Bulang Cahaya

Page 82

Dendam Sejarah di Teluk Ketapang Pada suatu siang , sehabis gemuruh tembakan meriam,terdengar pekikan yang riuh rendah. “Hore...hore.... kita menang... Belanda lari... Belanda lari...” begitu pekik orang-orang di Teluk Keriting dan Batu Hitam. Pekik itu kemudian menjalar sampai ke Kampung Melayu, Kampung Bulang dan Tanjung Unggat. Hari itu sudah hampir setahun perang berlangsung . “Ada apa panglima ? “ tanya Djaafar kepada Panglima Daeng Talibing, yang hampir tiap hari pulang balik dari medan perang ke Ulu Riau. Waktu itu, mereka sedang berada di benteng Teluk Keriting, mengantar bubuk mesiu untuk benteng itu. Dari arah benteng itu, mereka melihat asap hitam membumbung dari dekat pulau Paku, dan lambung sebuah kapal perang, tampak sedang terbakar. Pulau Paku terletak persis di tengah alur laut antara Tanjung Buntung dan pulau Penyengat. Tapi, mereka juga menyaksikan banyak kapal perang Belanda mulai membentang layar dan berlayar meninggalkan perairan Riau. “Kapal perang Walvaren tenggelam terkena meriam Tanjung Buntung,“ cerita Panglima Talibing. Kapal perang Walvaren itu, adalah kapal komando armada Belanda. Walvaren meledak di dekat Pulau Paku, terkena tembakan meriam dari kubu Batu Hitam dan Tanjung Buntung. Arnoldus Lemker yang menjadi pemimpinnya dan ratusan serdadu Belanda tewas, bersama kapal komando itu. Dia itu sebetulnya Wakil Gubernur Malaka. Dulu yang memimpin perang Laksamana Togar Abo, tapi dia sudah ditarik pulang ke Batavia. Sekarang armada Belanda lainnya diperintahkan mundur. Dan mereka kembali ke Malaka,“ lanjut Panglima Talibing setelah dia baru sebentar tadi diberitahu beberapa hulubalang Riau yang menyelidik sebab-sebab Belanda mundur. “Apakah mereka benar-benar sudah kalah?“ desak Djaafar lagi. Raja Husin duduk disisinya, mendengar dengan mata yang membesar. Beberapa anak muda lain, mengerubungi Daeng 75


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.