16 Meraih predikat cukup memuaskan serta sebagai provinsi peringkat kedua terbaik nasional terkait keberhasilan menanggapi keluhan publik, belum dirasa cukup oleh Gubernur Bali Wayan Koster. Justru ia menargetkan Provinsi Bali harus mampu menuju sebagai kawasan dengan pelayan publik modern yang zero complain.
D
emikian terungkap saat Gubernur Koster saat membuka Workshop dan Penandatangan Penguatan Unit Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik di Hotel Inna Bali Heritage, Denpasar pada Selasa (30/7). “Saya sudah gariskan kepada jajaran di Pemprov Bali untuk memperbaiki pelayanan menuju zero complain. Semua (pelayanan publik,red) harus riil, penuh tanggung jawab, dan berjalan untuk mengayomi dan melayani masyarakat,” tegas Gubernur Koster. Dalam acara yang diprakarsai Ombudsman RI Perwakilan Bali itu, Gubernur Koster mengatakan bahwa pelayanan publik adalah hak dasar dari masyarakat yang secara tegas memiliki dasar hukum dalam undangundang. Kemudian diatur dalam bentuk sejumlah regulasi sebagai payung hukumnya. “Semua orang butuh pelayanan publik, untuk itu harus dijalankan dengan komitmen dan kebijakan yang nyata, dan pemerintah daerah
Edisi 1043/ 5 - 11 AGUSTUS 2019
Gubernur Koster Segera Terbitkan Pergub Standarisasi Perizinan punya kewajiban untuk membuat sistem yang baik secara efektif dan efisien,” kata pria Kelahiran Sembiran, Buleleng ini. Maka untuk Bali yang terbilang wilayah kecil hanya dengan 9 kabupaten/kota sesungguhnya menurut dia, sangat memungkin dikelola dalam satu sistem terintegras. “Kalau untuk menjalankan fungsi manajemen membangun Bali, kita bisa membuat satu pola untuk mengintegrasikan pola yang ada di Bali. Membagun Bali secara terintegrasi dalam satu pola,” sebutnya. “Saya merancang-rancang sistem pengaduan masayarakat yang bisa mengakomodasi komplain warga terhadap pelayanan yang dilaksanakan secara online jadi lebih modern,” imbuhnya. Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini kemudian menyontohkan terkait masalah lama waktu proses perizinan yang belum seragam antar kabupaten/kota. “Ada yang lama, ada pula yang cepat. Ada yang gratis, ada pula yang tidak. Untuk itu kami sedang menyiapkan Pergub (Peraturan Gubernur) untuk standarisasi perizinan, semua kabupaten/kota di Bali akan punya standar teknis yang sama. Jadi ke depannya, jangan beda-beda praktiknya dan jangan dibiarkan terus-
menerus seperti itu,” bebernya. “Sehingga pelayanan pubik kita di Bali ada standar dengan kualitas yang baik, cepat. Dan yang paling utama, bersih. Jangan ada KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Sogok ini, sogok itu, kasihan masyarakat kita,” tegasnya. Mendengar komitmen Gubernur Koster tersebut, Wakil Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekty langsung menyatakan dukungannya. Sebab menurutnya, hal ini sesuai dengan tujuan utama lembaga Ombudsman. “Karena pelayanan publik itu sangat vital perannya. Dari lahir sampai kita mati minta membutuhkan pelayanan publik yang baik dan prima, sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang,” katanya. Di sisi lain, ia juga mengapresiasi pencapaian Provinsi Bali yang berpredikat cukup memuaskan dalam hal menanggapi keluhan publik. “Berdasarkan data terakhir yang masuk 28 Juni 2019 lalu, Provinsi Bali dari tahun 2014 mendapatkan 965 laporan. Baik keluhan untuk pelayanan publik, tanah hingga kepolisian. Dari angka itu yang ditindaklanjuti mencapai 918 laporan alias presentase penyelesaiannya 95,13 persen. Angka ini tertinggi kedua di indonesia di bawah Provinsi
Gubernur Koster saat membuka Workshop dan Penandatangan Penguatan Unit Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik di Hotel Inna Bali Heritage, Denpasar
Riau,” paparnya. “Responsifitas di Bali sudah sangat baik, kinerja perwakilan juga sangat baik. Target kami 90 persen, dan di Bali bisa melewati target kita,” imbuhnya. Sebetulnya kata Lely Pelitasari, Ombudsman saat ini lebih cenderung berperan sebagai rekan atau teman curhat yang mendorong pemerintah daerah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait pelayanan publik di wilayahnya. “Peran mediasi antar penyelenggara sekarang juga jadi konsen kita, dan saya kira akan
lebih mudah dengan komitmen seperti yang diungkapkan Bapak Gubernur,” kata Lely. Hadir pula dalam kegiatan itu, Perwakilan Kantor Sekretariat Presiden Marcelina Laurencia, Kepala Ombudsman Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Sekda Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Rai Iswara, Sekda Tabanan I Gede Susila, Sekda Klungkung I Gede Putu Winastra, Sekda Gianyar I Made Gede Wisnu Wijaya, dan Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka. (ast)
