SUARA NTB
16 HALAMAN NOMOR 50 TAHUN KE 15 Online :http://www.suarantb.com E-mail: hariansuarantb@gmail.com
Pengemban Pengamal Pancasila
SENIN, 6 MEI 2019
Dukung Pembentukan Satgas KASUBDIT IV Remaja Anak Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujewati, S.IK, MM mengatakan bahwa dalam hal penegakan hukum perdagangan orang, NTB baru bisa tegak kepala di tahun 2017. Sebelum tahun tersebut, NTB tak jauh-jauh dari lima besar dengan pengiriman TKI bermasalah terbanyak. Kala itu penanganan korban pun belum baik. ‘’Kami mendorong terbentuknya Satgas yang kemudian bermitra dalam aspek pencegahan,
informasi dan pendidikan calon TK. Secara tidak langsung korban punya andil menjerumuskan dirinya. Hal tersebut dimanfaatkan para pelaku berikut jaringannya baik yang beraksi secara perorangan maupun perusahaan pengerah jasa TKI. Perbuatan pidananya diawali dengan menipu calon TKI dengan iming-iming gaji diserta dengan pemalsuan dokumen. ‘’Sampai kemudian korban tereksploitasi. Bersambung ke hal 2
termasuk dalam proses penegakan hukum, penanganan korban yang disertai komitmen bersama,’’ cetusnya. Ajakannya untuk menangani TPPO sejak pencegahan merujuk pada warga NTB yang hendak menjadi TKI punya pengetahuan yang cukup. Baik dalam hal pengurusan dokumen sampai proses pemberangkatan agar sejak awal bisa membentengi diri. ‘’Pembelajaran kepada masyarakat bagaimana melindungi dirinya agar tidak mudah terimingi,’’ ujarnya. Dalam pandangannya, modus perdagangan orang sangat beragam. Tak terkecuali diperparah berkat dampak dari akses
Yohanes A Selan
Ni Made Pujewati
M. Agus Patria
M.Azhar
H. Ahsanul Khalik
(Suara NTB/ars)
Rancang Rencana Induk Perlindungan TKI KERJA berat mencegah TKI jadi korban TPPO dimulai sejak eksekusi pelaksanaan tugas sesuai kewenangan. Niat ingin keroyokan malah jadi tumpang tindih. Distribusi kewenangan dan implementasi yang tepat akan membuat penanganan lebih menyeluruh dan tepat sasaran. Problem awalnya, penanganan TKI lewat upaya pemerintah baru menyasar pada aspek pemberdayaan. Minus rumusan perlindungan TKI. Maka tak heran, konsep perlindungan tidak masuk dalam kerangka kerja. Demikian diungkapkan Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) NTB Muhammad Saleh dalam Diskusi Terbatas Suara NTB, Sabtu (4/5). ‘’Kita sekarang seperti mengalami stagnasi persoalan perlindungan TKI. Konsep itu lahir di NTB dari Perda sampai munculnya undang-undang. Perda TKI NTB ini yang melahirkan undang-undang,’’ ujarnya. Pemerintah menurutnya tertinggal belajar dari sejumlah kasus TPPO yang menimpa TKI NTB. Proyek percobaan di sejumlah tempat juga tak berjalan semestinya. Dia mencontohkan program Mahnetik atau Rumah Internet untuk TKI yang berangkat dari pandangan bahwa TKI perlu punya pengetahuan. Juga konsep kampung TKI. ‘’Tidak ditiru dan hanya jadi pilot project. Tidak ada replikasi di tempat lain. Kita banyak inisiasi di sini tapi agak stagnan,’’ ungkapnya. Selanjutnya, Saleh mengungkap tentang rancang induk perlindungan TKI yang mentah pada legitimasi kepala daerah. Sampai akhirnya konsepnya diambil pemerintah pusat. NTB sejatinya punya sejarah sebagai pelopor perlindungan TKI. Selain dari sebagai daerah pertama yang menerbitkan Perda TKI pada tahun 2003. Bersambung ke hal 2
Tekan Kasus TPPO
NTB Butuh Satgas Penanganan TKI Ilegal Roma Hidayat
Muhammad Saleh
Fasilitasi Bursa Kerja dan Pengetatan Paspor PEMBERANGKATAN TKI ilegal ke luar negeri disinyalir menjadi pintu masuk terbesar terjadinya praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tidak mengherankan NTB kemudian tercatat sebagai salah satu daerah dengan indikasi penempatan TKI ilegal terbesar yang kemudian menjadi ladang paling subur bagi tempat terjadinya praktik TPPO. Ditelisik lebih jauh, praktik TPPO tidak saja terjadi karena besarnya praktik pemberangkatan TKI ilegal. Tapi pemberangkatan TKI lewat jalur resmi juga tidak menutup kemungkinan orang menjadi korban praktik kejahatan TPPO. Pasalnya, dari beberapa pengungkapan kasus deportasi TKI, ditemukan mereka memiliki dokumen resmi. Hal itu juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB yang membidangi urusan ketenagakerjaan, H. MNS. Kasdiyono dalam Diskusi Terbatas Suara NTB bertema ‘’Melindungi TKI dari Ancaman TPPO”. Kasdiyono menyebutkan, pemberangkatan TKI lewat jalur resmi yang dia sebut dalam istilah ‘’jalur kanan’’, tidak tertutup kemungkinan menjadikan orang sebagai korban TPPO. Dalam kasus pengungkapan TKI ilegal selama ini juga memperlihatkan banyak di antara mereka memiliki dokumen resmi. Hal itu mengindikasikan para TKI ilegal itu sesungguhnya berangkat dengan legal. Namun dalam perjalanannya, mereka melarikan diri lantaran menemukan tempat kerja yang tidak sesuai dengan harapan yang dijanjikan. ‘’Kalau kita bertanya apakah ‘’jalur kanan’’ (resmi) ini sangat potensial untuk pratik TPPO? Ya, karena TKI yang gelap (tanpa dokumen) di luar negeri bisa saja dia awalnya adalah legal entry dan kemudian menjadi illegal stay. Bersambung ke hal 2
H. MNS. Kasdiyono
Sebagai salah satu daerah pengirim TKI terbesar di Indonesia, banyak masyarakat yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Masyarakat yang menjadi korban TPPO bukan saja yang berangkat secara ilegal. Mereka yang berangkat secara legal pun tak luput dari ancaman TPPO. Pemprov NTB melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Kepolisian Daerah (Polda) NTB dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram pun mulai mewacanakan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan TKI Ilegal. HAL tersebut terungkap dalam Diskusi Terbatas Suara NTB dengan tema ‘’Melindungi TKI dari Ancaman TPPO’’ yang digelar di Ruang Redaksi Harian Suara NTB, Sabtu (4/5). Diskusi dihadiri Kepala Disnakertrans NTB, Dr. M. Agus Patria, SH, MH, Kepala Dinas Sosial (Disos) NTB, H. Ahsanul Khalik, S.Sos, MH, Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB, H. MNS. Kasdiono, SH. Kepala BP3TKI Mataram, Yohanes A Selan, Kasubdit IV Remaja Anak Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati. TKI Korban Perdagangan Orang, Muliati dan Mashuri, Kasi Informasi dan Sarana Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram, Andrey S Isak. Ketua Umum Posnaker NTB, Jose Rizal, Koordinator PBHBM, Muh. Saleh dan Koordinator ADBMI, Roma Hidayat. Diskusi dipandu Koordinator Liputan Suara NTB, M. Azhar. Kepala Disnakertrans NTB, Dr. M. Agus Patria, SH, MH mengatakan, pihaknya bersama BP3TKI dan Polda NTB sepakat membentuk Satgas Penanganan TKI Ilegal. Keberadaan Satgas ini dinilai cukup penting. Di samping dapat melakukan penindakan secara cepat, Pemda juga punya jaringan untuk mendeteksi dan mencegah masyarakat agar tidak menjadi korban TPPO. ‘’Saya sudah sampaikan kepada pimpinan. Saya katakan, gubernur punya dua peran,’’ kata Agus. Di samping sebagai kepala daerah, gubernur juga punya peran sebagai wakil pemerintah pusat yang punya kewenangan untuk mengkoordinasikan seluruh institusi yang ada di NTB. Sehingga tidak boleh ada satu in-
stitusi yang mengatakan tidak, apabila sudah perintah gubernur. Menurut mantan Asisten I Bidang Hukum dan Pemerintahan Setda NTB ini, dari sisi hukum, gubernur mewakili rakyat di luar dan dalam pengadilan. Sebagai kepala daerah, gubernur mewakili rakyatnya di dalam dan luar pengadilan. Sehingga, kalaupun ada TKI ilegal asal NTB yang bermasalah di luar negeri, pemerintah akan tetap memberikan bantuan hukum. Terkait dengan persoalan TKI, Agus mengatakan seluruh aparat pemerintah punya kewenangan masing-masing. Dalam melaksanakan tugas, aparat pemerintah tidak boleh melampaui dan mencampuradukkan kewenangannya. Berbicara masalah TPPO, maka hal itu menjadi kewenangan kepolisian. Namun dalam mengusut kasus TPPO, kepolisian tentunya bermitra dengan Disnakertrans. Agus mengatakan, berkali-kali pihaknya bermitra dengan kepolisian. Baik dalam membahas maraknya TPPO maupun membantu proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian. ‘’Kami bisa memberikan keterangan selaku ahli. Karena dinas kami yang menangani,’’ katanya. Dalam kasus pengiriman TKI ilegal, ada yang dilakukan perseorangan, sekelompok orang bahkan bisa juga oleh perusahaan yang berbadan hukum. Untuk perusahaan yang melakukan tindak pidana ketenagakerjaan menjadi kewenangan Disnakertrans untuk menindaknya. Disnakertrans memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). ‘’Tapi bicara tentang TPPO, itu kewenangan kepolisian. Berbagai macam kewenangan itu, kalau disinergikan maka akan men-
