24
Sudut Pandang
Edisi 909/ 11 - 17 Juli 2016
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online ternyata masih menyisakan masalah bagi beberapa orangtua siswa. Seperti dituturkan Eka Shanti Indra Dewi atau yang akrab disapa Iin. Dua putrinya mencari sekolah baru. Yang sulung mau masuk SMA dan si bungsu masuk SMP. Menurut Iin, urusan mencari sekolah bagi putri sulungnya Mutiara, sudah beres tidak tada masalah. Namun, urusan mencari SMP bagi Tiara, putri bungsunya, menyisakan sebersit kekecewaan.
Orangtua Harap-Harap Cemas
D
engan nilai 467,5, ia belum yakin untuk mendaftarkan anaknya di SMP favorit sebagai pilihan pertama. “Saya melihat dari web-nya, dari prediksi nilai, saya khawatir anak saya tidak diterima di SMP favorit,” kata Iin. Ia melihat di web, nama anaknya muncul di ketiga pilihan. Ketika mengakses web-nya, ia melihat, nilai anaknya itu berada di posisi yang sangat di bawah. Padahal, ia tidak menyadari, posisi itu adalah data yang tidak real time. Ia berpikir, khawatir jika pilihan pertama di SMPN 3 Denpasar, anaknya bisa tidak diterima. Jadi, ia pilih SMPN 10 Denpasar sebagai pilihan 1.
Eka Shanti
Ia pun mendaftar, di hari terakhir pendaftaran. Setelah harapharap cemas menunggu, ternyata
anaknya lolos. Namun, betapa kagetnya ia melihat, ternyata dengan nilai anaknya itu, sebenarnya bisa diterima di SMPN 3. Ia pun segera mendatangi petugas di Kantor Diknas Kota Denpasar untuk mencari solusi. Ia ingin anaknya pindah ke SMPN 3. Namun, dari penjelasan yang diterima di Diknas, anaknya tidak bisa pindah lagi ke SMPN 3, kare na sudah diterima SMPN 10. Keterangan ini tentu membuat IIn kecewa. Karena berdasakan aturan yang ia baca, bahwa boleh mengubah data verifikasi satu kali. Namun, untuk kasus anaknya tidak bisa. Ia juga sangat kecewa, karena sistem PPDB online untuk SMP
Merantau demi Cita-Cita Putu Tara Haradaya Komala yang biasa disapa akan nyamanlah, kata Tara. Tara ini, berhasil lolos masuk Fakultas Teknologi Mengenai dukungan keluarga khususnya orangtua, Hasil Perikanan, UGM melalui jalur SNMPTN. menurut Tara namanya orangtua pasti mereka tidak rela Ia memilih jurusan sesuai dengan keinginannya untuk melepas anaknya merantau jauh. “Namun saya sendiri yang memang menjadi impiannya sejak ambil positifnya toh di sana saya tujuannya kuliah demi awal. mengejar cita-cita. Akhirnya orangtua saya mendukung Tara yang lahir Denpasar 14 Januari 1998 walaupun mungkin ada kecemasan dan kekhawatiran ini, memilih jurusan sesuai hobinya yaitu sangat di hati mereka.Tapi saya yakin mereka tetap akan bergemar mengonsumsi segala jenis ikan. Ia memiliki doa yang terbaik untuk anaknya, ucap Tara. keinginan yang mulia yakni dapat meningkatkan Begitu pula Farica Veronicha Marmer yang akrab mutu dan kualitas perikanan Indonesia. dipanggil Icha ini , sejak awal memang tertarik buat Ditanya keberaniannya memilih untuk melanmempelajari perilaku orang. Penasaran untuk mencari jutkan sekolah atau kuliah di luar Bali menurutnya tahu apa yang melatar belakangi orang ketika melakuia ingin mencari suasana baru, punya teman teman kan suatu tindakan dan kemudian apa akibatnya. baru yang berBelajar psikologi, katanya bisa membuat kita melihat beda dari yang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Impiannya selama ini diajuga ternyata menjadi nyata, sebab ia diterima di jak bermain. Ia Fakultas Psikologi