous Underwater Vehicles (AUVs) menjadi sangat penting. Teknologi ini memungkinkan manipulasi fisik dan pemantauan real-time di habitat laut dalam (Aguzzi dkk., 2024). Selain itu, teknologi ini juga memanfaatkan imaging tiga dimensi dan pemetaan akustik untuk mengidentifikasi substrat yang rusak dan membantu reintroduksi spesies penting seperti koral dan spons laut (Aguzzi dkk., 2024). Dengan pemantauan yang terus menerus menggunakan sensor, teknologi ini memungkinkan respons cepat terhadap perubahan lingkungan yang tidak terduga, seperti longsor bawah laut atau turbidit (Aguzzi dkk., 2024).
Penggunaan teknologi remote sensing dalam pemantauan restorasi ekosistem telah menjadi alat yang sangat efektif dalam mengumpulkan data ekosistem secara cepat dan akurat. Teknologi ini mencakup penggunaan satelit, drone, dan sensor berbasis darat untuk memantau perubahan ekosistem secara luas, baik di darat maupun di laut (R. Wang dkk., 2024).
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan 77
Pemantauan ini dapat mencakup kondisi vegetasi, kelembaban tanah, hingga kualitas air, yang sangat penting untuk evaluasi efektivitas restorasi dan adaptasi strategi (R. Wang dkk., 2024). Salah satu contoh sukses adalah penggunaan teknologi remote sensing dalam pemantauan restorasi lahan tambang di China. Teknologi ini memungkinkan pemantauan vegetasi secara berkala, serta identifikasi area yang memerlukan intervensi lebih lanjut (Xu dkk., 2023).
Artificial intelligence (AI) telah berkembang menjadi alat penting dalam mendukung kebijakan lingkungan, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim dan degradasi ekosistem. Kemampuan AI untuk menganalisis data dalam jumlah besar dan memprediksi tren masa depan membantu pembuat kebijakan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan informasi yang akurat dan real-time. Teknologi ini memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi masalah lingkungan, memantau kondisi lingkungan, serta mengevaluasi efektivitas kebijakan lingkungan yang ada.
5.3.1 Pemanfaatan AI untuk Pemodelan dan Prediksi
Lingkungan
Salah satu manfaat utama AI dalam kebijakan lingkungan adalah kemampuannya untuk meningkatkan pemahaman kita tentang perubahan iklim. Algoritma AI, seperti machine learning, memungkinkan analisis data iklim yang sangat kompleks, seperti data suhu, pola cuaca, dan aktivitas manusia yang memengaruhi lingkungan. Misalnya, AI dapat digunakan untuk memprediksi bencana alam, seperti badai dan kebakaran hutan, dengan lebih akurat, yang pada gilirannya dapat membantu pemerintah merancang kebijakan mitigasi yang lebih efektif (Cowls dkk., 2023).
78 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Kemampuan AI dalam memprediksi perubahan iklim juga dapat membantu pembuat kebijakan mengembangkan strategi untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim, seperti kebijakan dekarbonisasi dan efisiensi energi. Dengan model prediksi berbasis AI, pemerintah dapat merancang sistem yang dapat mendeteksi emisi karbon secara real-time, yang memungkinkan intervensi cepat sebelum dampak negatif semakin besar (Bibri dkk., 2024)
Dalam pengambilan keputusan lingkungan, AI juga berperan penting dalam menyediakan rekomendasi yang didasarkan pada data historis dan prediksi masa depan. Pembuat kebijakan dapat menggunakan AI untuk menganalisis efek dari berbagai pilihan kebijakan dan mengidentifikasi opsi yang memberikan manfaat lingkungan terbesar. Misalnya, dengan menggunakan AI, pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan pajak karbon atau perdagangan emisi berdasarkan dampaknya terhadap emisi gas rumah kaca dan kesejahteraan sosial-ekonomi (Cowls dkk., 2023; Khalid dkk., 2024). Teknologi ini tidak hanya membantu pembuat kebijakan di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat lokal. Misalnya, di dalam kota pintar (smart cities), AI digunakan untuk mengelola lalu lintas, distribusi energi, dan pengelolaan limbah. Semua ini dilakukan untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan (Bibri dkk., 2024).
5.3.3 Tantangan dan Risiko Penggunaan AI dalam Kebijakan Lingkungan
Namun, meskipun AI menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang perlu di atasi. Salah satu tantangan terbesar adalah dampak lingkungan dari pengembangan teknologi AI itu sendiri. Latihan data dan model AI yang intensif secara komputasi sering kali memerlukan energi yang besar, yang dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan manfaat AI dalam kebijakan lingkungan dengan jejak karbon yang dihasilkan oleh teknologi tersebut (Cowls dkk., 2023). Selain itu, ada juga tantangan etis yang terkait dengan
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
79
penggunaan AI dalam pengambilan keputusan. AI sering kali dianggap sebagai alat yang netral, tetapi data yang digunakan untuk melatih AI bisa bias, yang dapat menghasilkan keputusan yang tidak adil atau tidak etis.
Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan untuk tidak hanya mengandalkan AI, tetapi juga mempertimbangkan pengawasan manusia untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan (Coeckelbergh & Sætra, 2023).
Pengelolaan air adalah kunci dalam pembangunan berkelanjutan, dan teknologi memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi serta menjaga keberlanjutan sumber daya air. Teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan Digital Twin (DT) telah membawa perubahan signifikan dalam cara distribusi dan penggunaan air, terutama di kota-kota besar yang memiliki tantangan kompleks. IoT memungkinkan sensor-sensor yang dipasang di jaringan distribusi air untuk memantau parameter penting seperti tekanan dan aliran air secara realtime. Ini membantu operator mendeteksi kebocoran dan menangani masalah lebih cepat sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi (Andrić dkk., 2022). Pemantauan berkelanjutan juga memastikan kualitas air tetap terjaga, sehingga mencegah kontaminasi. Digital Twin adalah teknologi terbaru yang memungkinkan simulasi jaringan air secara digital. Dengan DT, operator dapat memprediksi kebutuhan air, mengoptimalkan tekanan, dan mengurangi pemborosan tanpa perlu intervensi langsung pada sistem fisik. Teknologi ini sangat berguna di daerah perkotaan yang padat, di mana permintaan air sering berubah secara signifikan (Ramos dkk., 2023).
Selain itu, smart metering membantu mengumpulkan data penggunaan air secara otomatis dan memberikan informasi kepada konsumen tentang konsumsi mereka. Hal ini mendorong kesadaran masyarakat untuk menggunakan air dengan lebih efisien, sekaligus membantu operator mendeteksi kebocoran atau penggunaan air yang tidak efisien (Andrić dkk.,
80 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
2022). Meskipun teknologi ini menawarkan manfaat besar, tantangan seperti biaya implementasi dan kebutuhan infrastruktur yang andal masih menjadi hambatan. Namun, manfaat jangka panjang dari efisiensi dan penghematan biaya menjadikan investasi ini layak untuk diterapkan (Olatunde & Sikhakhane, 2024). Sederhananya, penerapan sistem pengolahan air yang inovatif, seperti teknologi desalinasi dan pengolahan air limbah menjadi air bersih, membantu memenuhi kebutuhan air di daerah yang mengalami kekurangan. Teknologi ini tidak hanya menyediakan sumber air alternatif, tetapi juga mengurangi dampak lingkungan dari limbah air. Inovasi dalam penggunaan bahan ramah lingkungan dan proses yang hemat energi juga menjadi kunci untuk menciptakan infrastruktur yang lebih berkelanjutan. Edukasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan air, serta dukungan dari kebijakan yang memfasilitasi investasi dalam infrastruktur air yang berkelanjutan, dapat menciptakan solusi jangka panjang yang menguntungkan semua pihak. Sinergi ini memastikan bahwa inovasi dalam infrastruktur air tidak hanya efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan.
Manajemen rantai pasokan berkelanjutan (Sustainable Supply Chain Management atau SSCM) telah menjadi elemen krusial dalam meningkatkan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam beberapa dekade terakhir, praktik berkelanjutan di seluruh rantai pasokan telah menarik perhatian banyak perusahaan dan menjadi fokus dalam upaya global untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan serta meningkatkan tanggung jawab sosial. SSCM mencakup pengelolaan aliran material, informasi, dan modal dengan memperhatikan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial di seluruh rantai pasokan. Tujuan akhirnya adalah mencapai keseimbangan antara kepentingan bisnis dan keberlanjutan
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
jangka panjang (Khan dkk., 2021; Shekarian dkk., 2022). Perusahaan yang mengimplementasikan SSCM seringkali mengadopsi berbagai strategi yang membantu mengurangi jejak karbon, memaksimalkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta memperbaiki tanggung jawab sosial mereka.
Menurut Shekarian dkk. (2022) beberapa praktik berkelanjutan yang dapat diadopsi antara lain:
1. Produksi Hijau: Mengurangi penggunaan bahan baku yang merusak lingkungan dan meminimalkan emisi gas rumah kaca selama proses produksi. Ini termasuk penerapan teknologi bersih dan penggunaan energi terbarukan.
2. Desain Rantai Pasokan Berkelanjutan: Mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam proses desain produk dan rantai pasokan untuk meminimalkan dampak lingkungan. Ini mencakup siklus hidup produk yang ramah lingkungan serta penggunaan bahan daur ulang.
3. Logistik Hijau dan Reverse Logistics: Mengoptimalkan transportasi dan distribusi produk dengan tujuan mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2. Selain itu, reverse logistics memungkinkan pengelolaan barang-barang yang dikembalikan dan proses daur ulang untuk mengurangi limbah.
4. Manajemen Persediaan yang Efisien: Menggunakan sistem manajemen persediaan yang efisien untuk mengurangi kelebihan stok, yang dapat mengarah pada penghematan sumber daya dan pengurangan limbah.
Sebagai gambaran komprehensif, kerangka kerja untuk praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan, yang digambarkan dalam Gambar 5.2 menunjukkan berbagai elemen yang terlibat dalam implementasi SSCM. Kerangka kerja ini mencakup praktik dari berbagai aspek seperti produksi hijau, desain rantai pasokan, logistik, manajemen persediaan, serta
82 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
keterlibatan etika dan tanggung jawab sosial. Kerangka ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam menerapkan praktik berkelanjutan di seluruh tahap rantai pasokan, mulai dari perencanaan dan produksi hingga distribusi dan pengelolaan limbah. Setiap elemen memiliki kontribusi penting dalam mencapai keberlanjutan jangka panjang dalam rantai pasokan perusahaan.
Gambar 5.2: Kerangka kerja untuk praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan (Shekarian dkk., 2022)
Menerapkan manajemen rantai pasokan yang berkelanjutan memberikan sejumlah manfaat, seperti pengurangan biaya operasional melalui efisiensi energi, peningkatan reputasi perusahaan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan sosial. Namun, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, seperti biaya awal yang tinggi untuk mengadopsi teknologi hijau, kurangnya infrastruktur di beberapa wilayah, serta tantangan dalam mengintegrasikan berbagai pemangku kepentingan dalam rantai pasokan (Shekarian dkk., 2022; Tsai dkk., 2021). Secara keseluruhan, manajemen rantai pasokan berkelanjutan adalah kunci untuk menghadapi tantangan global terkait lingkungan dan sosial. Dengan mengadopsi praktik berkelanjutan, perusahaan tidak hanya meningkatkan kinerja operasional
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
83
mereka tetapi juga berkontribusi terhadap upaya global untuk menciptakan ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Pengelolaan limbah di era modern telah beralih ke pendekatan yang lebih cerdas dengan memanfaatkan teknologi seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan robotika. Teknologi ini memungkinkan pengelolaan limbah yang lebih efisien dan berkelanjutan melalui pemantauan real-time, pengoptimalan rute pengumpulan, serta pemisahan limbah yang lebih efektif. IoT, misalnya, memungkinkan sensor di tempat sampah cerdas untuk memantau kepenuhan dan jenis limbah, yang kemudian dianalisis oleh algoritma AI untuk menentukan rute pengumpulan yang paling efisien dan meminimalkan konsumsi energi serta emisi kendaraan (Hussain dkk., 2024).
Gambar 5.3: Teknik AI dalam Manajemen Limbah (Olawade dkk., 2024)
84 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Gambar 5.3 berikut menampilkan peran teknik kecerdasan buatan dalam manajemen limbah. AI digunakan dalam berbagai aspek seperti pemantauan, pengumpulan, pemisahan, dan daur ulang limbah. Pada bagian bawah gambar, terdapat beberapa tantangan yang sering dihadapi dalam implementasi AI pada manajemen limbah, termasuk ketersediaan dan kualitas data, infrastruktur teknologi, serta pertimbangan etika. Penggunaan AI dalam manajemen limbah mencakup pemantauan kondisi limbah secara real-time, mengoptimalkan rute pengumpulan, serta meningkatkan proses pemisahan dan daur ulang yang lebih efisien. Meskipun tantangan-tantangan tersebut harus di atasi, AI memberikan peluang besar untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan sistem manajemen limbah di seluruh dunia.
AI juga memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi pemisahan limbah. Di fasilitas daur ulang, robot yang dikendalikan oleh AI dapat secara otomatis memisahkan material seperti plastik, kaca, dan logam dengan akurasi tinggi, mengurangi limbah yang tidak terolah dan mempercepat proses daur ulang. Hal ini membantu perusahaan mengoptimalkan operasional mereka dan mengurangi ketergantungan pada metode pemisahan manual yang lebih lambat dan berisiko kesalahan (Olawade dkk., 2024). Selain itu, robotika telah menjadi bagian penting dalam proses pengumpulan dan pemisahan limbah. Robot-robot ini dapat mengidentifikasi dan memproses berbagai jenis limbah dengan lebih cepat dan efisien dibandingkan tenaga manusia, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas serta mengurangi biaya operasional perusahaan (Sutikno dkk., 2024). Meskipun tantangan seperti biaya implementasi yang tinggi tetap ada, manfaat yang ditawarkan, seperti pengurangan emisi dan biaya operasional, menjadikan sistem manajemen limbah cerdas sebagai solusi penting dalam menghadapi masalah limbah global (Olawade dkk., 2024).
Pemetaan sumber daya alam menggunakan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan remote sensing telah menjadi terobosan penting dalam pengelolaan lingkungan. Teknologi ini mempermudah identifikasi, pengelolaan, dan konservasi sumber daya alam secara lebih efisien dan akurat. Pemetaan berbasis AI membantu menganalisis data spasial yang kompleks, seperti yang digunakan untuk memetakan mineral dan vegetasi hutan (Wang dkk., 2024). Dalam eksplorasi mineral, teknologi Geospatial Artificial Intelligence (GeoAI) membuka peluang baru dengan menggabungkan neural networks dan logistic regression untuk menganalisis pola spasial mineralisasi. Contohnya, dalam studi di Nova Scotia, Kanada, metode ini berhasil meningkatkan akurasi prediksi mineralisasi emas secara signifikan (L. Wang dkk., 2024). Selain itu, AI juga digunakan dalam pemetaan dan pemantauan vegetasi hutan. Teknologi seperti Explainable AI (XAI) memungkinkan analisis citra udara dari drone atau satelit untuk mengidentifikasi jenis vegetasi dan penutupan lahan. Studi pemetaan hutan mangrove menggunakan AI, misalnya, berhasil menghitung jumlah pohon dan mengukur kesehatan ekosistem dengan presisi tinggi (Schürholz dkk., 2023). Selanjutnya, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan juga merupakan faktor kunci dalam keberhasilan inovasi ini. Masyarakat lokal seringkali memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekosistem dan sumber daya alam di daerah mereka.
AI memungkinkan pemetaan vegetasi dilakukan lebih cepat dan rinci. Algoritma citra dapat mengidentifikasi bentuk mahkota pohon, menghitung tinggi pohon, serta menentukan stok karbon dan biomassa hutan (Schürholz dkk., 2023). Inovasi ini menawarkan banyak manfaat, seperti peningkatan efisiensi, akurasi yang lebih tinggi, dan kemampuan memproses data dalam skala besar. Namun, tantangan seperti biaya implementasi dan kebutuhan data berkualitas tinggi masih menjadi hambatan utama (L. Wang dkk., 2024). Meski begitu, AI di bidang pemetaan sumber daya alam memiliki potensi besar dalam mempercepat
86 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
upaya konservasi dan pengelolaan lingkungan di masa depan. Pada akhirnya, dukungan dari pemerintah dan lembaga internasional dalam bentuk kebijakan, pendanaan, dan penelitian sangat penting untuk mendorong inovasi berkelanjutan. Regulasi yang mendukung pengembangan teknologi ramah lingkungan dan insentif untuk adopsi teknologi baru dapat mempercepat implementasi pemetaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Sinergi antara teknologi, masyarakat, dan kebijakan dapat menciptakan fondasi yang kuat untuk menjaga lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.
Pertukaran energi peer-to-peer (P2P) telah muncul sebagai solusi inovatif dalam pengelolaan energi terdesentralisasi yang memungkinkan pengguna energi (prosumers) untuk secara langsung melakukan transaksi energi dengan sesama prosumers. Platform P2P energi tidak hanya memfasilitasi distribusi energi terbarukan secara lebih merata, tetapi juga membantu meningkatkan efisiensi energi di tingkat lokal. Beberapa platform P2P yang dikembangkan saat ini mengintegrasikan teknologi blockchain dan smart contract, yang memastikan bahwa transaksi energi terjadi secara aman dan transparan, tanpa perlu perantara pihak ketiga (Esmat dkk., 2021; Guo dkk., 2023).
1. Brooklyn Microgrid
Brooklyn Microgrid di Amerika Serikat adalah salah satu contoh sukses dari platform P2P energi. Platform ini memungkinkan warga lokal untuk menjual energi surya yang dihasilkan ke sesama pengguna di jaringan mereka. Blockchain digunakan untuk melacak setiap transaksi dan menciptakan rekaman yang tidak dapat diubah, sehingga transaksi dapat dipercaya oleh semua
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
pihak. Dengan memanfaatkan smart contract, transaksi diotomatisasi dan dapat berjalan tanpa campur tangan manusia (Guo dkk., 2023).
2. Power Ledger
Power Ledger adalah platform berbasis blockchain dari Australia yang memfasilitasi perdagangan energi di komunitas lokal.
Platform ini memungkinkan pengguna untuk membeli dan menjual energi berlebih yang dihasilkan dari panel surya dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan jaringan energi tradisional.
Selain itu, Power Ledger mendukung penyimpanan energi menggunakan baterai untuk menyeimbangkan pasokan energi selama periode penggunaan tinggi atau rendah. Ini meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan jaringan energi (Esmat dkk., 2021).
3. Virtual Power Plant (VPP) Berbasis Komunitas
Model Community-based Virtual Power Plant (CVPP) juga merupakan salah satu platform P2P yang berkembang pesat. Platform ini memungkinkan integrasi berbagai sumber energi terbarukan dari prosumers dalam satu komunitas untuk menyediakan energi yang lebih terdesentralisasi dan berkelanjutan. Dengan menggunakan smart contract berbasis blockchain, transaksi energi dalam CVPP berlangsung secara otomatis dan efisien, sehingga prosumers dapat mengelola surplus energi secara mandiri (Guo dkk., 2023).
4. DeTrade Platform
Platform P2P energi lain yang menonjol adalah DeTrade, yang menawarkan solusi desentralisasi berbasis blockchain untuk perdagangan energi di pasar lokal. DeTrade menggunakan algoritma Ant-Colony Optimization (ACO) untuk mengelola dan mengoptimalkan pasar energi terdistribusi. Platform ini menjamin
88 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
keamanan, privasi, dan efisiensi tinggi dalam transaksi energi dengan memperkenalkan model kliring pasar terdesentralisasi (Esmat dkk., 2021).
5. Piclo
Di Inggris, Piclo adalah platform P2P energi yang memungkinkan produsen dan konsumen energi untuk melakukan transaksi di pasar energi lokal. Piclo menggunakan pendekatan berbasis algoritma untuk mencocokkan penawaran energi dari produsen dengan permintaan konsumen, memberikan solusi yang lebih hemat biaya dan ramah lingkungan (Guo dkk., 2023). Platform pertukaran energi P2P menawarkan potensi besar dalam menciptakan pasar energi yang lebih efisien, terdesentralisasi, dan berkelanjutan. Integrasi teknologi blockchain dan smart contract memberikan keamanan dan transparansi yang lebih baik dalam setiap transaksi energi. Dengan platform seperti Brooklyn Microgrid, Power Ledger, CVPP, DeTrade, dan Piclo, prosumers dapat mengambil bagian dalam sistem energi yang lebih independen dan berbasis komunitas, yang pada akhirnya mendukung transisi menuju penggunaan energi terbarukan secara global.
Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian integral dari pengelolaan hutan modern, dengan kemampuan yang luar biasa dalam membantu melindungi ekosistem hutan melalui pemantauan yang lebih cerdas dan efisien. Berbagai teknologi berbasis AI, termasuk remote sensing, machine
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
learning, dan deep learning, telah diterapkan untuk mengoptimalkan manajemen sumber daya hutan dan memperbaiki upaya pelestarian. Salah satu penerapan AI dalam manajemen hutan adalah pada pemetaan dan pemantauan vegetasi. Teknologi ini memungkinkan pengumpulan dan analisis data yang lebih rinci mengenai tutupan hutan, kesehatan vegetasi, dan perubahan lingkungan di sekitarnya. Melalui penginderaan jauh berbasis satelit, algoritma AI dapat menganalisis citra satelit untuk mendeteksi perubahan pada ekosistem hutan, termasuk deforestasi dan degradasi hutan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia atau bencana alam. Ini membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat dan cepat terkait upaya mitigasi dan konservasi hutan (Abad-Segura dkk., 2020; Causevic dkk., 2024).
Selain itu, AI digunakan dalam upaya mendeteksi penebangan liar dan konservasi satwa liar. Algoritma AI yang digabungkan dengan teknologi penginderaan jauh memungkinkan deteksi aktivitas penebangan ilegal dan perburuan di area hutan yang luas, memberikan laporan waktu nyata bagi pihak berwenang. Dengan integrasi teknologi IoT dan big data, data terkait aktivitas manusia dan perubahan hutan dapat dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi ancaman potensial sebelum kerusakan lebih lanjut terjadi (Causevic dkk., 2024; Li dkk., 2024). Teknologi Laser Imaging Detection and Ranging (LIDAR), yang menggunakan laser untuk memetakan biomassa hutan, juga sangat berguna dalam mengelola stok karbon dan memperkirakan pertumbuhan hutan. LIDAR dapat mengukur ketinggian dan kepadatan pohon, serta membantu menentukan kualitas habitat bagi spesies yang bergantung pada ekosistem hutan (Abad-Segura dkk., 2020). Dengan meningkatnya penggunaan teknologi AI di berbagai aspek pengelolaan hutan, ada potensi besar untuk meningkatkan keberlanjutan hutan dan efisiensi dalam melindungi ekosistem vital ini dari ancaman yang semakin meningkat, baik dari perubahan iklim maupun aktivitas manusia.
Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Kecerdasan buatan (AI) telah memainkan peran penting dalam pemantauan dan manajemen lingkungan laut, terutama dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh polusi laut, perubahan iklim, dan konservasi ekosistem laut. Teknologi ini memfasilitasi pengumpulan data secara real-time, analisis otomatis, serta pemantauan kondisi laut yang lebih akurat. Beberapa aplikasi utama AI dalam lingkungan laut termasuk pemantauan kualitas air, identifikasi spesies, dan penanganan polusi. Salah satu penggunaan AI yang signifikan dalam pengelolaan laut adalah pemantauan habitat ikan dan spesies laut. AI digunakan untuk memproses data visual dari kamera bawah laut dan drone yang menangkap citra dan video ekosistem laut. Algoritma deep learning, seperti Convolutional Neural Networks (CNNs), mampu secara otomatis mengklasifikasikan spesies ikan berdasarkan citra, yang sangat berguna dalam mendukung penelitian biologi laut dan pengelolaan perikanan (Mifsud Scicluna dkk., 2024; Uddin dkk., 2024). Contohnya, sistem AquaVision telah dikembangkan untuk mengidentifikasi spesies laut di wilayah Mediterania secara otomatis menggunakan teknik pengenalan gambar berbasis AI, yang mempercepat pengolahan data spesies di lautan (Mifsud Scicluna dkk., 2024).
AI juga digunakan untuk monitoring polusi air, seperti pencemaran mikroplastik dan tumpahan minyak. Sistem berbasis Machine Learning dan Edge Computing dapat menganalisis data sensor air laut secara real-time untuk mendeteksi tingkat pencemaran dan memberikan respons cepat terhadap ancaman lingkungan (Gaddala dkk., n.d.; Ning dkk., 2024). Penggunaan AI dalam memantau polusi memungkinkan tindakan mitigasi diambil lebih cepat dan lebih efisien, yang penting untuk melindungi kesehatan ekosistem laut dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Selain itu, AI mendukung prediksi perubahan ekosistem laut dengan mengolah data dari satelit dan sensor bawah laut. Algoritma machine learning mampu
Bab 5 Inovasi Teknologi Berkelanjutan: Menjaga Lingkungan
memodelkan status trofik laut, yang membantu dalam menilai dampak eutrofikasi dan perubahan lingkungan laut yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan faktor alam lainnya (Uddin dkk., 2024). Dengan alat ini, manajer lingkungan dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam melindungi dan memulihkan ekosistem laut yang terancam. Secara keseluruhan, teknologi AI dalam monitoring dan manajemen lingkungan laut menawarkan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kecepatan dalam merespons masalah lingkungan yang semakin mendesak di lautan.
Robotik telah menjadi komponen integral dalam berbagai sektor industri, terutama dalam produksi manufaktur, di mana otomatisasi proses menghasilkan peningkatan produktivitas, kualitas, dan efisiensi operasional. Seiring dengan kemajuan teknologi, robot semakin mampu melakukan tugas yang lebih kompleks dan berkolaborasi dengan pekerja manusia, yang sering kali disebut dengan istilah collaborative robots atau cobots (Djuric, Urbanic, & Rickli, 2016). Robotik tidak hanya mengurangi beban kerja manusia tetapi juga mempercepat proses, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang semakin dinamis dan kompetitif (Lasi et al., 2014).
