24
Sudut Pandang
Edisi 872/ 26 Oktober - 1 November 2015
Wujudkan dengan Karya Nyata Masihkah generasi muda menjadikan hari Sumpah Pemuda sebagai momen untuk lebih meningkatkan jiwa berkarakter kebangsaan, seperti cinta tanah air, berkarya dengan penuh disiplin, dan pantang menyerah?
S
umpah Pemuda yang diperingati tiap 28 Oktober diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa patriotisme dan kebangsaan yang tinggi di kalangan pemuda, salah satunya dengan wujud karya dan kreativitas melalui berbagai
wadah positif yang dipilihnya. Apalagi jika kita masih ingat kalimat yang pernah diucapkan Bung Karno “Berikan aku 1.000 orangtua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Ini berarti bahwa pemuda adalah harapan bangsa dan tulang
punggung kemajuan bangsa ini dengan aksi –aksi nyatanya. Menurut sososk pemuda bernama Komang Tri ini, Sumpah Pemuda tidak hanya tiga ucapan sumpah oleh para pemuda di eranya, melainkan spirit juang untuk menyatukan tujuan nyata dalam membela negara kita tercinta ini. “Saat itu semangat pemersatu bangsa sangatlah diperlukan untuk menjunjung persatuan atau menyatukan perbedaan yang ada, demi keutuhan di tengah masa kemerdekaan,” ujar Local President
JCI Badung yang sempat menjadi satu satunya pembicara asal Indonesia di event International MICE Young Generation Forum di Taiwan belum lama ini. Hari Sumpah Pemuda perlu diperingati tiap tahun agar semangat bela negara para pemuda makin meningkat. Bela negara dapat diwujudkan melalui berbagai bidang yang digeluti dan kemapuan yang dimiliki. “Sekarang skill bela negara harus diimbangi dengan skill komunikasi, dan negosiasi karena bela negara bisa diwujudkan dengan skill yang kita
nya, sangat bagus. Di media, juga menyajikan sisi pro dan kontra. Menurut saya itu wajar. Pemerintah harus terus menjalankan program yang memang penting sekali, untuk membangun kembali karakter bangsa yang kini mulai luntur,” ujar aktor keturunan Tionghoa muslim itu.
REVOLUSI MENTAL DAN BELA NEGARA Lelaki bernama lengkap Muhammad Ibrahim itu, menilai, jika gerakan revolusi mental, program bela negara dijalankan secara konsisten dan didukung segenap elemen bangsa yang lain, kita boleh optimis, bahwa kejayaan Indonesia akan terwujud. “Itu dari sisi pemerintah, tentu saja, rakyat juga harus punya kesadaran, untuk lebih mengapresiasi nilai-nilai perjuangan bangsa, sehingga kita menjadi bangsa yang tidak pernah melupakan jasa para pahlawan,” tuturnya. Dari sisi pemuda, aktor yang memulai debutnya tahun 2001 itu mengimbau untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. “Saya bukan anti bahasa gaul dan bahasa tidak resmi lainnya. Tetapi, menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar, adalah keharusan. Dengan begitu, kita tidak menjumpai, generasi muda berbicara dengan bahasa gaul justru di forum formal. Atau sebaliknya, berbicara formal di tempat yang tidak semestinya,” kata Baim.
