SUARA NTB Evaluasi MoU Pengemban Pengamal Pancasila
16 HALAMAN NOMOR 185 TAHUN KE 15 Online :http://www.suarantb.com E-mail: hariansuarantb@gmail.com
SENIN, 21 OKTOBER 2019
Penanggulangan Kemiskinan Pemprov NTB menargetkan angka kemiskinan pada akhir 2023 atau tahun terakhir RPJMD 20192023 menjadi satu digit atau sebesar 9,75 persen. Untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan, Pemprov merancang sejumlah program unggulan di tahun 2020 mendatang. SAAT ini, Pemprov NTB telah merancang empat program unggulan, termasuk di dalamnya 13 program penanggulangan kemiskinan di tahun 2020. Program-program tersebut bukan hanya dihajatkan untuk mengintervensi indikator-indikator kemiskinan yang bersifat ekonomi. Tetapi juga non ekonomi. Sehingga terbentuk ketahanan keluarga dan ketahanan masyarakat. Dan masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya. Demikian disampaikan Penjabat Sekda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, M. Si dalam Diskusi Terbatas dengan tema ‘’Membedah Program Unggulan untuk Pengentasan Kemiskinan’’ di Ruang Redaksi Harian Suara NTB, Kamis (17/10). Bersambung ke hal 9 Fud Syaifuddin
H.Iswandi
H. Agus Talino
H. Mahmud Abdullah
(Suara NTB/ars)
Bambang S. Antariksawan
PEMPROV NTB terus berupaya mempercepat penurunan angka kemiskinan untuk mengejar target RPJMD 2019-2023. Pada akhir 2023, angka kemiskinan ditargetkan menjadi satu digit, yakni 9,75 persen. Meski berbagai intervensi telah dilakukan pemerintah guna mempercepat penurunan angka kemiskinan tersebut, Deputi Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan NTB, Wahyu Adi Wibowo, menilai intervensi seperti melalui pemberian Raskin (sekarang Rastra) dan program subsidi lainnya tidak efektif. Sebab, intervensi ini bersifat jangka pendek. Selain itu, adanya intervensi bersifat jangka pendek tidak membuat daya tahan masyarakat semakin kuat ketika menghadapi bencana. Sebaliknya masya-
rakat akan rentan kembali miskin. ‘’Jadi meskipun kita fokus dengan berbagai intervensi jangka pendek untuk mengatasi kemiskinan, tapi nampaknya itu sangat rentan kalau itu digoyang gempa, banjir, pasti kemiskinan atau kekeringan itu akan naik lagi. Kalau intervensi yang sifatnya temporer seperti beras miskin dan subsidi itu sangat rentan ketika terkena bencana dan lain-lain,’’ ujar Wahyu. Hal demikian, jelas Wahyu, berbeda dengan negara- negara maju seperti Jepang dan Amerika. Meski negara-negara ini dihantam badai macammacam, tapi level kemiskinannya tetap standar. Dikatakannya, ada satu aspek negaranegara maju itu Bersambung ke hal 9
Wahyu Adi Wibowo
(Suara NTB/ars)
Susun Indikator Butuh Perbaikan BDT
13 Program untuk Turunkan Angka Kemiskinan
(Suara NTB/ars)
DALAM RPJMD NTB 20182023, Pemprov NTB menyusun program unggulan untuk menekan atau menurunkan angka kemiskinan dari desa. Untuk itu kesepakatan telah disusun dengan pemerintah kabupaten/kota, di mana Pemprov NTB akan menangani 100 desa, dan masing-masing pemerintah kabupaten/kota akan menangani 400 desa di kawasan masing-masing. Kepala Bappeda NTB, Ir. Wedha Magma Ardhi, M. TP, menerangkan, program tersebut disusun mengingat penurunan angka kemiskinan di NTB melambat dalam dua tahun terakhir. ‘’Angka kemiskinan itu masih menurun walau hanya sebesar 0,7%,’’ sebutnya. Diterangkan Ardhi, kelambatan (penurunan angka kemiskinan), sebagian
Wedha Magma Ardhi
disebabkan bencana gempa 2018 lalu. Walaupun begitu, program penurunan angka kemiskinan di NTB tetap diupayakan dengan lima program super prioritas seperti pembenahan infrastruktur, industrialisasi, revitalisasi posyandu, penanganan stunting dan program zero waste atau NTB bebas sampah. ‘’Kemiskinan itu tidak sematamata persoalan ekonomi tapi ada bagaimana meningkatkan kesehatan masyarakat, daya tahan dan daya beli,’’ ujar Ardhi. Selain itu, pengendalian inflasi juga disebut menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. ‘’Penanggulanan inflasi di NTB termasuk yang terbaik di Indonesia. Bersambung ke hal 9
H.Putarman
