HIERARKIPADAMASJIDSEBAGAIRUANGSOSIALDANRUANG
IBADAH
Ringkasan Laporan Seminar
Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur (S.Ars.)
Nama : Fatihah Az-Zahra
NIM : 00000028608
Program Studi : Arsitektur
Fakultas : Seni & Desain
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA

TANGERANG
2022
ABSTRAK
Masjid bagi umat muslim secara terminologis berarti sujud atau perilaku tunduk dan patuh yang merupakan sebuah tempat yang dibangun untuk memfasilitasi segala aktivitas yang berhubungan dengan kepatuhan dan ketaatan kepada Sang Pencipta Sejak awal terbangunnya masjidtelahmengembandua fungsi sekaligus,fungsi beribadahdanfungsi sosial.Dualismefungsi masjidini telah menyebabkan ruangsosialmengintervensi ruangibadah danberpengaruh terhadap pola pemakaian ruang. Walaupun kedua aktivitas tersebut memiliki sifat dan fungsi yang berbeda, keduanya bisa berjalan berdampingan di masjid. Penelitian yang dilakukan akan mencoba untuk membaca sampel masjid di salah satu area pemukiman di daerah Kuta Bumi Kec. Pasar Kemis Kab. Tangerang. Masjid ini merupakan masjid yang dibangun atas dasar swadaya masyarakat untuk membangun sebuah fasilitas publik yang memfasilitasi ruang beribadah dan ruang sosial. Menggunakan jenis penelitian etnografi dengan metode kualitatif-deskriptif penelitian berusaha untuk memahami, mengetahui dan memetakan aktivitas, pola pemakaian ruang dan hierarki yang terbentuk di masjid. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi lapangan, pemetaan, wawancara, serta dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa ruang sosial mengintervensi hampir 50-100% dari luas total ruang ibadah. Walaupun sudah dilakukan pengaturan ruang, lapisan-lapisan aktivitas yang terjadi turut membentuk hierarki aktivitas. Selain itu, aktivitas yang terjadi memiliki peluang untuk berekspansi atau menggunakan lebih dari satu ruang untuk mengakomodasi kegiatan. Maka berdasarkan penelitian ini, sebuah masjid memerlukan adanya penegasan hierarki secara spasial dengan cara mengatur zonasi, aksesibilitas, pintu masuk, serta tata letak di dalam masjid.
Kata kunci: Dualisme Fungsi Masjid, Pola Ruang, Hierarki
I. PENDAHULUAN
Sebagai tempat peribadatan umat muslim, di Indonesia masjid banyak ditemui di berbagai tempat. Dilansir dari data SIMAS (Sistem Informasi Masjid) menyebutkan jumlah masjid dan mushala di Indonesia kurang lebih sebanyak 644.744 yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (SIMAS, 2022) Ini disebabkan karena hampir 86,9% penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam (Data Indonesia, 2022). Pada praktiknya masjid digunakan sebagai tempat ibadah (fungsi utama), ternyata juga mengemban fungsi sosial (fungsi sekunder) Sejak pertama kali didirikan, masjid menjadi tempat yang penting dan berperan besar terhadap suatu kawasan. Quraish Shihab mengatakan bahwa, peran masjid sangat luas dan tidak terbatas sebagai tempat ibadah (Shihab, 2002) Masjid pada zaman Nabi Muhammad SAW juga dipergunakan sebagai tempat kegiatan sosial kemasyarakatan seperti tempat edukasi, tempat pertemuan, dan tempat tinggal bagi orang miskin dan musafir (Batuayour, 1988)
Di Indonesia, agama Islam yang disebarkan oleh wali songo memiliki pengaruh terhadap pembangunan masjid. Masjid yang dibangun merupakan masjid yang didasari pertimbangan dengan mengadaptasi kebudayaan atau kepercayaan setempat (Barliana, 2008). Ini dilakukan agar masjid yang dipergunakan sebagai tempat beribadah juga memfasilitasi aktivitas sosial maupun penyebaran agama dan memiliki kedekatan dengan penggunanya. Melalui hal tersebut, peran masjid sebagai ruang beribadah dan ruang sosial berlangsung secara berdampingan. Jika ditinjau lebih jauh dalam lingkup arsitektur, adanya dua aktivitas atau fungsi dapat menciptakan dua ruang untuk saling terhubung (Ching, 2008) Namun, aktivitas beribadah dan sosial merupakan dua aktivitas dengan karakteristik yang berbeda. Hal tersebut kemungkinan akan berdampak pada kualitas ruang serta kenyamanan pengguna didalamnya. Dalam sebuah kuesioner yang dilakukan secara acak pada masyarakat suatu kawasan permukiman di Kab. Tangerang, peneliti guna melihat peran aktivitas beribadah dan aktivitas