Universitas Brawijaya melalui jalur ingin tahu juga SBMPTN. ala Kom daya Putu Tara Hara belajar sambil Soal keberaniannya memilih kampus diluar Bali, anak ke empat mengenal bagaimanakah daerdari empat bersaudara ini mengatakan hal ini menantang dirinya ah di luar Bali. sendiri untuk bisa survive di tempat dan lingkungan baru. Sekaligus “Kalau saya ditanya apa benar- benar belajar untuk mengelola uang, menjaga diri dan lebih sudah sepen uhnya siap unbertanggung jawab. Saya siap untuk merantau. “Saya yakin cepat tuk merantau? Karena sulambat pasti bisa beradaptasi dengan suasana baru, kata Icha yang dah memilih dan akhirnya memang hobi berpetualang ini. lolos, maka siap ndak siap Untuk dukungan keluarga, kata Icha sebagaimana orangtua pada ya harus siap. Saya rasa umumnya pasti ada sedikit khawatir apalagi perempuan. Tapi mereka bagaimanapun kondisinya percaya anaknya bisa bertanggung jawab dan mampu bertahan hidup. di sana nanti pasti akhirnya “Apalagi dulu orangtua saya juga dulu anak rantau dan mereka sudah kita bakal terbiasa, bakal merasakan bahwa banyak manfaat dan sisi positifnya ketika anak Icha punya banyak teman dan merantau, ujar Icha. -Nina
Terapkan Matrikulasi Jelang tahun baru ajaran baru, sekolah-sekolah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Salah satunya SMAN 7 Denpasar yang melaksanakan Workshop Kurikulum 2013, membahas tentang elemen perubahan dalam kurikulum, pekan lalu. Kepala SMAN 7 Denpasar Dra. Cokorda Istri Mirah Kusuma Widiati mengatakan, sebagai “orang baru” yang menjabat Kasek, ia selalu mendengar masukan-masukan dan merangkul semua SDM untuk bersama-sama melakukan apa yang bisa dikerjakan dan apa yang ingin diperbuat untuk sekolah. Bu Cok, demikian sapaan akrabnya memulai dari tatanan persiapan guru. “Jika guru sudah siap dengan pembelajaran, otomatis kita akan siap menghadapi anak-anak,” ucapnya. Ia ingin persiapan itu tak hanya dengan mencopot disana dan mencopot disini, mencari disana
mencari disini. “Dalam artian, kita sendiri punya kurikulum sekolah. Kita buat RPP seperti ini, dan secara pararel (umum) kelas X, XI, XII sama. Sehingga tidak ada lagi copot sana copot sini, seperti biasanya sesuai MGMPnya. Kalau pun ada, kita akan sharing dan kombinasikan. Itu yang saya inginkan, sehingga benar-benar inilah SMAN 7,” tegasnya. Berikutnya, Bu Cok juga ingin mengondisikan apa pun itu harus ada dasar hukumnya, sehingga ke depannya untuk melakukan sesuatu, semua ada dasarnya. Misalkan, tentang perpindahan. Jika dulu, anak dari sekolah lain bisa asal pindah ke SMAN 7, sekarang akan diterapkan matrikulasi. Sekolah memiliki KKM (batas nilai minimal yang harus dipenuhi anak), yang tentunya berbeda antara sekolah satu dengan lainnya. Dengan diterapkan matrikulasi ini, diharapkan anak pindahan bisa menyesuaikan diri
dengan kondisi di sekolah barunya. “Jika ada anak pindahan masuk, kita sinkronkan dengan nilai standar di sekolah kita. Jika KKM nya kecil, harus ikuti matrikulasi agar bisa menyesusaikan dengan yang lain. Anak pindahan dari sekolah manapun wajib mengikuti. Jadi ketika ada yang bertanya kenapa bisa pindah, ada dasarnya bahwa anak itu sudah lulus matrikulasi,” jelasnya. Dari sisi SDM (pegawai), ia juga mencoba memediasi untuk menyejahterakan lahir batin, dengan melakukan rolling pada pegawai. Itu semua dikatakan merupakan masukan dari bawah. Terkait dengan wacana MOS akan ditiadakan, Bu Cok mengatakan bahwa pemerintah memang sudah mengeluarkan Permendikbud No. 18 tahun 2016. Aturan disana sudah jelas-jelas menyatakan bahwa tidak boleh ada kekerasan, tidak
