24
What’s Up
Edisi 845/ 20 - 26 April 2015
K hofifah I ndar Parawansa
Laki-laki dan Perempuan Punya Kesempatan Sama Khofifah saat berdiskusi
Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa tekun menyimak penjelasan tentang eksistensi perempuan di Bali. Ia mengaku tidak terlalu mendetail memahami budaya Bali yang pada masa lalu menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua. Bagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki, bisa menjadi persoalan karena siapa yang akan menjadi penerus keluarga. Namun, kini zaman sudah berubah. Perempuan pun sudah memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki.
“B
ali ternyata mirip dengan Makasar. Anak laki-laki cenderung diperhatikan. Saya pernah punya pengalaman pribadi. Ketika anak saya yang pertama lahir perempuan, suami saya yang keturunan Makasar menanggapi biasa saja. Ketika saya hamil kedua, ia berkata kepada saya, dengan nada bercanda. Kalau anak kedua lahir perempuan, izinkan saya menikah lagi. Saya sangat shock mendengar permintaan itu,” ungkapnya ketika berkunjung dan berdiskusi dengan
tim redaksi Kelompok Media Bali Post, Sabtu (11/4). Khofifah kemudian mengadu ke mertuanya. Ternyata mertuanya menjelaskan, tidak ada aturan yang memberikan kesempatan bagi pria Makasar yang tidak punya anak laki-laki untuk menikah lagi. “Saya plong tetapi tetap was-was. Tiap periksa kandungan, saya tidak mau di-USG. Saya tidak mau tahu jenis kelamin bayi saya. Ternyata, setelah waktunya tiba, saya melahirkan anak laki-laki. Baru saya merasa benar-benar tenang,” kenang perempuan asal
Jawa Timur ini sembari tersenyum. Anak ketiga dan keempatnya pun laki-laki. Adanya persepsi tentang pembedaan anak laki-laki dan perempuan membuat mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini gerah. Ia merasa semua anak memiliki hak yang sama. Laki dan perempuan harus mendapat kesempatan yang sama. Ia pun berharap keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama bisa memberikan kesempatan kepada anak perempuan untuk meraih pendidikan dan berkarier tinggi. Jangan sampai, anak perempuan terkungkung hanya dalam ranah domestik. Di sisi lain, ia sedih melihat masih adanya perempuan yang menjadi korban di dalam keluarganya. “Salah satu contoh, anak perempuan banyak mengalami kasus incest (hubungan seksual yang dilakukan orang yang memiliki garis keturunan langsung). Pelakunya bisa kakek, ayah, kakak, ataupun adik. Dari laporan yang kami terima di Departemen Sosial, ayah yang paling banyak menjadi pelaku. Salah satu sebab adalah kemiskinan. Bayangkan, dalam satu rumah yang tidak layak huni ditempati banyak orang. Peluang untuk terjadi incest sangat tinggi. Ada kasus yang baru terungkap setelah sekian lama ditutupi. Korbannya ya si anak perempuan,” tegas perempuan kelahiran 19 Mei 1965 ini.
Ada Istri Hebat “Dibalik” Suami Sukses Perempuan memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam rumah tangga. Demikian diungkapkan Sri Wulandari, Runner Up 3 Ibu Teladan se-Bali 2011 versi Tabloid Tokoh. Di dalam rumah tangga, khususnya ibu, perempuan sangat berperan dalam memajukan pendidikan dan akhlak anak-anak. Karena menyadari perannya sebagai seorang ibu itu pun yang kemudian membuat Wulandari memutuskan mundur dari pekerjaannya setelah 3 tahun bekerja di rumah sakit. Ketika itu anak sulungnya masih kecil, dan harus ada yang mengasuh. “Suami mengatakan kepada saya, nanti kalau anak sudah besar, boleh bekerja lagi sendiri,” ujar istri Rektor Universitas Ngurah Rai, Dr. Drs. Nyoman Sura Adi Tanaya, M.Si. ini. Meski demikian, Wulandari me ngatakan peran suami (ayah) tak kalah penting. Karena apapun masalah yang ada dan sebelum memutuskan sesuatu, ia selalu rundingkan dengan suami. Contoh kecil saja, ketika dulu putra sulungnya, Putu Mahardika, S.E., M.Si., MA., Ph.D., hendak memilih jurusan di perguruan tinggi. Mahardika mengatakan kepada ibunya ingin masuk fakultas teknik, alasannya karena teman-
Sri Wulandari
temannya banyak yang masuk ke sana. Wulandari lantas menyampaikannya pada sang suami, dan si anak pun diminta berunding dengan ayahnya. Nyoman Sura menanyakan kepada anaknya, apa yang sebenarnya disenangi.