sosial di dalam masjid terlihat tiga kelompok responden yang memiliki tujuan berbeda saat datang ke masjid. Sebanyak 47.1% yang datang ke masjid hanya ditujukan untuk beribadah, 41.2% lainnya datang ke masjid untuk menghadiri kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan oleh pengurus setempat, 11.8% lainnya datang ke lingkungan masjid untuk memanfaatkan halaman masjid sebagai tempat bermain ataupun olahraga. Sebagian masyarakat yang datang ke masjid untuk melakukan ibadah memperlihatkan adanya sedikit keberatan jika sudah memasuki waktu sholat kondisi lingkungan masjid tidak kondusif atau bising dan mengakibatkan terganggunya kekhusyukan sholat. Namun disisi lain, masyarakat yang datang ke masjid dengan tujuan meramaikan kegiatan rutin yang dilakukan di lingkungan masjid juga memerlukan ruang sebagai tempat berkegiatan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Huldinsyah & Subroto mengenai hierarki di dalam pola pemakaian ruang-ruang di dalam masjid dikemukakan aktivitas seremonial dan sosial yang sifatnya profan hanya memanfaatkan area serambi sebagai tempat mereka beraktivitas (Huldiansyah & Subroto, 2020). Serambi masjid lebih leluasa digunakan untuk jenis kegiatan yangsifatnya keterbukaan, berhubungan dengan manusia, dan disertai suasana yangramai. Hal ini menandai adanya batasan untuk aktivitas seremonial dan sosial dalam menggunakan ruang yang sifatnya suci. Berbeda dengan aktivitas beribadah yang memerlukan sikap menjaga kesucian, sifat kegiatan yang lebih intim (berhubungan langsung dengan Tuhan), dan suasana yangtenang,diperbolehkanmenggunakankeseluruhan ruangdi dalammasjid untuk beribadah Secara tidak langsung hierarki aktivitas tercipta dan mempengaruhi penggunaan atas ruangruang didalam masjid. Hierarki secara spasial juga terbentuk untuk menjaga kesucian tempat beribadah. Berdasarkan hal tersebut, dualisme fungsi yang diemban oleh masjid bisa berpengaruh terhadap pembentukan hierarki.
Berdasarkan kondisi sosial di dalam lingkungan masjid, penelitian yang akan dilakukan berupaya untuk menggali lebih jauh mengenai dualisme fungsi masjid. Penelitian akan mencobamengambilstudikasusmasjiddisalahsatuareapemukimanPerumahanGrandSutera Kuta Bumi, Kec. Psar Kemis Kab. Tangerang. Masjid Ar-Royyan merupakan masjid yang dibangun atas dasar swadaya masyarakat untuk membangun sebuah fasilitas publik yang memfasilitasi ruang beribadah dan ruang sosial. Masjid ini merupakan salah satu dari tiga masjid yang berada di area pemukiman yang memiliki tingkat intensitas yang cukup tinggi dalam berkegiatan sosial dengan memanfaatkan area masjid dan lingkungannya. Hal tersebut disebabkan karena jumlah penduduk di pemukiman ini juga didominasi beragama Islam jika dibandingkan blok-blok lainnya. Masjid Ar-Royyan juga berada di lokasi strategis karena berada di kawasan yang merupakan area aktif dikelilingi minimarket dan ruko-ruko yang bisa dikatakan merupakan sentral kawasan perumahan. Masjid ini juga sering dipergunakan oleh masyarakat lain yang tinggal di luar kawasan.
Gambar 1. 1
Peta Lokasi Penelitian
Sumber: Penulis, 2022
Letak masjid yang menjadi sumbu utama di blok B membuat aktivitas masyarakat setempat melebur bersama adanya masjid. Masyarakat biasanya saling berinteraksi dengan

memanfaatkan area dalam masjid dan juga halamannya. Ini terjadi baik secara formal maupun informal sehingga membuat masjid menjalankan fungsinya sebagai tempat beribadah dan beraktivitas sosial di tengah-tengah masyarakat. Aktivitas di Masjid Ar-Royyan terjadi secara insidentil maupun reguler. Kegiatan insidental seperti memperingati hari keagamaan (Maulid Nabi, Tahun Baru Islam), sholat jenazah, akad nikah, Hut RI, dan lain-lain. Maupun kegiatan reguler yang rutin umat muslim laksanakan (sholat, pengajian ibu & bapak, TPA, dan lainlain). Tidak hanya itu, area halaman masjid juga sering dipergunakan sebagai tempat pelaksana kegiatan posyandu, acara-acara informal seperti makan-makan, olahraga, arisan dan rapat.
Berdasarkan data yang telah dijabarkan diatas, peneliti melihat adanya masalah dimana pelaksanaan aktivitas sosial di lingkungan masjid menyebabkan ruang sosial sebagai hasil dari aktivitas sosial mengintervensi atau mengambil ruang beribadah dalam masjid. Masyarakat yang datang ke masjid hanya untuk beribadah akan merasa terintervensi dengan adanya aktivitas lain yang sifatnya bisa mengganggu ketenangan area masjid. Namun di sisi lain, masyarakat yang datang ke masjid hanya untuk memanfaatkan lingkungan masjid sebagai ruang sosial untuk mereka berinteraksi juga merasa tetap membutuhkan ruang sosial walaupun harus berada di lingkungan ruangibadah. Ruang sosial yang sifatnya profan akhirnya memakai ruang suci yangsifatnya sakral akibat blurnya hierarki. Hal tersebut menyebabkan bentrok atau overlap yang akhirnya menjadi kurang memadai dari segi kualitas dan kenyamanan, dan berdampak pada perubahan pola ruang serta hierarki di lingkungan masjid.
