Tokoh Edisi 861 | Tokoh

Page 1

24

What’s Up

Edisi 861/ 10 - 16 Agustus 2015

Prakarsai Batik Bali

Keluarga Pande Beng Lestarikan Budaya Bangsa Jika bicara mengenai kerajinan lokal atau tekstil yang berasal dari Bali, selama ini masyarakat lebih mengenal keberadaan tenun ikatnya, yang disebut endek dan songket. Sedangkan batik dikenal sebagai produk dari luar Bali. Padahal pulau yang terkenal dengan seribu pura ini sesungguhnya memiliki produk bernama batik Bali.

L

antas yang bagaimana yang disebut Batik Bali? “���������������������� Kalau kita melihat ba� tik dengan motif bunga kembang sepatu, berwarna merah besar-besar, hingga motif pelangi itu� lah yang biasa disebut sebagai batik Bali,” ujar Pande Ketut Dresta. Bahkan dikatakannya dengan bendera “CV Meru Mas”, batik Bali tidak kalah bagus dengan batik yang ada di daerah lain di Nusantara ini. Bali sebagai salah satu tujuan wisata paling populer di dunia, dengan segala keindahan alam dan pesona budaya sangat menarik ketika di� jadikan salah satu inspirasi dalam pembuatan batik Bali. Geliat perkembangan batik Bali di mulai di Kabupaten Gianyar sekitar tahun 1978, khususnya Desa Beng.

Pasutri Pande Ketut Dresta dan Pande Putu Srinten

Sebenarnya, batik di Gianyar sudah berkembang sejak dulu, namum masyarakat lebih mengenalnya den� gan berbagai macam sebutan, seperti kain atau sarung pantai, bed cover dengan berbagai motif. Namun, tak diduga batik Bali berkembang dengan pesat setelah digarap dan dikembangkan olehnya

yang bergandengan dengan sang istri tercinta Pande Putu Srinten. Betapa tidak, peluang bisnis ini berhasil di� kembangkan secara besar-besaran. Sebab pada saat itu permintaan pasar sangat banyak. Produksinya mulai sarung pantai, daster, kemeja, sarung bantal, bed cover, sprei, sam� pai pakaian anak-anak. -ard

Tak Pernah Berhenti Berproduksi

Belum Dicuci sudah Diambil Sebenarnya semua diawali den� gan coba-coba. Ditambah latar belakang keluarga yang ditemuinya sejak kecil sudah berkecimpung di dunia produksi. Para perempuan khususnya sebagian besar adalah pedagang kain. Sejak dahulu mer� eka sudah maju dan dikenal orangorang yang sangat rajin bekerja. Se� mentara para laki-lakinya bekerja di perapen (pande besi). Entah kenapa Pande Ketut Dresta bisa membuat baju bar� ong. Padahal ia mengaku bukan orang seni. “Namun, ketika ada ide proses selanjutnya para karyawan yang membantu mewujudkan dan mengeksplorasinya,” ujarnya yang diawal sudah mempekerjakan seki� tar 30 orang karyawan ini. Ketika itu, katanya ia lebih men� erapkan manajemen keluarga. Mer� eka, para karyawannya diajak ting� gal di rumahnya. Kebanyakan dari mereka kembali ke kampungnya (terutama yang dari luar Gianyar, seperti dari Karangasem) ketika sudah menikah karena memang sudah cukup usia. “Ketika itu pesanan sangat luar biasa. Baru selesai digambar belum dicuci sudah diambil oleh pem� belinya. Kalau bicara penjualan, Pande Ketut Dresta mengingatingat ketika itu keuntungan yang diperoleh dari baju barong sampai 20%. Sedangkan dari kain batik pelangi bisa sampai 49 %.

Pada waktu itu, kata Pande Ketut Dresta yang mengorder datang dari luar daerah, semisal Jakarta, Band� ung, Surabaya, Yogja dan Lombok. Namun, yang lebih fantastis lagi ternyata pesanan juga datang dari luar negeri seperti Malaysia, Austra� lia dan juga Negeri Kincir Angin Be� landa. “Memang batik Bali atau batik painting sebutannya di Bali identik dengan Kabupaten Gianyar teru� tama yang digarap oleh masyarakat Pande yang ada di Desa Beng,” tutur ayah tujuh orang anak ini. Dikatakannya, masyarakat Desa Beng memang dikenal rajin. Kar� enanya tidak salah jika desa ini memiliki perkembangan kerajinan batik yang cukup memberikan peran bagi Gianyar. Sesungguhnya pula, motif batik Bali sangat be� ragam dan disebut-sebut memiliki kreativitas yang unggul. Terbukti juga dengan respons pasar yang sangat luar biasa ketika itu, serta makin terkenalnya batik Bali di tahun 80an. Motif batik Bali, kata Pande Ketut Dresta lebih banyak terinspirasi dari alam, seperti bunga kamboja dan bunga kembang sepatu, burung atau ikan, serta gambaran kegiatan sehari-hari penari Bali dan pros� esi ngaben atau agama dan mitologi makhluk seperti barong, kala dan singa bersayap ada umumnya. Hal ini sangat disukai oleh wisatawan domestik maupun orang asing. –ard