Perkembangan teknologi robotik telah membawa transformasi besar dalam sektor industri produksi. Robotik, dalam konteks industri, mengacu pada
94 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
teknologi yang memungkinkan mesin atau sistem otomatis beroperasi dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia untuk menjalankan tugas yang berulang atau kompleks (Johnson & Lee, 2019). Robot industri kini digunakan di berbagai proses produksi, dari perakitan hingga pengemasan, dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi, kualitas, dan keselamatan kerja. Teknologi ini memungkinkan perusahaan mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dan kualitas produk yang konsisten, mengurangi risiko kesalahan manusia, serta menurunkan biaya operasional (Green, 2018).
Pada era Revolusi Industri 4.0, teknologi seperti Internet of Things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan (AI) mulai diterapkan dalam produksi, menciptakan rantai produksi yang lebih cerdas dan terintegrasi. Namun, Revolusi Industri 5.0 kini memperkenalkan konsep yang lebih humancentered, di mana teknologi berfokus pada kolaborasi antara manusia dan robot dalam lingkungan yang lebih aman dan efisien (Buer, Strandhagen, & Chan, 2018).
Revolusi Industri 4.0 memperkenalkan konsep integrasi antara teknologi siber dan fisik dalam dunia industri. Dalam era ini, otomatisasi dan konektivitas menjadi inti dari proses produksi modern, di mana robotik memainkan peran penting dalam mengoptimalkan proses produksi. Dengan memanfaatkan teknologi seperti Internet of Things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan (AI), robot industri kini mampu beroperasi lebih cerdas dan adaptif terhadap kondisi yang berubah-ubah (Smith & Brown, 2020). Dalam konteks Indonesia, Revolusi Industri 4.0 telah mendorong industri manufaktur untuk beradaptasi dengan teknologi canggih, sementara Revolusi Industri 5.0 menghadirkan peluang baru untuk mengoptimalkan penggunaan robot dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan tenaga kerja (Suryadi, 2020).
Indonesia mulai mengadopsi teknologi robotik dalam industri nasional, terutama dalam sektor manufaktur yang memanfaatkan otomatisasi untuk memenuhi permintaan produk dalam skala besar. Inisiatif pemerintah melalui program Making Indonesia 4.0 berfokus pada adopsi teknologi
canggih untuk meningkatkan daya saing industri nasional (Suryadi, 2020). Beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia telah mulai menggunakan robot untuk otomatisasi proses produksi, terutama di sektor otomotif dan elektronik. Meski perkembangan ini masih menghadapi tantangan dari sisi infrastruktur dan investasi, penerapan robotik di Indonesia menunjukkan potensi yang signifikan untuk meningkatkan produktivitas industri nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi (Setiawan & Prasetyo, 2019).
Memasuki Revolusi Industri 5.0, fokus bergeser ke arah kolaborasi antara manusia dan robot. Industri 5.0 menekankan harmoni antara tenaga kerja manusia dengan teknologi canggih untuk menciptakan lingkungan produksi yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan konsumen (Brown & Gupta, 2022). Tren ini terlihat signifikan di Indonesia, di mana adopsi teknologi robotik terus meningkat seiring dengan meningkatnya persaingan global. Robotik dalam industri di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi dalam berbagai sektor, seperti manufaktur otomotif, elektronik, dan agrikultur (Santoso & Prasetyo, 2019).
Penerapan teknologi robotik tidak hanya membantu perusahaan dalam meningkatkan produktivitas, tetapi juga membawa tantangan baru, seperti kebutuhan akan keahlian khusus, investasi besar dalam teknologi, dan dampak sosial terhadap tenaga kerja. Dengan demikian, robotik dalam produksi tidak hanya menawarkan keuntungan besar tetapi juga memerlukan strategi adaptasi yang baik di tengah berbagai tantangan yang ada (Amin et al., 2020).
Robotik dalam produksi merujuk pada penerapan robot dalam berbagai tahap proses produksi, seperti perakitan, pengecatan, pengelasan, dan pengemasan. Secara umum, robotik dalam produksi dapat didefinisikan sebagai penerapan teknologi mekanik dan elektronik untuk menjalankan tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, dengan tujuan meningkatkan efisiensi, kualitas produk, dan keamanan kerja (Rodrigues & Bártolo, 2015). Dalam konteks produksi, robot dapat beroperasi secara mandiri atau bekerja berdampingan dengan manusia dalam skenario yang lebih fleksibel, memungkinkan produksi yang lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar yang berubah.
Beberapa jenis robot yang umum digunakan dalam produksi meliputi:
1. Robot Industri: Digunakan untuk tugas-tugas berulang seperti pengelasan, perakitan, dan pengepakan.
2. Cobots: Robot yang dirancang untuk bekerja berdampingan dengan manusia dalam lingkungan yang aman (Djuric et al., 2016).
3. Robot Bergerak Otonom (AMR): Robot ini dapat berpindah tempat dengan bebas dalam pabrik untuk mendistribusikan material atau komponen produksi.
4. Robot Manipulator: Biasanya digunakan untuk menangani benda berat atau berbahaya dalam lingkungan produksi.
Jenis-jenis robot ini memberikan fleksibilitas kepada industri untuk menyesuaikan sistem produksi dengan kebutuhan spesifik, baik dalam skala kecil maupun besar (Monostori, 2003).
Robotik telah menjadi komponen penting dalam dunia produksi modern. Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengaruh Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, robot semakin mampu melakukan tugas yang lebih kompleks, meningkatkan efisiensi dan kualitas produk, serta mengurangi risiko keselamatan bagi tenaga kerja manusia (Djuric, Urbanic, & Rickli, 2016). Di Indonesia, perkembangan ini mulai diterapkan dalam industri untuk mendorong daya saing dan pertumbuhan ekonomi yang berbasis teknologi.
Penggunaan robot dalam produksi memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan dalam hal efisiensi, keamanan, dan fleksibilitas. Namun, tantangan tetap ada, seperti investasi awal yang besar dan kebutuhan untuk keterampilan teknis yang lebih tinggi bagi pekerja. Di Indonesia, perkembangan robotik dalam produksi masih menghadapi kendala namun menunjukkan potensi signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing industri. Dengan terus mengembangkan dan mengadopsi teknologi robotik, industri di Indonesia dapat memperoleh manfaat lebih besar dan bersiap untuk menghadapi persaingan global.
Adapun peran dan fungsi robot dalam produksi yaitu:
1. Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas: Penggunaan robot dalam produksi bertujuan untuk mengoptimalkan waktu dan meningkatkan output secara signifikan. Robot dapat bekerja tanpa henti dalam proses produksi yang membutuhkan presisi tinggi, seperti perakitan, pengelasan, dan pengepakan (Rodrigues & Bártolo, 2015). Selain itu, robot mampu mengerjakan tugas secara konsisten dan mengurangi tingkat kesalahan, sehingga meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan (Monostori, 2003).
Di industri otomotif, misalnya, robot digunakan untuk proses yang
98 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
memerlukan ketelitian tinggi dan waktu yang singkat dalam perakitan kendaraan (Buer, Strandhagen, & Chan, 2018).
2. Pengurangan Biaya Operasional: Meskipun investasi awal untuk pemasangan sistem robotik dalam produksi relatif tinggi, biaya operasional jangka panjang dapat ditekan secara signifikan. Robot dapat bekerja 24/7 tanpa waktu istirahat dan tidak memerlukan gaji atau tunjangan, sehingga mengurangi biaya tenaga kerja dalam jangka panjang. Selain itu, robot yang terprogram dengan baik dapat mengurangi penggunaan bahan baku secara optimal, meminimalkan limbah, dan mempercepat waktu siklus produksi (Lasi et al., 2014). Hal ini menjadikan robot sebagai investasi strategis dalam meningkatkan efisiensi biaya operasional.
3. Peningkatan Keselamatan Kerja: Di lingkungan produksi yang berbahaya, seperti pengelasan atau pengangkutan bahan kimia, penggunaan robot mengurangi risiko kecelakaan kerja yang mungkin dialami oleh pekerja manusia. Cobots atau collaborative robots bahkan dapat bekerja berdampingan dengan manusia untuk tugas-tugas tertentu yang lebih aman, seperti pengemasan atau inspeksi (Djuric et al., 2016). Di Indonesia, penerapan robotik diharapkan dapat mengurangi risiko keselamatan dan kesehatan kerja, terutama di sektor industri berat (Suryadi, 2020).
4. Fleksibilitas dan Adaptabilitas dalam Produksi: Robot modern dirancang untuk memiliki fleksibilitas tinggi dalam menjalankan berbagai tugas. Robot yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan (AI) dapat mengidentifikasi, menyesuaikan, dan mempelajari berbagai skenario baru dalam produksi (Rodrigues & Bártolo, 2015). Dengan kemampuan adaptasi ini, robot dapat mempercepat waktu transisi dari satu produk ke produk lain dalam produksi
yang dinamis, membantu industri memenuhi kebutuhan pasar dengan lebih cepat (Monostori, 2003).
5. Fungsi Robot sebagai Penghubung Teknologi dalam Revolusi
Industri 4.0 dan 5.0: Dalam konteks Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, robot memainkan peran penting sebagai penghubung teknologi yang mengintegrasikan sistem Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan, dan data besar dalam proses produksi. Robot yang terhubung dengan jaringan memungkinkan perusahaan untuk melakukan pemantauan real-time, analisis data yang lebih baik, dan prediksi dalam proses produksi, sehingga meningkatkan responsivitas terhadap perubahan permintaan pasar (Buer et al., 2018). Di Indonesia, implementasi program Making Indonesia 4.0 telah mendorong adopsi teknologi canggih termasuk robotik dalam meningkatkan daya saing industri nasional (Setiawan & Prasetyo, 2019).
Penggunaan teknologi robotik dalam industri produksi telah menjadi salah satu pendorong utama transformasi di berbagai sektor, mulai dari manufaktur hingga pertanian. Dengan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas kompleks secara cepat dan akurat, robot industri menghadirkan manfaat besar dalam meningkatkan efisiensi, konsistensi, dan kualitas produksi (Johnson & Lee, 2019). Di era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, penerapan robotik telah menjadi hal yang semakin penting, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana industri tengah berusaha untuk meningkatkan daya saing global (Santoso & Prasetyo, 2019).
100 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
1. Meningkatkan Kualitas dan Konsistensi Produk: Salah satu keunggulan utama robot dalam produksi adalah kemampuannya untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan konsistensi yang tinggi. Robot dirancang untuk melakukan tugas yang berulang dengan tingkat presisi yang sangat tinggi, sehingga risiko kesalahan produksi dapat diminimalkan (Brown & Gupta, 2022).
Dalam industri elektronik, misalnya, robot digunakan dalam perakitan komponen yang memerlukan ketelitian tinggi untuk mencegah cacat produk yang mungkin terjadi jika dilakukan secara manual (Jones & Chang, 2021). Robot juga dilengkapi dengan sensor dan sistem pengawasan otomatis yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi cacat atau ketidaksesuaian pada produk secara langsung. Hal ini memungkinkan proses produksi menjadi lebih terkontrol dan hasil produksi yang lebih berkualitas, yang sangat penting untuk mempertahankan reputasi dan kepercayaan pelanggan (Mulyadi, 2021).
2. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi: Robotik memungkinkan proses produksi berjalan secara otomatis dan kontinu tanpa henti, sehingga meningkatkan produktivitas secara signifikan. Berbeda dengan tenaga kerja manusia, robot dapat bekerja selama 24 jam tanpa mengalami kelelahan, sehingga output produksi dapat ditingkatkan tanpa perlu waktu istirahat (Green, 2018). Misalnya, pada industri otomotif, robot dapat melakukan pengelasan dan perakitan dengan presisi tinggi, sehingga mempercepat proses manufaktur dan meningkatkan kualitas produk akhir (Smith & Brown, 2020). Selain itu, peningkatan efisiensi juga terlihat pada penghematan waktu dalam proses produksi. Robot mampu melakukan tugas dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan
manusia, sehingga mengurangi waktu produksi secara keseluruhan (Amin et al., 2020). Efisiensi ini memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar dengan lebih cepat, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan keuntungan
3. Pengurangan Risiko Kecelakaan Kerja: Penggunaan robot dalam lingkungan kerja yang berisiko tinggi dapat mengurangi potensi kecelakaan kerja. Misalnya, dalam penanganan material berbahaya atau pengelasan, robot dapat menggantikan manusia untuk menghindari paparan risiko. Robot yang dirancang untuk bekerja di lingkungan ekstrem memungkinkan proses produksi tetap berjalan tanpa membahayakan kesehatan pekerja (Amin et al., 2020). Dengan demikian, adopsi robotik dalam produksi dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman bagi para pekerja (Santoso & Prasetyo, 2019).
4. Adaptabilitas Terhadap Perubahan Permintaan: Robot modern memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan produksi yang berubah-ubah. Dengan teknologi pemrograman canggih, robot dapat disesuaikan untuk menangani berbagai jenis produk dalam satu lini produksi. Misalnya, dalam industri manufaktur, robot dapat diprogram ulang untuk memproduksi model produk baru tanpa memerlukan perubahan besar pada infrastruktur produksi (Johnson & Lee, 2019). Adaptabilitas ini memungkinkan perusahaan untuk merespon perubahan permintaan konsumen dengan lebih cepat, meningkatkan fleksibilitas operasional (Smith & Brown, 2020).
5. Mendorong Inovasi dan Pertumbuhan Industri: Penggunaan robotik dalam produksi tidak hanya memberikan keuntungan langsung berupa peningkatan efisiensi dan produktivitas, tetapi juga mendorong inovasi dalam berbagai aspek operasional.
102 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Misalnya, dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan analitik data, robot dapat mengidentifikasi pola atau tren dalam proses produksi yang dapat dijadikan dasar untuk inovasi lebih lanjut (Brown & Gupta, 2022). Di Indonesia, adopsi teknologi robotik ini juga mendukung pertumbuhan industri dan peningkatan daya saing di pasar global (Santoso & Prasetyo, 2019).
Dampak sosial dan ekonomi robotik dalam produksi sangat kompleks. Di satu sisi, penerapan teknologi ini menawarkan peningkatan produktivitas, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Namun, di sisi lain, ada tantangan terkait dengan pengurangan lapangan kerja dan kebutuhan untuk pelatihan ulang. Untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif dari robotik dalam produksi, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan dalam menyediakan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk transisi ini.
Robotik telah merevolusi industri produksi di seluruh dunia, dan dampaknya terhadap aspek sosial dan ekonomi sangat signifikan. Di era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, penerapan teknologi robotik tidak hanya meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi juga memengaruhi struktur sosial dan ekonomi masyarakat, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
1. Dampak Ekonomi Robotik dalam Produksi
a. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi: Salah satu dampak paling langsung dari penerapan robotik dalam produksi adalah peningkatan produktivitas. Robot dapat melakukan tugas-tugas tertentu dengan cepat dan akurat, yang mengarah pada
Bab 6 Robotik Dalam Produksi: Manfaat Dan Tantangan 103
peningkatan output dan pengurangan biaya produksi. Menurut Monostori (2003), robot dapat bekerja tanpa henti, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses produksi. Ini memberi perusahaan keunggulan kompetitif di pasar global.
b. Pengurangan Biaya Tenaga Kerja: Penggunaan robotik dalam produksi memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Meskipun investasi awal untuk teknologi robotik bisa tinggi, perusahaan dapat menghemat biaya operasional jangka panjang karena robot tidak memerlukan gaji, tunjangan, atau istirahat (Djuric, Urbanic, & Rickli, 2016). Di Indonesia, hal ini dapat membantu meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.
c. Transformasi Pasar Kerja: Meskipun robot meningkatkan efisiensi, ada kekhawatiran bahwa otomatisasi dapat mengurangi lapangan pekerjaan. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, terutama dalam sektor manufaktur, dapat digantikan oleh robot. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan angka pengangguran dan memerlukan perhatian pemerintah untuk menyediakan pelatihan ulang bagi tenaga kerja yang terpengaruh (Rodrigues & Bártolo, 2015). Dalam konteks Indonesia, transisi ini menjadi tantangan besar bagi pekerja yang mungkin tidak memiliki keterampilan untuk beradaptasi dengan teknologi baru.
2. Dampak Sosial Robotik dalam Produksi
a. Perubahan Dinamika Sosial: Penerapan teknologi robotik dalam produksi juga mengubah dinamika sosial di masyarakat. Pekerja yang dulu melakukan pekerjaan rutin mungkin merasa terancam oleh otomatisasi. Ini dapat menimbulkan
104 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
ketidakpuasan dan kecemasan di antara pekerja, yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial (Suryadi, 2020). Sebaliknya, bagi perusahaan, adopsi robotik dapat meningkatkan moral dan kepuasan kerja bagi karyawan yang terlibat dalam pekerjaan yang lebih bernilai tambah dan kreatif.
b. Kesejahteraan Pekerja: Penerapan robotik dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan mengalihkan mereka dari tugastugas berbahaya atau monoton. Robot dapat mengambil alih pekerjaan yang berisiko, seperti mengangkat barang berat atau bekerja di lingkungan berbahaya, sehingga mengurangi risiko cedera kerja (Lasi et al., 2014). Ini dapat mengarah pada peningkatan keselamatan kerja dan kesehatan mental pekerja.
c. Akses ke Teknologi dan Kesempatan Pendidikan: Robotik dalam produksi mendorong peningkatan akses terhadap teknologi dan pendidikan di masyarakat. Untuk memanfaatkan teknologi ini, pendidikan dan pelatihan di bidang robotik dan teknologi informasi harus ditingkatkan. Ini dapat menciptakan peluang baru bagi generasi muda untuk mengembangkan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri masa depan (Setiawan & Prasetyo, 2019). Di Indonesia, peningkatan pendidikan dan pelatihan di bidang ini penting untuk memastikan bahwa tenaga kerja siap menghadapi tantangan teknologi.
Penerapan teknologi robotik dalam industri di Indonesia telah memberikan kontribusi besar terhadap efisiensi, kualitas, dan daya saing. Studi kasus dari sektor otomotif, elektronik, dan makanan menunjukkan bahwa robotik mampu meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko. Namun, tantangan terkait dengan tenaga kerja terampil perlu di atasi untuk memastikan keberhasilan implementasi teknologi ini. Ke depan, adopsi teknologi robotik di Indonesia diharapkan akan terus meningkat seiring dengan perkembangan industri dan kebutuhan pasar yang semakin kompleks.
Berikut ini beberapa studi kasus penerapan robotik di berbagai sektor industri di Indonesia, termasuk manufaktur otomotif, elektronik, dan makanan dan minuman.
1. Robotik dalam Manufaktur Otomotif: Sektor otomotif merupakan salah satu industri yang paling cepat mengadopsi teknologi robotik. Banyak produsen otomotif di Indonesia telah menerapkan robot untuk meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk. Sebagai contoh, PT. Astra International Tbk, yang merupakan salah satu pemain utama di industri otomotif, menggunakan robot dalam proses perakitan mobil. Robot ini digunakan untuk tugastugas seperti pengelasan, pengecatan, dan perakitan komponen (Johnson & Lee, 2019). Dengan penggunaan robot, PT. Astra International mampu meningkatkan kecepatan produksi dan mengurangi kesalahan yang sering terjadi dalam proses manual. Hasilnya, perusahaan dapat memenuhi permintaan pasar yang meningkat tanpa mengorbankan kualitas (Amin et al., 2020).
Selain itu, penerapan robot juga mengurangi risiko kecelakaan
106 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
kerja bagi pekerja yang sebelumnya terlibat dalam tugas berbahaya.
2. Robotik dalam Industri Elektronik: Industri elektronik di Indonesia juga semakin bergantung pada teknologi robotik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. PT. Panasonic Gobel Indonesia, salah satu produsen elektronik terkemuka, telah menerapkan robot dalam proses perakitan perangkat elektronik. Robot digunakan untuk menempatkan komponen dengan akurasi tinggi, sehingga mengurangi kemungkinan cacat produk (Smith & Brown, 2020). Penggunaan robot di PT. Panasonic Gobel tidak hanya meningkatkan kualitas tetapi juga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk proses perakitan. Dengan sistem otomasi yang terintegrasi, perusahaan dapat merespons permintaan pasar dengan lebih cepat dan efisien (Brown & Gupta, 2022). Selain itu, pengurangan ketergantungan pada tenaga kerja manual membantu perusahaan mengatasi tantangan terkait dengan kekurangan tenaga kerja terampil di sektor ini.
3. Robotik dalam Industri Makanan dan Minuman: Industri makanan dan minuman juga telah memanfaatkan teknologi robotik untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan. Salah satu contohnya adalah penggunaan robot dalam lini produksi di PT. Mayora Indah Tbk, yang memproduksi berbagai makanan dan minuman. Robot digunakan untuk tugas-tugas seperti pengepakan dan pengiriman produk, yang sebelumnya dilakukan secara manual (Santoso & Prasetyo, 2019). Dengan otomatisasi ini, PT. Mayora Indah dapat mempercepat proses produksi dan mengurangi risiko kontaminasi yang mungkin terjadi selama proses pengepakan manual. Selain itu, penggunaan robot dalam industri makanan juga membantu
Bab 6 Robotik Dalam Produksi: Manfaat Dan Tantangan 107
perusahaan untuk memenuhi standar kebersihan yang ketat, yang sangat penting dalam menjaga kualitas produk (Mulyadi, 2021).
4. Tantangan dan Prospek Masa Depan: Meskipun penerapan robotik dalam industri di Indonesia memberikan banyak manfaat, masih ada tantangan yang perlu di atasi. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya tenaga kerja terampil yang dapat mengoperasikan dan memelihara teknologi robotik. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan keterampilan menjadi penting untuk memastikan keberhasilan penerapan robotik di industri (Amin et al., 2020). Prospek masa depan penggunaan robotik di Indonesia sangat menjanjikan. Dengan meningkatnya kebutuhan akan efisiensi dan kualitas dalam produksi, semakin banyak perusahaan yang akan berinvestasi dalam teknologi robotik. Adopsi kecerdasan buatan (AI) dan analitik data dalam sistem robotik juga diharapkan dapat membawa inovasi lebih lanjut dalam proses produksi (Johnson & Lee, 2019).
7.1.1 Cloud Computing
Cloud Computing adalah model penyampaian layanan teknologi informasi yang memungkinkan pengguna untuk mengakses sumber daya komputasi, seperti server, penyimpanan, aplikasi, dan layanan, melalui internet. Dengan cloud computing, pengguna dapat memanfaatkan infrastruktur TI tanpa perlu memiliki atau mengelola perangkat keras secara fisik. Model ini memberikan fleksibilitas dan kenyamanan, memungkinkan individu dan organisasi untuk menggunakan sumber daya sesuai kebutuhan mereka, kapan saja dan di mana saja, dengan hanya memerlukan koneksi internet (Qian et al., n.d.).
110 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Salah satu karakteristik utama cloud computing adalah skala elastisitas. Pengguna dapat dengan mudah menambah atau mengurangi kapasitas sumber daya sesuai dengan permintaan, menjadikannya solusi yang ideal untuk bisnis yang memiliki fluktuasi kebutuhan. Selain itu, cloud computing menawarkan model pembayaran yang berbasis penggunaan, di mana pengguna hanya membayar untuk sumber daya yang mereka gunakan, sehingga mengurangi biaya investasi awal dan operasional.
Cloud computing terdiri dari beberapa model layanan, termasuk Infrastructure as a Service (IaaS), Platform as a Service (PaaS), dan Software as a Service (SaaS) (Muttaqin et al. , 2023). IaaS menyediakan infrastruktur dasar seperti server dan penyimpanan; PaaS menawarkan platform untuk pengembangan aplikasi; dan SaaS menyajikan aplikasi perangkat lunak yang dapat diakses melalui internet. Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, seperti efisiensi biaya, akses global, dan pembaruan otomatis, cloud computing telah menjadi fondasi penting dalam transformasi digital di berbagai sektor industri (Giap etal. , 2020).
7.1.2
Big Data adalah istilah yang merujuk pada kumpulan data yang sangat besar, kompleks, dan beragam yang tidak dapat dikelola atau dianalisis dengan menggunakan metode tradisional. Data ini berasal dari berbagai sumber, seperti media sosial, transaksi bisnis, sensor IoT, dan perangkat mobile. Karakteristik utama big data sering diidentifikasi melalui "5V": Volume (jumlah data yang besar), Velocity (kecepatan data yang terus berubah), Variety (beragam jenis dan format data), Veracity (kualitas dan keakuratan data), dan Value (nilai yang dapat diekstraksi dari data).(Fan et al., 2014)
Pengolahan dan analisis big data memerlukan alat dan teknologi khusus, seperti sistem manajemen basis data yang dirancang untuk menangani volume dan kompleksitas data yang tinggi. Teknologi seperti Hadoop, Spark, dan penyimpanan berbasis cloud sering digunakan untuk menyimpan dan mengelola big data. Dengan kemampuan analisis yang
tepat, organisasi dapat menemukan pola, tren, dan wawasan yang berharga dari data yang dikumpulkan, yang dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.
Dalam konteks bisnis, big data memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi operasional, memahami perilaku pelanggan, dan merespons perubahan pasar dengan cepat. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan analisis big data untuk menyesuaikan strategi pemasaran, memprediksi permintaan produk, atau meningkatkan layanan pelanggan. Dengan meningkatnya penggunaan big data di berbagai sektor, seperti kesehatan, keuangan, dan ritel, penting bagi organisasi untuk mengembangkan kemampuan analisis data guna tetap kompetitif di pasar yang semakin kompleks.
7.2.1 Transformasi Digital
Transformasi Digital dalam Industri 5.0 adalah proses yang mengintegrasikan teknologi digital ke dalam semua aspek operasional industri, dengan fokus pada kolaborasi antara manusia dan mesin. Berbeda dengan Industri 4.0, yang menekankan otomatisasi dan efisiensi melalui teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI), Industri 5.0 lebih berorientasi pada penciptaan nilai tambah melalui interaksi yang lebih manusiawi. Transformasi digital dalam konteks ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang responsif, fleksibel, dan berkelanjutan.(Tulungen et al., 2022)
Salah satu aspek kunci dari transformasi digital di Industri 5.0 adalah penggunaan teknologi canggih untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan karyawan. Misalnya, pengembangan aplikasi berbasis AI dan analitik data memungkinkan perusahaan untuk memahami preferensi pelanggan dengan lebih baik, sehingga dapat menawarkan produk dan
112 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
layanan yang lebih personal. Selain itu, penggunaan robot kolaboratif (cobots) dalam proses produksi membantu meningkatkan produktivitas sambil tetap mempertahankan elemen kreativitas dan inovasi dari tenaga kerja manusia.