Berdasarkan pemaparan diatas, terlihat bahwadua aktivitas dengan sifat dankarakteristik berbeda aktivitas beribadah dan aktivitas sosial bisa dilakukan di masjid. Namun pada pelaksanaannya ruang sosial telah mengintervensi atau mengambil ruang beribadah di masjid. Melalui permasalahan tersebut, penelitian mencoba untuk mengkaji dualisme fungsi masjid yang akan dibaca melalui pola ruang dan hierarki penggunaan ruang ibadah dan ruang sosial sehinggapenelitian ini akanberfokus pada aktivitas, polapemakaian ruang,danhierarki. Penelitian ini dibatasi dengan mengambil studi kasus pada Masjid Ar-Royyan yang berada di lingkungan Perumahan Grand Sutera Blok B sebagai contoh untuk dijadikan sebagai objek penelitian untuk melihat jenis aktivitas, waktu pelaksanaan, luas pemakaian ruang, dan fasilitas apa saja yang dipakai untuk aktivitas sosial di Masjid Ar-Royyan Pelaku atau pengguna yang beraktivitas sosial di masjid dibagi berdasarkan kelompok pengguna (reguler dan insidentil), usia, dan domisili
II. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengkaji dualisme fungsi masjid yang akan dibaca melalui pola ruang dan hierarki penggunaan ruang ibadah dan ruang sosial. Menggunakan jenis penelitian etnografi sebagai sebuah studi karakteristik dalam satu komunitas tertentu yang dilakukan secara mendalam (Groat & Wang, 2002), dalam hal ini konteks penelitian akan berfokus pada aktivitas dan pola pemakaian ruang dan hierarki di dalam Masjid Ar-Royyan Dengan metode kualitatif-deskriptif peneliti berusaha untuk memahami, mengetahui dan memetakan aktivitas, pola pemakaian ruang dan hierarki yang terbentuk di masjid. Sehingga dengan menggunakan metode ini, peneliti akan mengambil data yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan bentuk-bentuk pola pemakaian ruang dan hierarki ruang dari aktivitas sosial.
III. PEMBAHASAN

Profil Masjid Ar-Royyan dan Lingkungan Perumahan Grand Sutera Blok B
Perumahan Grand Sutera yang berada di kelurahan Kuta Bumi yang merupakan salah satu daerah pengembangan perumahan di wilayah Pasar Kemis. Perkembangan perumahan ini
tidak lepas dari kebutuhan akan rumah tinggal yang terus meningkat. Perumahan ini dibangun padatahun2014 dengan 6 Blok (cluster) yangdihubungkan olehJalanGrandSuteraRaya. Mas Group selaku pengembang menyediakan lahan kosong di tengah tiap blok untuk dengan bebas dipergunakan dan di kembangkan oleh masyarakat yang tinggal di dalamnya sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan fasilitas yang mewadahi masyarakat untuk berinteraksi. Di perumahan Grand Sutera terdapat 3 Blok yang memilih untuk mengembangkan taman sebagai fasilitas umum yang mewadahi interaksi sosial sedangkan 3 Blok lainnya memilih untuk membangun masjid sebagai fasilitas tempat peribadatan.






Gambar
Sumber: Penulis, 2022
Letaknya yang menjadi sentral blok B memberikan kemudahan akses bagi penggunanya, baikmasyarakat yangtinggaldi blokBmaupunpendatangdariluarkhususnya bagilingkungan blok yang tidak memiliki masjid. Masjid ini hanya memiliki ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang sholat, area wudhu, dan juga gudang kecil sebagai tempat penyimpanan barang. Masjid ini juga dilengkapi dengan halaman yang cukup luas sehingga jika dilihat secara visual terlihat perbedaan antara rumah ibadah dengan rumah warga di sekitarnya. Menjadi satusatunya fasilitas umum di lingkungan blok B, Masjid Ar-Royyan ternyata mengalami adaptasi dengan kondisi sosial masyarakat. Pada awalnya pembangunan masjid hanya diperuntukan sebagai tempat ibadah, lama kelamaan juga dipergunakan juga sebagai ruang sosial. Hal tersebut tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat yang selalu membutuhkan wadah untuk berinteraksi/bersosialisasi. Adaptasi kondisi ini membuat Masjid Ar-Royyan mengemban dua fungsi sekaligus, sebagai tempat beribadah dan beraktivitas sosial.