Baim Wong
Kebhinekaan Jadi Kesatuan Baim Wong, seorang aktor yang tetap “mengorbit” di jagat seni peran Indonesia, punya perhatian khusus terhadap Sumpah Pemuda. Saat dihubungi Tokoh di tengah kesibukan syuting film terbarunya, ‘Jakarta Undercover’, Baim antusias sekali berbicara tentang relevansi Sumpah Pemuda bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Aktor kelahiran Jakarta, 27 April 1981 itu, mengaku beruntung mendapat wawancara seputar isu kepemudaan dan kebangsaan, justru di saat ia merasa sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang itu. “Terus terang, ada semacam fase ‘kilas-balik’ pada diri saya, khsusunya terhadap tema nasionalisme. Ini terjadi menjelang, selama, dan setelah saya memerankan tokoh besar Bung Karno dalam film ‘Ketika Bung di Ende’ akhir 2013 lalu,” ujarnya. Menurut Baim Wong, mungkin banyak orang, khususnya generasi muda yang tidak tahu, bahwa kalau tidak ada peristiwa Sumpah Pemuda, mungkin kesatuan bangsa tidak akan terjaga. “Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan besar sekali maknanya, terutama bagi negara yang memiliki suku bangsa yang begitu banyak dengan bahasa daerah yang berbeda-beda. Karena Sumpah Pemudalah, kebhinekaan menjadi kesatuan,” tegasnya Ditanya pendapatnya ihwal awareness pemuda modern terhadap Sumpah Pemuda, kembali pria yang masih melajang itu menjawab antusias. Kali ini, terselip nafas kekecewaan atas keadaan yang menurutnya, memprihatinkan. “Mungkin saya salah, tetapi saya setidaknya punya pendapat, bahwa kebanyakan pemuda modern, melihat Sumpah Pemuda saat ini hanya
sebagai hari besar belaka. Kurang dalam hal pemaknaan,” ujar lirih. Lepas dari perkara politik, Baim Wong memuji gerakan nasional revolusi mental yang dijalankan pemerintahan Jokowi – JK. “Saya baca di media, baik cetak atau online, gerakan revolusi mental, program bela negara, dan sejenis-
Kenal Sejarah lewat Sastra Pemuda masa kini, harus diakui kehebatannya melebihi pemuda di masa lalu. Tetapi di sisi lain, akibat kemajuan teknologi, mereka yang tak kuat imam justru banyak terjerumus ke hal-hal negatif. Demikianlah pengamatan Ketua YPLP PT IKIP PGRI Bali Drs. IGB Arthanegara, S.H., M.Pd. “Jasa pendahulu kita ketika mengikrarkan Sumpah Pemuda harus dihargai. Karena sejak saat itulah kita bisa merasakan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Sejak itu pula kita tidak lagi membeda-bedakan ini orang Bali, ini orang Jawa, itu orang Maluku, tapi ini orang Indonesia yang lahir di Bali, itu orang Indonesia yang lahir di Aceh, dsb. Kepulauan Nusantara ini tidak lagi dipisahkan oleh laut tetapi disambungkan oleh laut. Bali dan Jawa bukan dipisahkan oleh laut, tapi dihubungkan oleh laut,” tegas Arthanegara yang pada zaman dulu pernah bergabung di organisasi kepemudaan KNPI. Hal inilah yang dikatakannya harus dipupuk terus-menerus karena sekarang ini bangsa kita sangat membutuhkan generasi muda yang bisa mengerti dan me-
maklumi arti persatuan, sehingga serta tak mudah diadu domba, sehingga perkelahian antarkelompok tak terjadi. “Jika itu sampai terjadi berarti ini sebuah kemunduran. Sementara dari dulu kita selalu mengkoar-koarkan ‘bersatu kita teguh bercerai kita runtuh,” ujarnya menyayangkan. Ketika ditanya tentang bahasa dan sastra Indonesia, penulis novel ini mengatakan perkembangan bahasa saat ini kurang greget, karena terlalu banyak dicampur dengan bahasa-bahasa prokem dan bahasa asing. Sehingga anak-anak sekarang menjadi tidak mengerti lagi mana bahasa Indonesia yang benar dan baik. “Solusinya, pengajaran Bahasa Indonesia perlu lebih digalakkan lagi. Jangan bahasa itu hanya sebatas pelajaran bahasa. Tetapi juga dikembangkan kepada penguasaan dan pengenalan terhadap karya-karya sastra serta pengarang-pengarangnya yang perlu juga dihayati,” ungkapnya. Arthanegara mengatakan, dulu kita mengenal ada angkatan 45, angkatan 66, namun sekarang sudah hampir tak terdengar lagi. Menurutnya, ini disebabkan seka-
