5 - 11 Mei 2014
24
“Kisah dar i Ha ti Ko e s Plu s ”
Masuk Penjara demi Misi Negara Suasana meriah penuh nostalgia mewarnai acara peluncuran buku ‘Kisah dari Hati Koes Plus’ yang ditulis Ais Suhana, di Rolling Stone Café, Ampera Raya, Jakarta Selatan. Selain menggelar bedah buku yang dipandu pengamat musik Indonesia, Bens Leo, acara peluncuran buku Koes Plus ini juga dmeriahkan dengan pertunjukkan musik band Junior pimpinan Rico, anak alm Murry, drummer Koes Plus yang wafat Februari 2014 lalu, juga Koes Plus Pembaruan dan God Bless.
Y
on Koeswoyo, rhythm guitar sekaligus vokalis Koes Plus baru datang ketika hari lewat siang. Meski usianya hampir 74 tahun pada September mendatang, namun Yon tampak sehat dan enerjik, apalagi ketika ia tampil bersama Koes Plus Pembaruan menggoyang penonton dengan tembang-tembang hits band legendaries itu. Di antara personil Koes Plus/ Bersaudara, memang hanya Yon yang masih aktif hingga kini. Usia agaknya tak menghalanginya untuk tetap aktif keliling daerah untuk manggung. Dalam satu bulan, rata-rata 3-4 kali Yon dan grup band formasi barunya mendapat undangan manggung. Yon mendirikan formasi barunya dengan nama Koes Plus Pembaruan 2004, dan hanya Yon satu-satunya personil asli Koes Plus yang memperkuat band ini. Sedang tiga lainnya rekrutan baru; Danang, Sonny dan Seno, yang sebelumnya memang sangat suka menanyikan lagu-lagu Koes Plus. Sementara Yok Koeswoyo (64), meski sesekali masih tampil jika ada event-event nostalgia Koes Plus, namun tidak bergabung dalam formasi baru bentukan Yon karena memiliki kesibukan sendiri. Acara peluncuran buku menjadi makin meriah ketika God Bless yang saat itu kebetulan hadir dengan for-
1980-an hadir. Mereka datang selain memberi apresiasi atas eksistensi Koes Plus di jagat musik Indonesia, juga menjadikan acara tersebut sebagai tempat anjangsana, karena di hari-hari biasa mereka amat jarang bertemu satu sama lain. Suasana menjadi panas ketika God Bless naik panggung dan menyanyikan tembang-temang hitsnya. Penonton pun agak histeris kesenangan karena mereka pun menyukai tembang-tembang God Bless, sebut saja; Rumah Kita, Semut Hitam, dan Panggung Sandiwara. Ahmad Albar, vokalis God Bless yang Juli mendatang berusia 68
Koes Plus Dalam Kenangan
masi hampir lengkap, didaulat naik panggung oleh para hadirin. Tak pelak, Ahmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah dan Abadi Soesman, bahkan Teddy Sujaya, mantan drummer God Bless, akhirnya naik panggung setelah penonton terus-menerus meneriakkan nama mereka. Cuaca di luar sebenarnya kurang mendukung, sejak siang terusmenerus hujan. Namun, para undangan yang memadati Rolling Stone Café , seolah tak peduli. Mereka tetap bergoyang dengan tembang-tembang nostalgia yang disajikan. Banyak musisi yang ngetop di era 1970 sampai
tahun, pun tetap energik berjingkrakjingkrak di panggung. “Masyarakat sangat mengapresiasi Koes Plus, itu pasti. Yah, siapa lagi yang menaruh perhatian pada musisimusisi kita kalau bukan masyarakat kita sendiri. Saya sendiri mengenal Koes Plus sejak tahun 60-an, cukup kenal baik meski secara music, genre kami berbeda,” ungkap Ahmad Albar yang didampingi Ian Antono. Satu hal yang ia harapkan adalah bersatunya keluarga Koeswoyo. “Yang paling saya harapkan, sebetul nya, keluarga mereka bisa bersatu kembali. Hanya Yon yang masih
Foto bersama seusai menerima penghargaan
Bedah buku Koes Plus karya Ais Suhana bersama Ahmad Albar, Ishadi sk, dan Bens Leo
eksis, sedang Nomo dan Yok sudah tidak aktif. Lebih bagus kalau mereka kumpul lagi, itu harapan saya. Supaya solid,” ungkap Iyek, sapaan akrab Ahmad Albar. GANG KOES PLUS DI SEMARANG Sejak berdirinya di era The Beatles tahun 1969, Koes Plus tetap digandrungi pencinta musik Tanah Air. Sebelum membangun Koes Plus, Tonny, Yon dan Yok tergabung dalam Koes Bersaudara bersama Nomo dan John yang memulai debutnya pada tahun 1960. Namun John dan Nomo mengundurkan diri sehingga tinggal Tonny, Yon dan Yok yang kemudian mengubah nama band tersebut menjadi Koes Plus karena masuknya personil baru yang bukan anggota keluarga Koeswoyo, yakni Murry (drummer). Grup musik yang