Gambar
Sumber: Penulis, 2022
Menurut Lefebvre (1991) dalam teori produksi ruang, ruang-ruang yang terproduksi akibat adanya aktivitas merupakan bentuk usaha masyarakat dalam memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan ruang tersebut. Masyarakat khususnya yang tinggal di blok B
memanfaatkan semaksimal mungkin lahan kosong untuk di bangun tempat ibadah yang sekaligus sebagai wadah mereka beraktivitas sosial. Aktivitas tersebut yang memberi makna pada Masjid Ar-Royyan sebagaimana ruang spasial dikonsepsikan oleh para penggunanya. Konsepsi produksi ruang ini melibatkan lingkungan (environments) yang dibangun dengan adanyajejaring(networks) yangmengaitkanaktivitas didalamnya.Masjidsebagai satu-satunya fasilitas umum dijadikan sebagai ruang berinteraksi masyarakat yang didalamnya terdapat atribut spasial practice berupa ruang sholat, halaman masjid, area wudhu dan ruang duduk keramik yang menjadi faktor terjadinya interaksi sosial. Ruang sholat sebagai representation of space dibatasi secara spasial oleh dinding masjid sehingga menunjukan area sakral dari sebuah tempat ibadah. Namun berbeda dengan area wudhu, ruang duduk keramik dan halaman masjid, masyarakat merepresentasikannya sebagai area yang boleh dengan bebas digunakan karena sifatnya yang profan. Dengan adanya representation of space yang tergambarkan di lingkungan masjid, ruang sholat secara tidak langsung menciptakan stimulan rasa kesopansantunan untuk berperilaku di dalam area tersebut. Hal tersebut juga berdampak bagi masyarakat yang hendak beraktivitas di area halaman masjid untuk ikut menjaga perilakunya dengan tidak menimbulkankegaduhan.Maka, representationalspace menurut masyarakat dari area ini adalah area sholat sebagai simbol kesucian sehingga harus dijaga kesakralannya.
Disamping sifatnya yang bertolak belakang, aktivitas beribadah dan aktivitas sosial nyatanya tetap dapat berjalan berdampingan. Selain mengatur waktu pelaksanaan per aktivitas, masyarakat blok B juga mengatur ruang/tempat mereka untuk beraktivitas. Pengaturan ruang ini menciptakan pola-pola yang juga mengisyaratkan adanya hierarki didalamnya.
3.2 Aktivitas Beribadah dan Sosial di Masjid Ar-Royyan
Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti melihat beberapa aktivitas yang dilakukan di masjid, baik aktivitas yang bersifat beribadah dan juga sosial. Aktivitas beribadah yang dilakukan di masjid seperti sholat wajib, sholat terawih, atau sholat hari raya. Sedangkan aktivitas sosial terbagi lagi menjadi dua, sosial-keagamaan dan sosial-kemasyarakatan. Sosialkeagamaan seperti pengajian, ceramah, peringatan hari besar Islam, buka puasa bersama dan lain-lain. Sedangkan sosial-kemasyarakatan seperti kegiatan Ibu-ibu PKK, rapat, olahraga dan bermain Aktivitas yang dilakukan di masjid memiliki jadwal pelaksanaan (periode kegiatan) untuk menciptakan lingkungan masjid yang aktif dan ramai berkegiatan. Karena menurut agama Islam memakmurkan atau meramaikan masjid merupakan bentuk keimanan umat dan sebagai bentuk tunduk danpatuh kepadaTuhan.Untuk kegiatanpadaperiodetahunanbiasanya membutuhkan persiapan yang matang dengan melibatkan seluruh warga untuk meramaikan acara. Sedangkan untuk acara yang dilaksanakan setiap bulan sifatnya sebagai cara untuk mempererat kekeluargaan dan kekompakan masyarakat untuk saling berinteraksi dalam berkegiatan. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan setiap minggu maupun setiap hari ini biasanya didominasi oleh kegiatan ibadah maupun kegiatan sosial yang sifatnya kemasyarakatan mengingat masyarakat lain yang bukan beragama muslim juga membutuhkan fasilitas umum untuk berkegiatan.
3.1.1 Aktivitas Beribadah
Aktivitas beribadah di dalam masjid terjadi secara reguler maupun insidentil. Aktivitas reguler merupakan jenis aktivitas yang biasa dilaksanakan secara teratur dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Seperti aktivitas sholat wajib, sholat terawih dan sholat hari raya yang dilakukan secara berjamaah. Aktivitas beribadah reguler terjadi mulai dari pagi hingga malam. Biasanya di waktu-waktu mendekati waktu sholat, lingkungan masjid mulai diramaikan oleh anak-anak terutama pada halaman masjid. Akses masuk ke area sholat dapat melalui 3 pintu yang ada sehingga menjangkau setiap sisi arah datang pengguna. Pengguna yang ingin sholat
berjamaah biasanya didominasi oleh gender laki-laki sehinggapenggunamemadati zonasholat laki-laki.
Gambar 3. 3 Zona Penggunaan Ruang Aktivitas Beribadah Reguler dan Dokumentasi: Sholat




Sumber: Penulis, 2022
Selain aktivitas reguler, aktivitas insidentil juga dilakukan di masjid ini. Aktivitas yang berjenis insidentil merupakan aktivitas yang terjadi atau dilaksanakan pada waktu tertentu dan/atau jenis kegiatan yang tidak direncanakan. Sifatnya yang tidak rutin ini biasanya didominasi karena keadaan mendesak sehingga aktivitas tersebut harus dilakukan. Sholat jenazah merupakan salah satu jenis aktivitas yang masih tergolong aktivitas beribadah namun dilakukan secara insidentil.