boleh melibatkan OSIS (kakak kelas). Karena ia pun melihat, dalam MOS terkadang sesuatu yang tidak benar menjadi. Contohnya, siswa baru diminta menghitung beras atau berbicara dengan binatang. “Memang hal-hal seperti ini seharusnya ditegaskan oleh pemerintah, dan semoga saja mau diikuti. Karena bagaimana pun, jika anak di depan, unsur balas dendam pasti jalan. Bahkan kadang diwarnai unsur pemerasan, dengan meminta siswa baru membawa ini-itu yang kadang tak masuk akal dan turut memberatkan orangtua siswa. Saya juga orangtua murid, pernah merasa diberatkan seperti itu. Waktu anak SMP disuruh membawa permen cecak, nyari pisang dempet, orang tak suka minum susu dipaksa minum susu,” paparnya. Untuk itu, Bu Cok terus berupaya menyerap masukan tak hanya dari pegawai dan guru, namun juga dari siswa. Ia sudah tergabung dalam grup medsos dengan anak-anak. Ia hanya mengamati dari celotehan-celotehan mereka dengan teman-temannya. “Darisana, jangan selalu melihat orang dari sisi negatif. Lihat sisi baiknya. Jika
ini, tidak real time, dan sangat berbeda dengan sistem PPDB SMA. Walaupun dengan terpaksa menerima lapang dada anaknya diterima di SMPN 10, Iin menyarankan, sebaiknya, kalau bisa tahun depan bisa diadakan semacam service centre sebagai pelayanan data misalnya kalau orangtua atau siswa ingin konsultasi atau ingin mendapatkan gambaran data statistik passing garde sekolah-sekolah di Denpasar. Jadi siswa tidak salah pilih. Ada sedikit koreksi yang diutarakannya ke pihak Diknas, bahwa semangat pelaksaan PPDB harus mengacu pada hak anak. “Harus dijamin bahwa anak tidak terzalimi akibat data yang tidak real time. Entah kenapa kok kondisi data web PPDB SMP yang tidak real time dibiarkan saja, itu yang menjadi pertanyaan, apakah SDM kurang atau bagaimana,” kata perempuan yang lolos sebagai komisioner Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Indonesia, Provinsi Bali Tahun 2016 ini. Sementara, bagi Ayu Agung, pendaftaran online ini ikut membuatnya kebingungan. Untungnya, di tempatnya bekerja ada komputer dengan kecepatan internet yang mumpuni sehingga ia bisa mengakses web PPDB. Namun, walaupun begitu, ia kebingungan juga, lantaran nilai putri sulungnya kecil dibandingkan nilai-nilai yang bisa lolos di sekolah negeri. Apalagi, ia ingin putrinya itu, masuk di SMPN 3 Denpasar. “Orangtua ikut pusing mengurusi anak mau cari sekolah,” kata Agung. Saat di kantor, ia mencoba berdiskusi dengan teman sejawat yang anaknya sudah tahun lalu mencarikan anaknya sekolah. “Saya lagi coba nih daftar. Daftar terakhir-terakhir saja, sambil lihat perkembangan,” kata Ayu Agung. Ia menilai, bagus juga daftar online agar transparan dan tak bisa manipulasi data tapi orangtua dituntut harus juga belajar IT. –Wirati Astiti dari tidak baik menjadi sedikit saja ada perubahan menjadi baik, itu berarti kita sudah berhasil melakukan pendidikan karakter, walau sedikit,” tegas perempuan yang berkomitmen untuk mengawal anak-anak didiknya menjadi berkarakter yang lebih baik ini. –Inten Indrawati
Dra. Cokorda Istri Mirah Kusuma Widiati
redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id
mingguantokoh
@mingguantokoh
mingguantokoh
www.tokoh.co.id