Transformasi digital juga mendukung keberlanjutan dan tanggung jawab sosial dalam industri. Dengan memanfaatkan big data dan analitik, perusahaan dapat mengidentifikasi area untuk efisiensi energi dan pengurangan limbah. Teknologi digital memungkinkan perusahaan untuk beroperasi lebih transparan dan bertanggung jawab, yang semakin penting dalam konteks konsumen yang lebih sadar lingkungan. Secara keseluruhan, transformasi digital dalam Industri 5.0 menciptakan sinergi antara teknologi dan manusia, mendorong inovasi, keberlanjutan, dan daya saing di pasar global.
7.2.2 Peningkatan Keterhubungan
Peningkatan Keterhubungan dalam Industri 5.0 merujuk pada penguatan interaksi dan kolaborasi antara berbagai entitas baik manusia, mesin, maupun sistem dalam ekosistem industri. Ini adalah salah satu pilar utama dari Industri 5.0, yang berfokus pada menciptakan sinergi antara teknologi canggih dan kemampuan manusia untuk menghasilkan nilai yang lebih besar. Peningkatan keterhubungan memungkinkan perusahaan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.
Salah satu cara keterhubungan ditingkatkan adalah melalui penggunaan teknologi Internet of Things (IoT), yang memungkinkan perangkat dan sistem untuk saling berkomunikasi secara real-time. Dalam konteks industri, sensor dan perangkat yang terhubung dapat mengumpulkan data dari proses produksi, pemeliharaan, dan rantai pasokan. Data ini kemudian dianalisis untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang kinerja sistem, memungkinkan perusahaan untuk melakukan penyesuaian yang cepat dan berbasis data. Dengan demikian, keterhubungan ini
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan permintaan dan kondisi pasar.
Selain itu, peningkatan keterhubungan juga melibatkan kolaborasi yang lebih baik antara manusia dan mesin. Dalam Industri 5.0, robot kolaboratif (cobots) bekerja berdampingan dengan tenaga kerja manusia, memanfaatkan kekuatan masing-masing untuk mencapai hasil yang optimal. Dengan teknologi yang memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif, di mana manusia dapat fokus pada tugas yang membutuhkan kreativitas dan pemecahan masalah, sementara mesin menangani tugas-tugas yang lebih repetitif dan berat. Secara keseluruhan, peningkatan keterhubungan dalam Industri 5.0 membuka peluang baru untuk inovasi dan efisiensi yang lebih tinggi, menjadikannya lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
Model Layanan Cloud adalah cara penyampaian layanan teknologi informasi yang memungkinkan pengguna untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya komputasi melalui internet. Ada tiga model utama layanan cloud, masing-masing dengan tujuan dan fitur yang berbeda: Infrastructure as a Service (IaaS), Platform as a Service (PaaS), dan Software as a Service (SaaS). (Setiawan et al., 2022)
114 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Berikut adalah penjelasan lebih mendalam mengenai masing-masing model:
1. Infrastructure as a Service (IaaS)
IaaS adalah model layanan cloud yang memberikan infrastruktur
TI dasar, seperti server, penyimpanan, dan jaringan, sebagai layanan. Pengguna dapat menyewa sumber daya ini sesuai kebutuhan tanpa harus membeli dan mengelola perangkat keras fisik. IaaS memungkinkan fleksibilitas yang tinggi, karena pengguna dapat dengan mudah menambah atau mengurangi kapasitas sumber daya. Contoh penyedia IaaS termasuk Amazon Web Services (AWS) dengan layanan seperti Amazon EC2, Google Cloud Platform, dan Microsoft Azure.
2. Platform as a Service (PaaS)
PaaS menyediakan platform untuk pengembangan, pengujian, dan penerapan aplikasi tanpa perlu mengelola infrastruktur yang mendasarinya. Model ini menawarkan lingkungan pengembangan lengkap, termasuk alat pengembangan, middleware, dan basis data. PaaS sangat berguna bagi pengembang yang ingin fokus pada pengembangan aplikasi dan inovasi tanpa harus khawatir tentang manajemen server atau infrastruktur. Contoh penyedia PaaS termasuk Google App Engine, Heroku, dan Microsoft Azure App Services.
3. Software as a Service (SaaS)
SaaS adalah model layanan cloud yang menyediakan aplikasi perangkat lunak yang diakses melalui internet. Pengguna tidak perlu menginstal atau mengelola perangkat lunak secara lokal; mereka cukup menggunakan aplikasi melalui browser web. SaaS menawarkan kemudahan akses dan pembaruan otomatis, serta sering kali menggunakan model pembayaran berbasis langganan.
Contoh layanan SaaS yang populer termasuk Google Workspace, Microsoft 365, dan Salesforce.
Secara keseluruhan, model layanan cloud memberikan fleksibilitas, efisiensi biaya, dan kemudahan akses yang membuat organisasi dapat beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan bisnis yang terus berubah.
7.3.2 Keuntungan Penggunaan Cloud
Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan cloud computing:
1. Efisiensi Biaya
Penggunaan cloud computing mengurangi kebutuhan untuk investasi besar dalam infrastruktur TI fisik. Organisasi dapat menghindari biaya pembelian perangkat keras dan pemeliharaan, serta membayar hanya untuk sumber daya yang mereka gunakan. Model pembayaran berbasis langganan atau pay-as-you-go memungkinkan pengeluaran yang lebih terukur dan sesuai dengan kebutuhan bisnis.
2. Skalabilitas dan Fleksibilitas
Cloud computing memungkinkan organisasi untuk dengan mudah menambah atau mengurangi kapasitas sumber daya sesuai dengan permintaan. Ini sangat berguna untuk bisnis yang mengalami fluktuasi dalam permintaan, seperti saat musim puncak atau saat meluncurkan produk baru. Pengguna dapat menyesuaikan sumber daya tanpa perlu mengkhawatirkan batasan fisik.
3. Akses Global dan Mobilitas
Layanan cloud dapat diakses dari mana saja dengan koneksi internet, memungkinkan karyawan untuk bekerja dari lokasi yang berbeda. Ini meningkatkan mobilitas dan kolaborasi antar tim, serta memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menerapkan kebijakan kerja jarak jauh.
116 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
4. Keamanan dan Pemulihan Data
Penyedia layanan cloud sering kali menawarkan fitur keamanan yang canggih, seperti enkripsi data, firewall, dan kontrol akses yang ketat. Selain itu, banyak penyedia juga menyediakan solusi pemulihan bencana, sehingga organisasi dapat dengan cepat memulihkan data dan sistem mereka dalam kasus kehilangan data atau gangguan.
5. Pembaruan Otomatis
Dengan cloud computing, penyedia layanan biasanya melakukan pembaruan perangkat lunak dan patch keamanan secara otomatis tanpa mengganggu pengguna. Ini memastikan bahwa organisasi selalu menggunakan versi terbaru dari perangkat lunak, yang membantu meningkatkan keamanan dan kinerja.
6. Inovasi yang Dipercepat
Cloud computing menyediakan akses ke teknologi dan layanan terbaru, termasuk alat analitik, machine learning, dan big data, yang dapat mempercepat inovasi. Organisasi dapat bereksperimen dan mengembangkan solusi baru tanpa harus menginvestasikan banyak waktu dan sumber daya dalam pengaturan infrastruktur.
7. Kolaborasi yang Lebih Baik
Cloud computing mendukung kolaborasi yang lebih baik antara tim dan individu. Dengan akses ke dokumen dan aplikasi secara real-time, tim dapat bekerja bersama secara lebih efisien, terlepas dari lokasi fisik mereka.
Dengan banyaknya keuntungan ini, cloud computing menjadi solusi yang menarik bagi organisasi dari berbagai ukuran dan sektor, membantu mereka beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan meningkatkan daya saing.(Rahardian & Putera, 2023)
7.4.1 Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data adalah langkah awal yang krusial dalam proses analisis data, di mana informasi dikumpulkan dari berbagai sumber untuk digunakan dalam penelitian,pengambilan keputusan, atau pengembanga strategi. Dalam konteks big data, teknik pengumpulan data mencakup:
1. Sumber Data Beragam: Data dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk:
2. Sensor IoT: Mengumpulkan data real-time dari perangkat yang terhubung.
3. Media Sosial: Mengambil data interaksi, komentar, dan tren dari platform sosial.
4. Transaksi Bisnis: Rekaman semua transaksi e-commerce, pembelian, dan interaksi pelanggan.
5. Website: Menggunakan teknik web scraping untuk mengambil data dari halaman web.
Metode Pengumpulan:
1. Survei dan Kuesioner: Mengumpulkan data langsung dari responden.
2. API: Mengakses data dari layanan lain secara terstruktur.
3. Data Historis: Menggunakan data yang sudah ada dari sistem manajemen informasi.
4. Volume dan Kecepatan: Salah satu karakteristik utama big data adalah volume besar dan kecepatan pengumpulan data. Ini memerlukan infrastruktur yang mampu menangani dan menyimpan data dalam jumlah besar.
118 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis untuk mengekstrak wawasan yang bermanfaat. Proses analisis data melibatkan beberapa teknik dan alat, termasuk:
Data Cleaning dan Preparation:
Membersihkan data dari kesalahan, duplikasi, dan nilai yang hilang. Proses ini penting untuk memastikan kualitas data yang digunakan dalam analisis.
Teknik Analisis:
Statistik Deskriptif: Menggambarkan data dengan menggunakan ukuran pusat (mean, median) dan ukuran penyebaran (varians, deviasi standar).
Data Mining: Mencari pola dan hubungan dalam data menggunakan algoritma.
Machine Learning: Menggunakan algoritma yang dapat belajar dari data dan membuat prediksi atau klasifikasi berdasarkan data historis.
Visualisasi Data:
Menyajikan data dalam bentuk grafik, diagram, atau dashboard untuk memudahkan pemahaman. Visualisasi membantu dalam mengkomunikasikan temuan secara jelas kepada pemangku kepentingan.
Pengambilan keputusan berbasis data pada big data melibatkan proses sistematis yang memanfaatkan informasi dari volume besar, beragam, dan cepat berubah untuk mendukung dan mengarahkan keputusan strategis.
Berikut adalah langkah-langkah dan elemen kunci dalam pengambilan keputusan berbasis data dalam konteks big data:
1. Pengumpulan Data
Sumber Data: Mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti transaksi bisnis, media sosial, sensor IoT, perangkat mobile, dan
sistem ERP. Data ini bisa berupa data terstruktur (seperti basis data) dan tidak terstruktur (seperti teks atau video).
Teknik Pengumpulan: Menggunakan metode seperti API, web scraping, dan survei untuk mengumpulkan data secara sistematis.
2. Penyimpanan dan Manajemen Data
Infrastruktur Penyimpanan: Menggunakan platform penyimpanan yang mampu menangani big data, seperti Hadoop, NoSQL databases, atau penyimpanan cloud. Infrastruktur ini memungkinkan pengelolaan data dalam jumlah besar dengan efisien.
Manajemen Data: Memastikan data terorganisir, aman, dan mudah diakses untuk analisis lebih lanjut.
3. Analisis Data
Teknik Analitik: Menggunakan alat dan teknik analisis, seperti machine learning, data mining, dan analisis statistik. Teknik ini membantu dalam menemukan pola, tren, dan wawasan yang relevan dari data.
Analisis Real-Time: Memanfaatkan teknologi streaming untuk menganalisis data secara real-time, memungkinkan respons cepat terhadap perubahan.
4. Visualisasi Data
Dashboard dan Grafik: Menyajikan hasil analisis dalam bentuk visual, seperti grafik, diagram, atau dashboard interaktif. Visualisasi ini membantu pemangku kepentingan memahami data dengan lebih mudah dan cepat.
Interpretasi Wawasan: Menerjemahkan hasil analisis ke dalam wawasan yang dapat dipahami dan diinterpretasikan oleh pengambil keputusan.
120 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
5. Pengambilan Keputusan
Keputusan Berbasis Wawasan: Menggunakan wawasan yang diperoleh dari analisis untuk membuat keputusan strategis. Ini mencakup keputusan dalam pemasaran, pengembangan produk, pengelolaan rantai pasokan, dan lain-lain.
Evaluasi Keputusan: Mengukur hasil dari keputusan yang diambil dan melakukan evaluasi untuk memahami dampaknya. Ini membantu dalam pembelajaran berkelanjutan dan penyesuaian strategi di masa depan.
6. Umpan Balik dan Iterasi
Proses Berkelanjutan: Mengumpulkan umpan balik dari implementasi keputusan dan menggunakan data baru untuk memperbaiki dan mengoptimalkan proses pengambilan keputusan. Adaptasi terhadap Perubahan: Menggunakan analisis data untuk terus menerus menyesuaikan strategi dengan perubahan di pasar atau perilaku pelanggan.
Infrastruktur dan Arsitektur
Infrastruktur big data mencakup semua komponen teknis yang diperlukan untuk menyimpan, memproses, dan menganalisis data besar. (Fauziah, 2014)
Beberapa elemen kunci dari infrastruktur ini meliputi:
1. Penyimpanan Data: Distributed File Systems: Seperti Hadoop Distributed File System (HDFS), yang menyimpan data di banyak server untuk memastikan redundansi dan kecepatan akses.
2. Object Storage: Platform cloud seperti Amazon S3 atau Google Cloud Storage yang memungkinkan penyimpanan data dalam jumlah besar dengan akses yang mudah.
3. Komputasi: Cluster Computing: Menggunakan sekumpulan komputer untuk memproses data secara bersamaan, meningkatkan kecepatan pemrosesan.
4. Cloud Computing: Memanfaatkan layanan cloud untuk mendapatkan sumber daya komputasi yang elastis dan skalabel, seperti Amazon EC2, Google Compute Engine, atau Azure Virtual Machines.
5. Jaringan: Infrastruktur jaringan yang kuat dan cepat diperlukan untuk memastikan komunikasi yang efisien antara berbagai komponen sistem, terutama saat memindahkan data besar.
6. Keamanan: Sistem keamanan untuk melindungi data dari akses yang tidak sah, termasuk enkripsi, kontrol akses, dan pemantauan.
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) adalah bidang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan sistem dan program yang dapat meniru atau mensimulasikan kecerdasan manusia. AI dapat melakukan berbagai tugas seperti memahami bahasa alami, mengenali pola, belajar dari data, dan membuat keputusan. Ada berbagai jenis AI, mulai dari yang sederhana, seperti asisten virtual, hingga yang lebih kompleks, seperti sistem yang mampu melakukan analisis data besar atau menjalankan robotika. AI digunakan dalam banyak aplikasi, termasuk layanan pelanggan, dunia usaha, kesehatan, transportasi, dan banyak lagi.
124 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Russell & Norvig, (2016) menjelaskan bahwa perkembangan awal kecerdasan buatan terjadi pada periode 1943-1955, ketika upaya dilakukan untuk menciptakan mesin yang mampu meniru kemampuan manusia. Salah satu pencapaian penting selama periode ini adalah pengembangan model jaringan saraf tiruan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943, serta ide proposal Dartmouth Summer Research Project on Artificial Intelligence yang diajukan oleh McCarthy, Minsky, Rochester, dan Shannon pada tahun 1955. (McCarthy, n.d.) mendefinisikan kecerdasan buatan sebagai bidang studi yang berkaitan dengan menciptakan kemampuan pada komputer untuk melakukan tugas-tugas yang pada awalnya hanya dapat dilakukan oleh manusia. Tujuan utama dari kecerdasan buatan adalah mereplikasi pemikiran dan perilaku manusia dalam bentuk algoritma dan perangkat lunak komputer.
Sejarah penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia usaha telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak awal penemuannya. Sejarah ini dimulai dari:
1. 1950-an hingga 1960-an: Konsep dasar AI mulai muncul, dan penelitian awal difokuskan pada program-program yang dapat bermain catur atau memecahkan masalah matematis. Pada masa ini, AI belum banyak diterapkan dalam dunia usaha.
2. 1970-an hingga 1980-an: Munculnya sistem pakar, yang dirancang untuk meniru pengambilan keputusan manusia dalam bidang tertentu, seperti diagnosa medis dan perencanaan bisnis. Sistem ini mulai digunakan dalam industri untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi.
3. 1990-an: Penerapan AI mulai meluas dengan kemajuan dalam pemrosesan data dan algoritma. Teknologi seperti analisis data dan pembelajaran mesin (machine learning) mulai diadopsi oleh perusahaan untuk analisis pasar dan pengelolaan rantai pasokan.
4. 2000-an: Dengan kemajuan dalam komputasi dan ketersediaan data besar (big data), AI mulai digunakan dalam pemasaran,
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 125
layanan pelanggan, dan manajemen risiko. Chatbot dan sistem rekomendasi mulai menjadi populer.
5. 2010-an: Penerapan AI semakin meluas dengan kemunculan teknologi seperti deep learning dan neural networks. Perusahaan mulai menggunakan AI untuk analisis prediktif, otomatisasi proses, dan pengembangan produk. Contohnya termasuk penggunaan AI dalam analisis perilaku konsumen dan personalisasi layanan.
6. 2020-an: AI terus berkembang dan semakin diintegrasikan ke dalam strategi bisnis. Teknologi seperti otomatisasi robotik proses (RPA), analitik preskriptif, dan penggunaan AI dalam pengambilan keputusan strategis menjadi semakin umum. Perusahaan dari berbagai sektor, termasuk keuangan, kesehatan, dan manufaktur, memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengalaman pelanggan.
Saat ini, AI bukan hanya alat tambahan, tetapi telah menjadi bagian integral dari banyak strategi bisnis, mendorong inovasi dan transformasi di berbagai industri.
Peran AI dalam dunia usaha saat ini sangat signifikan dan mencakup berbagai aspek. Bisa dikatakan tanpa menerapkan teknologi AI akn ketinggalan dalam berkompetitif. Bahkan saat ini salah satu kunci kesuksesan dengan penerapan teknologi AI.
126 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Adapun beberapa peran utama AI dalam bisnis saat ini:
1. Pengambilan Keputusan: AI menganalisis data besar untuk memberikan wawasan yang mendalam, membantu manajer dalam pengambilan keputusan yang lebih cepat dan berbasis data.
2. Automasi Proses: AI mengautomasi tugas-tugas rutin dan berulang, seperti pengolahan data, penjadwalan, dan manajemen inventaris, yang meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional.
3. Personalisasi Pengalaman Pelanggan: AI membantu perusahaan memahami preferensi dan perilaku pelanggan, memungkinkan mereka untuk menawarkan pengalaman yang dipersonalisasi dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
4. Pemasaran dan Penjualan: Dengan analisis data, AI dapat meramalkan tren pasar dan membantu dalam strategi pemasaran yang lebih tepat sasaran, serta meningkatkan efektivitas kampanye iklan.
5. Manajemen Rantai Pasokan: AI membantu memprediksi permintaan, mengoptimalkan inventaris, dan meningkatkan efisiensi dalam rantai pasokan.
6. Keamanan dan Risiko: AI dapat mendeteksi ancaman keamanan dan risiko yang mungkin dihadapi perusahaan, serta merespons dengan cepat untuk melindungi data dan aset.
7. Inovasi Produk: Dengan menganalisis umpan balik pelanggan dan tren pasar, AI membantu perusahaan dalam pengembangan produk baru dan peningkatan produk yang ada.
8. Sumber Daya Manusia: AI digunakan dalam proses rekrutmen, penilaian kinerja, dan pelatihan karyawan, membantu dalam mengidentifikasi talenta yang tepat dan meningkatkan pengembangan karyawan.
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 127
Dengan terus berkembangnya teknologi AI, peran ini semakin penting dalam menciptakan keunggulan kompetitif dan mendukung pertumbuhan bisnis.
Selanjutnya Penerapan AI pada dunia usaha sebagai contoh pada bidangbidang sebagai berikut:
1. Analisis Data: AI digunakan untuk menganalisis data besar (big data) guna mengidentifikasi pola, tren, dan perilaku konsumen. Ini membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.
2. Chatbot dan Layanan Pelanggan: Banyak perusahaan menggunakan chatbot untuk memberikan dukungan pelanggan 24/7. Chatbot dapat menjawab pertanyaan umum, menangani keluhan, dan memberikan informasi produk.
3. Personalisasi Pemasaran: AI membantu dalam menciptakan pengalaman yang dipersonalisasi bagi pelanggan. Dengan analisis data, perusahaan dapat merekomendasikan produk yang relevan berdasarkan preferensi pengguna.
4. Automasi Proses Bisnis: AI digunakan untuk mengautomasi tugastugas rutin, seperti pengolahan dokumen, manajemen inventaris, dan penjadwalan, yang meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.
5. Pengoptimalan Rantai Pasokan: AI dapat menganalisis data rantai pasokan untuk memprediksi permintaan, mengoptimalkan inventaris, dan mengurangi biaya pengiriman.
6. Prediksi Penjualan: Dengan algoritma pembelajaran mesin, perusahaan dapat memprediksi tren penjualan dan permintaan produk di masa depan, yang membantu dalam perencanaan produksi dan strategi pemasaran.
128 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
7. Rekrutmen dan Manajemen Sumber Daya Manusia: AI digunakan dalam proses rekrutmen untuk menyaring resume dan menilai kandidat berdasarkan kriteria tertentu, serta dalam manajemen kinerja karyawan.
8. Keamanan Siber: AI membantu dalam mendeteksi ancaman keamanan dengan menganalisis pola lalu lintas data dan mengidentifikasi perilaku mencurigakan.
Penggunaan AI di dunia usaha terus berkembang dan membuka peluang baru untuk inovasi dan efisiensi.
Contoh aplikasi bisnis yang menerapkan teknologi AI:
1. Salesforce: Platform CRM ini menggunakan AI (dikenal sebagai Einstein) untuk menganalisis data pelanggan, memberikan rekomendasi, dan mengotomatiskan proses penjualan.
2. Shopify: Memanfaatkan AI untuk personalisasi pengalaman belanja online, termasuk rekomendasi produk berdasarkan perilaku pelanggan dan analisis tren penjualan.
3. Zendesk: Menggunakan AI untuk chatbot yang membantu menangani pertanyaan pelanggan secara otomatis dan memberikan dukungan 24/7.
4. Netflix: Menggunakan algoritma AI untuk merekomendasikan film dan acara berdasarkan preferensi dan riwayat tontonan pengguna.
5. Amazon: Mengimplementasikan AI dalam sistem rekomendasi produk, otomatisasi gudang dengan robot, dan analisis data untuk memprediksi permintaan produk.
6. HubSpot: Memanfaatkan AI untuk analisis data pemasaran, membantu perusahaan mengoptimalkan strategi pemasaran dan meningkatkan konversi.
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 129
7. Grammarly: Aplikasi ini menggunakan AI untuk memeriksa tata bahasa dan gaya penulisan, memberikan saran perbaikan yang meningkatkan kualitas tulisan.
8. Tesla: Menggunakan AI dalam sistem autopilot dan fitur pengemudian otomatis untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan berkendara.
9. Hootsuite: Platform manajemen media sosial ini menggunakan AI untuk menganalisis kinerja konten dan memberikan rekomendasi waktu terbaik untuk posting.
10. Xero: Perangkat lunak akuntansi ini menerapkan AI untuk mengotomatisasi pencatatan transaksi dan memberikan wawasan keuangan yang relevan.
Bisnis
Teori Peluang merupakan cabang Matematika yang berdasarkan konsep kombinatorik digunakan untuk ilmu statistika, menitikberatkan perhatian pada analisis gejala-gejala random. Objek-objek utama teori peluang adalah variabel-variabel random, proses-proses stokastik, dan kejadian-kejadian (abstraksi matematika dari kejadian non deterministik). Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah ‘acak’ atau ‘random’. Kita sering merasa kita sudah paham dengan maksud ‘acak’ tersebut. Akan tetapi ide tentang keacakan itu sendiri merupakan salah satu hal yang terabaikan. Bagaimana kita dapat membentuk pola-pola acak? Bagaimana kita dapat mengenal pola-pola acak dan pola-pola kebiasaan pada saat kita dikonfrontasikan dengan pola-pola tersebut (Anggoro, 2015).
130 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Salah satu materi pada mata kuliah pada program studi pendidikan matematika adalah teori peluang. Di mana peluang itu sendiri dapat disederhanakan merupakan harapan terjadinya suatu kejadian yang akan atau telah terjadi. Peluang memiliki keterkaitan antara konsep kesempatan maupun kemungkinan dengan kejadian-kejadian. Penerapan AI sangat dibutuhkan pada mitra Pokdakan Ingin Maju yang selama ini telah kami bina dalam pemanfaatan e-commerce untuk meningkatkan penjualan ikan dan produk olahannya (Wibowo Atmaja et al., 2022) yang kini memiliki masalah pada manajemen keuangan dan analisis pergerakan usaha guna dapat memberikan rekomendasi langkah strategis untuk pengembangan usaha yang telah dijalankan, mitra membutuhkan suatu aplikasi yang dapat memberikan informasi tentang keuangan, grafik yang bisa memberikan informasi pengambilan keputusan secara cepat terhadap langkah strategis usaha yang kini membutuhkan statistik dalam data mining untuk menyelesaikan permasalahan mitra. Dengan menggunakan pendekatan teknik asosiasi data mining memudahkan mitra dalam memahami konsep pencatatan akuntansi supaya posisi keuangan UMKM dapat terlihat dengan baik.
Data yang telah ditransformasikan sebelumnya diperoleh dari mitra kemudian akan digali dengan menerapkan teknik data mining association menggunakan metode RS. Proses pencarian association rule menggunakan metode RS dalam sistem ini memiliki beberapa tahapan yaitu menghitung total pendapatan, menghitung persentase perubahan terbaru, menghitung rata-rata persentase perubahan, dan terakhir menghitung prediksi. Selanjutnya tujuan kegiatan ini adalah:
1. Mengedukasi mitra tentang ilmu statistika dalam membaca peluang dan memperkiraan kondisi di masa yang akan datang.
2. Mengedukasi mitra menggunakan aplikasi ini.
3. Mengedukasi mitra dalam mengambil manfaat dari aplikasi ini, dll
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 131
Sistem manajeman keuangan dengan penerapan Data Mining membutuhkan data keuangan mulai dari data pemasukan yang terdiri dari data penjualan benih ikan, ikan dewasa, ikan hias, hingga produk olahan makanan dari ikan. Selanjutnya adalah data pengeluaran yang terdiri dari
Tahapan kerja sistem/aplikasi ini adalah:
1. Proses input data. Proses ini menginput data pemasukan dari penjualan produk, bantuan usaha, serta pemasukan dari sumber yang lain. Kedua ada inputan pengeluaran terhadap pembelian pakan, dan kebutuhan lainnya.