3.1.2 Aktivitas Sosial
Untuk aktivitas sosial, pada pelaksanaanya sudah direncanakan dan telah disusun oleh pengurus masjid atau pengurus RT setempat. Jenis kegiatan ini biasanya memanfaatkan area dalamruangsholatsebagaitempatmerekaberkegiatan.Haltersebutdilakukankarenabeberapa aktivitas lebih nyaman jika dilaksanakan didalam naungan. Aktivitas yang dilakukan didalam juga menjamin kefokusan dan intens sehingga tidak terpengaruh atau mempengaruhi kegiatan diluar. Aktivitas-aktivitas terencana ini ternyata dapat diklasifikasikan menjadi 2, aktivitas yang menyangkut perihal sosial-keagamaan dan juga sosial-kemasyarakatan. Aktivitas sosialkeagamaan seperti pengajian, ceramah, peringatan hari besar Islam, TPA dan buka puasa bersama. Sedangkan aktivitas sosial-kemasyarakatan biasanya memanfaatkan halaman masjid yang cukup luas dan fleksibel untuk berkegiatan seperti kegiatan ibu-ibu PKK, rapat rutin RT, olahraga maupun bermain.

Gambar 3. 5 Aktivitas Sosial-Kemasyarakatan: Buka Puasa Bersama, Persiapan Takjil

Bulan Puasa, Olahraga, Arisan
Sumber: Penulis, 2022
3.3 Analisis Hubungan Pola Penggunaan Ruang dan Hierarki dari Aktivitas Sosial
Terdapat dua jenis aktivitas sosial yang terjadi di Masjid Ar-Royyan, yaitu aktivitas sosial yang bersifat keagamaan dan juga kemasyarakatan. Aktivitas sosial yang bersifat keagamaan mayoritas menggunakan ruang utama (ruang sholat laki-laki dan perempuan) sebagai zona berkegiatan. Sedangkan untuk aktivitas sosial yang bersifat kemasyarakatan mayoritas menggunakan area halamanmasjid sebagai zonaberkegiatan. Dari pengaturan ruang tersebut, menimbulkan hierarki antar aktivitas yang terjadi di Masjid Ar-Royyan
Gambar 3. 6 Ilustrasi Hierarki Aktivitas di Masjid Ar-Royyan
Sumber: Penulis, 2022
Jika dilihat berdasarkan waktu pelaksanaannya, aktivitas sosial dominan terlaksana dan ramai di lakukan pagi dan sore hari. Hal tersebut disebabkan karena waktu kumpul yang fleksibel bagi masyarakat baik dari kalangan anak-anak, para pekerja kantoran ataupun ibu rumah tangga. Pada waktu tersebut masyarakat sudah mulai bersosialisasi dengan berkegiatan seperti bermain, duduk-duduk, mengobrol, ataupun olahraga Biasanya aktivitas sosialkemasyarakatan berhenti atau selesai jika sudah memasuki waktu sholat. Sedangkan di siang hari, jarang sekali menemukan aktivitas sosial yang dilakukan di masjid. Hal tersebut disebabkan suasana siang hari yang terasa panas tidak cocok untuk berkegiatan. Sesekali memang ada yang beraktivitas seperti duduk-duduk sambil mengobrol. Pada siang hari masyarakat lebih memilih beraktivitas di dalam rumah. Pada pengamatan yang dilakukan di malam hari, area halaman masjid juga masih dipergunakan oleh anak-anak untuk tempat bermain. Selain itu, aktivitas yang biasanya dilakukan di malam hari sering didominasi juga oleh bapak-bapak untuk sekedar berolahraga di area halaman masjid atau berkumpul di area tempat duduk. Biasanya aktivitas di malam hari yang menggunakan area lingkungan masjid terjadi selepas mereka melakukan sholat isya berjamaah, sehingga pelaksanaan aktivitas yang sifatnya sosial tidak mengganggu aktivitas beribadah). Dari segi waktu pelaksanaan antara




aktivitas beribadah dan sosial jarang ditemui overlap karena pengguna memahami konteks pemakaian masjid yang merupakan ruang beribadah sebagai ruang sosial tidak boleh mengganggu waktu sholat. Jika pelaksanaan kegiatan mendekati waktu sholat, biasa mereka terpaksa menghentikannya atau menyelesaikannya sebelum waktu sholat tiba
Melihat pola penggunaan ruang di Masjid Ar-Royyan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa jenis aktivitas sosial-keagamaan memiliki potensi untuk mengintervensi ruang ibadah. Hal tersebut disebabkan karena pelaksanaan aktivitas sosial-keagamaan memakai ruang utama sholat sebagai tempat beraktivitas. Sedangkan pelaksanaan aktivitas sosial-kemasyarakatan tidak mengintervensi ruang ibadah karena hanya memanfaatkan area halaman masjid sebagai tempat beraktivitas. Aktivitas sosial-keagamaan dapat dengan leluasa menggunakan ruang utama (sholat) sebagai area berkegiatan, yang mana ruang sholat sifatnya lebih cenderung sakral/suci. Aktivitas ini diperbolehkan menggunakan ruang sholat karena ada persamaan keyakinan penggunanya. Sedangkan aktivitas sosial-kemasyarakatan yang penggunaannya tidak memiliki keyakinan yang sama menggunakan area profan seperti halaman masjid sebagai area berkegiatan. Secara spasial, kedua jenis aktivitas sosial ini tetap mengambil ruang ibadah sebagai ruang berkegiatan. Hal tersebut didasari karena hierarki tidak adanya penegasan hierarki secara spasial sehingga hierarki menjadi bias. Biasnya hierarki ini menyebabkan ruang sosial mengintervensi ruang ibadah dengan range intervensi sekitar 50-100% dari total luas ruang ibadah (lihat Gambar 3.7) dan menyebabkan penurunan kualitas ruang ibadah yang suci.