Kata Mahardika waktu itu, ia ingin jadi guru. Sura Adi mendukung keinginan anaknya tersebut dan mengarahkan jalur yang tepat. “Tapi kalau mau guru jangan sekadar guru biasa, harus menjadi guru besar, ngajarin gurunya pak guru.” Demikian Nyoman Sura menyemangati putranya, yang kini sudah hidup mapan dan menjabat Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang. Hal yang sama juga diberlakukan kepada kedua anak perempuan mereka, Dr. Ade Maharani Adiandari, S.Sos., M.M., dan Mahayanti Fitri Andari, S.P., M.M. Bagi pasutri ini, koordinasi dalam keluarga sangat penting. Sebagai orangtua, pasutri ini hanya bisa memberikan pendidikan kepada anak-anak sebagai bekal hidup mereka kelak. “Kami hanya menyekolahkan mereka sampai jenjang S2, untuk S3 mereka atas biaya sendiri atau dapat beasiswa,” papar Wulandari. Dalam mendidik anak pun, Wulandari mengatakan saling berbagi peran dengan suami. Karena umumnya, anak akan lebih dekat dan terbuka dengan ibu. Dan, memang harus ada sosok yang disegani, yakni ayah. Kedua peran inilah yang bisa melengkapi satu sama lainnya untuk
KULTURAL DAN STRUKTURAL Upaya untuk mengatasi permasalahan sosial ini, Departemen Sosial terus berusaha untuk mengentaskan keluarga miskin. Pemberian bantuan melalui Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) uang maupun bedah rumah merupakan cara untuk memperbaiki kondisi warga miskin di Indonesia. “Saya berharap perempuanperempuan Indonesia bisa terus meningkatkan kemampuan diri. Banyak peluang di bidang pendidikan maupun karier yang bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan aktualisasi perempuan,” ujar Kepala BKKBN periode 19992001 ini. Ia pun mencontohkan Tion-
gkok dengan pola kultural dan struktural untuk meningkatkan peran perempuan. “Saya punya teman perempuan yang pernah menjadi anggota Politbiro Tiongkok. Dia berhasil memperjuangkan agar di tiap struktur pimpinan daerah ada perempuan. Strukturnya juga berjenjang, misalnya di tingkat kabupaten ada, di tingkat gubernur ada. Ini membuka peluang bagi perempuan untuk menunjukkan kemampuannya. Perempuan bisa menjadi pemimpin,” kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini. Usai diskusi dengan tim redaksi Kelompok Media Bali Post, Khofifah menandatangani prasasti Ajeg Bali serta menerima kenangkenangan berupa karikatur dirinya. –Ngurah Budi
Khofifah menandatangani prasasti Ajeg Bali
bersama-sama mengayomi anak. Selain itu, kedisiplinan merupakan satu hal yang sangat menentukan keberhasilan anak ke depannya. Itu pula yang telah dilakoni Wulandari kepada putra-putrinya. Disiplin waktu mulai ia terapkan sejak mereka bayi. Ada jam-jam khusus untuk makan, disusui, tidur, dll. Kebiasaan itu pun berlanjut, dan saat duduk di kelas 4 mereka sudah bisa mandiri, disiplin mengatur waktu sampai mengatur uang sakunya sendiri. Untuk pendidikan tinggi baik jenjang S1, S2, maupun S3, pasutri ini sengaja mengarahkan kuliah di luar Bali, agar mereka bisa belajar mandiri dan wawasan semakin luas. Sebagai istri, peran perempuan juga tak bisa dipandang sebelah mata. Kata orang, di balik kesuksesan suami, ada istri yang hebat. Hal itu memang betul adanya. Bayangkan saja jika seorang suami sebagai pencari nafkah utama juga harus mengurusi sampai hal-hal kecil dalam rumah tangga. Sebagai istri, Wulandari juga kerap mengontrol keuangan suami. “Bukannya tak senang jika ada uang lebih. Namun, semuanya harus jelas dan halal. Jangan sampai seperti yang banyak terjadi sekarang ini, pensiun masuk penjara. Saya sangat hati-hati tentang hal itu,” ucap Wulandari yang kini disibukkan mengelola Padma Indah Ashram Lestari di Catur, Kintamani. REVOLUSI MENTAL Peran perempuan masa kini sangat kompleks. Selain sebagai ibu dan istri dalam rumah tangga, perempuan dalam kehidupan sosialnya banyak yang terlibat da-
lam organisasi atau suatu kepemimpinan. Tentunya ini akan memberikan warna berbeda. Ada nuansa yang lebih mekar, lebih indah, ada pandangan-pandangan berbeda, dengan gagasan-gagasan yang lebih kompleks, dari pengalaman perempuan dalam berorganisasi dan dalam rumah tangga. Lalu seperti apa seharusnya perempuan masa kini di era modern menurut pendapat perempuan perusia 64 tahun yang kini sudah mulai mengurangi kegiatannya dalam TP PKK Provinsi, YKI Provinsi, BK3S ini dan menekuni spiritual ini ? Perempuan di zaman globalisasi ini ada sisi bagusnya, salah satunya sudah menyadari pentingnya pendidikan yang tinggi dan memberikan kebebasan memilih bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain, Wulandari mengaku miris melihat banyaknya anak-anak muda khususnya perempuan yang dengan santainya menggunakan celana super pendek, jalan-jalan di mal. Ini ditegaskan Wulandari, adalah peran ibu untuk menasihati dan memberikan contoh yang baik bagi putrinya, karena umumnya anak lebih dekat dengan ibu, tanpa mengesampingkan peran ayah juga. “Revolusi mental memang perlu diberikan di RT dan di luar,” ujarnya. Kebangkitan perempuan di era sekarang ini dikatakan Wulandari tak terlepas dari jasa pahlawan RA Kartini yang telah mengeluarkan perempuan dari belenggu. Ketokohan Kartini dan pahlawan lain pun kerap ditanamkan Wulandari kepada anak-anaknya. –Inten Indrawati