Tokoh Edisi 864 | Tokoh

Page 1

24

What’s Up

Edisi 864/ 31 Agustus - 6 September 2015

Gerhana Bulan Merah

Penanda Lahirnya Energi Maha Dahsyat ke Dunia

Gerhana Bulan Merah, itulah judul garapan seni kolaborasi dari Fakultas Seni Rupa dan Seni Pertunjukan ISI Denpasar ini. Kisah penanda lahirnya energy maha dahsyat ke dunia itu dipentaskan di Panggung Ardha Candra, Taman Budaya Denpasar, Minggu (23/8). Pendukungnya merupakan mahasiswa ISI Denpasar dan anakanak setingkat SD dari Sanggar Maha Bajra Sandi yang saling mengisi hingga berhasil merajut kisah.

D

alam sebuah pertunjukan seni, objek biasanya menjadi latar yang hanya sebagai pendukung saja. Tetapi, beda halnya dengan sajian seni berdurasi sekitar 1 jam itu. Objek memiliki porsi yang sama dengan gerak, lighting, sound dan said. Bahkan semuanya sama-sama kuat, sehingga menjadi sebuah pertunjukan seni atraktif dan unik. Tak hanya tampil fantastis, tetapi juga sarat pendidikan serta pesan moral. Tema garapan mengangkat perpaduan hasil riset, mitos, prasasti, science, fakta yang diramu menjadi sebuah kisah dan dibungkus dalam sajian artistik. Beragam cara, sudut pandang serta kepercayaan dari masing-masing masyarakat dalam sebuah negara terkait dengan Gerhana Bulan Merah diterjemahkan secara lugas dan jelas. Baik yang mengganggap positif ataupun negatif. Arstistik director I Wayan Sujana atau yang akrab disapa Suklu mengatakan, dalam konsep pagelaran ini pihaknya sengaja memilih gerhana bulan sebagai tema. Selain memiliki makna pent-

ing, gerhana bulan merah juga dimakanai berbedabeda sesuai dengan kepercayaannya. “Gerhana bulan merah itu terjadi setiap 125 tahun sekali. Tanggal 28 September 2015 menjadi sangat penting,” katanya. Garapan seni instalasi ini memanfaatkan seluruh panggung Ardha Candra, termasuk tempat penonton. Di setiap sudut ada rakitan-rakitan bambu sebagai simbul planet Merkurius, Venus, Mars dan planet lainnya. Globe ada ditengah-tengah panggung, serta layar putih yang menyerupai bulan penuh dipasang diatas meru. “Karena tema Gerhana Bulan Merah, maka sangat tepat memilih Ardha Candra sebagai tempat pentasnya,” ucap Suklu. Penata tari yaitu I Gede Oka Surya Negara dan Ida Ayu Arya Satyani tampak cekatan membaca konsep garapan itu. Para penari mengeksplorasi planet-planet tersebut dengan kreatif. Mereka tak hanya bergarak indah, tetapi juga menjiwai setiap adegan serta menguasai panggung tanpa batas itu. Kolaborasi dari seniman anak-anak, remaja dan dewasa yang merupakan mahasiswa ISI Denpasar dan anak-anak setingkat SD itu juga berhasil merajut kisah diatas pentas. Apalagi musik iringannya menyatu karena merespons gerak para penari juga mendukung setiap adegan. I Nyoman Karyasa, sebagai penata musik mengeplorasi seluruh ruang sehingga tercipta suasana menjadi lebih hidup. Iringannya menonjolkan ritme serta dentuman beduk yang kuat. Musik cengceng memberi aksen serta mendukung suasana tari naga dari Tiongkok. Biola mendukung suasana hening, perkusi jembe memberi hentakan serta tawa-tawa digarap lebih dinamis. Gerhana Bulan Merah diawali dari gambaran alam yang kosong lewat layar lebar video mapping. Selanjutnya para penari anak-anak yang menggambarkan semuah kemurnian, energi utuh yang belum mengenal dualisme, seperti siang-malam, laki-laki-perempuan, baik-buruk, tinggirendah, besar-kecil, dan kuat-lemah. Penari belia ini melakukan gerakgerak lentur semacam yoga. Seniman lian yang berada di masing-masing planet merespons dengan gerak-gerak ta r i .

Anak-anak menari sambil menyanyi kan lagu tradisional masyarakat Hindu di Bali yaitu “dija bulane sing ngenah uli ibi”. Mereka mengepresikan masyarakat Hindu di Bali yang memaknai gerhana bulan merah secara positif dan negatif, seperti rasa cemas dimakan Kalarahu dan optisme setelah membunyikan kentongan Kalarahu akan lari. Dalam garapan itu juga memaparkan masyarakat Negeri Tirai Bambu. Masyarakat di sana menggambarkan naga memakan bulan. Para penari menarikan barong dengan kepala yang berbentuk kerangka saja. Berbeda dengan kepercayaan masyarakat Jepang yang menganggap ada pengaruh negatif ketika gerhana bulan ada. Hal itu dianggap sebagai penyebar virus yang dapat membawa petaka sehingga selalu menghindar. Para penari lantas memaparkan Suku Indian Navajo yang melakukan meditasi dan yoga ketika gerhana bulan merah terjadi. Mereka

percaya saat itu energi semesta itu sangat besar dan luar biasa. Orang besar yang tahu akan hal itu, maka berhenti sejenak untuk berkontemplasi untuk menyerap energi tersebut. Pada adegan berikutnya, Columbus yang tahu astronomi memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk kebaikan kultur tertentu. Ia memerankan tipu daya terhadap suku Indian yang masih menganut sistem kanibal, memakan manusia. Columbus membohongi dan mengancam kalau kamu berani memakan manusia maka bulan akan dimakan roh jahat. Dengan tipu daya Columbus berhasil melakukan refleksi perbuatan. -Darsana


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Tokoh Edisi 864 | Tokoh by e-Paper KMB - Issuu