24
What’s Up
Edisi 877/ 30 November - 6 Desember 2015
“Berteman” dengan HIV untuk Melanjutkan Hidup Seorang perempuan energik perpenampilan mungil menghampiri Tokoh. Bunga (bukan nama sebenarnya), demikian ia memperkenal kan dirinya dengan senyuman yang terus mengembang. Secara kasat mata, memang tak ada perbedaan yang bisa dilihat antara ODHA dengan orang kebanyakan lainnya. “Saya baru tahu diri saya terinfek si HIV tahun 2012. Ini memang kesalahan saya yang suka gonta-ganti pasangan tanpa memakai pengaman (kondom). Dan, saya berani mengakui kesalahan saya,” ujarnya tanpa perasaan malu.
I
a pun mengisahkan pen galamannya selama tiga tahun terakhir “berteman” dengan virus di tubuhnya itu. “Entah kapan dan dari siapa saya kena virus ini,” ujar Bunga yang setelah itu, berusaha meng hubungi mantan orang-orang yang pernah diajaknya berhubungan intim, mantan suami dan mantan pacar, bukan untuk menyalahkan, namun mengingatkan mereka agar bisa menyelamatkan hidupnya. Setelah mengalami sakit berkepanjangan sejak Agustus 2012, diikuti dengan kondisi tubuh nya drop dan berat badan yang menurun drastis, serta menjalani berbagai pemeriksaan, seperti tes hipertiroid (negatif), konsul ke dokter paru yang hasilnya positif bronchitis pneumonia, dan men jalani terapi selama 2 minggu, na mun tak jua membuahkan kesem buhan, dokter interna yang me nangani Bunga di sebuah RS negeri ini, akhirnya menyerah. “Dokter bilang, jika penyakit sampai muncul secara bersamaan, seperti saya waktu itu fungsi hati terganggu,
penurunan berat badan, anemia, bronchitis, ada jamur di mulut, itu katanya ada masalah di kekebalan tubuh. Dokter menyarankan untuk dites, dan saya setuju karena saya sudah jenuh dengan sakit sekian lama,” tuturnya. Di bulan Oktober itu, Bunga baru di-VCT dan dikonseling, dan hasil nya ia positif HIV. Ia sempat syok menda pati kenyataan itu, dan lebih syok lagi karena dia mengkha watirkan kemungkinan anaknya juga bisa ter tular. Sepulangnya dari RS, Bunga mampir belanja ke sebuah supermarket dan memborong kebutuhan rumah tangga untuk menjaga-jaga ke mungkinan terburuk menimpanya. “Adik saya sampai bertanya kenapa belanja sebanyak itu. Saya hanya menjawab, takutnya nanti mati dan kita tidak bisa makan. Adik saya kaget saja mendengar perkataan saya,” kisahnya. Keesokan harinya, Bunga lang
sung mengajak anaknya tes (VCT), syukur hasilnya negatif. Keadaan anaknya baik-baik saja. Ditambah hasil tes mantan suaminya juga negatif, yang artinya ia tidak meng hancurkan masa depan mereka. Apalagi, putrinya yang saat itu masih berusia belasan tahun bisa menerima bahwa dirinya sakit. “Ibu sakit, didapat karena ibu melakukan kesalahan orang dewa sa. Nanti setelah dewasa ibu cerita kan lagi. Sekarang ibu sakit, tolong dibantu bagaimana agar ibu bisa tetap hidup. Jika
seks yang berisiko. Saya menutup diri. Akhirnya saya membuka sta tus saya dengan adik dan tementeman, justru mereka mendukung tak seperti apa yang ada di benak saya,” kenangnya. Realitanya, Bun ga yang menjadi konselor HIV AIDS sejak Desember 2013 hingga saat ini di RS negeri tersebut mendapati kebanyakan ODHA menstigma dirinya, menutup diri, dan takut dibilang ini-itu. “Mereka paling ngomonginnya sebentar setelah itu sudah. Jangan menstigma di
V nis AR
atu je alah s
S
Dengan penerimaannya seperti itu, Bunga justru lebih termotivasi. “Dari sinilah saya termotivasi untuk tetap melanjutkan hidup. Saya menjalani terapi, mau berjuang. Ini kenyataan yang harus saya hadapi dan harus move on,” ujarnya ber semangat. Sebelumnya Bunga sempat menutup diri akan kenyataan ini. “HIV adalah penyakit yang memalukan, didapatkan dari perilaku
tidak mau bantu, ibu tidak akan hidup. Karena motivasi ibu hidup adalah kamu,” demikian Bunga memberikan pen jelasan kepada putrinya. Syukur putrinya itu mengerti, bahkan ia sangat antusias bercerita kepada Bunga ketika di sekolahnya akan ada penyuluhan tentang HIV AIDS. “Apa Ibu yang kesana memberikan penyuluhan?” ujarnya bersemangat pada Bunga, pada saat itu.
rimu sebelum kamu distigma. Saya sudah membuktikan sendiri, dan teman-teman justru mendukung,” imbuhnya lagi. Setelah membuka diri dan menerima status dirinya ODHA, virus ada dalam tubuhnya, Bunga merasa lebih ringan melanjut kan hidupnya. Ia kini makin me lek dengan urusan kesehatan. Ia mengikuti terapi seumur hidup, yang mengharuskannya meminum dua macam obat, diminum dua kali sehari tiap pukul 9 pagi dan pukul 9 malam. Karena ia menyadari dirinya agak teledor, Bunga mendisiplinkan diri dengan se lalu memasang alarm sebagai pengingat, dan memberi nama-nama hari pada kotak obat mungil yang dibawanya kemanamana tersebut. Waktu saya sakit, Bunga berkomitmen jika pulih tidak akan menyia-nyiakan siakan kesempat an hidup yang diberikan Tuhan kepadanya untuk hidup lagi. Bunga ingin membantu mereka yang senasib dengannya untuk bangkit dan melanjutkan hidupnya lagi. “HIV bukan akhir dari segalanya. Untuk bisa melanjutkan hidup, harus bisa menerima status se bagai ODHA, bertemanlah dengan virus itu, dan lanjutkan hidupmu,” ujarnya Bunga penuh semangat dan mengaku kini hidupnya terasa lebih berarti lagi. –Inten Indrawati
redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id
mingguantokoh
@mingguantokoh
mingguantokoh
www.tokoh.co.id