2. Proses kalkulasi pemasukan. Pada proses ini menghasilkan Laporan (pembukuan pemasukan), grafik pemasukan, transaksi perbulan dan Rekomendasi. Pada bagian Rekomendasi terdapat metode RS
132 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
yang bekerja membaca Riwayat data pemasukan untuk menghasilkan rekomendasi. Salah satu hasil rekomendasi pada tanggal 1 november 2023 adalah “Berdasarkan data pendapatan dari bulan Juni sampai bulan Oktober, pendapatan pada bulan selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan sebanyak 8%, maka jumlah produksi direkomendasikan untuk ditingkatkan sebanyak nilai kenaikan tersebut”
3. Proses kalkulasi pengeluaran. Proses ini menghasilkan laporan (pembukuan pengeluaran), dan grafik pengeluaran.
Aplikasi manajemen keuangan yang telah dibangun terbukti dapat memudahkan dan menggantikan sistem pembukuan manual yang selama ini diterapkan oleh mitra. Kekurangan dari sistem manual yang diterapkan oleh mitra selama ini adalah lambatnya kalkulasi, seringnya salah kalkulasi, hingga tidak bisa memilah laporan mingguan, bulanan, hingga tahunan.
Sistem ini terdiri dari dua jenis user, yaitu user admin yang dapat mengakses semua sistem hingga penambahan user dan user pegawai yang hanya dapat mengakses sistem manajemen keuangan.
Secara umum sistem ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Dashboard
Dashboard adalah halaman utama dari sistem ini. Halaman ini memuat informasi pendapatan hari ini, pengeluaran hari ini, transaksi hari ini, pending, pendapatan bulan ini, pengeluaran bulan ini, transaksi bulan ini, dan jumlah pengguna.
Selain itu juga menampilkan grafik pendapatan perbulan, pengeluaran perbulan, transaksi perbulan, rekomendasi, pemasukan terbaru, dan pengeluaran terbaru.
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 133
Gambar 8.2: Tampilan dashboard
Penerapan grafik pada sistem ini jelas sangat berperan penting, karena kondisi usaha terlihat dengan jelas, mulai dari bulanan hingga tahunan. Selain itu sistem menampilkan keuangan harian sehingga dapat mengetahui kondisi keuangan tiap harinya. Selain itu transaksi harian juga ditampilkan pada sistem, ini juga sangat penting bagi pengusaha dalam pengontrolan dan pengambilan
tindak lanjut lebih dini untuk esok harinya.
Rekomendasi pada sistem ini menggunakan metode baru berbasis
keilmuan Data Mining yang dinamakan Metode RS dengan rumus
sebagai berikut:
ns = Total Pendapatan sekarang/total terbaru
nL = Total Pendapatan sebelumnya
nb = Pendapat baru
Langkah pertama menghitung Total pendapatan dengan rumus 1
ns = nL + nb
Selanjutnya menghitung presentasi perubahan terbaru
%�# = �# �' �'
134 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Selanjutnya menghitung rata-rata presentasi perubahan
������ %�# = %�', %�', %�', … + %�/ ∑/ ' �
Terakhir menghitung prediksi dengan rumus: ns + (ns x rerata % ns)
Metode RS yang diterapkan pada sistem ini diperuntukkan untuk tindakan bisnis di bulan selanjutnya. Adapun rekomendasi yang ditampilkan pada gambar 2 ”Berdasarkan data pendapatan dari bulan Juni hingga bulan Oktober, pendapatan pada bulan selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan sebanyak 8%, maka jumlah produk direkomendasikan untuk di tingkatkan sebanyak nilai kenaikan tersebut”. Jadi penerapan AI dalam pada sistem ini benar-benar dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan secara otomatis. Dan tentunya dapat menjadi rekomendasi terpercaya kepada pengguna sistem.
2. Pemasukan
Pada bagian pemasukan user dapat melihat informasi riwayat pemasukan dan melakukan input pemasukan. Data inputan pemasukan berupa tanggal, nama produk, banyaknya, jumlah pemasukan, user, dan status. Status berupa keterangan lunas dan pending pembayaran. Sejak penerapan sistem dari bulan juli sampai awal oktober 2023 tercatat 95 pemasukan yang umumnya dari transaksi penjualan. Pemasukan pada mitra usaha saat ini memang hanya dari sisi penjualan saja.
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 135
3. Pengeluaran
Pada bagian pengeluaran user dapat melihat informasi riwayat pemasukan dan melakukan input pemasukan. Data inputan pemasukan berupa tanggal, nama produk, banyaknya, jumlah pengeluaran, user, dan status. Status berupa keterangan lunas dan pending pembayaran. Sejak penerapan sistem dari bulan juli sampai awal oktober 2023 tercatat sebanyak 38 transaksi yang umumnya dari pembelian pakan. Pengeluaran mitra untuk pakan saat ini memang pengeluaran rutin yang jumlahnya sangat besar. Selain itu juga ada pengeluaran untuk listrik dan juga maintenance lainnya. Disisi lain pengeluaran untuk gaji anggota UKM juga terdapat pada sistem ini. Komplitnya pengeluaran bisa dapat di record dan di kalkulasi langsung pada sistem ini.
136 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Gambar 8.4: Informasi dan proses pembukuan pengeluaran
4. Cetak Laporan
Salah satu fitur dari sistem ini adalah cetak laporan. Cetak laporan
akan tersimpan dalam file berbentuk pdf. Laporan yang ingin di cetak dapat dalam range mingguan, bulanan, sampai tahunan. Fitur laporan berupa data pemasukan dan pengeluaran. Fitur ini
dapat dilihat seperti pada gambar 5.
Bab 8 Artificial Intelligence (AI) dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis 137
Gambar 8.5: Cetak Laporan
Dalam dunia bisnis fitur Laporan menjadi bagian utama dalam pengelolaan keuangan. Tanpa terkecuali pada sistem ini cetak laporan bahkan bisa dilakukan pada range yang tidak terbatas. Teknologi ini dilakukan untuk memudahkan mitra usaha yang menggunakan sistem ini dapat bermanfaat maksimal dalam pengelolaan Laporan dan Keuangan.
5. Kesimpulan
Penerapan sistem manajemen keuangan berbasis data mining dengan metode RS sudah sesuai ekspektasi dunia bisnis, yaitu dapat menggantikan pembukuan manual, memberikan gambaran grafik naik-turunnya transaksi, keuangan, pengeluaran, serta memberikan rekomendasi tindak lanjut. Sejak penerapan sistem dari bulan Juli sampai awal oktober 2023 tercatat 95 transaksi pembelian dan pengeluaran sebanyak 38 transaksi. Kesimpulan yang dapat diambil ”Penerapan AI dalam dunia Bisnis dapat memberikan pengaruh yang besar pada perkembangan dunia usaha”.
Perlindungan
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi dalam beberapa dekade terakhir telah mempercepat integrasi teknologi cerdas dalam berbagai sektor kehidupan. Hal ini memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek, termasuk ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
AI tidak hanya membawa kemudahan dalam mengakses informasi dan layanan, tetapi juga menghadirkan tantangan baru terkait keamanan siber dan perlindungan data pribadi. Di tengah Revolusi Industri 5.0, di mana AI dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, perlindungan data menjadi isu krusial yang harus di atasi oleh pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara luas (Gates, 2021).
140 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Ancaman keamanan siber terus meningkat seiring dengan semakin kompleksnya sistem AI dan pemanfaatan data yang masif. AI menghadirkan tantangan baru bagi keamanan, karena model AI yang kuat dan canggih dapat dieksploitasi untuk tujuan jahat seperti penyebaran disinformasi dan pencurian data pribadi (Li et al., 2020). Beberapa ancaman yang sering terjadi di antaranya serangan adversarial, di mana penyerang dapat memanipulasi input untuk menghasilkan output yang diinginkan tanpa terdeteksi oleh sistem. Keadaan ini menunjukkan betapa rentannya sistem AI terhadap serangan, terutama karena sifat AI yang terus belajar dari data yang tersedia (Kumar & Chatterjee, 2021).
Selain itu, pengumpulan dan analisis data besar yang menjadi dasar AI menciptakan dilema privasi yang unik. Data yang dikumpulkan untuk melatih model AI seringkali mencakup informasi sensitif pengguna, seperti riwayat pencarian, lokasi, dan preferensi pribadi. Hal ini menyebabkan potensi pelanggaran privasi yang lebih tinggi, terutama jika data tersebut tidak terlindungi dengan baik atau disalahgunakan (Smith & Jones, 2019).
Sebagai contoh, dalam kasus Cambridge Analytica, data pengguna digunakan tanpa izin untuk tujuan politik, yang mengundang perhatian publik akan pentingnya perlindungan data dalam era digital ini (Zuboff, 2019).
Di samping itu, banyak negara kini mulai memperkuat regulasi perlindungan data, seperti penerapan General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa. Regulasi ini dirancang untuk melindungi privasi individu dari penggunaan AI yang tidak etis, dengan memberikan hak kepada individu untuk mengetahui dan mengontrol bagaimana data mereka digunakan (Voigt & Bussche, 2017). Namun, belum semua negara memiliki regulasi serupa, dan tantangan muncul ketika data melintasi batas negara, yang membutuhkan kerjasama internasional dalam menjaga keamanan data global (Wachter et al., 2017).
Dengan demikian, bab ini akan membahas tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam keamanan siber di era AI, serta teknik dan pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan perlindungan data. Di tengah
kompleksitas ancaman siber yang terus berkembang, diperlukan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, industri, dan peneliti untuk merancang sistem keamanan yang mampu melindungi privasi pengguna tanpa menghambat inovasi teknologi (Goodfellow et al., 2016). Penekanan akan diberikan pada pentingnya inovasi dalam teknologi perlindungan data serta pentingnya regulasi yang adaptif untuk mengantisipasi perkembangan AI yang pesat.
Revolusi Industri 5.0 menandai perpaduan antara kecerdasan buatan (AI) dan teknologi canggih lainnya dengan fokus yang lebih manusiawi, di mana manusia dan mesin bekerja secara sinergis untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas hidup. Kecerdasan buatan telah menjadi penggerak utama di balik berbagai transformasi digital di banyak sektor, dari manufaktur hingga layanan kesehatan (Lee et al., 2020). Dalam era ini, keamanan siber dan perlindungan data menjadi prioritas penting karena perkembangan AI menghadirkan peluang sekaligus tantangan yang signifikan dalam hal privasi dan keamanan informasi.
AI yang berkembang pesat memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan teknologi global, namun di sisi lain menimbulkan risiko baru terkait keamanan data. Data pribadi dan sensitif kini lebih rentan dieksploitasi apabila langkah-langkah pencegahan tidak diambil dengan serius. Keamanan siber dalam era AI tidak hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut aspek hukum, etika, dan manajemen risiko. Hal ini menuntut pendekatan yang lebih komprehensif untuk memastikan keamanan di tengah kemajuan teknologi (Kshetri, 2021).
Keamanan siber dan perlindungan data memainkan peran krusial dalam menjaga integritas sistem dan melindungi informasi pribadi (Indarta et al. , 2022). Sebagai contoh, teknologi deep learning yang memanfaatkan data dalam jumlah besar dapat digunakan untuk mendeteksi ancaman siber dengan lebih akurat, namun juga dapat disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan, seperti pembuatan deepfake yang sulit dideteksi (Goodfellow et al., 2014). Oleh karena itu, penyeimbangan antara pemanfaatan AI untuk
142 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
kebaikan dan pengendalian risiko terkait adalah isu utama yang perlu ditangani.
Selain risiko teknis, tantangan regulasi juga menjadi perhatian besar. Banyak negara dan organisasi belum siap menghadapi implikasi keamanan dari AI. Standar regulasi yang berbeda-beda antar negara membuat koordinasi dalam menjaga keamanan siber menjadi lebih sulit (Burgess, 2019). Dibutuhkan kerangka hukum yang lebih kohesif dan global untuk menangani masalah ini secara efektif.
Tujuan dari chapter ini adalah untuk mengidentifikasi tantangan dan solusi terkait keamanan siber dan perlindungan data dalam konteks perkembangan AI di era Revolusi Industri 5.0. Kami akan membahas bagaimana AI dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan siber, namun juga menyoroti ancaman yang muncul karena teknologi ini. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan berbagai pihak dapat berkolaborasi dalam merancang solusi yang tepat guna memastikan keamanan dan privasi dalam ekosistem teknologi yang terus berkembang (Xu & Li, 2022).
9.2.1 Peran AI dalam Keamanan Siber
Dalam era digital saat ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu pilar utama dalam meningkatkan keamanan siber. AI tidak hanya mampu mempercepat proses deteksi dan respons terhadap ancaman, tetapi juga meningkatkan akurasi dalam mengidentifikasi pola serangan yang sebelumnya tidak terdeteksi. Menurut laporan dari Cybersecurity Ventures, diperkirakan bahwa biaya kerugian akibat kejahatan siber akan mencapai 10,5 triliun dolar AS pada tahun 2025, yang menunjukkan betapa pentingnya penerapan teknologi AI dalam strategi keamanan siber (Cybersecurity Ventures, 2021).
AI berperan dalam mengotomasi berbagai proses keamanan, mulai dari pemantauan jaringan hingga analisis perilaku pengguna. Misalnya, sistem berbasis AI dapat menganalisis log jaringan dalam waktu nyata untuk mendeteksi anomali yang mungkin menunjukkan serangan siber. Dengan menggunakan algoritma pembelajaran mesin, sistem ini dapat belajar dari data historis dan meningkatkan kemampuannya dalam mengidentifikasi ancaman baru. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nguyen et al. (2022), yang menunjukkan bahwa AI adaptif dapat meningkatkan efektivitas keamanan siber di berbagai industri.
Salah satu contoh konkret dari penerapan AI dalam keamanan siber adalah penggunaan sistem deteksi intrusi berbasis AI. Sistem ini mampu mendeteksi serangan dengan lebih cepat dan akurat dibandingkan metode tradisional. Misalnya, perusahaan keamanan siber Darktrace menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menciptakan model perilaku unik bagi setiap perangkat di jaringan, memungkinkan deteksi ancaman yang lebih tepat sasaran (Darktrace, 2021).
Namun, meskipun AI menawarkan banyak manfaat, tantangan juga muncul dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan data berkualitas tinggi untuk melatih algoritma AI. Tanpa data yang mencukupi dan relevan, model AI tidak akan dapat berfungsi secara optimal. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam pengumpulan serta pengolahan data yang diperlukan (Russell & Norvig, 2021).
Ancaman
Analisis data merupakan aspek krusial dalam keamanan siber, dan dengan adanya AI, proses ini menjadi lebih efisien dan efektif. AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar dari berbagai sumber, termasuk log server, aktivitas pengguna, dan data jaringan, untuk mendeteksi potensi ancaman. Dalam konteks ini, pembelajaran mesin dan algoritma analitik
144 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
canggih memainkan peran penting dalam mengidentifikasi pola yang mungkin menunjukkan serangan.
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam analisis data untuk deteksi ancaman adalah teknik clustering. Teknik ini memungkinkan sistem untuk mengelompokkan data berdasarkan kesamaan, sehingga memudahkan dalam mengidentifikasi anomali. Misalnya, jika terdapat lonjakan aktivitas yang tidak biasa dari alamat IP tertentu, sistem dapat menandakan sebagai potensi ancaman. Penelitian oleh Goodfellow et al. (2014) menunjukkan bahwa generative adversarial networks (GANs) juga dapat digunakan untuk menghasilkan data sintetis yang membantu dalam melatih model deteksi ancaman.
Statistik menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam analisis data dapat mengurangi waktu deteksi ancaman hingga 50% dibandingkan metode tradisional. Menurut laporan dari IBM, organisasi yang menerapkan AI dalam keamanan siber mengalami pengurangan waktu respons insiden hingga 27% (IBM, 2021). Hal ini sangat penting mengingat bahwa kecepatan respons dapat menentukan dampak dari suatu serangan siber.
Contoh nyata dari penerapan analisis data menggunakan AI dapat dilihat pada perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan solusi keamanan berbasis AI untuk melindungi aset digital mereka. Misalnya, perusahaan teknologi besar seperti Microsoft dan Google telah mengembangkan sistem keamanan yang memanfaatkan AI untuk menganalisis data pengguna dan pendeteksian potensi serangan sebelum terjadi (Microsoft, 2021).
Namun, tantangan dalam analisis data menggunakan AI juga tidak bisa diabaikan. Salah satu masalah utama adalah adanya false positives, di mana sistem menandai aktivitas normal sebagai ancaman. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan operasional dan membebani tim keamanan siber. Oleh karena itu, penting untuk terus mengoptimalkan algoritma dan memperbarui model berdasarkan data terbaru agar tingkat akurasi tetap tinggi.
Untuk meningkatkan keamanan siber, sistem AI dapat memanfaatkan data besar (big data) untuk mengidentifikasi serangan. Tabel berikut menunjukkan alur proses bagaimana AI mengelola data besar dalam analisis ancaman siber:
Tabel 9.1: Langkah Proses Deteksi Ancaman dengan AI
Langkah Proses Deskripsi
Pengumpulan
Data Mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk log server, aktivitas jaringan, dan perangkat endpoint. Analisis AI Menganalisis data menggunakan model machine learning untuk menemukan pola yang mencurigakan.
Deteksi Anomali Menandai aktivitas yang tidak biasa sebagai potensi ancaman.
Respon Otomatis Mengambil tindakan otomatis seperti memblokir akses, jika ancaman teridentifikasi.
Sumber: Russell & Norvig, 2021
Dalam kesimpulan, analisis data menggunakan AI untuk deteksi ancaman merupakan langkah penting dalam meningkatkan keamanan siber. Dengan kemampuan untuk memproses data dalam jumlah besar dan mendeteksi pola yang kompleks, AI dapat membantu organisasi untuk lebih siap menghadapi ancaman yang terus berkembang.
Meskipun AI menawarkan banyak keuntungan dalam meningkatkan keamanan siber, teknologi ini juga membawa ancaman baru yang perlu diwaspadai. Salah satu ancaman utama adalah penggunaan AI oleh penyerang untuk melancarkan serangan yang lebih canggih dan terkoordinasi. Misalnya, penyerang dapat menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis kelemahan sistem dan merancang serangan yang lebih efektif.
Salah satu contoh nyata dari ancaman ini adalah serangan berbasis deepfake, di mana teknologi AI digunakan untuk membuat video atau
146 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
audio yang menipu. Dalam beberapa kasus, deepfake telah digunakan untuk meniru suara dan wajah tokoh publik, yang dapat digunakan untuk penipuan atau disinformasi. Menurut laporan dari Diptrace, jumlah video deepface yang terdeteksi meningkat lebih dari 100% dalam satu tahun, menunjukkan bahwa ancaman ini semakin nyata (Deeptrace, 2020).
Selain itu, AI juga dapat digunakan untuk mengotomatisasi serangan siber. Misalnya, bot berbasis AI dapat digunakan untuk melakukan serangan brute-force dengan lebih cepat dan efisien, mencoba berbagai kombinasi kata sandi dalam waktu singkat. Hal ini membuat sistem keamanan yang bergantung pada kata sandi menjadi semakin rentan. Sebuah studi oleh Cybersecurity Ventures memperkirakan bahwa serangan berbasis AI akan meningkat sebesar 30% pada tahun 2023 (Cybersecurity Ventures, 2022).
Ancaman lain yang perlu diperhatikan adalah penggunaan AI dalam phishing. Penyerang dapat menggunakan AI untuk menciptakan email phishing yang lebih meyakinkan, dengan menyesuaikan pesan berdasarkan data yang diambil dari media sosial atau sumber lainnya. Dengan demikian, kemungkinan korban untuk terjebak dalam jebakan phishing semakin tinggi. Menurut laporan dari Proofpoint, 83% organisasi mengalami serangan phishing yang lebih canggih berkat penggunaan AI (Proofpoint, 2021).
Dalam menghadapi ancaman ini, penting bagi organisasi untuk tidak hanya mengandalkan teknologi AI untuk keamanan, tetapi juga untuk terus meningkatkan kesadaran dan pelatihan karyawan tentang ancaman yang ada. Keamanan siber adalah tanggung jawab bersama, dan setiap individu dalam organisasi harus berperan aktif dalam menjaga keamanan data.
Secara keseluruhan, meskipun AI memiliki potensi besar dalam meningkatkan keamanan siber, ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi ini juga perlu diwaspadai. Organisasi harus terus beradaptasi dan mengembangkan strategi yang komprehensif untuk menghadapi tantangan yang muncul dalam era AI.
Dalam menghadapi ancaman yang dihasilkan oleh penggunaan AI dalam serangan siber, organisasi perlu mengembangkan strategi yang komprehensif untuk melindungi diri mereka. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan kolaborasi antara tim keamanan siber dan tim pengembangan. Dengan kolaborasi ini, tim dapat lebih memahami potensi risiko yang dihadapi dan merancang solusi yang lebih efektif untuk mengatasi ancaman.
Penting juga untuk melakukan pembaruan secara berkala terhadap sistem keamanan yang ada. Mengingat bahwa teknologi dan metode serangan terus berkembang, organisasi perlu memastikan bahwa perangkat lunak dan sistem keamanan mereka selalu diperbarui dengan patch terbaru.
Menurut laporan dari Ponemon Institute, 60% pelanggaran data disebabkan oleh kerentanan yang diketahui tetapi belum ditangani (Ponemon Institute, 2021).
Selain itu, organisasi perlu menerapkan pendekatan berbasis risiko dalam keamanan siber. Ini berarti bahwa mereka harus mengidentifikasi aset kritis dan mengevaluasi risiko yang terkait dengan masing-masing aset.
Dengan cara ini, organisasi dapat memprioritaskan sumber daya mereka untuk melindungi aset yang paling berharga. Penelitian oleh NIST menunjukkan bahwa pendekatan berbasis risiko dapat meningkatkan efektivitas kebijakan keamanan siber secara signifikan (NIST, 2020).
Pendidikan dan pelatihan karyawan juga merupakan aspek penting dalam strategi keamanan siber. Karyawan yang teredukasi dengan baik tentang ancaman siber dan cara menghindarinya dapat menjadi garis pertahanan pertama yang efektif. Menurut laporan dari SANS Institute, 90% pelanggaran data dapat dicegah melalui pelatihan keamanan yang tepat (SANS Institute, 2021).
Terakhir, organisasi harus mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi AI dalam strategi keamanan mereka sendiri. Dengan menerapkan AI untuk menganalisis data dan mendeteksi ancaman, organisasi dapat
148 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
meningkatkan kemampuan mereka untuk merespons serangan dengan cepat dan efektif. Ini menciptakan siklus di mana AI digunakan tidak hanya oleh penyerang tetapi juga oleh pihak yang bertanggung jawab untuk melindungi data dan sistem.
Secara keseluruhan, strategi untuk mengatasi ancaman dari AI harus bersifat holistik dan mencakup berbagai aspek, mulai dari kolaborasi tim, pembaruan sistem, pendekatan berbasis risiko, pendidikan karyawan, hingga penerapan teknologi AI itu sendiri.
Dalam konteks AI, data merupakan bahan bakar utama yang membuat sistem ini bekerja. Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, baik publik maupun pribadi, memiliki nilai yang sangat besar. Namun, data ini juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan serangan. Kerentanan data menjadi isu utama yang perlu ditangani, terutama dalam hal menjaga privasi dan memastikan bahwa data tidak digunakan untuk tujuan yang merugikan. Sebagai contoh, data pengguna yang diekspos dapat digunakan oleh penyerang untuk melakukan profiling, yang dapat mengarah pada pencurian identitas atau penipuan (Zuboff, 2019).
Data merupakan aset yang sangat berharga di era digital ini, terutama dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurut Zuboff (2019), data telah menjadi komoditas yang tidak hanya digunakan untuk meningkatkan layanan, tetapi juga untuk memanipulasi perilaku konsumen. Dalam konteks ini, nilai data terletak pada kemampuannya untuk memberikan wawasan yang mendalam tentang perilaku dan preferensi pengguna. Sebuah studi oleh McKinsey Global Institute (2016) memperkirakan bahwa nilai ekonomi dari data dapat mencapai triliunan dolar, dan perusahaan yang mampu memanfaatkan data dengan baik akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan.
Namun, seiring dengan meningkatnya nilai data, kerentanannya juga semakin tinggi. Kasus kebocoran data yang terjadi di berbagai perusahaan dan institusi menunjukkan betapa rentannya data terhadap serangan siber.
Misalnya, kebocoran data yang melibatkan 50 juta profil Facebook yang diambil oleh Cambridge Analytica pada tahun 2018 menjadi salah satu contoh paling terkenal (Cadwalladr & Graham-Harrison, 2018). Insiden ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga merusak reputasi perusahaan dan kepercayaan publik terhadap platform digital. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 60% konsumen merasa khawatir tentang bagaimana data pribadi mereka digunakan oleh perusahaan (Pew Research Center, 2019).
Kerentanan data juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran dan pemahaman pengguna mengenai perlindungan data. Menurut survei yang dilakukan oleh Cybersecurity & Infrastructure Security Agency (CISA), sekitar 70% pengguna tidak tahu cara melindungi data pribadi mereka secara efektif. Hal ini menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pencurian data. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan dan individu untuk memahami nilai data dan risiko yang menyertainya, serta mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindunginya.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) menawarkan berbagai teknik yang dapat digunakan untuk melindungi data dari ancaman yang semakin kompleks. Salah satu pendekatan yang paling menjanjikan adalah penggunaan algoritma privasi diferensial. Dwork dan Roth (2014) menjelaskan bahwa privasi diferensial memungkinkan analisis data tanpa mengorbankan privasi individu, dengan menambahkan noise atau gangguan pada data yang diolah. Teknik ini telah digunakan oleh beberapa perusahaan besar, seperti Google dan Apple, untuk melindungi data pengguna sambil tetap mendapatkan wawasan yang berguna.