Komang Tri
miliki. Sebagai generasi penerus, sekecil apapun usaha yang kita lakukan untuk negara ini akan sangat bermakna, “ ucap anak muda kelahiran 1989 yang karyanya telah menghiasi panggung Miss Universe tersebut.– Sri Ardhini Hal yang tak kalah penting menurut Baim, adalah perlunya generasi muda membaca sejarah perjuangan Indonesia. “Ini sangat penting untuk memupuk jiwa nasionalisme. Terus terang, ini pengalaman pribadi. Awalnya karena tuntutan peran, maka saya diharuskan membaca buku-buku tentang Bung Karno. Saya membaca bukunya Cindy Adams, membaca buku dan blognya Roso Daras, dan referensi lainnya. Itu sangat memperkaya khasanah pengetahuan saya tentang sejarah Indonesia. Dari situ, saya mendapat banyak pelajaran kebangsaan, dan bagaimana mengapresiasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan,” papar Baim pula. Ia merasa ada perubahan karakter yang cukup drastis, yang dia rasakan sendiri setelah menjadi Bung Karno. “Dulu saya cuek saja kalau terlambat sholat… sekarang, justru kepikiran kalau sampai terlambat sholat. Dulu, saya masih cukup mudah tergoda hal-hal yang bersifat duniawi, sekarang saya merasa geli jika mengenang masa-masa itu,” ujarnya. –Diana Runtu
rang tak ba nyak orang yang mau berkarya. Mereka lebih banyak mau membaca yang sudah ada, lebih senang menikmati yang sudah ada dibandingkan mencipta. Drs. IGB Arthanegara, Drs. Ida Bagus Padahal, S.H., M.Pd. Suyasaputra,M.Si karya sastra itu adalah juga cermin kehidupan kurang. Karena itu perlu dibudayaterdahulu. Sebut saja tentang se- kan konsep Prof. Darji Darmodijarah Majapahit, kita tahu karena harjo berkenaan dengan kebiasan, ada karya sastra. Demikian halnya gemar dan butuh membaca,” dengan novelnya yang berjudul ungkapnya. Bagaimana upaya kita menum“Dunia Kampus yang Lain”, juga buhkan kegemaran anak untuk sedang diteliti seorang profesor dari Australia. Karena dari novel membaca, sehingga terbiasa, dan akhirnya menjadi kebutuhan. Septersebut, si peneliti tahu bagaimana erti halnya ketika kita lapar butuh kehidupan zaman tersebut. “Kare makan, ketika haus butuh minum. na itu, jika kita berkarya sekarang, Bagaimana agar terkondisikan bubeberapa tahun ke depan, karya tuh membaca agar tidak pusing. kita bisa menjadi cermin bagaimana Ia mengingatkan, bahwa pemuda kehidupan sekarang,” ucapnya. merupakan tulang punggung bangsa Sementara itu, Kepala SMAN 7 untuk melakukan terobosan terkait Denpasar Drs. Ida Bagus Suyasa peningkatan kualitasnya melalui putra, M.Si. mengomentari ke- budaya gemar, biasa dan butuh tika teknologi makin maju dengan membaca. Karena melalui budaya bahan bacaan yang lebih mudah itu akan mendapatkan banyak pe diakses dan cepat, justru minat ngalaman, pengetahuan, sehingga baca anak muda sekarang masih mengurangi hal-hal yang tidak direndah. “Budaya baca kita masih inginkan. –Inten Indrawati
Email: redaksi@tokoh.co.id, iklan@tokoh.co.id
mingguantokoh
@mingguantokoh
mingguantokoh
Website: www.tokoh.co.id