Gambar 3. 7 Illustrasi Intervensi Ruang Ibadah Akibat Aktivitas Sosial
Sumber: Penulis, 2022
Sebagai contoh, kegiatan pengajian dan ceramah yang dilakukan di pagi hari biasanya dilakukan oleh ibu-ibu. Aktivitas ini menggunakan keseluruhan ruang utama (sholat) sehingga ketiga pintu yang digunakan sebagai akses masuk bisa terblokir oleh para pengguna yang duduk. Karena sifat aktivitasnya cenderung santai, selain mengaji dan ceramah mereka juga di sesekali diselingi makan dan minum camilan yang disediakan penyelenggara acara. Melihat hal tersebut, penurunan kualitas ruang ibadah yang suci ditandai dengan pengguna aktivitas sosial-keagamaan dengan leluasa makan dan minum di area ruang sholat. Walaupun pada akhirnya area sholat tetap dibersihkan, namun seharusnya area ini tidak dipergunakan untuk menampung kegiatan yang sifatnya profan. Dilihat dari segi kenyamanan jika sedang berlangsungaktivitassosialdidalammasjiddansudahmemasukiwaktuberibadah,masyarakat yang ingin beribadah akhirnya mencoba untuk menghentikan aktivitas sosial yang sedang berlangsung. Ketiga pintu yang digunakan sebegai akses masuk juga terblokir pengguna yang duduk didepan pintu sehingga menyulitkan aksesibilitas pengguna yang ingin beribadah.
Penurunan kualitas ruang ibadah yang suci ini juga disebabkan oleh beberapa aktivitas mengalami penambahan penggunaan ruang (ekspansi), seperti aktivitas sosial yang

menyangkut keagamaan. Hal tersebut disebabkan oleh pengguna yang banyak tidak dapat ditampung di dalam satu ruangan saja. Fenomena memungkinkan adanya perubahan di dalam suatu ruang dengan cara memperluas ruang tersebut baik secara vertikal maupun horizontal. Faktor terjadinya perluasan ruang untuk suatu kegiatan juga didukung oleh fitur-fitur ruangan yang menyebabkan ruang tersebut dapat berubah dan mewadahi kegiatan yang membutuhkan ruangan besar. Salah satunya dengan adanya pembatas berbentuk tirai yang membagi ruang antara ruang sholat laki-laki dan perempuan yg sifatnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Selain ekspansi oleh aktivitas sosial-keagamaan, proses ekspansi ini juga terjadi pada aktivitas beribadah yang sifatnya reguler tahunan. Walaupun aktivitas beribadah bisa mengalami ekspansi ruang, namun pada peruntukannya masjid tetap tempat beribadah sehingga tidak ada penurunan kualitas ruang saat aktivitas beribadah reguler tahunan berlangsung.
Proses ekspansi pada aktivitas beribadah dan sosial-keagamaan terjadi ke segala arah, bermula dari area ibadah (1 ke 2) dan berekspansi ke 3 (lihat Gambar 3.8). Terjadinya ekspansi jika acara kegiatan bersifat besar dan penggunanya tidak hanya masyarakat Blok B namun juga dari luar blok. Akibat dari adanya ekspansi, penyelenggara acara biasanya menambahkan tikar dan naungan tenda sebagai penambahan spasial. Jika terjadi penambahan ruang pada bagian luar masjid, dapat mempengaruhi tampilan luar (fasad) dari masjid tersebut.
Gambar 3. 8 Ilustrasi Ekspansi Aktivitas Beribadah dan Sosial-Keagamaan
Sumber: Penulis, 2022
Sedangkan untuk aktivitas sosial-kemasyarakatan tidak mengalami proses ekspansi. Hal tersebut disebabkan penggunaan ruang hanya pada area luar masjid/halaman masjid (3) (lihat Gambar 3.9) saja karena untuk menjaga kesucian area tempat ibadah.


