24
Edisi 885/ 25 - 31 Januari 2016
Dari Relasi Jadi Uang Setiap orang mengalami pengalaman organisasi sendiri. Termasuk pengalaman Ni Putu Asteria Yuniarti, S.Pd. Perempuan yang terkenal dengan nama Ria Asteria ini pernah jadi ketua OSIS SMP, ketua ekskul karya ilmiah, pengurus ekskul saat SMA, dan ikut organisasi KISARA (Kita Sayang Remaja) yang bergerak di bidang pemberdayaan remaja untuk mensosialisasikan tentang narkoba, HIV & AIDS.
“S
aat kuliah saya jadi Ketua BEM Fakultas dan pengurus IMBAKIN (Ikatan Mahasiswa Bimbingan & Konseling Indonesia). Saat ini, saya sedang merintis sebuah organisasi yang namanya Ria Asteria Billionare Community. Cikal bakalnya tercetus kemauan untuk membangun komunitas ini adalah ingin sharing dengan para remaja untuk memiliki kemampuan public speaking yang bagus, berjiwa wirausaha, kreatif dan berjiwa sosial juga. Semoga ke depan, gaung dari komunitas saya ini bisa diperhitungkan publik,” ujar perempuan kelahiran Lampung, 1 Juni 1992 ini. Asteria pun menuturkan pengalamannya bertemu orang-orang baru dengan berbagai karakter, Bertemu denga pemimpin organisasi dengan sifat yang berbeda, dan banyak pelajaran yang bisa diambil ketika ada dalam sebuah organisasi. “Banyak teman-teman saya dapat jodoh saat organisasi karena organisasi itu mencapai tujuan bersama, satu visi dan misi,” ungkap peraih Piala Ibu Negara Ani Yudhoyono tahun 2012 dalam pemilihan Duta Mahasiswa Generasi Berencana Tingkat Nasional ini. Ia mengingatkan kalau ikut
rganisasi, jangan pernah bero pikir untuk banyak mendapatkan uang. Organisasi membuat kita banyak mendapatkan relasi. Dari relasi inilah yang akan membuat kita mendapatkan uang. Ikut organisasi juga dapat mengasah bakat dan potensi diri. “Saya adalah buktinya. Di usia 24 tahun, saya banyak memiliki teman dari berbagai kalangan karena berawal dari perkenalan saat ada kegiatan forum/ organisasi. Namun, harus tetap berhati-hati dengan orang yang kita kenal jangan sampai menjerumuskan. Benar kata orang, bahwa diri kita adalah dengan siapa kita bergaul. Kalau mau sukses harus bergaul dengan orang sukses juga,” tegas mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Dr.Soetomo Surabaya ini. Asteria pun memberi tips harus cerdas memilih organisasi yang memang benar-benar membuat kita menjadi pribadi yang berkembang. Jangan asal-asal ikutan teman, karena tiap orang memerlukan jenis organisasi yang berbeda untuk menjadi pribadi yang lebih baik. –Inten Indrawati
What’s Up
Ikut Organisasi untuk “Jual Diri”
Beragam alasan orang untuk ikut dalam organisasi. Ada yang hanya sekadar ikutan-ikutan teman. Ada yang serius karena ingin mendapatkan sesuatu, dan ada yang memang ingin menjadikan organisasi sebagai sebuah tempat pengabdian kepada masyarakat. “Secara umum, berorganisasi berada di level tertinggi kebutuhan manusia, yakni aktualisasi diri. Namun, tidak tertutup kemungkinan orang berorganisasi sebagai kebutuhan dasar. Organisasi pada dasarnya merupakan media untuk mengembangkan diri dan mengabdikan diri kepada masyarakat,” ujar Retno I G. Kusuma, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Bali. Ia menegaskan tiap kegiatan pasti memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat itu bisa berupa manfaat ekonomi, sosial, spiritual, maupun emosional. Manfaat ekonomi berupa kesempatan untuk menunjukkan aktualisasi diri. Hal ini berkaitan dengan potensi diri yang bisa ditunjukkan kepada orang lain. Dengan kata lain, berorganisasi bisa menjadi tempat “menjual diri” dan memperluas jejaring. Manfaat sosial berupa kesempatan untuk mengenal banyak orang sehingga makin banyak kenalan, makin banyak relasi. Manfaat spiritual berupa kesempatan untuk menambah pengetahuan di bidang spiritual, sepanjang hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Manfaat emosional diperoleh ketika kita mampu untuk mengontrol diri dalam mengatasi konflik serta mencari solusi dalam organisasi. “Organisasi memiliki kekuatan yang tidak terlihat yang bisa membuat orang tidak tertarik menjadi tertarik seperti “cuci otak”. Karena itu sebelum memutuskan bergabung dengan sebuah organisasi, kenali visi dan misinya. Kalau merasa cocok, silakan. Kalau tidak cocok, jangan dipaksa,” ujar psikolog yang juga Direktur Pradnyagama, Pusat Layanan Psikologi ini. Retno juga melihat sisi negatif dari berorganisasi berupa kebalikan dari manfaat yang diperoleh. Sisi negatif itu antara lain adanya “cuci otak” dan emosi yang kadang berlebihan. Karena itu, ia mengingatkan untuk berhati-hati jika ada organisasi yang visi dan misinya menyimpang dari norma-norma kehidupan. Hal ini biasanya dapat dideteksi dari persyaratan yang diberikan, misalnya tidak boleh mengatakan kepada orang lain kalau ikut organisasi itu, ada ritual aneh, serta tempat aktivitas sembunyisembunyi dan tertutup (mengisolasi diri). Jika menemukan persyaratan dan perilaku seperti itu, lingkungan harus lebih waspada. “Kalau mau ikut organisasi, minta rekomendasi dari teman yang sudah bergabung duluan. Pilih organisasi yang bersifat terbuka dan tidak eksklusif. Jika berorganisasi ini benar-benar dilakukan dengan tulus dan membantu masyarakat, bisa menjadi penanaman modal akherat,” tegas Ketua YPAC Bali ini. –Ngurah Budi
redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id
mingguantokoh
@mingguantokoh
mingguantokoh
www.tokoh.co.id