jadi sebuah kekuatan,’’ ujar Agus. Agus mengungkapkan, penyebab banyaknya masyarakat yang menjadi korban TPPO di NTB. Karena kesadaran hukum termasuk kesadaran korban TPPO yang masih perlu ditumbuhkan. Menurutnya, Pemda perlu membantu aparat melakukan penyuluhan hukum agar masyarakat sadar. Menyelesaian persoalan TKI harus banyak pihak yang terlibat. Mulai dari tingkatan pemerintahan terkecil yakni kepala desa. Kepala desa harus mengetahui warganya yang ke luar daerah atau ke luar negeri. Paling tidak, ketika ada warganya yang ke luar daerah atau ke luar negeri, Kepala desa harus melaporkannya ke Disnakertrans. Sehingga dapat dilakukan pemantauan. Dari sisi hukum, lanjut Agus, sebenarnya banyak pihak yang bisa dijerat dalam kasus TPPO. Selama ini, aparat kepolisian masih berbaik hati, hanya menjerat orang yang merekrut atau pengirim TKI. Sebenarnya, keluarga korban TPPO juga bisa dijerat karena ikut terlibat secara bersama-sama memperdagangkan. Tetapi aparat menggunakan diskresi, melihat keluarga korban dari faktor kemiskinan. Modus operandi para perekrut TKI korban TPPO ini biasanya selalu memanfaatkan kemiskinan calon TKI. Sehingga korban mudah terbawa bujuk rayu para calo. Untuk itu, kata Agus, masyarakat perlu diberikan pemahaman. Jika ingin menjadi TKI harus lewat resmi. Masih banyaknya masyarakat yang menjadi TKI secara ilegal, kata Agus harus menjadi introspeksi institusi pemerintah. Bersambung ke hal 2
Kisah Pilu Para Korban TPPO
Andrey S Isak
Jose Rizal
KORBAN Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengalami nasib pilu selama mereka bekerja di luar negeri. Seperti yang dirasakan oleh salah satu korban TPPO, Muliati yang bekerja ke luar negeri tanpa dokumen resmi. Muliati menuturkan, ia pergi bekerja ke Riyadh, Arab Saudi. Di sana ia bekerja selama delapan bulan, dan per tiga bulan bekerja di kantor. Selama delapan bulan, ia tidak pernah menerima gaji. Pada suatu ketika Muliati mengalami nasib nahas. Anak majikannya hampir memperkosanya. Saat itu Muliati tengah menjemur pakaian di lantai dua rumah majikannya. Majikannya berpesan kepada Muliati bahwa mereka sekeluarga akan ke pantai. Ternyata dua jam berselang, ada suara gerbang rumah terbuka. Muliati tidak menghiraukannya. Anak majikannya datang dan mengganggunya. Anak majikannya itu memaksa Muliati melay-
seorang temannya mengunggah foto Muliati di facebook. Setelah itulah baru ketahuan oleh KBRI. Setelah diurus oleh KBRI, Muliati bersikeras meminta pulang kembali ke Indonesia. Hal itu dilakukannya karena ia merasa tidak kuat. Keluarga dan suaminya juga meminta Muliati dipulangkan. ‘’Ditanya apakah surat-surat itu resmi atau tidak, ternyata surat itu tidak resmi,’’ tutup Muliati.
Mashuri aninya untuk melakukan perbuatan yang tidak senonoh. ‘’Dia maksa saya seperti itu, tapi saya keras tidak mau dan akhirnya terpeleset dari lantai dua,’’ kata Muliati. Setelah itu Muliati tidak sadarkan diri. Ada seorang polisi yang tengah berada di pinggir jalan raya mengantar Muliati ke rumah sakit. Polisi
Muliati itu yang mengurusinya dan mengabari KBRI. Muliati berada di rumah sakit selama dua bulan. Selama satu bulan dihabiskannya dalam keadaan koma. ‘’Ternyata tulang rusuk saya patah, dan saya menjalani operasi,’’ tuturnya. Ia sempat disembunyikan di sebuah kantor tanpa sepengatahuan siapapun. Beruntung
Dipicu Masalah Ekonomi TKI asal Suradadi, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur, Mashuri juga memendam kisah pilu. Kondisi ekonomi yang sulit, memaksanya berkerja sebagai TKI tanpa dokumen resmi. Mashuri menceritakan kisahnya yang terpaksa menjadi TKI tanpa dokumen karena ajakan tetangga dan kesulitan ekonomi. Ia pertama kali ke luar negeri pada tahun 2013 lalu. Ia bekerja di Taiwan selama satu bulan. Bersambung ke hal 2