Ia mengatakan Pergub ini mendapat respon luar biasa dari masyarakat hingga mampu mengurangi sampah plastik sekali pakai hingga 90%. “Jadi jika Anda berkunjung ke Bali, sudah tidak ada rumah makan yang menggunakan sedotan plastik, dan tidak ada pasar modern menggunakan kantong plastik. Meskipun sempat mendapatkan perlawanan oleh pengusaha plastik, namun kami menang dalam uji materil di MA (Makamah Agung), sehingga pemberlakuannya pun sah di seluruh Bali,” tegasnya. Sementara dalam upaya menjaga manusia Bali, pihaknya meluncurkan Pergub Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali. Melalui Pergub ini, tak hanya ASN, pegawai swasta dan instansi vertikal namun para pelajar juga menggunakan busana adat Bali pada hari tertentu. Yakni pada hari Kamis, Hari Raya Purnama dan Tilem serta hari jadi Provinsi Bali maupun kabupaten/kota. Pergub ini pun terbukti mampu mendorong pertumbuhan industri ekonomi kerakyatan yang disebabkan melonjaknya permintaan busana adat Bali. Selain penggunaan busana adat Bali juga diberlakukan Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Pergub ini mengatur agar setiap papan nama instansi mulai pemerintah maupun swasta mencatumkan aksara Bali sebagai
bentuk pelestarian aksara daerah. Sedangkan terkait birokrasi dan pelayanan publik, pihaknya melaksanakan perekrutan pejabat secara transparan dan sesuai SOP. “Kami dengan tim terus berupaya melakukan perekrutan dengan mengedepankan penempatan sesuai dengan keahlian dan bidang masing-masing,” ujarnya. Usai mendengar penjabaran Gubernur Koster, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dr. H Madani Ali Sera mengapresiasi sejumlah program terobosan tersebut. Bahkan pihaknya mengaku kagum atas berbagai terobosan Gubernur Koster yang mampu direalisasi dalam waktu begitu cepat dan singkat Selanjutnya ìa menyampaikan tujuan kunjungan kerja rombongannga ke Bali adalah untuk menyerap aspirasi Pemprov Bali sehingga bisa diformulasikan menjadi undang-undang Dalam kunjungan kerja kali ini pihaknya mengandeng 14 instansi mitra kerja komisi II DPR RI. “Kenapa kami datang agak banyak? Karena setiap permasalahan dan solusi memerlukan kerjasama lintas instansi agar bisa diselesaikan dengan baik,” jelasnya. Terkait kebijakan yang ingin dielaborasi dalam kesempatan itu, ia menyebut tentang pelayanan publik dan reformasi birokrasi. “Kami ingin tahu sejauh mana peyanan publik dan reformasi birokrasi yang telah dijalankan Pemprov Bali, dan hal apa yang diperlukan untuk memantapkan kedua hal tersebut,” tandasnya.(ast)
Komisi II DPR RI Apresiasi Program Terobosan Gubernur Koster
Kunjungan kerja Komisi II DPR RI dengam Gubernur Koster yang berlangsung di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar.
Komisi II DPR RI apresiasi berbagai program terobosan Gubernur Wayan Koster yang mampu direalisasi dalam waktu begitu singkat dan cepat. Meski demikian ,Gubernur Koster tetap meminta dukungan dan kerjasama agar berbagai visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali mampu terlaksana dengan lancar sesuai target. Hal ini terungkap dalam pertemuan kunjungan kerja Komisi II DPR RI dengam Gubernur Koster yang berlangsung di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar yang dihadiri pula Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Kori, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Forkompinda Provinsi Bali, Mitra Kerja Komisi II DPR RI, serta jajaran OPD Pemprov Bali. Mengawali penjelasannya, Guber-
nur Koster menjabarkan soal rencana perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Bali. Semula dari 49 OPD akan dirampingkan menjadi 40 disertai penambahan dua OPD baru, yakni Dinas Pemajuan Desa Adat serta Badan Riset dan Inovasi Daerah. “Dinas Pemajuan Desa Adat kami pandang perlu karena adat dan budaya merupakan pilar pembangunan dan ekonomi Bali, sehingga kami minta bantuan DPR RI terutama komisi II untuk mengawal dan membantu agar rancangan kami disetujui Kemendagri. Karena bagaimanapun dinas yang berkaitan dengan desa adat belum ada di Bali,” terangnya. Ditambahkannya, Dinas Pemajuan Desa Adat ini sebagai tindaklanjut dari lahirnya Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. “Desa Adat dari dulu hadir untuk menjaga serta melestarikan adat dan budaya kami, sehingga butuh perlindungan hukum untuk menguatkan peranannya,” imbuhnya. Lebih lanjut Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini menegaskan bahwa melalui Perda tersebut untuk pertama kalinya desa adat diakui secara resmi dan eksplisit sebagai subyek hukum dengan kedudukan hukum yang jelas dan tegas. Selain itu, Perda ini menetapkan bahwa desa adat berkedudukan di wilayah Provinsi Bali. “Bali ini unik, selain memiliki desa dinas yang berfungsi mengurus administrasi pemerintahan dan pelayanan publik, terdapat juga desa adat untuk menjaga eksistensi adat dan agama di Bali. Selain itu juga sudah mencakup sistem hukum, ekonomi dan keamaan, sehingga dengan pemberlakuan Perda serta pembentukan OPD Desa Adat bisa memperkuat eksistensinya, dan daerah lain bisa meniru langkah kami,” urainya. Selain itu, Gubernur Koster juga menjabarkan tentang visi pembangunan Bali yang tertuang dalam Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Pembangunan tersebut menurutnya fokus terhadap keseimbangan alam, manusia dan budaya berdasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana. Salah satu terobosan besar dalam menjaga alam Bali adalah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
redaksi@cybertokoh.com, iklan@cybertokoh.com
cybertokoh
@cybertokoh
@cybertokoh
www.cybertokoh.com