24
Sudut Pandang
Edisi 990/ 5 - 11 Februari 2018
Tika Bisono
Pertahankan Sosok Humanis
Zaman makin canggih membuat orang menjadi individualis. Interaksi sesama manusia menjadi berkurang sebaliknya interaksi dengan benda mati seperti laptop, gadget, makin meningkat signifikan. Kondisi ini sungguh berbahaya, dan agaknya ini sudah memasuki kehidupan sebagian masyarakat Indonesia.
“S
aya perhatikan ketergantungan orang kepada gadget makin tinggi. Mereka lebih suka berinteraksi dengan gadget-nya ketimbang dengan sesama. Bahkan di antara anggota keluarga pun begitu,” ujar Tika Bisono, psikolog, seraya menyebut suatu kejadian yang membuatnya miris. Suatu ketika, tutur penyanyi top era 1980-an ini, ia mengunjungi sebuah restoran. Kebetulan tak jauh dari tempatnya duduk ada keluarga yang terdiri dari ayah-ibu juga anak-anak. Sepertinya mereka ingin makan bareng. Dirinya sambil menunggu makanan pesanan datang, tak sengaja mengamati keluarga tersebut yang juga tengah
menunggu makanan pesanan. “Apa yang terjadi? Mereka sambil menunggu makanan datang, masing-masing asyik dengan gadget-nya. Tidak ada perbincangan atau ngobrol di antara mereka. Mereka semua sibuk dengan ‘HP’ nya masing-masing. Saya perhatikan terus sampai akhirnya saya tidak tahan akan situasi itu, dan menghampiri serta menegur mereka,” tutur Tika. Hal ini, katanya, sungguh memprihatinkan. Menjadi makin menyedihkan karena gejala seperti ini sudah merasuki kehidupan sebagian masyarakat. Menurut Tika, kondisi ini harus disadari oleh masyarakat, jangan sampai akhirnya menjadi ‘kebablasan’ sehingga mengubah sifat manusia sebagai sosok yang humanis. “Jangan sampai kita menjadi dehumanisasi, tidak manusia lagi. Sosoknya memang manusia, tapi prilaku, pola pikir, emosi, menjadi ‘mati’. Ini benar-benar gila kalau sampai terjadi. Jangan sampai kita menjadi tidak lagi sensitif terhadap orang lain, bahkan tidak peka terhadap orang-orang terdekat (keluarga). Nanti, ketika orang terdekatnya meninggal baru menangis ‘bombay’, menyesal, ngomong ini-itu. Percuma semuanya, kemarin-kemarin kemana saja! Itulah yang biasa terjadi. Kita menjadi terlalu cuek pada sesama dan baru merasakan penyesalan ketika orang yang kita tidak pedulikan sudah tidak ada,” ungkap Tika menggebugebu. Ini adalah tugas orangtua dalam membina dan mendidik anak-anak sehingga mereka bisa tumbuh menjadi prib-
Aktivitas memasak yang dilakukan
adi-pribadi yang peduli pada sesama. Sikap peduli itu tidak ‘ujug-ujug’ datang sendiri tapi harus dididik, dibina dan dipupuk sejak anak masih kecil sehingga ketika dia besar akan cukup kuat untuk bertahan tidak terpengaruh dengan situasi yang negatif. Terkait hal tersebut, lanjut pelantun tembang hits “Ketika Senyummu Hadir” , membangun dan memelihara kebersamaan dalam keluarga adalah penting dan harus dilestarikan. Membangun kebiasaan itu tidak bisa dalam sekejap tapi harus sejak anak-anak masih kecil. “Kebersamaan dengan keluarga seperti kumpul bareng, aktivitas bareng, makan bareng, dll. Itu penting banget. Jangan sampai hal itu yang dulunya menjadi tradisi kebanyakan masyarakat Indonesia, menjadi hilang karena berubahan zaman. Itu wajib dipertahankan,” tambah Tika yang juga mengajar psikologi di sejumlah universitas. Sampai sekarang, papar Tika, dirinya dan suami tetap mempertahankan tradisi kumpul bareng keluarga. Meski memang tidak bisa seperti dulu ketika anakanak masih kecil, namun tetap saja kebersamaan itu ada seperti makan bareng- entah itu breakfast ataupun makan malam—diakukan meski tidak setiap hari. “Setiap satu atau dua bulan sekali kita jadwalkan untuk bikin kegiatan bersama seperti masakmasak, coba-coba menu baru atau apapun. Anak-anak saya usianya sudah 20 tahunan. Karena kami orangtua membiasakan, anakanak pun sampai besar terbiasa dengan itu. Kalaupun suatu ketika salah satu anggota keluarga tidak bisa ikut karena bentrok jadwal, ya nggak apa-apa, nanti pada kes-
n.
