Tokoh Edisi 918 | Tokoh

Page 1

24

Keberadaan radio sebagai media informasi masih tetap diminati masyarakat di tengah gempuran teknologi. Keeksisan radio di masyarakat tidak terlepas dari misinya untuk memberikan informasi secara cepat dan tepat kepada pendengarnya. Semakin berkembang teknologi maka radio juga secara fleksibel mengikuti perkembangan tersebut. Hal ini disampaikan oleh pendengar aktif Gede Angastia.

P

Sudut Pandang

Edisi 918/ 12 - 18 September 2016

ria yang lebih akrab disapa Anggas ini mengatakan jika radio masih sangat dekat dengan masyarakat. “Apalagi radio sekarang ini sudah variatif. Acara yang disuguhkan tidak monoton sehingga tidak mengundang kejenuhan bagi para pendengarnya,” ujarnya. Bahkan penyiar radio sebagai penutur tunggal tidak jarang menyelipkan humor-humor segar dalam komukasinya. “Ini menghibur sekali asalkan humor dan bercandaanya jangan kelewatan,” tambahnya. Wakil Ketua Pasikian Pacalang Jagad Buleleng ini juga menambahkan dirinya selalu menyempatkan diri untuk mendengar radio. “Radio merupakan gudang informasi, di radio akan dibacakan berita yang kemungkinan belum sempat kita baca di media cetak,” jelasnya. Selain itu, pemberitaan yang disampaikan oleh radio juga variatif dari tingkat lokal, nasional, hingga internasional. Hal ini yang membuatnya sangat tertarik untuk mendengarkan radio ketimbang menonton televisi. Keberadaan radio sampai saat ini, menurutnya tidak terlepas juga dari penyiarnya. Jika dibandingkan dengan dulu, kualitas penyiar saat ini sudah jauh mengalami peningkatan dari segi bahasa. “Mereka sudah paham kosa kata dan pilihan diksi yang tepat dan tidak tepat digunakan. Penggunaan bahasa

Bercandanya jangan Kelewatan

seorang penyiar harus diperhatikan agar tidak menyinggung pihak manapun,” Paparnya. Sebagai pendengar sekaligus pemerhati radio, Anggas juga mengatakan bahwa seorang penyiar memiliki peran sentral dalam menahkodai suatu acara. “Seorang penyiar itu harus tegas dengan aturan yang telah ditentukan dalam suatu acara di radio,” ujarnya. Selain penyiar, acara yang disuguhkan juga menjadi daya tarik utama bagi pendengar. Jangan sampai sebuah radio hanya memiliki acara yang sifatnya monoton. Bila perlu, kata Anggas radio harus mampu menjadi wadah bagi penyanyi-penyanyi lokal berbakat. “Kalau bisa menampilkan penyanyi lokal itu menjadi hal yang luar biasa,” tandasnya. Pria kelahiran 22 Desember 1963 tersebut juga menambahkan jika acara radio harus mampu mencakup segala usia mulai anak-anak hingga dewasa. “Dari sekian banyak radio yang ada, belum ada radio yang menyuguhkan lagu-lagu kroncong,” ucapnya. Menurutnya, banyak orang tua yang sangat gemar dengan lagu kroncong sehingga jika lagu tersebut diputar di radio maka akan mengurangi tingkat kestresan orang tua tersebut. HOBI YANG DIBAYAR Sementara itu, menjadi seorang penyiar adalah hobi bagi Nyoman Canestra Adi Putra. Menurutnya, pekerjaan semakin menyenangkan

Nyoman Canestra Adi Putra

Gede Angastia

karena merupakan hobi yang dibayar. Selain itu, ia mendapatkan banyak manfaat menjadi seorang penyiar, di antaranya memperluas pertemanan, memperluas wawasan dan pengetahuan serta dapat menyebarluaskan informasi kepada pendengar. “Jadi banyak teman dan juga kenalan. Di samping itu, saya sebagai penyiar berita juga setidaknya tahu lebih dulu informasi sebelum dibacakan kepada pendengar. Di situlah ada kepuasan ketika informasi telah disampaikan kepada pendengar,”

ungkapnya. Menjadi seorang penyiar juga dirasakan dapat membuka peluang kerja lain untuknya. “Awalnya memang hanya sebagai penyiar, tapi dari sana ada pekerjaan lain seperti MC dan karier juga lebih menanjak,”tambahnya. Pria yang akrab disapa Kenneth ini juga menambahkan bahwa tantangan sebagai seorang penyiar adalah ketika berhadapan langsung dengan opini masyarakat. “Dalam memandu acara interaktif kadang-kadang kami tidak bisa memprediksi opini yang disampaikan

Membangun Imajinasi Pendengar Meski sejak kecil dikenal bawel, suka iseng juga pencipta keramaian suasana, namun Indy Barens sama sekali tak terpikir bahkan tak berminat menjadi penyiar radio. Padahal di era itu—tahun 1990-an-- penyiar radio boleh dibilang menjadi salah satu profesi yang diminati kalangan muda. Dalam pandangan Indy, penyiar radio itu seperti orang gila yang ngomong sendiri, ketawa-ketiwi sendiri. “Aku nggak suka,” ucap entertainer kondang ini tentang pandangannya sebelum memasuki di dunia penyiaran. Tapi jalan hidupnya berbicara lain. Apa yang diminatinya dan diinginkannya dalam bekerja justru tidak tercapai. Sebaliknya, dia justru ‘tercemplung’ dalam dunia penyiaran. “Aku nggak suka tapi bos minta aku mencoba jadi penyiar radio. Waktu itu aku siaran dipasangkan dengan Erwin Parengkuan pada program pagi,” kata Indy yang memulai kariernya di dunia siaran radio tahun 1997. Sebenarnya, tutur wanita bernama asli Mendya Brata ini, saat ia lulus dari Akademi Sekretaris dan Manajemen dan ITT Business Manajemen,Singapura, profesi kerja yang disasarnya adalah marketing dan sekretaris. Kebetulan, katanya, ketika itu ada sebuah radio swasta baru yang sedang membuka lowongan. Maka ia pun melamar. Namun kenyataan pahit ditemuinya di lapangan, bayangbayang indah pun buyar. Menjadi marketers tidak semudah dibayangkan apalagi produk yang dijualnya adalah perusahaan radio yang baru berdiri. Nyaris putus asa dan hampir keluar, oleh sang bos ia ditawari menjadi sekretaris sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Lagi-lagi, ia pun gagal. Tahu diri atas dua kegagalannya, Indy pun berniat mengundurkan diri. Tapi sang bos berbaik hati masih memberinya kesempatan untuk menjadi penyiar. Entah apa yang dipikirkan sang bos ketika itu hingga memberi Indy kesempatan menjadi penyiar. Ia sempat menolak namun sang bos memintanya untuk mencoba. Di luar dugaan, justru di profesi itulah ia sukses. “Ternyata dunia aku di situ. Sungguh tak terpikirkan. Aku tak menyangka kalau karier aku bisa berkembang begitu, awalnya dari cuapcuap di depan mic kemudian berkembang ke yang lain,” ungkap wanita yang namanya melambung di jagad hiburan tanah air lewat penampilannya di program tv, ‘Ceriwis’ ini. Semakin lama, kata Indy yang pernah memecahkan rekor Muri bersama Farhan untuk kategori Siaran Radio Terlama 32 Jam pada 2001, makin menyenangi dunia broadcast. Tak kenal maka tak sayang, itu Indy Barens

lah pepatah yang tepat untuk apa yang dijalani wanita kelahiran Bogor 1972, ini. Namanya yang semakin ngetop membuat ibu dua anak ini, kebanjiran tawaran MC maupun jadi presenter televisi, bahkan sempat membintangi dua film ‘Ariel dan Raja Langit’ dan ‘Red CobeX’. Dari berbagai kiprahnya di dunia hiburan, Indy berhasil menyabet sejumlah penghargaan, di antaranya Presenter Talk Show Favorit versi Panasonic Award, 2002 dan 2004. Menekuni dua bidang berbeda—radio dan televisi—membuat Indy punya pandangan tersendiri. Menurut Indy, dari pengalamannya, menjadi penyiar radio lebih sulit dibanding dengan menjadi presenter televisi atau menjadi MC. Pasalnya, audience radio tidak terlihat, beda dengan televisi yang secara visual bisa dilihat. “Buat aku, rasanya bekerja sebagai penyiar radio lebih sulit, ya, dibanding menjadi presenter tv. Karena kalau pembawa acara tv secara visual, kan, kita bisa melihat wujudnya. Kita bisa tahu, bisa memperhatikan ekspresi, dll. Tapi kalau menjadi penyiar radio tantangannya sangat sulit,” ucap pengisi suara karakter Claire dalam film Jurassic World versi Indonesia, belum lama ini. Penyiar radio, lanjutnya, harus menyampaikan message kepada orang lain, menghibur orang lain, tapi wujudnya tidak kelihatan. Ini tidak mudah. “Kita (penyiar) harus mampu membangun imajinasi pendengar. Kita harus menciptakan theater mind sehingga orang lain tahu apa yang kita omongin, arahnya kemana. Bisa bayangkan kita mau menghibur orang tapi wujudnya nggak kelihatan, itu kan sulit,” jelas Indy yang kini kembali jadi penyiar radio. Selain itu, katanya, juga dituntut untuk mampu membangun keakraban dengan parter kerja atau teman siaran. Dirinya, misalnya, kerap siaran berpasangan yang tak jarang berganti-ganti orang. “Aku harus siap dipasangkan dengan siapapun. Itu tantangan aku, aku harus mampu membangun chemistry dengan pasangan kerja, siapapun dia. Dan ini bukan hanya berlaku pada pekerjaan aku sebagai penyiar radio tapi juga sebagai presenter tv ataupun MC,” jelas Indy. Lain Indy, lain pula Fitri ‘Tropica’, entertainer kondang yang juga menapaki jagad hiburan tanah air setelah sukses menjadi penyiar radio. Beda dengan Indy yang awalnya tidak ingin jadi penyiar radio, Fitri ‘Tropica’ justru sejak kecil bercita-cita jadi penyiar radio. Bisa jadi itu karena bakatnya yang doyan cuap-cuap

oleh masyarakat sehingga opini yang melewati aturan dalam acara tersebut terpaksa di potong,” paparnya. Menghadapi kondisi tersebut, menurut pria kelahiran 16 Juli 1989 tersebut seorang penyiar harus memiliki sikap tegas dan dapat mengarahkan pembicaraan penelpon agar tidak menyinggung kelompok atau berbau SARA. Selain sifatnya menghibur, seorang penyiar harus selalu up date dengan informasi. Itu merupakan salah satu cara agar radio tidak ditinggalkan oleh pendengarnya. “Penyiar harus selalu memperbarui informasi baik umum maupun mengenai berita-berita yang sedang hangat menjadi perbincangan di masyarakat,” ungkap pengajar sekaligus pendiri Literacy Learning Home tersebut. Begitu juga dengan peran radio yang begitu penting sebagai media penyedia informasi kepada masyarakat sehingga keberadaanya harus tetap di perhatikan agar mudah dijangkau. “Kadangkadang jangkauan pemancar radio tidak sampai ke pelosok-pelosok desa sehingga masyarakat di desa tersebut akan kehilangan informasi,” lanjutnya. Atas kenyataan ini, stasiun radio tidak hanya mengandalkan kekuatan pemancar tetapi juga memanfaat kemajuan teknologi. “Sekarang radio bisa didengarkan melalui streaming sehingga pendengar yang berada di luar daerah juga dapat mendengarkan,” imbuh pria yang aktif dalam komunitas Impessa Scout Adventure ini. -Wiwin

sejak kecil. Malah, kata Fitrop—begitu kadang dia disapa—hobi ngobrolnya itu membuat ia kerap kali mendapat teguran guru di sekolah. “Malah sampai ditulis di rapor kurangi ngobrol..hahahha,” kata Fitrop ngakak. Waktu SMA, lanjut Fitrop, sebuah radio swasta terkenal di Bandung membuka lowongan untuk siswa SMA menjadi penyiar. “Aku waktu itu kelas dua SMA ikut daftar dan akhirnya diterima,” ucapnya. Maka sejak itulah dia bisa menyalurkan hobi cuap-cuapnya di depan mic. Nama Tropica di belakang namanya pun, tambah wanita kelahiran Bandung 1987 ini, juga berawal saat ia menjadi penyiar radio di Bandung. “Dulu aku dan teman aku bawain siaran pagi temanya seolah-olah aku dan teman aku itu raja dan ratu hutan, papa rimba dan mama tropica. Gara-gara itu jadi keterusan, nama aku ditambah ‘Tropica’ belakangnya,” tutur presenter tv paling heboh ini sambil tertawa. Gaya Fitrop yang unik dalam siaran membuatnya sangat disukai. Maka ketika casting Extravaganza ABG, ia pun langsung terpilih. Dari kiprahnya itu, dan gaya lebaynya menghantar wanita bernama asli Fitri Rahmawati menjadi entertainer kondang. Meski telah malangmelintang di dunia entertainment termasuk tampil di sinetron dan film, namun kata Fitrop, ia tetap saja kangen siaran radio. Karena itu, ia pun menerima tawaran siaran radio. “Sudah tiga bulan siaran pagi menggantikan Nycta Gina yang cuti melahirkan,” kata peraih penghargaan ‘Best Model on Clip’ MTV Indonesia Award, ini. –Diana Runtu

Fitri ‘Tropica’

redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id

mingguantokoh

@mingguantokoh

mingguantokoh

www.tokoh.co.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Tokoh Edisi 918 | Tokoh by e-Paper KMB - Issuu