150 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Machine learning juga dapat diterapkan dalam pengembangan sistem keamanan siber yang lebih adaptif. Dengan memanfaatkan data historis tentang serangan siber, algoritma machine learning dapat dilatih untuk mengenali pola serangan dan mengembangkan strategi pertahanan yang lebih efektif. Menurut laporan dari Cybersecurity Ventures (2021), penggunaan AI dalam keamanan siber diperkirakan akan mencapai nilai pasar sebesar 38 miliar dolar AS pada tahun 2026, menunjukkan potensi besar teknologi ini dalam perlindungan data.
Namun, penerapan teknik perlindungan data dengan AI juga menghadapi tantangan. Salah satunya adalah masalah bias dalam algoritma, yang dapat mengakibatkan diskriminasi atau perlakuan tidak adil terhadap kelompok tertentu. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa algoritma yang digunakan dalam perlindungan data dirancang dengan mempertimbangkan aspek etika dan keadilan. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80% perusahaan yang menerapkan AI dalam keamanan siber tidak memiliki kebijakan yang jelas tentang etika penggunaan AI (Gartner, 2020).
Federated learning adalah metode lain yang menjaga data tetap di perangkat pengguna, hanya mengirimkan parameter model untuk dikumpulkan dan dilatih pada server pusat. Dalam federated learning, data tidak pernah meninggalkan perangkat pengguna, mengurangi risiko kebocoran data selama proses pengiriman (Bonawitz et al., 2021). Metode ini telah banyak digunakan oleh perusahaan teknologi besar untuk meningkatkan privasi pengguna, terutama pada aplikasi yang mengandalkan data sensitif, seperti kesehatan dan keuangan.
Tabel 9.2: Teknik Perlindungan Data dengan AI
Metode Deskripsi Keunggulan Contoh Penggunaan
Enkripsi Mengubah data menjadi format tidak terbaca tanpa
Melindungi data dari akses tidak sah.
Chat enkripsi end-to-end
Bab 9 Keamanan Siber dan Perlindungan Data dalam Era AI
kunci dekripsi.
Anonimisasi
Differential Privacy
Menghapus data identitas dari data sensitif.
Menambah noise untuk melindungi privasi data individu.
Federated Learning
Melatih model AI di perangkat pengguna tanpa mengirim data asli.
Sumber: Bonawitz et al., 2021
Mencegah pelacakan kembali ke individu.
Menjaga privasi tanpa mengurangi kualitas data.
Data tetap di perangkat, mengurangi risiko kebocoran.
Data kesehatan, data perilaku
Analisis data sensus
Aplikasi mobile, perangkat IoT
9.4.1 Kesenjangan dalam Mengelola Keamanan dan Privasi
Dalam era kecerdasan buatan (AI), tantangan utama yang dihadapi dalam mengelola keamanan dan privasi adalah kesenjangan antara perkembangan teknologi dan kerangka hukum yang ada. Meskipun regulasi seperti GDPR (General Data Protection Regulation) di Uni Eropa telah ditetapkan untuk melindungi data pribadi, banyak negara masih berjuang untuk mengimplementasikan undang-undang yang setara (Voigt & Bussche, 2017). Kesenjangan ini sering kali disebabkan oleh ketidakmampuan hukum untuk mengikuti kecepatan inovasi teknologi. Misalnya, algoritma pembelajaran mesin yang digunakan untuk analisis data besar dapat
152 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
menghasilkan pola yang tidak terduga, yang tidak diatur secara jelas dalam undang-undang yang ada.
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60% perusahaan di seluruh dunia tidak sepenuhnya mematuhi regulasi perlindungan data (Cahyono, 2021).
Hal ini menciptakan risiko yang signifikan bagi individu dan organisasi, terutama ketika data pribadi yang sensitif terlibat. Kesenjangan ini juga menciptakan ketidakpastian hukum bagi pengembang teknologi dan pengguna, yang dapat menghambat inovasi. Dalam konteks ini, perlu adanya kolaborasi antara pembuat kebijakan, perusahaan teknologi, dan masyarakat untuk menghasilkan regulasi yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan teknologi.
Contoh nyata dari kesenjangan ini dapat dilihat dalam kasus kebocoran data yang terjadi pada BPJS Kesehatan di Indonesia, di mana data pribadi jutaan peserta bocor dan disalahgunakan (Cahyono, 2021). Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun ada undang-undang yang mengatur perlindungan data, implementasinya masih lemah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperkuat kerangka hukum dan menyediakan sumber daya yang cukup untuk memastikan kepatuhan dan penegakan hukum yang efektif.
Di samping itu, kesenjangan hukum juga mencakup perbedaan dalam pendekatan antar negara. Misalnya, sementara GDPR memberikan perlindungan yang ketat di Eropa, negara-negara lain seperti Amerika Serikat memiliki pendekatan yang lebih terfragmentasi. Hal ini menciptakan tantangan bagi perusahaan multinasional yang harus menavigasi berbagai regulasi yang berbeda di setiap negara. Oleh karena itu, harmonisasi regulasi di tingkat internasional menjadi sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.
Di luar Uni Eropa, beberapa negara juga mengembangkan regulasi untuk melindungi data pribadi dalam konteks AI. Di Amerika Serikat, meskipun belum ada regulasi privasi data komprehensif seperti GDPR, terdapat
undang-undang privasi spesifik seperti California Consumer Privacy Act (CCPA). CCPA memberi hak kepada konsumen untuk mengetahui, mengakses, dan menghapus informasi pribadi mereka, yang berdampak pada bagaimana data pengguna digunakan oleh perusahaan teknologi yang berbasis di AS (Tene & Polonetsky, 2020).
Jepang juga mengembangkan undang-undang privasi yang disebut Act on the Protection of Personal Information (APPI). APPI menyesuaikan regulasinya untuk memungkinkan transfer data lintas batas dengan Uni Eropa, dan dalam konteks AI, undang-undang ini menekankan pentingnya perlindungan data pribadi dalam pemrosesan otomatis (Kobayashi & Takemura, 2021). Beberapa negara lain, seperti Kanada dengan Personal Information Protection and Electronic Documents Act (PIPEDA), juga mulai menyesuaikan peraturan untuk melindungi privasi dalam teknologi berbasis AI.
Regulasi perlindungan data di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tahun 2022. UU ini diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melindungi data pribadi dan memastikan bahwa individu memiliki kontrol lebih besar atas informasi mereka (Kominfo, 2022). Namun, implementasi UU ini menghadapi berbagai tantangan yang perlu di atasi agar tujuan perlindungan data dapat tercapai.
Tabel 9.3: Perbandingan Regulasi Perlindungan Data Global dalam Konteks AI
Negara/ Regional UndangUndang/Regulasi Fokus Utama Contoh Kebijakan
Uni Eropa General Data Protection Regulation (GDPR) Hak privasi pengguna, transparansi AI Hak atas penjelasan keputusan otomatis
Amerika California Consumer Hak akses, Perlindungan
154 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Serikat Privacy Act (CCPA) penghapusan, dan transparansi data konsumen dalam data besar
Jepang Act on the Protection of Personal Information (APPI) Keamanan data lintas batas Penyesuaian standar dengan GDPR
Kanada Personal Information Protection and Electronic Documents Act (PIPEDA)
Perlindungan data personal Persetujuan pengguna dalam pemrosesan data
Global OECD AI Principles Etika, transparansi, dan keamanan AI Panduan kebijakan bagi negara-negara anggota OECD
Sumber: Kominfo, 2022.
Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka terkait perlindungan data. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, hanya sekitar 30% responden yang mengetahui tentang UU PDP dan hakhak yang diberikan oleh undang-undang tersebut (Kominfo, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi dan edukasi tentang perlindungan data masih sangat diperlukan. Tanpa pemahaman yang baik, masyarakat tidak akan dapat memanfaatkan hak-hak mereka secara maksimal, sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan data.
Kendala lainnya adalah penegakan hukum yang lemah. Meskipun UU PDP memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menindak pelanggaran, implementasi sanksi dan penegakan hukum masih belum konsisten. Kasus-kasus pelanggaran data yang terjadi, seperti kebocoran data BPJS Kesehatan, menunjukkan bahwa meskipun ada regulasi, penegakan hukum yang efektif masih menjadi tantangan (Cahyono, 2021).
Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme yang lebih kuat untuk
memastikan bahwa pelanggaran terhadap UU PDP mendapatkan sanksi yang sesuai.
Dilema etika dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI menjadi salah satu tantangan signifikan yang harus dihadapi. Dengan semakin banyaknya aplikasi AI yang digunakan dalam berbagai sektor, mulai dari kesehatan hingga keuangan, muncul pertanyaan tentang bagaimana memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara etis dan tidak merugikan individu atau kelompok tertentu (Mittelstadt et al., 2016). Salah satu isu utama adalah bias dalam algoritma, yang dapat mengakibatkan keputusan yang tidak adil.
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 80% algoritma pembelajaran mesin memiliki potensi untuk menunjukkan bias yang dapat merugikan kelompok tertentu (Mittelstadt et al., 2016). Misalnya, algoritma yang digunakan dalam sistem perekrutan dapat secara tidak sengaja mendiskriminasi kandidat berdasarkan gender atau ras jika data pelatihan yang digunakan tidak representatif. Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengembangan algoritma untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak bersifat diskriminatif.
Selain itu, dilema etika juga mencakup isu privasi dan pengawasan. Dengan penggunaan AI dalam pengumpulan dan analisis data, terdapat risiko bahwa privasi individu dapat terancam. Misalnya, teknologi pengenalan wajah yang digunakan oleh beberapa lembaga pemerintah dapat mengarah pada pengawasan yang berlebihan dan pelanggaran privasi (Mittelstadt et al., 2016). Oleh karena itu, penting untuk menetapkan batasan yang jelas tentang bagaimana teknologi ini dapat digunakan dan untuk tujuan apa.
Dalam konteks ini, perlu adanya kerangka etika yang jelas untuk pengembangan dan penerapan AI. Hal ini mencakup prinsip-prinsip seperti transparansi, keadilan, dan akuntabilitas, yang harus diintegrasikan dalam setiap tahap pengembangan teknologi (Mittelstadt et al., 2016). Dengan demikian, pengembang dan pengguna AI dapat memastikan bahwa
156 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
teknologi ini digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa mengorbankan hak-hak individu.
9.5.1
Di era digital yang semakin maju, penerapan best practices dalam keamanan siber menjadi sangat penting untuk melindungi data dan sistem informasi. Menurut laporan dari Cybersecurity & Infrastructure Security Agency(CISA), lebih dari 90% insiden keamanan siber dapat dihindari jika organisasi menerapkan praktik keamanan yang tepat (CISA, 2020). Salah satu langkah penting adalah melakukan pembaharuan perangkat lunak secara berkala. Perangkat lunak yang tidak diperbarui sering kali memiliki celah keamanan yang dapat dimanfaatkan oleh penyerang. Sebagai contoh, serangan ransomware WannaCry yang terjadi pada tahun 2017 memanfaatkan kerentanan di Microsoft Windows yang sebenarnya telah diperbaiki dalam pembaruan sebelumnya (Smith, 2017).
Audit keamanan juga merupakan praktik penting yang harus dilakukan secara rutin. Audit ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi risiko dan kelemahan dalam sistem. Menurut penelitian oleh Buczak dan Guven (2016), audit yang dilakukan secara teratur dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan mengatasi kerentanan sebelum disalahgunakan. Selain itu, pelatihan karyawan juga merupakan aspek krusial dalam keamanan siber. Karyawan sering kali menjadi titik lemah dalam sistem keamanan, sehingga penting untuk melatih mereka mengenali potensi ancaman seperti phishing dan malware. Sebuah studi oleh KnowBe4 menunjukkan bahwa organisasi yang melatih karyawan mereka mengalami penurunan 70% dalam insiden keamanan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (KnowBe4, 2020).
Penggunaan teknologi AI dalam deteksi dan respon terhadap ancaman juga menjadi salah satu solusi yang menjanjikan. AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar dan mendeteksi pola yang mencurigakan lebih cepat daripada manusia. Misalnya, sistem deteksi intrusi berbasis AI dapat mengidentifikasi serangan dalam hitungan detik, sedangkan metode tradisional mungkin memerlukan waktu berhari-hari (Buczak & Guven, 2016). Dengan demikian, penerapan best practices yang melibatkan pembaruan perangkat lunak, audit keamanan, pelatihan karyawan, dan penggunaan teknologi AI dapat secara signifikan meningkatkan keamanan siber di organisasi.
9.5.2 Kolaborasi Global dalam Keamanan Siber Keamanan siber adalah tantangan global yang memerlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan akademisi. Dalam konteks ini, kolaborasi dapat menciptakan sinergi yang kuat dalam menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Menurut laporan dari World Economic Forum, sekitar 70% perusahaan di seluruh dunia mengalami serangan siber, dan banyak dari mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengatasi masalah ini secara mandiri (World Economic Forum, 2021). Oleh karena itu, kolaborasi menjadi kunci untuk mengembangkan solusi yang lebih efektif.
Salah satu contoh kolaborasi yang berhasil adalah inisiatif Cybersecurity Tech Accord, yang melibatkan lebih dari 150 perusahaan teknologi yang berkomitmen untuk meningkatkan keamanan siber secara global. Inisiatif ini bertujuan untuk melindungi pengguna dari ancaman siber dan berbagi pengetahuan serta praktik terbaik di antara anggota (Cybersecurity Tech Accord, 2021). Selain itu, pemerintah juga berperan penting dalam menciptakan kerangka kerja yang mendukung kolaborasi ini, termasuk regulasi yang mendorong transparansi dan pertukaran informasi tentang ancaman siber.
158 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Inovasi dalam bidang AI juga menawarkan peluang besar untuk meningkatkan keamanan siber melalui kolaborasi. Sebagai contoh, pengembangan sistem AI berbasis blockchain untuk keamanan data menunjukkan potensi besar dalam menciptakan solusi yang lebih aman dan transparan (Casino et al., 2019). Teknologi blockchain memungkinkan pencatatan transaksi secara permanen dan tidak dapat diubah, yang dapat membantu dalam melacak sumber ancaman dan memastikan integritas data. Dengan memanfaatkan teknologi ini, organisasi dapat bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang lebih aman.
Penelitian lanjutan sangat penting untuk mengembangkan teknik keamanan baru yang lebih adaptif dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.
Beberapa area yang memerlukan penelitian lebih lanjut meliputi:
1. Teknik Enkripsi Lanjutan: Pengembangan metode enkripsi yang lebih efektif, seperti enkripsi homomorfik, yang memungkinkan pemrosesan data tanpa memerlukan dekripsi, sehingga mengurangi risiko pelanggaran data.
2. Explainable AI (XAI): Penelitian tentang cara membuat model AI yang transparan dan mudah dipahami agar dapat mematuhi regulasi seperti GDPR yang mengharuskan penjelasan keputusan otomatis.
3. Keamanan Berbasis Konteks dan Deteksi Anomali: Penggunaan AI untuk mendeteksi anomali berdasarkan konteks, yang dapat meningkatkan deteksi dini terhadap aktivitas mencurigakan.
4. Privasi Diferensial dan Federated Learning: Eksplorasi lebih lanjut tentang privasi diferensial dan federated learning untuk memperluas penerapannya di sektor-sektor yang sangat rentan terhadap kebocoran data, seperti kesehatan dan keuangan.
Dengan berfokus pada kolaborasi, regulasi adaptif, dan peningkatan teknologi keamanan, masa depan keamanan siber di era AI dapat dipastikan akan lebih baik, sekaligus membuka jalan bagi inovasi yang aman dan bertanggung jawab.
Masa depan pendidikan di era Revolusi Industri 5.0 akan ditandai oleh transformasi besar dalam cara belajar, mengajar, dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin didominasi oleh teknologi canggih dan otomatisasi. Berbeda dengan Revolusi Industri 4.0 yang fokus pada otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), big data, dan Internet of Things (IoT), Revolusi Industri 5.0 berpusat pada kolaborasi antara manusia dan teknologi, dengan fokus lebih besar pada pendekatan yang mengutamakan manusia. Dalam konteks pendidikan, hal ini berarti memanfaatkan teknologi secara cerdas untuk memberdayakan siswa dan pendidik, sambil tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan seperti kreativitas, etika, dan empati.
162 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Pembelajaran yang dipersonalisasi melalui teknologi kecerdasan buatan (AI) merupakan salah satu perkembangan signifikan dalam dunia pendidikan modern, terutama di era Revolusi Industri 5.0. Personalization atau pembelajaran yang dipersonalisasi berfokus pada pendekatan pendidikan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, gaya belajar, dan minat individu siswa. Teknologi AI memainkan peran penting dalam memungkinkan pendidikan yang lebih fleksibel dan individual, di mana konten, kecepatan pembelajaran, dan strategi pengajaran disesuaikan secara dinamis untuk memenuhi kebutuhan unik setiap siswa.
AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data besar secara cepat dan akurat, sehingga bisa mengidentifikasi pola perilaku belajar, kelemahan, kekuatan, dan preferensi siswa. Sistem AI dapat mengumpulkan dan menganalisis berbagai jenis data, mulai dari interaksi siswa dengan platform e-learning, waktu yang dihabiskan untuk memahami konsep tertentu, hingga respons siswa dalam latihan soal atau tes. Dari data tersebut, AI dapat memberikan rekomendasi yang dipersonalisasi untuk setiap siswa, seperti mengarahkan mereka ke materi tambahan jika siswa kesulitan, atau menawarkan tantangan baru bagi siswa yang menunjukkan pemahaman yang lebih dalam【Zawacki-Richter et al., 2019】
Misalnya, platform seperti Smart Sparrow dan DreamBox menggunakan teknologi AI untuk menyediakan pembelajaran adaptif di mana materi pelajaran disesuaikan berdasarkan kinerja individu. Jika seorang siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika tertentu, sistem akan memberikan penjelasan tambahan atau memberikan contoh lain yang lebih sederhana untuk memastikan pemahaman. Sebaliknya, jika siswa menguasai konsep dengan cepat, AI dapat memberikan soal yang lebih menantang untuk memperdalam pengetahuan mereka【Holmes et al., 2018】. Dengan cara ini, AI membantu menciptakan jalur belajar yang
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0 163
lebih dinamis dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswa, sehingga mempercepat proses pembelajaran.
Salah satu manfaat besar dari teknologi AI dalam pembelajaran yang dipersonalisasi adalah kemampuannya untuk bertindak sebagai tutor virtual yang dapat memberikan umpan balik langsung dan pembimbingan individual secara real-time. Berbeda dengan model pendidikan tradisional di mana seorang guru harus mengawasi banyak siswa secara bersamaan, AI dapat memberikan perhatian penuh kepada setiap siswa, menyesuaikan instruksi sesuai dengan tingkat keterampilan dan kecepatan belajar mereka.
Tutor virtual berbasis AI ini dapat membantu siswa memahami materi yang sulit, mengajukan pertanyaan klarifikasi, atau menyediakan materi tambahan yang relevan berdasarkan performa mereka.
Contoh dari penerapan tutor virtual berbasis AI adalah Socratic by Google, yang memanfaatkan teknologi AI untuk membantu siswa memecahkan masalah dengan cara menjawab pertanyaan mereka secara interaktif.
Socratic menggunakan pemrosesan bahasa alami (NLP) untuk memahami pertanyaan siswa dan memberikan jawaban yang relevan dengan sumber belajar yang sesuai. AI juga dapat mendeteksi area yang memerlukan perhatian lebih dan merekomendasikan langkah-langkah belajar berikutnya, mirip dengan apa yang dilakukan oleh seorang guru【Luckin et al., 2016】. Ini memberikan pengalaman belajar yang lebih mendalam dan interaktif bagi siswa, di mana mereka merasa dibimbing secara personal selama proses pembelajaran.
Selain menyediakan pembelajaran yang dipersonalisasi, teknologi AI juga memungkinkan pengalaman belajar yang fleksibel. Siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan jadwal mereka sendiri. AI dapat mengatur materi pembelajaran berdasarkan waktu dan preferensi siswa, memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar di luar lingkungan kelas tradisional. Ini sangat membantu bagi siswa yang memerlukan waktu tambahan untuk memahami konsep tertentu atau yang memiliki gaya belajar yang berbeda, seperti visual atau kinestetik.
164 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Sebagai contoh, dalam aplikasi Duolingo platform pembelajaran bahasa yang menggunakan AI setiap pengguna diberikan pelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kemahiran mereka. Sistem AI akan menyesuaikan konten sesuai dengan kemajuan pengguna dan memberikan latihan pengulangan yang dipersonalisasi, berdasarkan kelemahan yang terdeteksi dalam pembelajaran sebelumnya. Ini tidak hanya membantu siswa untuk mempelajari bahasa baru, tetapi juga memastikan bahwa pembelajaran tetap berkelanjutan dan berkembang sesuai dengan kebutuhan individu【Mason & Moya, 2018】.
AI dalam pembelajaran yang dipersonalisasi mendukung pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa, di mana siswa menjadi lebih aktif dalam menentukan jalur belajar mereka. Teknologi ini memungkinkan siswa untuk mengakses berbagai sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka, sehingga mereka lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar. Sistem AI dapat mengidentifikasi konten yang paling relevan dan mengadaptasi pendekatan pembelajaran untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih mendalam dan berarti. Misalnya, dalam pelajaran sains, AI dapat menampilkan simulasi interaktif atau eksperimen virtual yang membantu siswa memahami konsep-konsep yang lebih kompleks.
Selain itu, AI memungkinkan pembelajaran aktif, di mana siswa terlibat langsung dalam aktivitas yang mendorong pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Melalui algoritme AI, siswa dapat disajikan masalah-masalah yang sesuai dengan minat dan tingkat kemahiran mereka, serta diberikan kesempatan untuk bereksperimen dengan berbagai solusi. Hal ini memperkuat keterampilan analitis dan kreatif yang sangat penting di era modern【Barron & Darling-Hammond, 2008】.
Meskipun manfaat AI dalam pembelajaran yang dipersonalisasi jelas, ada beberapa tantangan yang harus di atasi untuk mengoptimalkan penerapannya. Salah satunya adalah ketergantungan pada data besar dan perlindungan privasi. Sistem AI memerlukan data yang besar untuk mempersonalisasi pembelajaran secara efektif, yang berarti bahwa informasi pribadi siswa perlu dikumpulkan dan dianalisis. Ini menimbulkan
Bab 10 Masa Depan Pendidikan
kekhawatiran tentang keamanan data dan privasi siswa【Floridi et al., 2018 】. Selain itu, tidak semua institusi pendidikan memiliki infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung penerapan AI secara luas, terutama di daerah-daerah dengan sumber daya terbatas.
Di masa depan, AI kemungkinan akan semakin terintegrasi ke dalam sistem pendidikan global, memungkinkan pembelajaran yang lebih inklusif dan aksesibilitas yang lebih luas. Dengan teknologi yang terus berkembang, pembelajaran yang dipersonalisasi melalui AI dapat menjangkau siswa di seluruh dunia, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau berada di lokasi terpencil. Ini membuka peluang baru untuk pendidikan yang lebih inklusif dan adil, di mana semua siswa memiliki kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
Kolaborasi manusia-mesin dalam pendidikan adalah fenomena yang berkembang pesat dengan kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan Internet of Things (IoT). Dalam konteks pendidikan, kolaborasi ini merujuk pada interaksi antara guru, siswa, dan teknologi cerdas yang bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan pengajaran. Teknologi tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi juga berperan sebagai mitra aktif dalam proses pendidikan. Kolaborasi manusiamesin memungkinkan integrasi antara kecerdasan manusia seperti kreativitas, empati, dan kemampuan berpikir kritis dengan kemampuan mesin untuk mengolah data besar, melakukan tugas-tugas otomatisasi, dan memberikan umpan balik yang cepat dan akurat.
166 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Manusia-Mesin
Salah satu bentuk nyata dari kolaborasi manusia-mesin dalam pendidikan adalah penggunaan AI sebagai asisten pengajar. Dalam skenario ini, AI membantu guru dalam mengelola berbagai tugas administratif dan instruksional, seperti menilai ujian, memantau kehadiran siswa, serta menyediakan umpan balik yang dipersonalisasi berdasarkan kinerja siswa. AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data belajar siswa secara realtime, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan mereka, serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan pemahaman. Misalnya, Squirrel AI menggunakan algoritma canggih untuk memantau kemajuan siswa secara individu dan menyesuaikan materi pelajaran berdasarkan kemampuan mereka, memberikan pengalaman belajar yang lebih personal(ZawackiRichter et al., 2019).
Dalam model kolaborasi ini, AI tidak menggantikan peran guru, melainkan melengkapi dan memperkuat kemampuan manusia. Guru tetap bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan moral, motivasi, dan dukungan emosional, sedangkan AI dapat mengurangi beban kerja administratif guru sehingga mereka bisa lebih fokus pada aspek pengajaran yang lebih kreatif dan mendalam. Dengan demikian, kolaborasi manusiamesin membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih efisien dan efektif, di mana manusia dan mesin bekerja sama untuk meningkatkan hasil pembelajaran.
Kolaborasi manusia-mesin juga banyak diterapkan dalam pembelajaran
STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), di mana robotika memainkan peran penting dalam mendukung proses pembelajaran yang lebih interaktif dan praktis. Misalnya, robot-robot edukasi seperti NAO dan Pepper telah digunakan di ruang kelas untuk mengajarkan berbagai keterampilan teknik dan pemrograman. Robot-robot ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu praktis, tetapi juga sebagai agen
kolaboratif yang berinteraksi langsung dengan siswa. Mereka dapat memberikan tantangan pemrograman, membantu siswa memahami konsep-konsep teknik melalui eksperimen langsung, dan memberikan umpan balik yang real-time berdasarkan kinerja siswa dalam menyelesaikan masalah(Belpaeme et al., 2018).
Dalam kolaborasi ini, robot dapat menyesuaikan tingkat kesulitan tugas yang diberikan kepada siswa, berdasarkan tingkat pemahaman siswa tersebut. Misalnya, dalam pelajaran robotika, siswa dapat memprogram robot untuk melakukan tugas-tugas sederhana, seperti bergerak atau menghindari rintangan. Seiring dengan perkembangan keterampilan siswa, robot dapat menawarkan tantangan yang lebih kompleks, sehingga memfasilitasi pembelajaran berbasis proyek yang mendorong pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Dengan bantuan teknologi robotik, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam konteks dunia nyata, yang penting dalam pendidikan STEM di era digital(Mubin et al., 2013).