Tika bersama anaknya di akhir peka
empatan berikut mereka akan ikut,” tuturnya. Hal seperti ini, mungkin sebagian orangtua sudah melupakan karena terlalu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Maka jangan disalahkan kalau anak-anak pun akhirnya berkembang seperti itu. “Jadi kalau ada ‘apa-apa’ janganlah selalu menyalahkan kepada si anak, orangtuanya bagaimana? Anak-anak adalah hasil dari kehancuran pola asuh orangtuanya. Orangtua yang tidak bisa mengimbangi antara kantor dan rumah. Itu biasa terjadi pada orangtua muda. Namun kalau mau dipikir lagi, siapa orangtua muda yang tidak ingin sukses sebagai orangtua, pasti semua ingin. Tapi apa daya mereka pun tidak diajarkan oleh orangtuanya. Jadi memang ini semua saling terkait. Yang ingin saya katakan di sini adalah, semua bermula dari keluarga, orangtua,” tegasnya. MANAJER RUMAH Dalam kesempatan bincang itu, Tika yang sampai sekarang masih gemar naik gunung, juga menyoroti ibu-ibu muda yang bekerja di luar rumah. Menurutnya, banyak ibu muda yang sibuk berkarier di luar rumah melupakan tanggung jawabnya sebagai ‘manajer rumah’. Mereka begitu saja menyerahkan tanggung jawab perawatan dan pendidikan anak pada orang-orang di rumahnya, apakah itu ibunya, tantenya, saudaranya atau bahkan pengasuh anaknya. “Kalau ada apa-apa emang siapa yang salah, ya manajernya dong yang salah! Siapa manajernya? Ya kamu itu. Mereka, baik ibu, tante, saudara atau pengasuh anak bukanlah ‘manajer rumah’. Jadi sekalipun perempuan bekerja
di luar rumah, dia tetap harus menjalankan fungsinya sebagai manajer rumah,” tandasnya. Itu juga yang dia lakukan selama ini. Sejak dulu dirinya bekerja di luar rumah, bahkan setelah menikah dan memiliki anak. Namun, ucap Tika, dirinya sangat sadar bahwa meski di luar rumah dia harus menjalankan fungsi sebagai manajer rumah, sebagai ibu rumah tangga. “Jadi saya, sejak dulu sampai sekarang, jika anak-anak menelepon, atau orang rumah menelepon, sopir menelepon, saya akan angkat telp itu sekalipun misalnya, saya sedang meeting, ataupun sedang berbicara dengan Dirut. Saya pasti akan permisi keluar untuk menjawab telepon itu. Seumur hidup saya, tidak pernah saya mengabaikan telepon keluarga, atau berucap; ‘sebentar ya nak mama lagi meeting’. Itu nggak pernah,” kata Putri Remaja 1978 ini. Bahkan ketika anak-anak masih kecil menelepon hanya untuk persoalan berantem di antara mereka, kata Tika, dia pun membantu menyelesaikan masalah itu lewat pembicaraan di telepon. Dengan begitu, kata Tika, anakanak merasa dekat. Meski secara fisik tidak bertemu namun mereka bisa berbicara dan menyampaikan apapun masalah mereka pada dirinya. Hal-hal semacam itu, mungkin kelihatannya sepele tapi justru penting. Membangun kedekatan dengan keluarga, apalagi untuk perempuan-perempuan yang bekerja di luar rumah, adalah sangat penting. Zaman sekarang sudah sangat maju, ada teknologi komunikasi yang canggih yang bisa dimanfaatkan untuk suatu yang positif. (Diana Runtu)
redaksi@cybertokoh.com, iklan@cybertokoh.com
cybertokoh
@cybertokoh
@cybertokoh
www.cybertokoh.com