Edisi Rabu 14 Agustus 2019 | Suara NTB

Page 9

LIPUTAN KHUSUS

Rabu, 14 Agustus 2019

Halaman 9

Letusan Samalas yang Mengubur Pamatan Selama tiga dasawarsa peneliti belum bisa menjawab pertanyaan mengenai letusan hebat abad pertengahan. Aktivitas super kegunungapian yang membuat perubahan iklim drastis Eropa dan sebagian Asia pada tahun 1258. Sampai kemudian muncul teori Gunung Samalas. Benarkah letusan maha dahsyat ini mengubur Kerajaan Pamatan? HLI geologi mengupas Samalas dalam Geomagz Volume 6 Nomor 1 terbitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI 2016. Pemerhati Kebumian, Atep Kurnia menjelaskan ahli akhirnya mengurucutkan bahwa misteri letusan 1258 ditengarai akibat aktivitas satu gunung api di Indonesia. Hal itu merujuk pada temuan 15 ahli gunung api dunia yang dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) Vol 110 No 42. Ditulis dengan tajuk “Source of the great A.D 1257 mistery eruption unveiled, Samalas volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.” Ahli dari Indonesia yang terlibat yakni Geolog pada Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, akademisi Geografi Universitas Gadjah Mada Danang Sri Hadmoko, dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (PVMBG), Surono. Atep menyebut tulisan itu menyatakan bahwa sumber letusan misterius abad pertengahan itu berasal dari kompleks Gunung Api Rinjani, Indonesia. Penanggalan 14C mengindikasikan bahwa klimaks letusan yang membentuk kaldera itu terjadi pada abad ke-13 (Akira Takada, 2003). Sementara Penelitian Rinjani Franck Lavigne dkk menyimpulkan bahwa letusan gunung api di sekitar Kompleks Rinjani ini lebih besar dibandingkan letusan Gunung Tambora 1815. Lavigne, tulis Atep, menganalisis data stratigrafi dan geomorfologi, vulkanologi fisik, penanggalan radiokarbon, geokimia tefra, dan kronik. Lavigne melanjutkan bahwa letusan itu melepaskan 40 kilometer kubik abu setinggi 43 kilometer. Total magma yang dilepaskan sebesar 40,2 ± 3 km3 Dense Rock Equvalent (DRE) atau kesetaraan volume batuan yang dierupsikan. Letusan itu setara magnitudo 7. Lavigne menemukan perbandingan gelas yang ditemukan di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 yang

menunjukkan kemiripan. Hal itu menjadi rujukan yang memperkuat hubungan letusan tahun 1257. Letusan itu menjadi yang terbesar selama periode holosen hingga menyebabkan anomali iklim pada tahun 1258 utamanya di belahan utara bumi. Atep melanjutkan hasil temuannya. Bahwa Lavigne mencari jawaban mengenai literatur tertulis dari sumber lokal. Lavigne memutuskan untuk mencarinya di Perpustakaan Leiden, Belanda dan Perpustakaan KITLV, yang menyediakan dokumentasi Indonesia di masa lalu. Pencairan Lavigne, masih tulis Atep, menemunkan naskah Babad Lombok. Babad Lombok menurut Sasak and Javanese Literature (Morisson, 1999) memilki beberapa versi. Perpustakaan Nasional memberi kode Bd Codex 395. Naskah Babad Lombok yang dikutip Lavigne berisi naskah tambo sejarah Lombok sejak Nabi Adam hingga kondisi politik Lombok pada sekitar periode lahirnya naskah babad yakni abad ke-18, tulis Atep. Naskah itu ditranslliterasi

Kerajaan Pamatan dalam Babad Lombok NAMA Samalas berasal dari nama Gunung Api yang ada dalam naskah “Babad Lombok”. Ditulis pada daun lontar sekitar abad ke – 18 dalam bahasa “Jawa Madya”. Pengalihaksaraan dilakukan Lalu Gde Suparman tahun 1994. Dari naskah ini kemudian ditelusuri jejak peradaban yang tertimbun sisa letusan Samalas tahun 1257. Kutipan tersebut berbunyi “Gunung Rinjani longsor, Gunung Samalas runtuh, banjir dan batu gemuruh, jatuh di Desa Pamatan, lalu hanyut rumah, lumpur rubuh. Terapung apung di lautan. Penduduknya banyak yang mati. Jika dihubungkan dengan peradaban kuno, sejumlah temuan benda arkeologi di Desa Aik Berik, Desa Tanak Beak dan Ranjok, Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah, semakin menguatkan bahwa bendabenda tersebut merupakan peninggalan setelah letusan Gunung Samalas tahun 1257 silam. “Gerabah yang ditemukan di sana sama dengan gerabah yang ditemukan di Gunung Piring Truwai, yang merupa-