10.2.3 Kolaborasi Manusia-Mesin dalam Pemantauan dan Analisis
Kolaborasi manusia-mesin dalam pendidikan juga memungkinkan pemantauan dan analisis data belajar yang lebih efisien. Sistem berbasis AI dapat memantau aktivitas belajar siswa melalui platform e-learning, menganalisis data interaksi mereka, dan memberikan rekomendasi kepada guru mengenai strategi pengajaran yang lebih efektif. Misalnya, platform pembelajaran adaptif seperti Knewton dan DreamBox menggunakan AI untuk menganalisis cara siswa menyelesaikan soal-soal latihan dan menyesuaikan konten pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Data yang dikumpulkan dari aktivitas belajar siswa ini memberikan wawasan yang berguna bagi guru untuk mengidentifikasi area di mana siswa memerlukan bantuan tambahan(Luckin et al., 2016).
Dengan adanya kolaborasi manusia-mesin ini, guru tidak hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap siswa di kelas, tetapi juga
168 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
dapat memanfaatkan data analitik untuk memahami pola belajar siswa yang lebih luas dan kompleks. Ini memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan tepat sasaran, di mana guru dapat memberikan bimbingan tambahan kepada siswa yang memerlukan bantuan lebih lanjut, atau menyesuaikan strategi pengajaran mereka untuk lebih cocok dengan gaya belajar siswa. AI juga dapat memberikan umpan balik yang lebih cepat dan berkelanjutan kepada siswa, memungkinkan mereka untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan pemahaman mereka secara mandiri.
Dipersonalisasi
Kolaborasi manusia-mesin memungkinkan pengembangan pembelajaran yang dipersonalisasi, di mana setiap siswa mendapatkan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan, kecepatan, dan minat mereka. Dengan bantuan AI, sistem dapat menganalisis perilaku belajar individu dan menyusun jalur pembelajaran yang sesuai. Ini sangat penting dalam situasi di mana siswa memiliki tingkat kemampuan yang beragam di dalam kelas yang sama. Teknologi memungkinkan guru untuk memberikan perhatian yang lebih khusus kepada setiap siswa tanpa harus mengorbankan siswa lainnya.
Sebagai contoh, di platform ALEKS (Assessment and Learning in Knowledge Spaces), AI digunakan untuk memetakan keterampilan siswa di bidang matematika dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. AI memprediksi langkah-langkah berikutnya yang dibutuhkan untuk membantu siswa maju dalam pembelajaran. Guru, dengan bantuan AI, dapat mengelola kelas dengan lebih baik, merancang materi yang lebih relevan, dan memastikan bahwa tidak ada siswa yang tertinggal(Holmes et al., 2018).
Meskipun kolaborasi manusia-mesin dalam pendidikan memiliki banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang perlu di atasi. Salah satu tantangan
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi
utama adalah kesenjangan teknologi, di mana tidak semua sekolah atau institusi pendidikan memiliki akses ke infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung implementasi AI dan robotika. Ini dapat menciptakan kesenjangan digital yang memperburuk ketidaksetaraan dalam Pendidikan(Zawacki-Richter et al., 2019). Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang privasi data siswa, karena sistem berbasis AI memerlukan akses ke data besar untuk menganalisis perilaku belajar siswa.
Tantangan lainnya adalah kebutuhan pelatihan bagi guru. Untuk mengoptimalkan kolaborasi manusia-mesin, guru perlu memiliki keterampilan teknologi yang cukup untuk menggunakan sistem AI dan robotika secara efektif. Pelatihan profesional berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa guru dapat memanfaatkan teknologi ini secara maksimal dan memadukannya dengan pendekatan pedagogis yang tepat.
Pengembangan keterampilan abad ke-21 dan kreativitas menjadi elemen yang semakin penting dalam pendidikan dan dunia kerja modern, terutama di era yang ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial. Keterampilan abad ke-21 mencakup kemampuan seperti berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, literasi digital, serta adaptabilitas, yang semuanya diperlukan untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pendidikan tradisional yang berfokus pada hafalan dan pengajaran pasif kini telah bergeser ke arah yang lebih aktif dan berbasis keterampilan, di mana siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai konten, tetapi juga mengembangkan keterampilan kognitif dan non-kognitif yang dapat diterapkan di berbagai konteks(Trilling & Fadel, 2009).
Salah satu keterampilan kunci abad ke-21 adalah berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dalam lingkungan yang semakin kompleks dan
170 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
beragam, kemampuan untuk menganalisis informasi, mempertanyakan asumsi, dan membuat keputusan yang tepat berdasarkan bukti yang tersedia sangat penting. Berpikir kritis tidak hanya berarti memproses informasi, tetapi juga kemampuan untuk mengevaluasi argumen, mengidentifikasi bias, dan mencari solusi alternatif. Dalam dunia pendidikan, keterampilan ini dilatih melalui pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning/PBL), di mana siswa dihadapkan pada masalah nyata yang menuntut mereka untuk menemukan solusi melalui kerja sama, penelitian, dan refleksi(Barron & Darling-Hammond, 2008).
Sebagai contoh, dalam pelajaran sains, siswa dapat diminta untuk merancang solusi terhadap masalah lingkungan, seperti polusi udara atau perubahan iklim. Mereka harus menganalisis data, mengidentifikasi penyebab masalah, dan mengembangkan rencana tindakan yang berdasarkan pada bukti ilmiah. Pendekatan ini tidak hanya melatih kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, tetapi juga mendorong siswa untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari solusi yang mereka usulkan. Ini sesuai dengan tuntutan dunia kerja modern, di mana kemampuan untuk berpikir kritis dan menyelesaikan masalah kompleks menjadi semakin penting.
Kreativitas adalah keterampilan abad ke-21 yang esensial dalam menghadapi tantangan yang terus berubah di dunia yang semakin didorong oleh inovasi. Kreativitas tidak hanya terbatas pada seni dan desain, tetapi juga mencakup kemampuan untuk berpikir di luar batasan tradisional, menciptakan solusi inovatif, dan melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Kreativitas mendorong siswa untuk mengeksplorasi ide-ide baru, bereksperimen dengan pendekatan yang berbeda, dan menemukan caracara baru untuk memecahkan masalah. Di era digital, kreativitas juga berhubungan dengan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dalam menciptakan produk, layanan, atau pengalaman baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan industri(Robinson, 2011).
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0
Pendidikan modern mendukung pengembangan kreativitas melalui kurikulum yang fleksibel, proyek-proyek lintas disiplin, dan penggunaan teknologi digital seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).
Teknologi ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam simulasi atau eksperimen virtual yang menginspirasi kreativitas mereka dan memungkinkan mereka untuk menguji ide-ide baru tanpa batasan ruang fisik. Misalnya, siswa dapat menggunakan software desain 3D untuk membuat prototipe produk atau solusi arsitektur yang inovatif, kemudian mengujinya dalam simulasi virtual sebelum mengimplementasikannya di dunia nyata(Mishra & Koehler, 2009).
Kolaborasi dan komunikasi juga merupakan keterampilan abad ke-21 yang sangat penting, terutama dalam dunia yang semakin terhubung melalui teknologi digital dan globalisasi. Di tempat kerja modern, kemampuan untuk bekerja sama dalam tim lintas disiplin dan lintas budaya adalah kunci untuk sukses. Komunikasi yang efektif melibatkan tidak hanya kemampuan berbicara dan menulis dengan baik, tetapi juga kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, berempati, dan menyampaikan ide dengan cara yang mudah dipahami oleh orang lain dari latar belakang yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, keterampilan ini dilatih melalui proyek kolaboratif di mana siswa harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, berbagi tanggung jawab, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif(Trilling & Fadel, 2009).
Kolaborasi yang sukses juga mengajarkan siswa kompetensi global, di mana mereka belajar bagaimana bekerja dengan individu dari berbagai budaya dan perspektif. Dalam dunia yang semakin beragam dan saling terhubung, keterampilan komunikasi lintas budaya dan kemampuan untuk berkolaborasi dalam tim internasional menjadi penting. Dengan menggunakan teknologi komunikasi seperti platform kolaborasi daring dan alat video conference, siswa dapat terhubung dengan rekan mereka di seluruh dunia, mengerjakan proyek bersama, dan belajar tentang cara-cara bekerja di lingkungan multicultural(Dede, 2010).
172 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan, memahami, dan mengelola teknologi secara efektif. Di era digital, literasi digital tidak hanya mencakup kemampuan untuk menggunakan komputer dan perangkat lunak, tetapi juga keterampilan dalam mengelola informasi, melindungi data pribadi, dan beradaptasi dengan teknologi baru. Dalam pendidikan, literasi digital diajarkan melalui penggunaan alat-alat teknologi dalam proses belajar mengajar, di mana siswa dilatih untuk berpikir kritis tentang sumber informasi yang mereka temukan di internet, memahami dampak sosial dan etika dari teknologi, serta belajar bagaimana mengembangkan produk teknologi itu sendiri(Ng, 2012).
Salah satu contoh aplikasi literasi digital dalam pendidikan adalah penggunaan big data dan analitik untuk memahami tren dan pola dalam pembelajaran. Melalui alat analitik data, siswa dapat mempelajari cara menganalisis dataset besar untuk mendapatkan wawasan tentang fenomena tertentu, baik itu di bidang sains, ekonomi, atau sosial. Ini memberikan keterampilan yang sangat relevan dengan dunia kerja modern, di mana pengambilan keputusan yang berbasis data menjadi norma di banyak industri.
Di era yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan cepat, adaptabilitas dan kemandirian menjadi keterampilan yang sangat penting. Siswa perlu belajar bagaimana menavigasi perubahan dan menghadapi tantangan dengan fleksibilitas, serta mampu belajar secara mandiri tanpa bergantung sepenuhnya pada arahan guru. Di sinilah pembelajaran mandiri dan pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) menjadi penting. Pendidikan abad ke-21 harus mendorong siswa untuk mengambil inisiatif dalam pembelajaran mereka sendiri, mengembangkan keterampilan untuk belajar mandiri, dan terus memperbarui pengetahuan mereka sepanjang hidup(Schleicher, 2018).
Pembelajaran yang dipersonalisasi melalui teknologi, seperti platform berbasis AI yang menyesuaikan materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa, juga berkontribusi pada pengembangan kemandirian. Dengan pembelajaran yang lebih dipersonalisasi, siswa belajar
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0 173
untuk mengelola waktu mereka sendiri, menentukan tujuan belajar, dan mengevaluasi kemajuan mereka sendiri, yang merupakan keterampilan yang sangat relevan dalam dunia kerja modern yang menuntut pekerja untuk dapat beradaptasi dan terus belajar secara mandiri.
Pendidikan yang berkelanjutan dan berfokus pada etika adalah konsep penting dalam sistem pendidikan modern, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan kemajuan pesat teknologi. Pendidikan yang berkelanjutan menekankan pada pengembangan keterampilan, nilai, dan pengetahuan yang memungkinkan individu untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan, di mana perhatian terhadap keseimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan menjadi prioritas. Pendidikan ini juga berperan dalam mendorong kesadaran akan tanggung jawab etis dalam menggunakan teknologi dan sumber daya secara bijaksana, guna menciptakan dunia yang lebih adil dan lestari bagi generasi mendatang【UNESCO, 2017】
10.4.1 Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(Education for Sustainable Development/ESD)
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, yang dikenal sebagai Education for Sustainable Development (ESD), adalah salah satu inisiatif global yang bertujuan untuk memasukkan nilai-nilai keberlanjutan ke dalam kurikulum pendidikan di seluruh dunia. Konsep ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberikan pengetahuan akademik, tetapi juga untuk membekali siswa dengan keterampilan dan sikap yang memungkinkan mereka berperan aktif dalam upaya keberlanjutan. ESD mengintegrasikan isu-isu seperti perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya alam, keanekaragaman hayati, dan keadilan
174 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
sosial ke dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk memahami kompleksitas masalah global dan bagaimana tindakan mereka dapat berdampak terhadap dunia di masa depan (Sterling, 2012).
Misalnya, di beberapa sekolah, kurikulum yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan mencakup proyek-proyek praktis seperti pengelolaan limbah, penanaman pohon, atau penelitian mengenai energi terbarukan. Pendekatan ini tidak hanya memberikan siswa pengetahuan teoretis, tetapi juga pengalaman langsung tentang bagaimana menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan yang berkelanjutan, siswa dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan yang mampu membuat keputusan yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan (Tilbury & Wortman, 2004).
Seiring dengan pendidikan yang berkelanjutan, pendidikan yang berfokus pada etika menjadi semakin penting di era modern, terutama dalam menghadapi tantangan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan bioteknologi. Pendidikan etika bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan untuk mempertimbangkan dimensi moral dari keputusan yang mereka buat, baik dalam konteks individu maupun sosial. Dengan meningkatnya pengaruh teknologi dalam kehidupan manusia, pendidikan yang berfokus pada etika bertujuan untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi digunakan dengan cara yang tidak merugikan individu atau masyarakat secara keseluruhan.
Misalnya, dalam pelajaran terkait teknologi digital dan AI, siswa dapat diajarkan tentang konsekuensi etis dari penggunaan data pribadi, masalah privasi, atau potensi bias algoritma yang dapat menyebabkan diskriminasi. Diskusi etika ini mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang tanggung jawab mereka sebagai pengguna dan pengembang teknologi, serta bagaimana mereka dapat berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Floridi et al. (2018) menekankan pentingnya pengembangan etika
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0 175
digital dalam pendidikan, yang mencakup pemahaman tentang dampak sosial dan etis dari teknologi, serta pentingnya regulasi dan tata kelola teknologi yang adil.
Pendidikan etika juga mencakup isu-isu seperti keadilan sosial, kesetaraan, dan hak asasi manusia, di mana siswa diajarkan untuk mengenali hak dan kewajiban mereka dalam konteks sosial yang lebih luas. Dengan mempelajari etika, siswa menjadi lebih sadar akan keputusan mereka dan dampaknya terhadap orang lain, serta lebih mampu untuk mengambil keputusan yang berlandaskan prinsip moral yang kuat.
10.4.3 Mengintegrasikan Nilai-nilai Keberlanjutan dan Etika dalam Kurikulum
Pendidikan yang berkelanjutan dan berfokus pada etika menuntut perubahan dalam cara kurikulum disusun dan diimplementasikan. Di berbagai negara, sudah ada inisiatif untuk mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dan etika dalam seluruh aspek pendidikan. Ini tidak hanya terbatas pada pelajaran tertentu, tetapi juga dalam pendekatan pendidikan yang lebih luas, di mana seluruh lingkungan sekolah mendukung pengembangan sikap yang bertanggung jawab dan beretika.
Contohnya, dalam pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), pendidikan etika bisa diintegrasikan melalui proyek-proyek yang mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari inovasi teknis. Siswa dapat diminta untuk mempertimbangkan aspek keberlanjutan saat merancang produk baru atau teknologi, serta menganalisis risiko etis yang mungkin timbul dari penerapan teknologi tersebut. Pendekatan ini memastikan bahwa inovasi tidak hanya dilihat dari sisi fungsional, tetapi juga dari sudut pandang tanggung jawab sosial dan lingkungan【Boeve-de Pauw & Van Petegem, 2018】
Selain itu, banyak sekolah dan universitas mulai mengadopsi pendekatan holistik terhadap pendidikan yang berkelanjutan, di mana siswa tidak hanya diajarkan tentang teori, tetapi juga berpartisipasi dalam aktivitas yang mendorong mereka untuk berkontribusi secara aktif terhadap
176 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
keberlanjutan. Misalnya, beberapa sekolah telah mengintegrasikan kebijakan lingkungan yang ramah lingkungan ke dalam operasional seharihari, seperti penggunaan energi terbarukan, pengelolaan air, dan daur ulang. Aktivitas-aktivitas ini membantu siswa memahami bahwa tindakan kecil dapat berkontribusi terhadap solusi global (Wals, 2015).
10.4.4 Mendorong Kewarganegaraan Global dan Kesadaran Lingkungan
Pendidikan yang berkelanjutan dan berfokus pada etika juga erat kaitannya dengan konsep kewarganegaraan global. Kewarganegaraan global mengajarkan siswa untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari komunitas global, di mana setiap tindakan lokal memiliki dampak global. Pendidikan ini mendorong siswa untuk berpikir tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi pada kesejahteraan global, seperti melalui pengurangan jejak karbon, pengelolaan sumber daya secara efisien, dan promosi hak asasi manusia di tingkat global.
Dengan meningkatkan kesadaran akan isu-isu global seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan perubahan iklim, pendidikan yang berfokus pada kewarganegaraan global membantu siswa memahami keterkaitan antara masalah sosial dan lingkungan. UNESCO (2017) menekankan bahwa pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan bukan hanya tentang belajar tentang masalah-masalah ini, tetapi juga tentang memberdayakan individu untuk bertindak berdasarkan pengetahuan mereka dan mengambil peran aktif dalam mencari solusi.
Pendidikan yang berkelanjutan dan berfokus pada etika merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan modern yang bertujuan untuk membekali siswa dengan keterampilan, nilai, dan sikap yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global saat ini dan di masa depan. Pendidikan yang berkelanjutan mengintegrasikan isu-isu keberlanjutan dan etika ke dalam kurikulum, mempersiapkan siswa untuk menjadi warga dunia yang bertanggung jawab dan berpikiran kritis. Dengan mengajarkan pentingnya keberlanjutan, keadilan sosial, dan etika dalam menggunakan teknologi,
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0 177
pendidikan ini membantu membangun masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan
Pembelajaran berkelanjutan sepanjang hayat atau Lifelong Learning adalah konsep pendidikan yang menekankan bahwa proses belajar tidak berhenti pada jenjang formal seperti sekolah atau universitas, melainkan berlangsung terus menerus sepanjang hidup seseorang. Di era modern yang ditandai dengan perubahan teknologi yang cepat, globalisasi, dan dinamika pasar kerja, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk sukses terus berkembang. Oleh karena itu, pembelajaran sepanjang hayat menjadi semakin penting agar individu dapat terus meningkatkan kompetensi mereka, beradaptasi dengan perubahan, dan tetap relevan dalam dunia yang terus berubah (Aspin & Chapman, 2007).
Hayat
Pembelajaran sepanjang hayat berfokus pada gagasan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk terus belajar, baik melalui pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Pembelajaran formal mencakup pendidikan yang diperoleh melalui lembaga-lembaga seperti sekolah, universitas, atau program pelatihan yang terstruktur. Pembelajaran non-formal terjadi di luar institusi formal, misalnya melalui kursus singkat, lokakarya, atau pelatihan di tempat kerja. Sementara itu, pembelajaran informal mencakup semua bentuk pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca buku, menonton video edukatif, atau berpartisipasi dalam komunitas online(Jarvis, 2004).
178 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Konsep ini menempatkan pembelajar sebagai aktor utama dalam pengembangan diri mereka, di mana mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam mengejar keterampilan dan pengetahuan baru sepanjang hidup mereka. Di era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0, di mana otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) menggantikan pekerjaan-pekerjaan tradisional, kemampuan untuk belajar secara mandiri dan berkelanjutan menjadi salah satu keterampilan yang paling penting bagi pekerja modern (Schleicher, 2018).
Sepanjang Hayat
Teknologi memainkan peran kunci dalam mendukung pembelajaran berkelanjutan sepanjang hayat. Dengan kemajuan dalam platform elearning, kursus daring terbuka (MOOCs), dan aplikasi pembelajaran digital, pembelajaran menjadi lebih mudah diakses bagi individu di seluruh dunia (Fajrillah et al. , 2020). Teknologi ini memungkinkan fleksibilitas waktu dan tempat, sehingga siapa pun dapat belajar kapan saja dan di mana saja sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
Contoh dari teknologi ini adalah platform seperti Coursera, edX, dan Udemy, yang menyediakan berbagai kursus dalam berbagai disiplin ilmu, dari bisnis hingga teknologi, seni, dan sains. Kursus-kursus ini dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki koneksi internet, memungkinkan individu untuk mengembangkan keterampilan baru atau memperdalam pengetahuan di bidang yang mereka minati tanpa harus terikat pada sistem pendidikan formal. Anderson (2010) menyebutkan bahwa pembelajaran daring membuka akses yang lebih luas bagi individu untuk belajar, terutama mereka yang mungkin tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena keterbatasan geografis, finansial, atau waktu.
Selain itu, kecerdasan buatan (AI) juga membantu mendukung pembelajaran sepanjang hayat dengan menyediakan platform pembelajaran yang dipersonalisasi. AI dapat menganalisis data belajar individu, menilai
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0
kemajuan mereka, dan menyesuaikan materi belajar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar mereka. Dengan demikian, setiap pembelajar dapat mengikuti jalur belajar yang sesuai dengan kemampuan mereka, membuat proses belajar lebih efisien dan relevan(Luckin et al., 2016).
Dalam dunia kerja modern, pembelajaran sepanjang hayat menjadi keharusan, terutama karena perubahan teknologi dan pasar kerja yang begitu cepat. Menurut World Economic Forum (2018), lebih dari separuh pekerja global akan memerlukan pelatihan ulang atau pembaruan keterampilan dalam waktu dekat karena transformasi digital dan otomatisasi. Dalam konteks ini, kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan keterampilan baru menjadi faktor penentu dalam menjaga daya saing di pasar kerja.
Banyak industri sekarang menyadari pentingnya pembelajaran sepanjang hayat dan mulai menerapkan program pelatihan di tempat kerja yang berkelanjutan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Google dan IBM, misalnya, menawarkan kursus dan sertifikasi untuk karyawan mereka agar tetap dapat mengikuti perkembangan teknologi terkini. Program-program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas perusahaan, tetapi juga membantu pekerja untuk tetap relevan dan siap menghadapi perubahan dalam dunia kerja. Pembelajaran ini memungkinkan pekerja untuk mengembangkan keterampilan yang dapat dipindahkan (transferable skills), seperti keterampilan teknis dan keterampilan interpersonal, yang penting untuk mobilitas karir (Schwab, 2016).
Salah satu aspek utama dari pembelajaran sepanjang hayat adalah kemandirian dalam belajar. Siswa atau pekerja perlu mengembangkan motivasi diri dan keterampilan belajar mandiri untuk terus mengejar pendidikan mereka di luar struktur pendidikan formal. Pembelajaran mandiri (self-directed learning) mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar, merancang strategi pembelajaran, serta mengevaluasi dan merefleksikan hasil belajar. Hal ini memerlukan keterampilan manajemen waktu, disiplin, dan kesadaran akan pentingnya peningkatan keterampilan terus-menerus(Tough, 1979).
180 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Motivasi intrinsik memainkan peran penting dalam keberhasilan pembelajaran sepanjang hayat. Orang-orang yang termotivasi oleh rasa ingin tahu, minat pribadi, atau keinginan untuk mencapai pertumbuhan diri lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam pembelajaran berkelanjutan. Pendidikan sepanjang hayat mendorong individu untuk mengaitkan pembelajaran dengan perkembangan pribadi dan profesional yang lebih luas, bukan hanya untuk mencapai gelar atau sertifikasi tertentu, tetapi untuk memahami dan mengatasi tantangan-tantangan baru yang muncul dalam kehidupan(Schleicher, 2018).
Pembelajaran berkelanjutan juga memiliki dampak positif pada kesejahteraan sosial. Brookfield (2005) berpendapat bahwa pembelajaran sepanjang hayat dapat meningkatkan keterlibatan sosial dan partisipasi demokratis, karena orang-orang yang terus belajar cenderung lebih terbuka terhadap ide-ide baru, lebih berempati, dan lebih mampu untuk memahami perspektif orang lain. Selain itu, pembelajaran sepanjang hayat membantu individu untuk tetap relevan dan berdaya dalam masyarakat yang terus berubah, mengurangi risiko pengangguran dan keterpinggiran ekonomi.
Dalam konteks ini, pemerintah dan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk mendorong akses yang lebih luas ke pembelajaran sepanjang hayat, terutama bagi kelompok-kelompok yang kurang terwakili atau yang menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan formal. Beberapa negara telah mengadopsi kebijakan pendidikan yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat, seperti memberikan akses gratis ke kursus daring, menyediakan peluang pelatihan bagi pekerja, dan mendirikan pusat-pusat pembelajaran masyarakat(Aspin & Chapman, 2007).
Pendidikan yang berpusat pada manusia (human-centered education) adalah pendekatan yang menempatkan kebutuhan, potensi, dan perkembangan individu sebagai inti dari proses pembelajaran. Berbeda dengan model pendidikan tradisional yang sering kali bersifat top-down dan berfokus pada transfer pengetahuan dari guru ke siswa, pendidikan yang berpusat pada manusia berusaha menciptakan lingkungan di mana pembelajar aktif, terlibat, dan memiliki peran dalam membentuk proses belajar mereka sendiri. Pendekatan ini mengutamakan aspek-aspek seperti kreativitas, empati, kesejahteraan emosional, serta pengembangan potensi unik setiap individu (Delors, 1996).
Pendidikan yang berpusat pada manusia memandang setiap individu sebagai unik, dengan latar belakang, minat, dan gaya belajar yang berbeda.
Oleh karena itu, pendekatan ini menekankan pentingnya memahami kebutuhan individu serta merancang pengalaman belajar yang dapat memaksimalkan potensi mereka. Guru bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk belajar mandiri, berpikir kritis, dan mencapai tujuan pribadi mereka. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik semata, tetapi juga pada pengembangan potensi individu yang lebih luas, termasuk keterampilan sosial dan emosional(Hattie, 2009).
Salah satu contoh dari pendekatan ini adalah pembelajaran yang dipersonalisasi, di mana kurikulum dan strategi pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa. Teknologi dapat memainkan peran penting dalam hal ini, dengan platform pembelajaran berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu menyesuaikan materi pelajaran berdasarkan kemajuan siswa, kecepatan belajar, dan minat individu. Ini memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk belajar secara optimal sesuai dengan kemampuan dan minat mereka(Luckin et al., 2016).