Sumber: Penulis, 2022
Berdasarkan hal tersebut, penurunan kualitas ruang dan kenyamanan pengguna terjadi karena aktivitas sosial telah mengintervensi ruang beribadah dan kemudahan ekspansi bagi aktivitas sosial-keagamaan Masjid Ar-Royyan hanya memiliki ruang beribadah yang digunakan untuk memfasilitasi kedua aktivitas tersebut. Tentu saja hal tersebut tidak memadai dan tidak sesuai dengan persyaratan dasar atau tata ruang masjid. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Budi mengenai masjid di Indonesia, pembagian ruang dalam masjid didasarkan pada area pemisahan dan transisi antara zona beralas kaki dan juga zona tanpa alas kaki. Area transisi tersebut merupakanarea yangtidakdigunakanolehkeduaaktivitas (aktivitas beribadah dan sosial). Budi (2006) melakukan kajian perkembangan masjid di Jawa berdasarkan tipologi
denahnya. Persyaratan dasar atau tata ruang masjid di Jawa terdiri dari ruang sholat utama dengan tiang penyangga (soko guru), Mihrab tempat imam, pendopo/serambi sebagai area transisi dan area berwudhu. Namun juga terdapat masjid yang memiliki area sholat yang terpisah untuk wanita (pawastren)

Melihat hal tersebut, Masjid Ar-Royyan perlu melakukan pengaturan dan perencanaan ruang (organisasi ruang) ulang dengan mempertimbangkan aksesibilitas pengguna seperti memisahkan jalur akses bagi masyarakat yang ingin beribadah dan beraktivitas sosial. Penambahan area serambi sebagai ruang transisi dan ruangan khusus untuk aktivitas sosial di masjid juga bisa dilakukan sebagai upaya penegasan hierarki secara spasial. Selain itu, hierarki spasial juga dapat diciptakan dengan melakukan penambahan elevasi pada masjid, karena secara kodrat dan peruntukanya masjid merupakan tempat peribadatan yangsuci (lihat Gambar 3.10). Penggunaan material juga bisa memberikan batasan spasial walaupun tidak secara langsung, misalnya denganmenggunakan tile lantai yangberbedamotifdanwarnaatau dengan membangun sekat-sekat sebagai pembatas vertikal.
Gambar 3. 10 Ilustrasi Penegasan Hierarki Spasial di Masjid Ar-Royyan
Sumber: Penulis, 2022
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari fakta penelitian, ruang sosial yang mengintervensi ruang beribadah muncul karena tidak jelasnya hierarki di dalam masjid. Tidak jelasnya hierarki ini dipicu oleh ruang masjid yang kurang memadai karena hanya memiliki ruang ibadah saja. Biasnya hierarki ini menyebabkan ruang sosial mengintervensi ruang ibadah dengan range intervensi sekitar 50100% dari total luas ruang ibadah. Akibatnya masyarakat melakukan pengaturan ruang dengan cara membagi zona beraktivitas, yakni ruang sholat yang bersifat suci diperuntukan untuk menampung aktivitas beribadah dan juga sosial-keagamaan. Sedangkan area halaman masjid diperuntukan untuk aktivitas sosial-kemasyarakatan. Hal tersebut terjadi karena adanya keberagaman pengguna dalam menggunakan ruang-ruang di dalam masjid. Dari adanya pengaturan ruang, akhirnya timbul pola-pola pemakaian ruang yang mengisyaratkan adanya hierarki didalamnya. Hierarki ini memperlihatkan adanya lapisan-lapisan yang mengidentifikasikan jenis aktivitas sosial di dalamnya.
Selain itu, terlihat adanya aktivitas-aktivitas yang mengalami ekspansi atau menggunakan lebih dari satu ruang seperti aktivitas sosial-keagamaan, yaitu peringatan hari besar Islam yang disertai kegiatan ceramah. Hal ini juga bisa menyebabkan terjadinya penurunankualitasruangibadah yangsuci,karenapadapelaksanaanaktivitasnyajugadiselingi kegiatan makan dan minum di dalam masjid. Kegiatan makan dan minum di dalam masjid tidak diperbolehkan mengingat area sholat harus bersih dan suci. Kenyamanan pengguna juga terganggu saat aktivitas sosial berlangsung pada waktu beribadah, pegguna yang ingin beribadah tidak dapat masuk ke dalam masjid karena area sholat sedang digunakan untuk keperluan kegiatan sosial.
Dengan adanya dualisme fungsi, masjid perlu mengatur strategi ruang dengan organisasi ruang agar terbentuk hierarki secara spasial yang jelas sehingga tidak mengganggu dan mengurangi kualitas ruang ibadah. Dengan memberikan penegasan hierarki, ruang di dalam masjid yang sifatnya sakral tidak akan terganggu dan tidak menurunkan kualitas ruang di dalamnya. Mengingat masjid merupakan tempat beribadah yang suci, menambahkan elevasi secaravertikal jugadapat diterapkan sebagai penegasanhierarki secaraspasial. Hierarkispasial juga bisa diperkuat dengan permainan material yang berbeda untuk menciptakan kejelasan hierarki secara tidak langsung, atau bisa juga dengan penambahan sekat dinding sebagai pembatas secara vertikal. Pengaturan ini juga berlaku dengan cara menyesuaikan standard kebutuhan ruang di masjid dan mengatur zonasi, aksesibilitas, pintu masuk, serta tata letak di masjid. Selain itu, ruang transisi juga diperlukan sebagai pertimbangan perancangan agar memisahkan antara ruang sakral dan profan yang ada di dalam masjid. Ruang transisi ini tentunya tidak dipergunakan sebagai ruang beribadah maupun ruang sosial. Pertimbangan perancangan lainnya yaitu menyediakan ruang sosial sehingga perlu adanya konfigurasi ruang yang baru dengan pengaturan zonasi yang memisahkan ruang untuk aktivitas sosial. Letak ruang sosial bisa diatur dengan memberikan jalur akses khusus sehingga tidak mengganggu akses utama menuju ruang ibadah. Letaknya pun bisa bersebelahan dengan ruang ibadah, namun tidak secara langsung menghadap ke orientasi utama (kiblat). Selain itu pengelolaan akustik juga dapat dilakukan agar ruang ibadah tetap terjaga ketenangan dan keintimannya sehingga aktivitas sosial dapat dengan leluasa berlangsung di ruang sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwirawan, E. (2017). Relasi Spasial Antara Kegiatan Ritual Ibadah Berjamaah Dengan
Arsitektur Mesjid Di Bandung Studi Kasus: Masjid Cipaganti, Masjid Salman, Dan Masjid Al Irsyad. Idealog: Ide Dan Dialog Desain Indonesia, 2(1), 1-19.