Batik pertama kali dibuat di Desa Beng Gi� anyar. Karena kurangnya tukang jahit di Desa Beng, selain di Desa Beng sendiri, akhirnya untuk proses menjahit material batik ini dik� erjakan di daerah Sayan dan Kedewatan yang mayoritas penduduk desanya bisa menjahit. Ciri khas batik Bali sendiri, menurut Pande Ketut Dresta, tidak memiliki pakem, secara umum lebih banyak menampilkan bentuk geometris, flora dan fauna. Pembuatannya, hampir sama dengan batik pada umumnya, dicanting dengan malam dan diisi warna den� gan kuas, hasilnya seperti yang banyak dilihat di Pasar Sukawati dan sekitarnya atau di pusat oleh-oleh. Sayangnya batik ini tidak berkembang dan monoton, sehingga pada tahun 1990 produksi batik Bali, mulai menurun. Namun, tidak perlu khawatir katanya, sebab beberapa pengrajin batik rajin belajar, mengembangkan dan melihat peluang pasar. Batik Bali, terutama motif barong sempat macet di tahun 80an. Namun akhir-akhir ini berkembang lagi ke kain-kain pantai. Terlebih Dengan perkembangana zaman begitu juga dengan pewarna dan datangnya kain-kain rayon. “Namun, apapun keadaannya keluarga kami tidak pernah berhenti berproduksi. Hanya jenis produknya yang berbeda, yang sekarang digarap adalah celana pantai,” tegasnya. Pande Ketut Dresta menuturkan di masa itu juga banyak tumbuh usaha kecil yang sejenis. “Sebab zaman dulu, ketika satu orang membuat sebuah usaha, yang lainnya ikut membuat usaha yang sejenis,” katanya ter� tawa. “Tapi itu ada baiknya juga, sehingga`sampai saat ini pembuat baju barong identik dengan daerah Gianyar,” lanjutnya bangga. Sekarang usaha sejenis berkembang di Beng. Pasutri ini mengaku sangat senang mendengarnya, terutama baju-baju barongnya. “Kami bangga hadir sebagai perin� tisnya. Mudah-mudahan saja anak-anak zaman sekarang ingat akan sejarahnya,” katanya tertawa. Pande Ketut Dresta pun salut akan kreativitas anak muda Bali. Karena kini dilihatnya cukup banyak para pengrajin batik di Bali yang mulai melakukan langkah strategis dan inovatif untuk menghindari tingkat kejenu� han konsumen pada batik. Misalnya dengan melakukan kombinasi motif batik Bali dengan motif batik yang berasal dari luar Bali. “Termasuk anak dan menantu saya yang membuat

usaha garmen, yang awalnya kebaya. Dia punya bakat, dan kemauan belajar membatik tumbuh dari dalam dirinya sendiri. Ketika ia berhasil kembali mengangkat batik yang dirintisnya dulu hingga bisa dikatakan booming di tingkat nasional bahkan hingga ke mancanegara,” tutur Pande Ketut Dresta yang merasa bangga terhadap para menantunya yang sudah dianggap anaknya sendiri itu. Untuk ke depannya, ia memiliki harapan besar agar anak-anaknya kembali memproduksi tenun ikat, yang dirintis, dikembangkan dan dipopulerkan oleh kakak dari sang istri, yakni Pande Nyoman Gede Mar� utha, pemilik Tenun CapTogog. (Minggu Depan akan ditampilkan kisah keberadaan Tenun Cap Togog). Pesan kepada generasi muda, berkarya terus dengan tetap mengutamakan pendidikan untuk anakanak mereka agar semakin maju. Seperti apa yang dilakukannya dulu, menyekolahkan anak-anaknya hingga ke Malang. Ia sangat ingin mengembalikan geliat Gianyar yang luar biasa dengan tenunnya. Sayangnya saat ini sebagian pertenunan di Gianyar yang juga masih di lingkaran keluarganya ini, sedang mengalami kemunduran. Pande Ketut Dresta juga memahami saat ini yang menjadi kendalanya adalah tenaga kerja. Ia jadi bertanya apakah orang-orang kita sekarang menjadi malas, sehingga banyak produk kerajinan yang mesti diselesaikan di luar Bali. “Kita harus belajar semangat dan berani seperti saudara-saudara kita yang dari luar Bali. Jadi generasi muda harus belajar dan mau bekerja keras, tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras.” Demikian seman� gatnya kepada generasi muda sekarang. Kalaupun sekarang Pande Ketut Dresta dan sang istri Pande Putu Srinten sudah lanjut usia, produksi batiknya masih berjalan. Ada sebagian pengerjaannya dilaku� kan oleh pengrajin di rumahnya masing-mas� ing. -ard


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.