182 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Pendekatan ini juga memandang pentingnya aspek emosional dan sosial dalam pendidikan. Pendidikan yang berpusat pada manusia tidak hanya memperhatikan aspek kognitif atau akademik, tetapi juga memperhitungkan perkembangan emosional, sosial, dan fisik siswa. Teori kecerdasan emosional (Goleman, 1995) menyoroti bahwa kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi sendiri dan orang lain sangat penting untuk sukses di dunia modern. Oleh karena itu, pendidikan yang berpusat pada manusia berusaha mengembangkan kecerdasan emosional melalui kegiatan yang mempromosikan empati, kerja sama, dan kesadaran diri.
Misalnya, program Social and Emotional Learning (SEL) yang diterapkan di banyak sekolah di seluruh dunia, dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional, seperti pengelolaan diri, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, dan hubungan yang positif dengan orang lain. Program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan siswa, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian akademis yang lebih baik, karena siswa yang merasa didukung secara emosional lebih mungkin untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran mereka(Durlak et al., 2011).
Kreativitas adalah elemen kunci dalam pendidikan yang berpusat pada manusia, di mana pembelajar didorong untuk berpikir secara kritis, inovatif, dan out-of-the-box. Alih-alih berfokus pada hafalan atau penerapan prosedur yang kaku, pendekatan ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi ide-ide baru, bereksperimen dengan berbagai solusi, dan mengambil risiko dalam proses belajar. Ken Robinson (2001) berpendapat bahwa kreativitas harus ditempatkan di jantung pendidikan karena dunia modern membutuhkan individu yang mampu memecahkan masalah kompleks dengan pendekatan yang kreatif dan fleksibel.
Dalam pendidikan yang berpusat pada manusia, project-based learning (PBL) sering digunakan untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan pemecahan masalah. PBL memungkinkan siswa bekerja pada proyek-proyek nyata yang relevan dengan kehidupan mereka atau dengan
Bab 10 Masa Depan Pendidikan di Era Revolusi Industri 5.0
tantangan global yang sedang dihadapi. Melalui PBL, siswa tidak hanya belajar konsep-konsep akademis, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, bekerja dalam tim, dan mempresentasikan ide-ide mereka. Semua ini merupakan keterampilan yang sangat penting dalam dunia kerja dan masyarakat masa depan(Barron & Darling-Hammond, 2008).
Pendidikan yang berpusat pada manusia juga sangat terkait dengan pendidikan humanis, di mana nilai-nilai seperti empati, rasa hormat, dan keadilan menjadi inti dari proses pendidikan. Pendidikan humanis menekankan pentingnya memperlakukan setiap individu dengan martabat dan penghormatan, serta memberikan ruang bagi setiap orang untuk mengembangkan potensinya secara penuh. Dalam pendekatan ini, tujuan pendidikan adalah membentuk individu yang berkeadilan sosial, berempati terhadap orang lain, dan memiliki tanggung jawab moral untuk berkontribusi pada kesejahteraan komunitas yang lebih luas(Noddings, 2005).
Contoh nyata dari pendidikan yang berpusat pada empati adalah pengenalan program pendidikan karakter di berbagai sekolah, di mana siswa diajarkan tentang nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap orang lain. Melalui program ini, siswa belajar bahwa pendidikan bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi secara positif kepada masyarakat.
Dalam pendidikan yang berpusat pada manusia, peran guru berubah dari otoritas tunggal yang menyampaikan pengetahuan menjadi fasilitator yang mendukung proses belajar siswa. Guru berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung, di mana setiap siswa merasa aman untuk mengekspresikan diri, membuat kesalahan, dan belajar dari pengalaman tersebut. Guru juga perlu memiliki keterampilan empati dan mendengarkan yang baik untuk memahami kebutuhan individu siswa dan memberikan bimbingan yang sesuai.
Pendidikan yang berpusat pada manusia juga mengharuskan guru untuk bersikap reflektif terhadap praktik pengajaran mereka sendiri. Guru perlu secara terus menerus mengevaluasi metode mereka, mendengarkan umpan
184 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
balik dari siswa, dan menyesuaikan pendekatan pengajaran untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan relevan. Hal ini juga melibatkan pengembangan profesional berkelanjutan, di mana guru berusaha untuk terus belajar dan berkembang agar dapat mendukung kebutuhan siswa yang terus berkembang di dunia yang dinamis(Hattie, 2009).
Abad-Segura, E., González-Zamar, M.D., Vázquez-Cano, E., & LópezMeneses, E. (2020). Remote sensing applied in forest management to optimize ecosystem services: Advances in research. Forests, 11(9).
Agiwal, M., Roy, A. and Saxena, N. (2016) ‘Next Generation 5G Wireless Networks: A Comprehensive Survey.’, IEEE Communications Surveys & Tutorials, 18(3), pp. 1617–1655.
Aguzzi, J., dkk. (2024). New Technologies for Monitoring and Upscaling Marine Ecosystem Restoration in Deep-Sea Environments. In Engineering (Vol. 34, pp. 195–211). Elsevier Ltd.
Aguzzi, J., dkk. (2024). New Technologies for Monitoring and Upscaling Marine Ecosystem Restoration in Deep-Sea Environments. In Engineering (Vol. 34, pp. 195–211). Elsevier Ltd.
Alghamdi, L. et al. (2023) ‘Co-designing Community-based Sharing of Smarthome Devices for the Purpose of Co-monitoring In-home Emergencies’, in Conference on Human Factors in Computing Systems - Proceedings. Available at: https://doi.org/10.1145/3544548.3581239.
Alhari, M.I., dkk. (2024). Konsep Smart City untuk Membangun Kota Berkelanjutan. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623-113-427-1.
Alhari, M.I., dkk. (2024). Konsep Smart City untuk Membangun Kota Berkelanjutan. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623-113-427-1.
186 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Amin, B., Gunawan, T., & Irawan, R. (2020). Keselamatan kerja dan otomasi industri. Jurnal Teknik Industri, 9(1), 21-35.
Anderson, T. (2010). "Theories for Learning with Emerging Technologies." In Emerging Technologies in Distance Education. AU Press.
Andrić, I., Vrsalović, A., Perković, T., Aglić Čuvić, M., & Šolić, P. (2022). IoT approach towards smart water usage. Journal of Cleaner Production, 365.
Anggoro, B. S. (2015). Sejarah Teori Peluang dan Statistika. Al-Jabar : Jurnal Pendidikan Matematika, 6(1), 13–24. https://doi.org/10.24042/ajpm.v6i1.55
Arangarajan, M. et al. (2024) ‘Applications of AI to Optimize Operations in the Management of Manufacturing’, 2024 International Conference on Communication, Computer Sciences and Engineering (IC3SE), pp. 1520–1525.
Arpilleda, J.Y. (2023) ‘Exploring the Potential of AI and Machine Learning in Predictive Maintenance of Electrical Systems’, International Journal of Advanced Research in Science, Communication and Technology, pp. 751–756.
Ashari, I.F., dkk. (2024). Internet of Things (IoT) dan Multimedia: Integrasi dan Aplikasi. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623-113-351-9.
Aspin, D. N., & Chapman, J. D. (2007). Lifelong Learning: Concepts and Conceptions. Springer.
Atzori, L., Iera, A. and Morabito, G. (2010) ‘The Internet of Things: A survey’, Computer Networks, 54(15), pp. 2787–2805.
Banafa, A. (2024) ‘Narrow AI vs. General AI vs. Super AI’, in Transformative AI. Available at: https://doi.org/10.1201/9781032669182-10.
Barron, B., & Darling-Hammond, L. (2008). "Teaching for Meaningful Learning: A Review of Research on Inquiry-Based and Cooperative Learning." The George Lucas Educational Foundation.
Belpaeme, T., Kennedy, J., Ramachandran, A., Scassellati, B., & Tanaka, F. (2018). "Social robots for education: A review." Science Robotics.
Bibri, S.E., Krogstie, J., Kaboli, A., & Alahi, A. (2024). Smarter eco-cities and their leading-edge artificial intelligence of things solutions for environmental sustainability: A comprehensive systematic review. In Environmental Science and Ecotechnology (Vol. 19). Editorial Board, Research of Environmental Sciences.
Boeve-de Pauw, J., & Van Petegem, P. (2018). "Eco-school evaluation beyond labels: The impact of environmental policy, didactics and nature at school on student outcomes." Environmental Education Research.
Brookfield, S. D. (2005). The Power of Critical Theory for Adult Learning and Teaching. Open University Press.
Brown, D., & Gupta, A. (2022). Challenges of robotics integration in legacy manufacturing systems. Journal of Industrial Engineering, 45(1), 6679.
Buczak, A. L., & Guven, E. (2016). A Survey of Data Mining and Machine Learning Methods for Cyber Security Intrusion Detection. IEEE Communications Surveys & Tutorials, 18(2), 1153-1176.
Buer, S.-V., Strandhagen, J. O., & Chan, F. T. S. (2018). The link between Industry 4.0 and lean manufacturing: Mapping current research and establishing a research agenda. International Journal of Production Research, 56(8), 2924-2940.
Burgess, M. (2019). The uncertain future of AI regulation. Journal of Cyber Security, 15(4), 233-247.
Cadwalladr, C., & Graham-Harrison, E. (2018). Revealed: 50 million Facebook profiles harvested for Cambridge Analytica in major data breach. The Guardian.
188 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Cahyono, B. (2021). Kebocoran Data BPJS Kesehatan dan Tantangan Perlindungan Data di Indonesia. Cyber Security Journal of Indonesia, 12(1), 45-56.
Carayannis, E. G., & Campbell, D. F. J., (2023). Industry 5.0: Rethinking Innovation for Human-Centric Technology. New York: Springer.
Casino, F., Dasaklis, T. K., & Patsakis, C. (2019). A systematic literature review of blockchain-based applications: Current status, classification and open issues. Telematics and Informatics, 36, 55-81.
Causevic, A., Causevic, S., Fielding, M., & Barrott, J. (2024). Artificial intelligence for sustainability: opportunities and risks of utilizing Earth observation technologies to protect forests. Discover Conservation, 1(1).
Chang, H. (2021) ‘A response to the use of ethics as a data protection building block for AI’, Journal of AI, Robotics & Workplace Automation, 1(1), p. 87.
Chui, M., Manyika, J., & Miremadi, M. , (2021). Artificial Intelligence in Business: From Hype to Reality.. New York: McKinsey & Company.
CISA. (2020). Cybersecurity Best Practices. Cybersecurity & Infrastructure Security Agency.
Coeckelbergh, M., & Sætra, H.S. (2023). Climate change and the political pathways of AI: The technocracy-democracy dilemma in light of artificial intelligence and human agency. Technology in Society, 75.
Cowls, J., Tsamados, A., Taddeo, M., & Floridi, L. (2023). The AI gambit: leveraging artificial intelligence to combat climate change opportunities, challenges, and recommendations. AI and Society, 38(1), 283–307.
Cowls, J., Tsamados, A., Taddeo, M., & Floridi, L. (2023). The AI gambit: leveraging artificial intelligence to combat climate change opportunities, challenges, and recommendations. AI and Society, 38(1), 283–307.
Cybersecurity Tech Accord. (2021). About the Cybersecurity Tech Accord.
Cybersecurity Ventures. (2021). Cybercrime to Cost the World $10.5 Trillion Annually by 2025.
Darktrace. (2021). The Importance of AI in Cyber Defense.
Davidson, M., (2022). Green Innovation and Industry 5.0. London: Palgrave Macmillan.
Dede, C. (2010). "Comparing Frameworks for 21st Century Skills." In 21st Century Skills: Rethinking How Students Learn.
Deeptrace. (2020). The State of Deepfakes.
Deguchi, A. et al. (2020) What Is Society 5.0?. In Society 5.0. Singapura: Springer.
Dix, A. (2009) Human-Computer Interaction. In Encyclopedia of Database Systems. Boston: Springer.
Djuric, A. M., Urbanic, R. J., & Rickli, J. L. (2016). A framework for collaborative robot (CoBot) integration in advanced manufacturing systems. Journal of Manufacturing Systems, 37, 535-545.
Dwinanto, A., dkk. (2024). Kecerdasan Buatan: Teori, Algoritma, dan Aplikasi. Yayasan Kita Menulis.
Dwork, C., & Roth, A. (2014). The Algorithmic Foundations of Differential Privacy. Foundations and Trends in Theoretical Computer Science, 9(3-4), 211-407.
Ellen MacArthur Foundation (2019) Artificial Intelligence and The Circular Economy: AI as A Tool To Accelerate The Transition. Cowes, UK: Ellen MacArthur Foundation.
Esmat, A., de Vos, M., Ghiassi-Farrokhfal, Y., Palensky, P., & Epema, D. (2021). A novel decentralized platform for peer-to-peer energy trading market with blockchain technology. Applied Energy, 282.
190 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Esmat, A., de Vos, M., Ghiassi-Farrokhfal, Y., Palensky, P., & Epema, D. (2021). A novel decentralized platform for peer-to-peer energy trading market with blockchain technology. Applied Energy, 282.
Fajrillah, F. et al. (2020) MOOC: Platform Pembelajaran Daring di Abad 21. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Fan, J., Han, F., & Liu, H. (2014). Challenges of big data analysis. National science review, 1(2), 293-314. Mutasar, M., & Niesa, C. (2021). Optimasi Basis Data Terdistribusi Dengan Algoritma Priority Scheduling. Jurnal Tika, 6(02), 141-151.
Fauziah, Y. (2015, July). Arsitektur cloud computing pada sistem informasi desa sebagai layanan akses informasi desa. In Seminar Nasional Informatika (SEMNASIF) (Vol. 1, No. 1).
FireEye. (2020). SolarWinds: A New Era of Cyber Espionage.
Flew, T. (2019) ‘Digital communication, the crisis of the university, and the creative economy. In The Creative University’, Brill Sense, pp. 61–78.
Floridi, L., Taddeo, M., & Turilli, M. (2018). "The Ethics of Artificial Intelligence in Education: What We Owe to Future Generations." AI & Society.
Frey, C. B., & Osborne, M. A, (2023). The Future of Work.. Oxford: Oxford University Press.
Frey, C. B., & Osborne, M. A., (2023). The Future of Employment in the Age of AI. Oxford: Oxford University Press.
Fukuyama, M. (2018) ‘Society 5.0: Aiming for a New Human-Centered Society.’, Japan SPOTLIGHT, 27, pp. 47–50.
Gaddala, B., Ranjan Laha, S., Nazim, K., Sattar, A., & Das, A. (2024). Edge computing and advanced data analytics in monitoring chemical pollution effects on marine life. Bulletin of Pure and Applied Sciences Zoology, 43(2S), 1067–1079.
Gaddala, B., Ranjan Laha, S., Nazim, K., Sattar, A., & Das, A. (2024). Edge computing and advanced data analytics in monitoring chemical pollution effects on marine life. Bulletin of Pure and Applied Sciences Zoology, 43(2S), 1067–1079.
Gartner. (2020). AI in Cybersecurity: A Market Overview.
Giancarlo, M. et al. (2024) ‘Implementation of Artificial Intelligence in Quality Management in SMEs: Benefits and Challenges’, Evolutionary Studies in Imaginative Culture, pp. 1489–1500.
Giap, Y. C. et al. (2020) Cloud Computing: Teori dan Implementasi. Yayasan Kita Menulis.
Goleman, D., (2022). Emotional Intelligence Revisited.. New York: Bantam Books.
Goodfellow, I., Bengio, Y., & Courville, A, (2021). Deep Learning. Cambridge: MIT Press.
Goodfellow, I., Pouget-Abadie, J., Mirza, M., Xu, B., Warde-Farley, D., Ozair, S., ... & Bengio, Y. (2014). Generative Adversarial Nets. Advances in Neural Information Processing Systems, 27, 2672-2680.
Green, M. (2018). The impact of automation on the global labor market. Journal of Economics, 12(3), 134-156.
Guo, M., Zhang, K., Wang, S., Xia, J., Wang, X., Lan, L., & Wang, L. (2023). Peer-to-peer energy trading and smart contracting platform of community-based virtual power plant. Frontiers in Energy Research, 10.
Harari, Y.N. (2018) 21 Lessons for the 21st Century. Random House.
Haseeb, M., & Kumar, D., (2022). Industry 5.0: Human-Machine Collaboration and the Future of Work. London: Routledge.
Heick, T., (2023). Reimagining Education for the Digital Age. New York: Wiley.
192 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Holmes, W., Bialik, M., & Fadel, C. (2018). Artificial Intelligence in Education: Promises and Implications for Teaching and Learning. Center for Curriculum Redesign.
Hussain, D.I., dkk. (2024). Smart city solutions: Comparative analysis of waste management models in IoT-enabled environments using multiagent simulation. Sustainable Cities and Society, 103.
IBM. (2021). The Cyber Security Intelligence Index.
Indarta, Y. et al. (2022) Keamanan Siber: Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0. Yayasan Kita Menulis.
Jarvis, P. (2004). Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice. Routledge.
Johnson, T., & Lee, S. (2019). Efficiency improvements in automated production systems. International Journal of Production, 56(4), 45-60.
Jones, T., & Chang, R. (2021). Collaborative robotics: Enhancing humanmachine collaboration in manufacturing. Journal of Robotics, 15(2), 90-112.
Kanade, V. (2022) Narrow AI vs. General AI vs. Super AI: Key Comparisons, SpiceWorks.
Khalid, J., Chuanmin, M., Altaf, F., Shafqat, M. M., Khan, S. K., & Ashraf, M. U. (2024). AI-Driven Risk Management and Sustainable DecisionMaking: Role of Perceived Environmental Responsibility. Sustainability (Switzerland), 16(16).
Khan, S. A. R., Yu, Z., Golpira, H., Sharif, A., & Mardani, A. (2021). A stateof-the-art review and meta-analysis on sustainable supply chain management: Future research directions. In Journal of Cleaner Production (Vol. 278). Elsevier Ltd.
Kline, R.R. (2011) ‘Cybernetics, automata studies, and the dartmouth conference on artificial intelligence’, IEEE Annals of the History of Computing, 33(4). Available at: https://doi.org/10.1109/MAHC.2010.44.
KnowBe4. (2020). 2020 Security Awareness Training Benchmarking Report.
Kominfo. (2022). Panduan Implementasi UU Perlindungan Data Pribadi. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Kou, Z. et al. (2022) ‘Can I only share my eyes? A Web Crowdsourcing based Face Partition Approach Towards Privacy-Aware Face Recognition’, in WWW 2022 - Proceedings of the ACM Web Conference 2022. Available at: https://doi.org/10.1145/3485447.3512256.
Kshetri, N. (2021). Cybersecurity and AI: Challenges and Trends. Communications of the ACM, 64(6), 28-30.
Lasi, H., Fettke, P., Kemper, H. G., Feld, T., & Hoffmann, M. (2014). Industry 4.0. Business & Information Systems Engineering, 6(4), 239-242.
Lee, J., Kao, H. A., & Yang, S. (2020). Service Innovation and Smart Analytics for Industry 5.0. Procedia Manufacturing, 45, 681-688.
Lee, P., Bubeck, S. and Petro, J. (2023) ‘Benefits, Limits, and Risks of GPT-4 as an AI Chatbot for Medicine’, New England Journal of Medicine, 388(13). Available at: https://doi.org/10.1056/nejmsr2214184.
Li, C., Xiao, M., & Liu, Y. (2024). Prospects for AI applications in forest protection: Technologies, challenges, and future developments. Advances in Resources Research, 4(3), 362–380.
Lubis, A.R., Prayudani, S., Lubis, M., & Al-Khowarizmi. (2018). Analysis of the Markov Chain Approach to Detect Blood Sugar Level. Proc. of 1st ICOSNIKOM.
Lubis, M., Ananza, H.H.R., & Suryoputro, F.D. (2020). Analysis and Design of Policy and Standard Operating Procedure (SOP) for Information Technology in the Communication and Information Services Department. Proc. of IEEE ICIDM, 1-7.
Lubis, M., Ananza, H.H.R., & Suryoputro, F.D. (2020). Analysis and Design of Policy and Standard Operating Procedure (SOP) for Information
194 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Technology in the Communication and Information Services Department. Proc. of IEEE ICIDM, 1-7.
Lubis, M., dkk. (2024). Pengantar Sistem Informasi Organisasi. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623-113-431-8.
Lubis, M., Fauzi, R., Lubis, A.R., & Fauzi, R. (2018). Analysis of Project Integration on Smart Parking System in Telkom University. Proc. of IEEE CITSM.
Lubis, M., Kartiwi, M., & Zulhuda, S. (2016). Election Fraud and Privacy Related Issues: Addressing Electoral Integrity. Proc. of IEEE ICIC, 227-232.
Luckin, R. e. a., (2021). Artificial Intelligence for Education.. London: Routledge.
Luckin, R., Holmes, W., Griffiths, M., & Forcier, L. B. (2016). Intelligence Unleashed: An Argument for AI in Education. Pearson Education.
Mason, P., & Moya, E. (2018). "Adaptive Learning through AI: Duolingo as a Case Study." Journal of Language Learning Technologies.
Matsuzaka, Y. and Yashiro, R. (2023) ‘AI-Based Computer Vision Techniques and Expert Systems’, AI (Switzerland). Available at: https://doi.org/10.3390/ai4010013.
Maulana, A., dkk. (2024). Generative AI: Revolusi Kreativitas dan Inovasi dalam Era Kecerdasan Buatan. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623113-463-9.
Maulana, A., dkk. (2024). Generative AI: Revolusi Kreativitas dan Inovasi dalam Era Kecerdasan Buatan. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623113-463-9.
Mazurek, G., & Małagocka, K., (2019). Human Capital Development in the Age of AI. Warsaw: Wydawnictwo Naukowe PWN.
McAfee, A., & Brynjolfsson, E. , (2021). Machine, Platform, Crowd: Harnessing Our Digital Future.. New York : W. W. Norton & Company.
McCarthy, J. (n.d.). WHAT IS ARTIFICIAL INTELLIGENCE?
McKinsey Global Institute. (2016). The Age of Analytics: Competing in a Data-Driven World.
Mell, P. and Grance, T. (2011) The NIST Definition of Cloud Computing.
Miloski, B. (2023) ‘Opportunities for artificial intelligence in healthcare and in vitro fertilization’, Fertility and Sterility. Available at: https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2023.05.006.
Mishra, P., & Koehler, M. J. (2009). "Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK): A Framework for Teacher Knowledge." Teachers College Record.
Mittelstadt, B. D., Allo, P., Taddeo, M., Wachter, S., & Floridi, L. (2016). The ethics of algorithms: Mapping the debate. Big Data & Society, 3(2), 2053951716679679.
Mohammed, M.A., Abdulhasan, M.J., Kumar, N.M., Abdulkareem, K.H., Mostafa, S.A., Maashi, M.S., Khalid, L.S., Abdulaali, H.S., & Chopra, S.S. (2023). Automated waste-sorting and recycling classification using artificial neural network and features fusion: a digital-enabled circular economy vision for smart cities. Multimedia Tools and Applications 82, 39617-39632.
Monostori, L. (2003). AI and machine learning techniques for managing complexity, changes, and uncertainties in manufacturing. Engineering Applications of Artificial Intelligence, 16(3), 277-291.
Mousavi, S., Hosseinzadeh, A., & Golzary, A. (2023). Challenges, recent development, and opportunities of smart waste collection: A review. Science of The Total Environment, 886, 163925.
196 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Mubin, O., Stevens, C. J., Shahid, S., Al Mahmud, A., & Dong, J. (2013). "A review of the applicability of robots in education." Technology for Education and Learning.
Muggleton, S. (2014) ‘Alan turing and the development of artificial intelligence’, AI Communications, 27(1). Available at: https://doi.org/10.3233/AIC-130579.
Mulyadi, R. (2021). Analisis biaya dan manfaat penggunaan robotik dalam produksi. Jurnal Teknik Mesin, 11(3), 98-115.
Muttaqin, M. et al. (2023) Cloud Computing: Konsep dan Implementasi. Yayasan Kita Menulis.
Nahavandi, S. (2019) ‘Industry 5.0 A Human-Centric Solution.’, Sustainability, 11(16), p. 4371.
Ng, C.K.C. (2022) ‘Artificial Intelligence for Radiation Dose Optimization in Pediatric Radiology: A Systematic Review’, Children. Available at: https://doi.org/10.3390/children9071044.
Ng, W. (2012). Empowering Learners for the 21st Century: Technology, Learning, and Literacy. Springer.
Nguyen, T. H., Lim, S., & Choi, B. (2022). Adaptive AI for Cybersecurity in Industry 5.0. Journal of Emerging Technologies, 20(1), 45-57.
Ning, J., Pang, S., Arifin, Z., Zhang, Y., Epa, U.P.K., Qu, M., Zhao, J., Zhen, F., Chowdhury, A., Guo, R., Deng, Y., & Zhang, H. (2024). The Diversity of Artificial Intelligence Applications in Marine Pollution: A Systematic Literature Review. Journal of Marine Science and Engineering 12(7).
NIST. (2020). Framework for Improving Critical Infrastructure Cybersecurity.
O'Neil, C., (2022). Ethical Challenges in AI. New York: HarperCollins.
Olatunde, A.M., & Sikhakhane, P. Q. (2024). A review of smart water management systems from africa and the United States. Engineering Science & Technology Journal, 5(4), 1231–1242.
Olawade, D.B., Fapohunda, O., Wada, O.Z., Usman, S.O., Ige, A.O., Ajisafe, O., & Oladapo, B.I. (2024). Smart waste management: A paradigm shift enabled by artificial intelligence. Waste Management Bulletin, 2(2), 244–263.
Pew Research Center. (2019). Public Attitudes Toward Data Privacy and Security.
Ponemon Institute. (2021). Cost of a Data Breach Report.
Prasetyo, Y.A., & Lubis, M. (2020). Smart City Architecture Development Methodology (SCADM): A Meta-Analysis using SOA-EA and SoS Approach. SAGE Open 10(2), 1-14.
Prasetyo, Y.A., & Lubis, M. (2020). Smart City Architecture Development Methodology (SCADM): A Meta-Analysis using SOA-EA and SoS Approach. SAGE Open 10(2), 1-14.
Proofpoint. (2021). The State of the Phish
Qian, L., Luo, Z., Du, Y., & Guo, L. (2009). Cloud computing: An overview. In Cloud Computing: First International Conference, CloudCom 2009, Beijing, China, December 1-4, 2009. Proceedings 1 (pp. 626631). Springer Berlin Heidelberg.