Ayub, M. E. (1996). Manajemen Masjid. Gema Insani.
Barliana, S. M. (2008). Perkembangan Arsitektur Masjid: Suatu Transformasi Bentuk Dan Ruang, Historia: Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia. 9(2).
Batuyour, A. (1988). Community Mosque. The University of Arizona.
Budi, B. S. (2006). A Study on the History and Development of the Javanese Mosque Part 3: Typology of the Plan and Structure of the Javanese Mosque and Its Distribution. Journal of Asian Architecture and Building Engineering, 5(2), 229–236. https://doi.org/10.3130/jaabe.5.229
Ching, F. D. (2008).Arsitektur: Bentuk, Ruangdan Tatanan(terjemahanedisi ketiga). Jakarta: Erlangga.
Dataindonesia.id. (2022). Sebanyak86,9%Penduduk Indonesia Beragama Islam. Diakses pada 24 Mei 2022, dari https://dataindonesia.id/ragam/detail/sebanyak-869-pendudukindonesia-beragama-islam.
Fatmawati,E.(2019). TinjauansejaraharsitekturdanfungsisosialMasjidKH.AhmadDahlan kota Gresik. Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel surabaya. Diambil dari http://digilib.uinsby.ac.id/38301/
Gehl, J. G. (1996). Public Space Public Life. Copenhagen : Danish Architectural Press
Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. Wiley
Handryant, A. N. (2010). MasjidSebagaiPusatPengembanganMasyarakat:IntegrasiKonsep Habluminallah, Habluminannas, Dan Habluminal'alam. UIN-Maliki Press.
Huldinsyah, D., & Subroto, T. Y. W. (2020). Pola Invasi Ruang Sebagai Penentu Hierarki Kegiatan di Masjid Pathok Negara Babadan, Bantul, D. I. Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Desain Institut Sains dan Teknologi Pradita, 1(2)
Ismail, M. F. (2003). Peranan Masjid Kuala Lumpur: DarulNu’man. Utusan Publications and Distributors Sdn. Bhd.
Kahera, A., Abdulmalik, L., & Anz, C. (2009). Design criteria for mosques and Islamic centres. Routledge.
Kuban, D. (1974). Muslim Religious Architecture: Part 1 The mosque and Its Early Development. E. J. BRILL.
Lefebvre, H. (1991). The Production of Space, diterjemahkan oleh Donald Nicholson-Smith. Basil Blackwel. Oxford.
Napitupulu, Y.M.N. (2010). Hubungan Aktivitas Sehari-Hari Dan Succesful Aging Pada Lansia Malang :UniversitasBrawijaya , 1-19.
Peña, W.M. &Parshall,S.A.(2012). ProblemSeeking:AnArchitecturalProgrammingPrimer 5th edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Puteri, F.E., Sachari, A., & Destiarmand, A.H. (2016). Aktivitas Sosial Di Area Publik Masjid Salman ITB Dan Pengaruhnya Terhadap Pola pemakaian ruang. Academia. Retrieved 4 March 2022, from https://www.researchgate.net/scientific-contributions/AchmadHaldani-Destiarmand-2084341579.
Ramdani, A., & Rochman, G. P. (2021, December). Analisis Ruang Interaksi Sosial: Studi dari Keraton-Keraton di Kota Cirebon. In Prosiding Seminar Nasional Unimus. Vol. 4.
Simas.kemenag.go.id. (2022). Data Masjid dan Mushalla. Diakses pada 24 Mei 2022, dari https://simas.kemenag.go.id/
Surasetja, R. I. (2007). Fungsi, Ruang, Bentuk Dan Ekspresi Dalam Arsitektur. FTKP-UPI. Hand-out Mata Kuliah Pengantar Arsitektur. Diambil dari
https://www.academia.edu/download/47680070/FUNGSI_RUANG_BENTUK_DA N_EKSPRESI.pdf
Shihab, M, Q, (2002). Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, Vol.5, h.717.
Tuan, Y. F. (1977). Space and place: The perspective of experience. University of Minnesota Press.
Zuraya, N. & Akhmad, C. (2012, 11 Agustus). Peninggalan Dinasti Umayyah (4). Republika. Diambil dari
https://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/12/08/12/m8lhh8peninggalan-dinasti-umayyah-4