terkenal pada dasawarsa 1970-an ini dianggap sebagai tonggak industri musik Indonesia, sebagai pelopor musik pop dan rock ‘n roll. Ratusan lagu karya mereka menjadi hits dan dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Bahkan setelah mereka tidak terlalu aktif pun lagu-lagunya tetap berkumandang. Para fans fanatik yang berada di berbagai daerah di Indonesia kemudian membentuk fans club sendiri-sendiri. Sungguh luar biasa. Ais Suhana bercerita, saking gandrung masyarakat pada lagu-lagu Koes Plus, sampai-sampai ada jalan bernama “Gang Koes Plus” di Semarang, Jawa Tengah. Konon, di sana masyarakatnya penggemar berat Koes Plus dan setiap 17-an (perayaan Hari Kemerdekaan) warga menggelar “koesplusan” atau acara menyanyikan lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus. Koes Plus memang luar biasa. Banyak lagunya yang kemudian diaransemen ulang dan dinyanyikan kembali oleh para penyanyi atau grup band terkenal Tanah Air. Sebut saja alm Chrisye yang memopulerkan kembali lagu ‘Cintamu T’lah Berlalu’, atau ‘Manis dan Sayang’ yang di bawakan oleh Kahitna, Lex’s Trio pun melakukan hal yang sama. Atau, Ruth Sahanaya yang kembali mengangkat lagu ‘Kisah Sedih di Hari Minggu’. Band ini sempat tenggelam ketika Tonny Koeswoyo wafat tahun 1987. Koes Plus menghilang bak ditelan bumi. Beruntung, Ais Suhana, pemerhati dan promotor musik, berjuang membangkitkan kembali kejayaan band legendaris ini pada 1993, de ngan formasi Yon, Yok, Murry dan Abadi Soesman. Tapi formasi ini hanya bertahan dua tahun saja, setelah itu Koes Plus pun kerap berganti-ganti personil. Yok sendiri sejak lama tidak lagi aktif, hanya tersisa Yon dan Murry, yang kemudian mengundurkan diri. “Koes Plus adalah aset nasional,” tegas Abadi Soesman, pemain gitar dan keyboard Koes Plus pada 1992-
93. Abadi Soesman bertutur me ngenang saat ia bergabung dengan Koes Plus. Ketika itu, katanya, bandband asing dengan mudah masuk ke Indonesia. Lalu dia pun mendatangi Yon, Yok, untuk membangkitkan Koes Plus lagi. Sambutan mereka positif. Hanya saja, untuk mengajak Yok, perlu usaha keras. “Sampai-sampai saya harus ne menin dia seharian mancing. ‘Aku main band dari zaman Jepang apa nggak blenek (mual),” kenangnya mengutip ucapan Yok saat itu, sambil tertawa. DIJEBLOSKAN KE PENJARA Buku ‘Kisah dari Hati’ Koes Plus yang ditulis Ais Suhana, merupakan catatan sang penulis tentang pertemanannya selama 44 tahun lebih (1969 akhir hingga awal 2014) bersama Koes Plus. Banyak cerita menarik yang belum diketahui publik, diungkap Ais. Salah satunya adalah pengalaman ketika personil Koes Plus yang ketika itu masih bernama Koes Bersaudara, dijeblos kan ke Penjara Glodok pada tahun 1965 oleh pemerintah Orde Lama lantaran musik ‘ngak-ngik-ngok’ yang mereka mainkan. Berita penahanan Koes Bersaudara ini juga muncul pada media terkemuka Inggris, The Observer dan The Guardian terbitan 19 November 2000. Di sana disebutkan, “Tahun 1965 grup band Koes Bersaudara ditahan karena memainkan lagu-lagu Beatles.” Tonny, tutur Ais mengutip ucapan Yok, sempat kecewa dengan kejadi an tersebut dan melampiaskannya dalam album To The So Called The Guilties yang mengisahkan pengalaman mereka di penjara. Belakangan personil Koes Plus baru tahu latar belakang mereka dijebloskan ke penjara yang konon berkaitan dengan rencana menjalankan misi rahasia ke Malaysia yang dulunya bernama Malaya. “Waktu itu kita kurang sreg dengan berdirinya Malaysia yang sebelumnya bernama Malaya,” tutur Yok sebagaimana ditulis Ais dalam buku ‘Kisah dari Hati Koes Plus’. Jadi, jika tidak terjadi peristiwa G30 S PKI 1965, kemungkinan Koes Bersaudara bakal dikirim ke Malaysia untuk melaksanakan misi rahasia negara. Waktu itu dalam pidato perayaan HUT GMNI 1965, Bung Karno dalam pidatonye menyatakan,”Djangan seperti kawan-kawanmu Kus Bersaudara. Masih banyak lagu Indonesia, kenapa mesti Elvis-Elvisan, ber-ngakngik-ngok…,” tutur Djon Koeswoyo. Koes Bersaudara ternyata sengaja dimasukan ke penjara untuk memberi kesan bahwa grup tersebut tidak disukai pemerintah sehingga jika mereka dikirim ke Malaysia untuk manggung, tidak ada kecurigaan. –Diana Runtu