Rahardian, R. L., Putera, W. A., & Kelsen, K. (2023). MODEL LAYANAN CLOUD COMPUTING PADA SISTEM PENYEDIA UJIAN
SEKOLAH DASAR. Jurnal Tekinkom (Teknik Informasi dan Komputer), 6(2), 299-306.
Rajalakshmi, M. et al. (2022) ‘Machine Learning for Modeling and Control of Industrial Clarifier Process’, Intelligent Automation and Soft Computing, 32(1), pp. 339–359.
198 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Rajasekar, S. (2023) ‘Prediction of Component Level Degradation in a Hydraulic Rig using Machine Learning Methods’, International Conference on Developments in eSystems Engineering, 2023January, pp. 351–356.
Ramos, H.M., Kuriqi, A., Besharat, M., Creaco, E., Tasca, E., CoronadoHernández, O.E., Pienika, R., & Iglesias-Rey, P. (2023). Smart Water Grids and Digital Twin for the Management of System Efficiency in Water Distribution Networks. Water (Switzerland), 15(6).
Robinson, K. (2011). Out of Our Minds: Learning to be Creative. Capstone.
Rodrigues, G. C., & Bártolo, P. J. (2015). Cost-effective robotic automation in manufacturing. Journal of Manufacturing Technology Management, 26(1), 47-67.
Rosmaini, E., Kusumasari, T.F., Lubis, M., & Lubis, A.R. (2018). Insights to Develop Privacy Policy for Organization in Indonesia. Journal of Physics: Conference Series 978(1).
Rosmaini, E., Kusumasari, T.F., Lubis, M., & Lubis, A.R. (2018). Study to the Current Protection of Personal Data in the Educational Sector in Indonesia. Journal of Physics: Conference Series 978(1).
Russell, S. and Norvig, P. (2021) Artificial Intelligence: A Modern Approach. 4th edn. Upper Saddle River. New Jersey: Prentice Hall.
Russell, S., & Norvig, P. (2016). Artificial Intelligence-A Modern Approach (3rd Edition) ( PDFDrive ).
Russell, S., & Norvig, P. (2021). Artificial Intelligence: A Modern Approach. Pearson Education.
Safitra, M.F., dkk. (2023). Green Networking: Challenges, Opportunities, and Future Trends for Sustainable Development. Proc. of 11th ICCCM 168-173.
Safitra, M.F., dkk. (2023). Metaverse Trend: Definition, Application, Opportunities, Law, and Ethics. Proc. of IEEE ICOCO, 160-165.
Safitra, M.F., dkk. (2023). Metaverse Trend: Definition, Application, Opportunities, Law, and Ethics. Proc. of IEEE ICOCO, 160-165.
Safitra, M.F., Lubis, M., & Kurniawan, M.T. (2023). Cyber Resilience: Research Opportunities. Proc. of ICECCE 99-104.
Sahan, A.S.M. et al. (2023) ‘Role of Cobots over Industrial Robots in Industry 5.0: A Review’, 2023 2nd International Conference on Advancements in Electrical, Electronics, Communication, Computing and Automation (ICAECA) [Preprint].
Salmon, P.M. et al. (2023) ‘Managing the risks of artificial general intelligence: A human factors and ergonomics perspective’, Human Factors and Ergonomics In Manufacturing, 33(5). Available at: https://doi.org/10.1002/hfm.20996.
SANS Institute. (2021). The Importance of Security Awareness Training.
Santiago, B. da S. et al. (2024) ‘Corporate social responsibility and circular economy integration framework within sustainable supply chain management: Building blocks for industry 5.0’, Corporate Social Responsibility and Environmental Management [Preprint].
Santoso, R., & Prasetyo, W. (2019). Perkembangan industri berbasis teknologi di Indonesia. Surabaya: Penerbit Teknologi dan Industri.
Schleicher, A. (2018). World Class: How to Build a 21st-Century School System. OECD Publishing.
Schmelzer, R., (2019. Artificial Intelligence: An Executive Guide to AI Strategies, Best Practices & Real-World Applications. New York: McGraw-Hill.
Schürholz, D., Castellanos-Galindo, G.A., Casella, E., Mejía-Rentería, J.C., & Chennu, A. (2023). Seeing the Forest for the Trees: Mapping Cover and Counting Trees from Aerial Images of a Mangrove Forest Using Artificial Intelligence. Remote Sensing, 15(13).
200 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Schürholz, D., Castellanos-Galindo, G.A., Casella, E., Mejía-Rentería, J.C., & Chennu, A. (2023). Seeing the Forest for the Trees: Mapping Cover and Counting Trees from Aerial Images of a Mangrove Forest Using Artificial Intelligence. Remote Sensing, 15(13).
Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Penguin Random House.
Schwab, K., (2021). The Fourth Industrial Revolution. London: Penguin Books.
Scicluna, B.M., Gauci, A., & Deidun, A. (2024). AquaVision: AI-Powered Marine Species Identification. Information (Switzerland), 15(8).
Scicluna, B.M., Gauci, A., & Deidun, A. (2024). AquaVision: AI-Powered Marine Species Identification. Information (Switzerland), 15(8).
Seng, K.P. et al. (2023) ‘Machine Learning and AI Technologies for Smart Wearables’, Electronics (Switzerland). Available at: https://doi.org/10.3390/electronics12071509.
Setiawan, A., & Prasetyo, T. (2019). Dampak otomatisasi pada tenaga kerja di sektor manufaktur Indonesia. Jurnal Teknologi dan Industri, 45(2), 75-82.
Shekarian, E., Ijadi, B., Zare, A., & Majava, J. (2022). Sustainable Supply Chain Management: A Comprehensive Systematic Review of Industrial Practices. Sustainability (Switzerland), 14(13).
Sheng, X. (2024). Vegetation Restoration Technology and Plant Selection in Mine Ecological Restoration. Mathematical Modeling and Algorithm Application, 2.
Siciliano, B. and Khatib, O. eds (2016) Springer Handbook of Robotics. Springer.
Simarmata, J., dkk. (2024). Literasi Digital dan Teknologi Informasi. Yayasan Kita Menulis. ISBN: 978-623-113-369-4.
Singh Lakha, B., Singh, R., & Singh, B. (2015). Design and Development of Smart Waste Sorting System. International journal of research in electronics and computer engineering 3(4).
Singh, R.K. et al. (2023) ‘AI-Driven Machine Learning Techniques and Predictive Analytics for Optimizing Retail Inventory Management Systems’, European Economic Letters (EEL), 13(1), pp. 410–425.
Smith, J., & Brown, L. (2020). Robotic applications in modern production lines. Robotics Journal, 18(2), 112-129.
Smith, R. (2017). WannaCry Ransomware Attack: What You Need to Know. BBC News.
Sontakke, S.A. et al. (2020) ‘Causal Curiosity: RL Agents Discovering Selfsupervised Experiments for Causal Representation Learning’, Proceedings of Machine Learning Research, 139, pp. 9848–9858.
Sosunova, I., & Porras, J. (2022). IoT-Enabled Smart Waste Management Systems for Smart Cities: A Systematic Review. IEEE Access, 10, 73326–73363.
Sosunova, I., & Porras, J. (2022). IoT-Enabled Smart Waste Management Systems for Smart Cities: A Systematic Review. IEEE Access, 10, 73326–73363.
Sriwisathiyakun, K. and Dhamanitayakul, C. (2022) ‘Enhancing digital literacy with an intelligent conversational agent for senior citizens in Thailand’, Education and Information Technologies, 27(5). Available at: https://doi.org/10.1007/s10639-021-10862-z.
Sterling, S. (2012). "The Future Fit Framework: An Introductory Guide to Teaching and Learning for Sustainability in HE." Higher Education Academy.
Strunk, J., Ebner, K., Anschütz, C., & Smolnik, S. (2024). Sorting the Trash: How Smart Waste Management Systems Contribute to Sustainable Development in Smart Cities. Proceedings of the 57th Hawaii International Conference on System Sciences.
202 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Strunk, J., Ebner, K., Anschütz, C., & Smolnik, S. (2024). Sorting the Trash: How Smart Waste Management Systems Contribute to Sustainable Development in Smart Cities. Proceedings of the 57th Hawaii International Conference on System Sciences.
Sudharson, D. et al. (2023) ‘A Multimodal AI Framework for Hyper Automation in Industry 5.0’, 2023 International Conference on Innovative Data Communication Technologies and Application (ICIDCA), pp. 282–286.
Sun, Y. et al. (2024) ‘Personalized Deep Learning for Substance Use in Hawaii: Protocol for a Passive Sensing and Ecological Momentary Assessment Study’, JMIR Research Protocols, 13(1). Available at: https://doi.org/10.2196/46493.
Surfshark. (2021). Data Breaches in 2021: How Data Breaches Affect Consumers.
Suryadi, D. (2020). Tantangan dan peluang penerapan robotik di sektor manufaktur Indonesia. Jurnal Manufaktur Indonesia, 8(1), 55-62.
Susskind, R., & Susskind, D, (2020). The Future of the Professions: How Technology Will Transform the Work of Human Experts.. Oxford: Oxford University Press.
Sutikno, T., Stiawan, D., Much, I., Subroto, I., & Handayani, L. (2024). Advanced Recycling Technologies in Urban Smart Waste Management. High-Tech and Innovative Series 1.
Syafiera, T., Lubis, M., Witjaksono, R.W., & Anggana, H.D. (2019). The Means of Engagement (MOE) Model of the Agreement towards the Enterprise Resource Planning (ERP) Implementation. Proc. of IEEE ICIC.
Syafiera, T., Lubis, M., Witjaksono, R.W., & Anggana, H.D. (2019). The Means of Engagement (MOE) Model of the Agreement towards the Enterprise Resource Planning (ERP) Implementation. Proc. of IEEE ICIC.
Syafiraliany, L., Lubis, M., & Witjaksono, R.W. (2019). Analysis of Critical Success Factors from ERP System Implementation in Pharmaceutical Fields by Information System Success Model. Proc. of IEEE ICIC 1-5.
Talpes, E. et al. (2020) ‘Compute solution for tesla’s full self-driving computer’, IEEE Micro, 40(2). Available at: https://doi.org/10.1109/MM.2020.2975764.
Tilbury, D., & Wortman, D. (2004). Engaging People in Sustainability. IUCN Commission on Education and Communication.
Topol, E.J. (2019) ‘High-Performance Medicine: The Convergence of Human and Artificial Intelligence’, Nature Medicine, 25(1), pp. 44–56.
Tough, A. (1979). The Adult's Learning Projects: A Fresh Approach to Theory and Practice in Adult Learning. Ontario Institute for Studies in Education.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. John Wiley & Sons.
Tsai, F. M., Bui, T. D., Tseng, M. L., Ali, M. H., Lim, M. K., & Chiu, A. S. (2021). Sustainable supply chain management trends in world regions: A data-driven analysis. Resources, Conservation and Recycling, 167.
Tulungen, E. E., Saerang, D. P., & Maramis, J. B. (2022). Transformasi digital: Peran kepemimpinan digital. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 10(2).
Uddin, M. G., Nash, S., Rahman, A., Dabrowski, T., & Olbert, A. I. (2024). Data-driven modelling for assessing trophic status in marine ecosystems using machine learning approaches. Environmental Research, 242.
Umbrello, S. (2021) ‘AI Winter’, Encyclopedia of Artificial Intelligence: The Past, Present, and Future of AI.
204 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
UNESCO. (2017). "Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives." United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.
Voigt, P., & Bussche, A. V. D. (2017). The EU General Data Protection Regulation (GDPR): A Practical Guide. Springer International Publishing.
Wals, A. E. J. (2015). "Beyond Unreasonable Doubt: Education and Learning for Socio-Ecological Sustainability in the Anthropocene." Wageningen University.
Wang, L., Yang, J., Wu, S., Hu, L., Ge, Y., & Du, Z. (2024). Enhancing mineral prospectivity mapping with geospatial artificial intelligence: A geographically neural network-weighted logistic regression approach. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 128.
Wang, R., Sun, Y., Zong, J., Wang, Y., Cao, X., Wang, Y., Cheng, X., & Zhang, W. (2024). Remote Sensing Application in Ecological Restoration Monitoring: A Systematic Review. Remote Sensing 16(12).
Wang, S.C.Y. et al. (2024) ‘AI-based diabetes care: risk prediction models and implementation concerns’, npj Digital Medicine. Available at: https://doi.org/10.1038/s41746-024-01034-7.
Wang, Y., & Lee, J, (2022). Human-Machine Collaboration in the Era of Industry 5.0.. London: Routledge.
Wibowo Atmaja, T. H., Akram, R., & Zaki, M. (2022). Pemanfaatan ECommerse Untuk Meningkatkan Penjualan Ikan Dan Produk Olahannya di Desa Alur Bemban Aceh Tamiang. Jurnal Malikussaleh Mengabdi, 1(2), 09. https://doi.org/10.29103/jmm.v1i2.8999
Williamson, S. and Vijayakumar, K. (2021) ‘Artificial intelligence techniques for industrial automation and smart systems’, Concurrent Engineering - Research and Applications, 29(3), pp. 291–292.
Wilson, H. J., & Daugherty, P. R. , (2022). Human + Machine: Reimagining Work in the Age of AI. Boston: Harvard Business Review Press.
Wladawsky-Berger, I., (2022). The Future of Work in the Age of AI.. New York: IBM Institute for Business Value.
Wood, J.M. et al. (2024) ‘Exploring perceptions of Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) in older drivers with age-related declines’, Transportation Research Part F: Traffic Psychology and Behaviour, 100. Available at: https://doi.org/10.1016/j.trf.2023.12.006.
World Economic Forum (2020) The Future of Jobs Report 2020. World Economic Forum. Switzerland: Geneva.
World Economic Forum. (2021). The Global Risks Report 2021.
Xu, D., Li, X., Chen, J., & Li, J. (2023). Research Progress of Soil and Vegetation Restoration Technology in Open-Pit Coal Mine: A Review. In Agriculture (Switzerland) 13(2).
Xu, L., & Li, W. (2022). Artificial Intelligence and Data Protection in Industry 5.0. Journal of Emerging Technologies, 19(3), 101-117.
Yigitcanlar, T., Kankanamge, N. and Preston, A. (2020) ‘How Can Social Media Analytics Assist Authorities In Pandemic-Related Policy Decisions? Insights From Australian States and Territories’, Health Information Science and Systems, 8(1), pp. 1–21.
Zawacki-Richter, O., Marín, V. I., Bond, M., & Gouverneur, F. (2019). "Systematic review of research on artificial intelligence applications in higher education–Where are the educators?" International Journal of Educational Technology in Higher Education.
Zhang, Q. et al. (2018) ‘A survey on deep learning for big data’, Information Fusion. Available at: https://doi.org/10.1016/j.inffus.2017.10.006.
Zhang, Y. et al. (2020) ‘Inverse kinematics problem of industrial robot based on PSO-RBFNN’, 2020 IEEE 4th Information Technology,
206 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Networking, Electronic and Automation Control Conference (ITNEC), pp. 346–350.
Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power. PublicAffairs.
Muttaqin, S.T., M.Cs
Lahir dan besar di Aceh. Pendidikan TK hingga SMA diselesaikan di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireun Provinsi Aceh. Menyelesaikan Pendidikan D3 Instrumentasi & Komputasi di Universitas Syiah Kuala, S1 Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknik Bina Cendikian Banda Aceh, dan S2 Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Mengajar mata kuliah Sistem Operasi Komputer, Kecerdasan Buatan, Sistem Informasi Geografis, Pemodelan Sistem Informasi, Teknik Digital, Pemograman C++, Sistem Basis Data, E-Commerce. Tidak terasa menulis atau menghasilkan karya diawali tahun 2019 sampai Sekarang tahun 2023 baru melahirkan 45 buku: E-Commerce: Implementasi, strategi & Inovasinya (2019), Biometrika Teknologi Identifikasi (2020), Panduan Belajar Manajemen Referensi dengan Mendeley (2020), MOOC: Platform Pembelajaran Daring di Abad 21 (2020), Sistem Pendukung Keputusan: Metode & Implementasi (2020), Sistem Informasi Manajemen (2020), Pembelajaran Daring untuk Pendidikan: Teori dan Penerapan (2020), Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri (2020), Tren Teknologi Masa Depan (2020),Pengenalan Teknologi Informasi (2020), Keamanan Data dan Informasi (2020), Pengantar Forensik Teknologi Informasi (2021), Statistika Bidang Teknologi Informasi (2021), Sistem Informasi (2021), Hukum dan Cybercrime (2021), Internetworking dan TCP/IP (2021), Teknologi Jaringan Nirkabel (2022), Perancangan Basis Data (2022). BIG DATA: Informasi Dalam Dunia Digital (2022), Dasar-Dasar Teknologi Internet of Things (IoT) (2022), Teknologi Jaringan Komputer (2022), Teknologi Cloud Computing (2022), Google Workspace for Education Platform Pendidikan Digital: Konsep dan Praktik (2022), Konsep Dasar Kecerdasan Buatan (2023), Internet of Things (IoT): Teori dan Implementasi (2023), Digital Learning (2023), Pengantar Sistem Cerdas (2023), Pengantar Internet (2023), Data Science dan Pembelajaran
208 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Mesin (2023), Audit Sistem Informasi (2023), Pengenalan Data Mining (2023), Pengantar Teknologi Digital (2023), Jaringan Komputer dan ‘Internet (2023), Teknologi Mesin Pencari (2023), Representasi Pengetahuan (2023), Cloud Computing: Konsep dan Implementasi (2023), Sistem Pakar (2023), Multimedia (2023), Implementasi Artificial Intelligence (AI) dalam Kehidupan (2023), Indonesia Maju: Menjalin Kolaborasi dan Sinergitas (2023), Pengamanan Identitas Digital (2023), Data Mining: Teori dan Implementasi (2023), Organisasi Komputer (2023), Pengantar Pembelajaran Mesin (Machine Learning) (2023), Data Cloud: Masa Depan Teknologi Penyimpanan dan Pengelolaan Data (2023). Semuanya diterbitkan oleh Penerbit Kita Menulis. Email penulis muttaqin.ugm@gmail.com, Hp/WA. +6285260409204.
Oktoverano Hendrik Lengkong
Lahir di Jakarta, 12 Oktober 1983. Menempuh pendidikan di Universitas Trisakti Magister Desain (Desain Komunikasi Visual) dan juga menyelesaikan pendidikan pada konsentrasi magister management jurusan marketing. Pada tahun 2020 di Universitas Klabat. Pada tahun 2018-2019 dipercayakan sebagai sekretaris regional Prov. Sulawesi Utara dalam Asosiasi Pilot Drone Indonesia. Aktif dalam penelitian dengan topik Multimedia, Social Media, Internet of Things, Virtual Reality, UI/UX, Digital Marketing, Graphic Design. Dalam aktivitas penelitian pernah mendapatkan pengakuan dalam bentuk penghargaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mendapatkan penghargaan untuk penelitian terbaik. Aktif juga sebagai IT Consultant terlebih khusus dalam perancangan web, serta Desain Grafis dan Sosial Media Analisis. Dengan aktifitas keseharian saat ini sebagai dosen tetap di Universitas Klabat – Manado.
Seorang dosen tetap di program studi Rekayasa
Perangkat Lunak Universitas Dipa Makassar dengan keahlian di bidang Teknik Informatika. Sebagai seorang akademisi yang aktif dalam menjalankan
Tridharma Perguruan Tinggi, berperan dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Terlibat dalam pengembangan kurikulum serta membimbing mahasiswa dalam tugas akhir yang berfokus pada teknologi informasi, terutama pengembangan aplikasi berbasis web dan mobile. Dalam bidang penelitian, telah mempublikasikan berbagai hasil penelitian terkait teknologi pendidikan dan sistem informasi di jurnal nasional dan internasional. Berkontribusi dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui pelatihan teknologi dan pengembangan aplikasi pendidikan di desa.
210 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
Mengampu mata kuliah Pemrograman Web, Sistem Terdistribusi, Startup, Basis Data, Pengantar Teknologi Informasi.
E-mail: annah@undipa.ac.id
Muharman Lubis
Meraih gelar Doctor of Philosophy untuk program Information Technology dari International Islamic University Malaysia. Menyelesaikan pendidikan Master di Universitas yang sama dan program Bachelor di Universiti Utara Malaysia dengan kekhususan pada Jaringan Komputer. Saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Manajemen di Universitas Widyatama, Sarjana Hukum di Universitas Terbuka, dan Double Degree pada International Open University untuk Bachelor of Art (Islamic Studies) dan Bachelor of Science (Psychology).
Mengampu beragam mata kuliah dari Tata Kelola Data dan Teknologi Informasi, Analisa Data dan Bisnis Perusahaan, Transformasi dan Strategi Digital, Inovasi dan Kewirausahaan Teknologi, Manajemen Pengetahuan dan Sumber Daya, Metodologi Penelitian, Hukum dan Etika Siber. Menulis beberapa jurnal ilmiah dan seminar internasional terkait Perlindungan Data Pribadi, Strategi Sistem Informasi Organisasi, dan Ketangguhan dan Jaminan Siber.
E-mail: muharmanlubis@telkomuniversity.ac.id
Lahir di Kota Padang, Sumatera Barat pada tanggal 21 Mei 1986 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara dari Bapak Syofyan Tanjung dan Ibu Kasmawati, S.Pd. Penulis lulus pendidikan SD Negeri 30 Cengkeh tahun 1998, SLTP Negeri 11 Padang tahun 2001, dan SMA Negeri 4 Padang tahun 2004. Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Fakultas
Pertanian Universitas Andalas tahun 2004 dan lulus tahun 2008 dengan predikat lulusan terbaik.
Penulis mendapatkan beasiswa Fast Track Magister (S2) di Universitas Andalas tahun 2008 dan lulus dengan predikat Cumlaude (Dengan Pujian) tahun 2010.
Lulus pendidikan Magister, penulis lulus PNS sebagai dosen Fakultas Pertanian, ahun 2010. Pada tahun 2012, penulis mewakili
Indonesia dalam kegiatan pengembangan Gandum Tropis ke Slovakia, Eropa 2018, penulis mendapatkan beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri dari Kemeristek Dikti untuk pendidikan Doktor (S3) pada Program Studi Entomologi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan
IPK 3,76. Kemudian tahun 2018, penulis kembali menempuh pendidikan Doktor pada program studi Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas dan lulus pada tahun 2022 dengan IPK 3,97 pada usia 36 tahun.
Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari mengajar kuliah, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penulis merupakan Aseseor Kompetensi Pertanian Nasional bidang Sistem Pertanian Organik dan pengendalian hama dan penyakit tanaman, penulis juga aktif sebagai narasumber dan tenaga ahli dalam membina kelompok tani di Provinsi Sumatera Barat, serta aktif di organisasi Bundo Kanduang Kota Padang. Selain itu penulis juga aktif mengikuti seminar nasional dan internasional, menulis jurnal nasional dan internasional terindeks Scopus, Perintis dan Chief editor di Journal of Top Agriculture (Top Journal), Reviewer Jurnal Nasional dan Jurnal Internasional, aktif menulis buku-buku pertanian dan artikel di media massa nasional maupun internasional, serta aktif sebagai Tim Ahli Pertanian dari Perguruan Tinggi dan Kementerian Pertanian untuk Membina Kelompok Tani di Provinsi Sumatera Barat.
Penulis yang punya mimpi jadi Menteri Pertanian ini sangat suka menulis. Tujuan saya menulis adalah ingin berbagi ilmu. Karena prinsip saya: tulisan
212 Kecerdasan Buatan dan Revolusi Industri 5.0: Membangun Masa Depan Teknologi
yang saya hasilkan dari kegiatan menulis itu adalah sedekah. Sedekah itu tidak hanya uang, tetapi berbagi ilmu yang bermanfaat itu juga sedekah dan amalnya akan mengalir selama bumi ini ada. Akhir kata saya berharap tulisan saya bisa bermanfaat bagi pembaca. E-mail: silvia@agr.unand.ac.id .
Ir. Mutasar,S.Kom.,M.Kom.
Dosen Prodi S1 Informatika Fakultas Komputer dan Multimedia (FKOM) Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen – Aceh, Alumni S1 Teknik Informatika STMIK Bina Bangsa Lhokseumawe dan S2 Teknik Informatika USU. Karyawan PT. Kertas Kraft Aceh (Persero) Lhokseumawe Bagian Processing Data Elektronik (1999-2009). Mengampu mata kuliah Algoritma dan Pemrograman, Basisdata, Sistem Informasi. Selama ini terlibat aktif sebagai dosen pembimbing mahasiswa Magang Industri.
Telah menerbitkan Buku referensi dan satu buku yang ditulis sendiri, yakni Waktu Akses Database Terdistribusi Penerbit Yayasan Barcode. Keseluruhan buku merupakan referensi kuliah Basisdata dan sistem Informasi.
E-mail: mutasarstmik@gmail.com
Rizalul Akram, S.T.,M.Kom
Dosen Program Studi Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Samudra Sejak 2015. Penulis lahir Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, 16 Juli 1987. Penulis adalah dosen tetap pada Program Studi Informatika Universitas Samudra. Menyelesaikan pendidikan S1 pada di prodi Teknik Informatika Universitas Malikussaleh 2010 dan pendidikan S2 Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara 2013. Penulis menekuni bidang sistem cerdas, kecerdasan buatan, sistem informasi, dan embdded sistem. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: rizalulakram@unsam.ac.id
Biodata Penulis
Nurdin.
Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika pada Universitas Dipa Makassar.
Mengampu Matakuliah : Keamanan Komputer/Kriptografi, Keamanan Jaringan, Keamanan Sitem Informasi, Data Mining, Sistem Operasi, Jaringan Komputer, Pemrograman Web.
Email : nurdin@undipa.ac.id.
Dr. Ir. Janner Simarmata, S.T., M.Kom. (C.SP., C.BMC., C.DMP., C.PDM., C.SEM., C.COM., C.SI., C.SY.,
Sarjana Teknik Informatika dari STMIK Magister Ilmu Komputer dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Doktor Pendidikan Teknologi Kejuruan (PTK) diperoleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bidang kajian Blended Learning. Insinyur (PPI) dari Institut Alumni Taplai II 2004 . Menulis buku sejak tahun 2005 buku dan 200 HKI. Dosen di Pendidikan Teknologi Informatika dan Komputer (PTIK) Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan.