24
Sudut Pandang
Edisi 915/ 22 - 28 agustus 2016
Hanya beberapa hari setelah dilantik sebagai Menteri Pendidik an dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy langsung me luncurkan gagasan baru terkait dunia pendidikan, yakni “full day school’”. Anak akan berada seha rian di sekolah mulai dari pukul 6.30 hingga 17.00. Waktu yang ditambah bukan jam pelajaran pokok tapi jam kegiatan ekstra kurikuler. Ade Pujiati pengelola SMP Ibu Pertiwi
Kelamaan di Sekolah Membuat Anak Jenuh
M
enurut Menteri, muatan ekstrakurikuler usai jam pelajaran di sekolah diarahkan untuk membangun karakter peserta didik melalui beragam kegiatan sesuai minat dan bakat siswa, seperti olah raga, seni, sastra, pendidikan kerohanian, dll. Gagasan ini kontan menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak yang menolak karena dianggap membebani murid, meski disebutkan bahwa penambahan waktu itu untuk kegiatan ekstrakurikuler. Banyak pihak berpendapat bahwa terlalu lama anak di sekolah, apalagi mengikuti kegiatan meski kegiatan ringan, akan membuat anak jenuh. Dan, ini justru berdampak tidak baik bagi si anak. Penolakan terhadap konsep full day school semakin kencang berhembus, bahkan muncul petisi penolakan konsep tersebut di laman www.change.org. Petisi yang digagas oleh Deddy MK, orangtua murid, hingga Jumat (19/8) telah mencapai 42.568 pendukung, dibutuhkan 7.432 pendukung lagi untuk bisa mencapai 50.000 dukungan untuk disampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pihak-pihak terkait. Ternyata penolakan bukan hanya dari kalangan orangtua murid saja tapi juga sejumlah sekolah swasta, salah satunya adalah sekolah SMP ‘Ibu Pertiwi’ yang dikelola
oleh Ade Pujiati. Menurut Ade, ia menolak keras gagasan tersebut. “Saya kira sekolah kami tidak akan ikut program full day school, karena terlalu memberatkan anak didik,” tegas Ade. Setiap hari, katanya, murid sekolahnya pulang antara pukul 15.00 hingga 15.30. Waktu belajar akademik pukul 07 sampai 13.00 WIB. Selanjutnya bagi yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, melanjutkan sampai pukul 15.00 atau paling lama 15.30. Sedang murid yang tidak mengikuti kurikuler, mengerjakan tugas-tugas sekolah. “Mereka mengerjakan tugas sekolah seperti PR , dll, di sekolah. Jadi di rumah mereka bisa istirahat atau beraktivitas lain,” katanya. Jadi katanya, jika waktu di sekolah akan diperpanjang hingga pukul 17.00, ia mengaku sangat keberatan karena yang sudah dilakukan sekarang pun sudah dianggapnya maksimal. Terlalu lama di sekolah pun tidak baik bagi anak. “Mereka perlu aktivitas lain,” katanya. Dia berharap rencana itu dipertimbangkan lagi. Harus diingat bahwa pukul 17.00 hampir malam, sementara Jakarta pada jam –jam seperti itu sangat macet. “Lalu bagaimana anak-anak yang rumahnya jauh, jam berapa dia sampai rumah? Mungkin tiba di rumah pukul 18.00 atau 18.30, itu kan sudah malam. Bagaimana keamanannya? “ kata Ade dengan suara meninggi.
Murid SMP Ibu Pertiwi sedang belajar
Bagi Ade masalah beban psikologis terhadap anak serta faktor keamanan menjadi pertimbangan dirinya menolak tegas wacana tersebut. “Kalau soal makan, itu tidak masalah. Tidak seperti sekolah lain yang tidak menyediakan makanan pada muridnya, tapi di sekolah kami disediakan makan pagi dan siang. Tapi kalau harus menambah jam pendidikan, rasanya tidak mungkin,” katanya. Hal berbeda diungkap oleh
Kepala Sekolah SDN Taman Sari, Sutini. Menurutnya itu baru sebatas wacana. Namun, kalau memang telah menjadi keputusan maka sekolahnya siap melaksanakan. Sarana dan prasaran yang dibutuhkan pun, tambahnya, sudah pasti akan diupayakan untuk siap mendukung program tersebut. “Kalau memang nanti diputuskan harus dijalankan, ya kami siap. Tapi saya belum tahu bentuknya seperti apa, programnya sepertia apa. Nanti kalau sudah diputuskan, pasti akan ada surat edaran yang berisi petunjuk pelaksanaan dan program-program yang bakal dijalankan,” ucapnya. CURHAT GURU, BEBAN GURU Penolakan juga muncul dari kalangan guru PNS. Meski mereka tak berani menyuarakannya secara terbuka khawatir kariernya terancam. Seorang guru yang menolak disebut namanya mengaku teman-temannya di kalangan guru PNS keberatan dengan gagasan Mendikbud. Karena itu bukan saja membebani murid tapi juga membebani para guru. “Saya rasa ide itu kurang bagus bagi anak-anak. Terlalu lama di sekolah membuat anak-anak jenuh, meski untuk melakukan kegiatan sifatnya menggembirakan. Di sisi lain, apapun namanya, ini akan memberi beban bagi anak-anak. Kan kasihan mereka, secara psikologis itu kurang baik,” ungkapnya. Selama ini, ungkapnya, sekolah dasar negeri tempat dimana dia mengajar memulai pelajaran
pukul 06.30 WIB dan baru berakhir pukul 13.00. Bagi murid yang mengambil kegiatan ekstrakurikuler tertentu seusai belajar akademi, mereka melanjutkan ekstrakurikuler dan baru selesai pukul 15.00. “Dalam satu minggu ada tiga hari untuk ekstrakurikuler, seperti pramuka, merawis dan drum band,” katanya. Nah di luar itu, anak-anak pulang sekolah pukul 13.00. Menurutnya, sembari memberi contoh dirinya, setiap hari sudah berada di sekolah pukul 06.00 atau setengah jam sebelum mulai belajar. “Nah kalau anak-anak hanya tiga hari dalam seminggu pulang pukul 15.00, beda dengan guru. Kami setiap hari pulang pukul 15.00, sekalipun tidak ada kegiatan ekstrakurikuler. Selama di sekolah kami mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan anak,” tambahnya. Kalau full day school diberlakukan artinya para guru pun harus berada di sekolah sampai pukul 17.00. Hal itu sungguh memberatkan. “Guru juga manusia. Guru juga punya keluarga. Bagaimana nasib keluarga kami. Anak saya tiga, yang masih membutuhkan bimbingan. Kalau saya mulai berangkat dari rumah pukul 05.30 lalu kembali pulang ke rumah pukul 18 atau 18.30, bagaimana waktu untuk anak-anak saya. Karena sampai rumah saya sudah sangat lelah. Jadi kami mohon agar ide ini dikaji kembali. Jangan hanya melihat dari sisi murid tapi tolong dilihat juga dampaknya bagi guru,” ucapnya sembari menambahkan dirinya berdoa agar rencana ini tidak jadi terlaksana. -Diana Runtu
Belajar Mengatur Waktu Wacana Menteri Penguna. Begitu juga dengan si didikan dan Kebudayaan anak merasa nyaman, tidak untuk memperpanjang stres dan tetap mampu jam sekolah bagi para menyerap pelajaran dengan siswa hingga sepanjang baik. Buktinya hingga saat hari disambut beragini Devi tercatat sebagi am oleh para siswa dan siswa berpretasi, ia menorangtua mereka. duduki posisi Juara Umum Salah satu orangtua 3 di Jurusan IPS. murid Ida Ayu Nyoman Bahkan lanjut Dayu, Suryati (47), berkomenkalau ada kegiatan atau tar selama sistem full day event yang cukup besar, dan school, tujuannya bagus Devi ikut di dalamnya, hari untuk pendidik siswa, Minggu pun ia ke sekolah. dan siswa tidak jenuh dan Seperti saat akan diadatetap bisa optimal dalam kannya acara jurnalistik mengikuti pemelajaran nasional, maka Devi dan tidaklah masalah. teman-temannya cukup Seperti yang dijalani sibuk melakukan persiapan Dayu dan putrinya oleh putrinya Ni Putu dan ini berarti waktunya di Ayu Deviyanti, siswa kelas XII/ IPS di SMA Negeri sekolah lebih panjang bahkan bisa sampai menje3 Denpasar. Devi tercatat aktif mengikuti ekstra lang malam. Begitu juga usai acara mereka kembali jurnalistik dan Optimasi Ekonomi. Karenanya, ia membereskannya. Dan, sesekali ada juga kegiatan cukup sering berada hampir seharian di sekolah, yang diluar sekolah, misalnya saat ada lomba meski tidak setiap hari. pemutaran film, maka mereka mengikutinya di Dayu menuturkan kalau Devi, biasa berangkat Pusdok (pusat dokumen daerah). ke sekolah pukul 6.30 dan belajar sampai dengan Ia juga melihat jika sistem bersekolah sepapukul 14.00. Namun, setelah itu sering langsung njang hari diberlakukan banyak memberikan ada tambahan kegiatan di sekolah. Bahkan sesekali kesempatan kepada sekolah untuk menanamkan juga pulangnya malam, terutama saat ada kegiatan pendidikan karakter kepada peserta didik. Disatau event dan Devi tercatat sebagai panitia atau amping itu, full day school ini bukan berarti para terpilih bertugas menjadi presenter di kegiatan siswa belajar selama sehari penuh di sekolah. Projurnalistiknya. gram ini , mungkin masuk ekstakurikuler yang meDikatakannya ia tidak khawatir karena sangat mastikan siswa dapat mengikuti kegiatan-kegiatan mengenal putri sulungnya ini, dan mereka selama penanaman pendidikan karakter, kepribadian dan ini satu sama lainnya sangat terbuka. Mengingat mengembangkan potensinya. pula kegiatan yang diikuti memang kegiatan yang Bagi Dayu, semua aktivitas yang memerlukan sudah diketahui atau ditetapkan sekolah untuk waktu cukup panjang ini, positif yang bisa menjadi menjadi pilihan ekstra bagi murid-muridnya. bekal bagi anak dalam memilih karier ke depanSelama ini juga kata ibu dua anak ini, ia melihat nya, termasuk mengajarkan anak-anak bagaimana kegiatan yang dilakukan putrinya positif dan bermengatur waktu yang baik. -Sri Ardhini
redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id
mingguantokoh
@mingguantokoh
mingguantokoh
www.tokoh.co.id