kan peninggalan prasejarah. Dari hasil kajian giloginya juga, bahwa lapisan tanahnya menunjukan bahwa itu sudah berusia 700 tahun lebih. Jadi kalau dihubungkan dengan letusan Samalas itu cocok,” ujar Kasubag Museum pada Museum Provinsi NTB, Bunyamin kepada Suara NTB, Senin (12/8). Penemuan sejumlah artepak di Desa Aik Berik tersebut, semakin menguatkan tentang keberadaan sebuah Kerajaan Pamatan yang lenyap tertimbung oleh letusan Samalas. Temuan-temuan benda-benda artefak tersebut bisa menjadi petunjuk untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari keberadaan kerajaan Pamatan. Sebab, benda-benda yang ditemukan itu memiliki kemiripan dengan benda-benda kuno yang ada di Vietnam. Hal itu tentu bisa menjadi petunjuk bahwa sebelum letusan Samalas terjadi pernah hidup peradaban yang cukup maju di Lombok, yang sudah menjalin hubungan perdagangan dengan dunia luar. “Temuan itu memang sama dengan benda-benda kebudayaan milik Vietnam, dan dari hasil penelitian orang Amerika. Itu artinya bahwa nenek moyang kita sudah berinteraksi dengan dunia luar ketika itu,” jelasnya. Hanya saja, temuan tersebut belum cukup untuk bisa sampai pada kesempulan terkait dengan keberadaan kerajaan Pamatan. Sebab di naskah kuno Babad Lombok, juga disebutkan bahwa Pamatan bukan kerajaan, namun hanya sebuah Desa. “Kalau Pamatan ini memang disebutkan Desa Pamatan, di Babad Lombok itu bukan kerajaan, dan itu ada tujuh bait yang diceritakan tentang Pamatan. Jumlah penduduk Pamatan yang disebutkan sampai 10 ribu di naskah

(Suara NTB/ars)

Kepala Desa Tanak Beak Maknun menunjuk ke arah sisa galian tanah uruk yang diperkirakan di bawahnya tertimbun Kerajaan Pamatan. dan ditranskripsi Lalu Wacana (1979). Lavigne menemukan Samalas dalam Babad Lombok tersebut. Nama Samalas merujuk pada gunung api yang berbarengan meletusnya dengan Rinjani, sesuai kutipan naskah tersebut. Kutipan itu berbunyi, seperti disadur dari Atep, “Gunung Renjani kularat, miwah gunung samalas rakrat, balabur watu gumuruh, tibeng Desa Pamatan, yata kanyut bale haling parubuh, kurambaning segara, wong ngipun halong kang mati.” Artinya, berdasarkan Lalu Wacana, “Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah roboh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati. Atep melanjutkan, bahwa Indyo Pratomo (2013) menyatakan temuan Gunung Samalas berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan mitigasi bencana, serta memberikan peluang penelitian baru di bidang arkeologi hingga sejarah nusantara pada masa lalu. Jejak Peradaban Sisa Samalas Hingga akhir abad ke – 20, sejarah pembentukan Kaldera Rinjani terus dalam penelitian oleh ilmuwan ternama seperti Heriyadi (2003), Asnawir (2004) dan Frank Lavigne (2013). Kesimpulan riset bahwa kaldera Rinjani terbentuk abad ke 13, sementara berhasil mengungkap misteri letusan pada abad itu bersumber dari Gunungapi Samalas tahun 1957. Bagaimana upaya mengungkap

peradaban kuno sekitar 700 tahun lalu itu di Lombok? Balai Arkeologi Bali wilayah kerja Bali, NTB, dan NTT melakukan penelitian awal Jejak Budaya di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, dan Dusun Tanak Bengan Desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, pada tanggal 6 sampai 8 Juni 2018 lalu. Dari simpulan penelitian tersebut, temuan-temuan arkeologis tersebut, ada sisa-sisa kebudayaan masa lalu. Kepala Balai Arkeologi Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB, NTT, Drs. I Gusti Made Suarbhawa, kepada Suara NTB, menyampaikan, pihaknya sudah melakukan penelitian awal pada tahun 2018 lalu. Laporan penelitian itu merupakan laporan kegiatan insiden berdasarkan laporan masyarakat dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tentang adanya temuan di lokasi penambangan pasir di Dusun Ranjok, Kecamatan Batukliang Utara. Selain dari Balai Arkeologi Bali, pada kegiatan itu juga terlibat tim dari Balai Geologi Bandung untuk mengidentifikasi masalah terkait letusan gunung api. Tim dari Balai Arkeologi Bali terdiri atas Drs. I Gusti Made Suarbhawa, Drs. I Nyoman Sunarya, dan I Wayan Sumerata, S.S. Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan survei di lokasi penelitian, pada areal penambangan tanah uruk dan pasir yang luasnya kurang lebih 50 are Dusun Ranjok. Pada awalnya pada 1 Juni 2018 masyarakat Dusun Ranjok menemukan benda-benda kuno di sebidang tanah. Saat melaku-

kan penambangan tanah uruk dengan cara tradisional di kedalaman 35 meter dari permukaan tanah awal, salah seorang buruh tambang menemukan benda-benda yang diduga sisa aktivitas manusia masa lalu. Setelah dilakukan penegamatan terhadap tanah yang sudah digali, tampak singkapan dengan beberapa lapisan tanah, tetapi tidak begitu jelas karena kondisi tanah yang lembab dan terdapat aliran air di bawahnya. Meski pun demikian, masih dapat diidentifikasi beberapa lapisan tanah yang merupakan debu vulkanik bercampur fumis. Gusti Made menjelaskan, tim juga menindaklanjuti informasi tentang lokasi penambangan yang terdapat di Desa Tanak Beak, secara administratif masih termasuk wilayah Batukliang Utara. Jarak antara penambangan di Dusun Ranjok dengan lokasi di Dusun Tanak Bengan sekitar 5 kilometer. Di lokasi ini juga ditemukan sebaran fragmen gerabah dari berbagai varian bentuk, keramik, dan benda logam. “Oleh karena indikasi permukaan sangat banyak, tim hanya melakukan dokumentasi pada tempat-tempat yang paling banyak sebaran temuannya. Beberapa temuan kemudian diambil untuk dijadikan sampel penelitian. Belum diketahui dari mana asal temuan ini. Apakah tertransfortasi dari tempat lain akibat letusan gunung api, ataukah di tempat ini dulunya sebuah pemukiman,” jelas Gusti Made. Tim menyimpulkan bahwa temuan-temuan arkeologis di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang, meru-

pakan sisa-sisa kebudayaan masa lalu. Dibuktikan oleh temuan gerabah, keramik, beras, dan tulang. Temuan tersebut dianggap dapat mewakili bahwa di lokasi itu pernah ada aktivitas masyarakat masa lalu. “Sedangkan belum ada temuan fitur lain, temuan lepasnya belum mampu menggambarkan pola pemukiman di lokasi ini,” ujarnya. Gusti Made menjelaskan, sebab-sebab terkuburnya permukiman ini diduga akibat bencana alam letusan gunung api, karena semua artefak yang ditemukan berada di bawah lapisan abu vulkanik dan piroklastik gunung api. “Untuk melacak hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut yang komprehensif,” katanya. Pihaknya menyarankan agar Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah segera melakukan upaya perlindungan dan konservasi di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak, dan Dusun Ranjol, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara. Sebenarnya, akhir tahun 2018, Balai Arkeologi merencanakan penelitian lanjutan, akan tetapi karena bencana alam gempa Lombok dengan berbagai dampaknya, penelitian ditunda dan sampai saat ini belum ada penelitian lanjutan. “Kami juga sangat berkepentingan agar tahun 2020 bisa terlaksana,” pungkasnya. (why/ron)

itu kemungkinan bukan penduduk Desa Pamatan, tapi penduduk Lombok,” jelasnya. Penting Balai Arkeologi Pulau Lombok diyakini banyak menyimpan sejarah besar, namun belum bisa digali dengan maksimal. Keyakinan itu bisa dilihat dari ditetapkannya Gunung Rinjani sebagai Geopark Dunia. Namun penggalian sejarah tersebut masih terkendala dengan tidak memiliki balai Arkeologi sendiri yang bisa fokus melakukan penelitian. “Museum geologi itu sangat penting, karena kita sudah punya geopark skala intrnasional. Sekarang kan masih dibawah Bali kita, sehingga kalau kita punya Balai Arkeologi sendiri, mungkin bisa lebih maksimal untuk melakukan penelitian sejarah. Karena kita sangat kaya dengan peninggalan kebudayaan,” sebut Bunyamin. Peninggalan-peninggalan kebudayaan milik Lombok yang sudah ditemukan saat ini terisimpan di berbagai tempat, ada yang di Balai Arkeologi Bali, Museum Geologi Nasional dan juga beberapa ada di Belanda. Jika dilakukan penelitian lebih dalam, maka diyakini akan bisa ditemukan sejarah yang lengkap tentang peradaban yang pernah hidup pra letusan Samalas. “Sejarah Lombok ini kayak missing link. Prasasti kita belum ada, kebanyakan manuskrip kita itu setelah Islam. Nah pada abad sebelumnya belum pernah ada. Kita tidak pernah tahu apakah itu artefak - artefak kita dibawa ke Belanda atau tertimbun oleh letusan Samalas itu belum kita tahu. Karena beberapa yang sudah ditemukan ini ada tersimpan di museum Nasional, di Belanda dan juga yang baru-baru ditemukan,” ujarnya. (ndi)

(Suara NTB/ars)

Kepala Desa Tanak Beak Maknun dan pengurus Pokja Samalas foto di atas permukaan tanah bekas galian C. Di bawah tanah itu diduga masih tertimbun peradaban kuno.

Jadi Museum Terbuka KEBERADAAN situs kerajaan kuno Pamatan di Desa Tanak Beak Kecamatan Batukliang Utara Lombok Tengah (Loteng) menjadi atensi pemerintah pusat. Pejabat dari Kantor Staf Kepresidenan dan Kemenko Maritim sudah turun ke lokasi pada pekan lalu. Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, H. L. Moh. Faozal, S. Sos, M.Si., menjelaskan, Jumat pekan lalu dirinya mendampingi pejabat dari Kantor Staf Kepresidenan meninjau geosite Geopark Rinjani tersebut. Situs kerajaan kuno Pamatan yang tertimbun letusan Gunung Samalas yang sekarang disebut Gunung Rinjani itu akan dijadikan museum terbuka. “Kalau itu menjadi geowisata, maka nanti kita akan buat pembatasan di situ,” kata Faozal dikonfirmasi di

Kantor Gubernur, Senin (12/8) siang. Disebutkan luas areal yang diindikasikan menjadi situs Kerajaan Pamatan sekitar 2 hektar. Untuk mencegah kerusakan di situs geologi tersebut, akan dilakukan pembatasan ruang gerak masyarakat di lokasi. “Dia tetap pada posisi seperti itu. Dan itu akan kita batasi. Pusat rencananya menjadikan museum terbuka, museum lapangan. Bahwa ini bukti letusan Samalas ada di situ,” kata Faozal. Faozal mengatakan Pemda akan menyiapkan perencanaan untuk menjadikan situs kerajaan Pamatan itu menjadi geowisata. Upaya yang akan dilakukan melakukan pembatasan agar situs yang ada tak terjadi kerusakan. Kemudian akan membuat rambu-rambu petunjuk atau sign-

board di lokasi tersebut. Terkait dengan akses jalan desa yang masih buruk ke lokasi, Faozal mengatakan, setelah menjadi geowisata, maka akan dilakukan pembenahan. Hal itu akan menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi bersama Pemda Lombok Tengah (Loteng). Sementara itu, Dinas ESDM NTB akan berkoordinasi dengan Badan Geologi Kementerian ESDM dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) untuk melakukan ekskavasi awal situs kerajaan kuno Pamatan. Hal tersebut sesuai perintah Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE, M. Sc usai meninjau lokasi tersebut pekan lalu. (nas)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Edisi Rabu 14 Agustus 2019 | Suara NTB by e-Paper KMB - Issuu