Sinergikan Program Unggulan KEPALA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lombok Barat (Lobar), Dr. H. Baehaqi mengatakan, pengentasan kemiskinan perlu disinergikan lewat program unggulan. Program unggulan menjadi acuan langkah kabupaten/kota untuk mengentaskan kemiskinan. Sinergi provinsi dan kabupaten/kota penting dalam menurunkan angka kemiskinan di Provinsi NTB menjadi satu digit. ‘’Yang menjadi catatan regional, nasional dan bahkan internasional adalah program unggulan,’’ kata Baehaqi. Dalam konteks pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lobar, telah dimulai melalui program unggulan yakni pemberdayaan produk lokal. Pemberdayaan produk lokal akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi secara inklusif. Menurutnya, mustahil, gini ratio NTB menjadi 0.385 mampu diturunkan jika pendekatan melalui pertumbuhan ekonomi secara eksklusif. Sebab, bicara kemiskinan
H. Baehaqi
tidak terlepas dari ekonomi. Ekonomi yang baik tegas Baehaqi, melahirkan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi berkualitas serta berimbas ke penurunan angka kemiskinan. Sebaliknya, jika gini ratio tinggi berakibat pada yang kaya semakin kaya dan si miskin menjadi miskin. Dia menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Lobar 16,4 persen dan hanya mampu diturunkan 1,2 persen menjadi 15,2 persen. Kebijakan Pemkab Lobar tidak bisa dinafikan karena gini rationya lebih rendah dibandingkan kabupaten/ kota se-NTB yakni 0,285. ‘’Bisa dikatakan masyarakat Lombok Barat itu lebih kaya dibandingkan dengan kabupaten/ kota lain di NTB,’’ terangnya. Intervensi penurunan angka kemiskinan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2020 di Pemkab Lobar sekitar Rp565 miliar. Bersambung ke hal 9
A. Dewanto Hady
ITA-cita Indonesia, termasuk NTB, untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dalam rangka penurunan angka kemiskinan pada 2030 mendatang perlu disertai validasi dan verifikasi data. Hal tersebut erat kaitannya dengan penghitungan indikator yang dapat digunakan untuk menyusun program intervensi dengan lebih komprehensif. ‘’Kalau misalkan kita tahu apa-apa indikator dari kemiskinan, saya yakin program ke depan (sesuai indikator) ini saja yang diintervensi. Tidak perlu program yang lain,’’ ujar Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Arrief Chandra Setiawan, S.ST, M.Si. Menurutnya, sampai saat ini beberapa program yang disusun pemerintah daerah baik Pemprov maupun Pemda di NTB masih berjalan setengah-setengah. ‘’Ada beberapa program dari provinsi, kabupaten, kota yang menurut hemat kami yang memang masuk untuk mengungkit angka kemiskinan, dan ada yang jalurnya agak jauh untuk mengungkit angka kemiskinan,’’ ujar Arrief. Hal tersebut harus segera diatasi mengingat Pemprov NTB sendiri menargetkan penurunan angka kemiskinan menjadi satu digit pada 2020 mendatang. Diterangkan Arrief, persentase angka kemiskinan NTB Oktober 2019 adalah 14,56%. Persentase tersebut mengalami penurunan dari bulan September yang sebesar 14,63%. Walaupun begitu, penurunan angka kemiskinan tersebut mengalami kelambatan sejak 2012 lalu. ‘’Sejak 2012 kita sudah melambat. 2017 kita agak tinggi karena beberapa program. Mungkin program-program di tahun 2017 itu perlu kita evaluasi atau perlu kita detailkan,’’ ujarnya. Ada beberapa program yang bsia dilakukan untuk mengintervensi angka kemiskinan. Diantaranya meningkatkan pendapatan atau penghasilan dari masyarakat miskin, yaitu 40% dari desil terbawah masyarakat dalam Basis Data Terpadu (BDT). Sampai saat ini, diterangkan Arrief, jumlah penduduk NTB yang tidak memiliki pekerjaan mencapai sekitar 40% sedangkan yang bekerja sebesar 59,7%. ‘’Ini jadi anomali dengan tingkat pengangguran di NTB yang cukup kecil 3% sekian,’’ sebutnya. Secara teori tingkat pengangguran di bawah 4% di suatu daerah menandakan penanganan tingkat kemiskinan yang dianggap bagus. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan BPS NTB, anomali tersebut terjadi karena rata-rata pekerja di NTB masih mendapatkan penghasilan di bawah upah minimum. ‘’Pastilah saudara-saudara kita itu masuk kategori miskin atau hampir miskin,’’ ujar Arrief. Pekerja untuk sektor pertanian sendiri menjadi penyumbang utama pekerja miskin. Di mana 56,3% penduduk miskin adalah pekerja untuk sektor tersebut. Mengikuti persentase tersebut adalah pekerja sektor perdagangan sekitar 13% dan pekerja sektor industri sekitar 7%. Bersambung ke hal 9
Arrief Chandra Setiawan
(Suara NTB/ars)
Intervensi Pemerintah Masih Bersifat Temporer