MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com
SENIN, 30 JULI 2018
Ekbis NTB
4 HALAMAN NOMOR 41 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Pembudidaya Jamur Ingin Pemerintah Hadir BUDIDAYA jamur bisa jadi alternatif memberdayakan masyarakat. Permintaan kebutuhan yang tinggi belum sebanding dengan produksi. Peluang ini seharusnya pemerintah pandai menangakapnya. Halaman 2
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB
18.818 Peserta JKN-KIS Semarakkan Senam Sehat Kolosal HIDUP sehat itu mudah dan murah. Hal tersebut senantiasa digaungkan oleh BPJS Kesehatan selaku penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat modern. Halaman 4
Ketika Komponen Kelistrikan Tak Standar Beredar Bebas di Pasaran BARU-baru ini, Bidang Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Dinas Perdagangan Provinsi NTB melakukan pengawasan barang-barang beredar secara acak. Sasarannya adalah toko-toko penjual komponen kelistrikan di beberapa tempat di Pulau Lombok. Tim turun dalam waktu bersamaan dan dibagi-bagi. Ada yang melakukan pengawasan di Kabupaten Lombok Barat, ada yang disebar ke Lombok Tengah, ada juga yang melakukan pengawasan di Lombok Utara. Dari kegiatan ini, tim menjumpai masih banyaknya komponen-komponen kelistrikan belum memiliki SNI, leluasa dipasarkan. Beberapa komponen dimaksud di antaranya, bola lampu (balon) yang tidak ber-SNI, kabel-kabel yang tidak ber-SNI, termasuk stop kontak dan colokan listrik yang juga tidak ber-SNI.
Bersambung ke hal 2
PT. PLN (Persero) mengingatkan agar masyarakat sebaiknya menggunakan instalasi kelistrikan yang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Penggunaan komponen yang tidak direkomendasikan memiliki risiko yang lebih tinggi memicu bencana. Hal ini dipertegas Rachmawan Primadya Setyawan, Humas PLN Wilayah NTB, menanggapi temuan Dinas Perdagangan terkait banyaknya penjualan komponenkomponen kelistrikan yang tidak ber SNI. “Dampak yang sering terjadi kebakaran akibat korsleting listrik. Karena tidak menggunakan komponen yang standar. Biasanya efeknya mudah panas dan mengakibatkan komponennya terbakar,’’ jelas Prima. Kepada Ekbis NTB , Prima mengatakan, misalnya PLN, dalam proses menyambung dan menyalakan listrik bagi permohonan baru mensyaratkan adanya Sertifikat Layak Operasi (SLO) ini. Bila instalasi bangunan belum memiliki SLO, maka PLN tidak akan menyalakannya. SLO adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi Teknik yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan inspeksi kelaikan operasi atas instalasi listrik yang dipasang di bangunan pemohon listrik.
Bersambung ke hal 2
(Ekbis NTB/bul)
TUNJUKKAN - Kepala Bidang Bidang Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Dinas Perdagangan Provinsi NTB Haryono menunjukkan beberapa bola lampu yang dianggap tidak berstandar dan telah dikirim ke laboratorium Kementerian Perdagangan.
(Ekbis NTB/bul)
Harga Murah Menjadi Andalan, Kualitas Nomor Sekian
(Ekbis NTB/uul)
KOMPONEN - Komponen listrik yang dijual di salah satu toko di Kota Mataram. Konsumen diharapkan membeli produk yang sudah ber-SNI.
KECENDERUNGAN masyarakat membeli barang apapun hanya berdasar murah atau mahal harganya memang lumrah ditemui. Apalagi di tengah sulitnya ekonomi, sehingga mereka mau tidak mau mengatur dan memperketat pengeluaran. Akibatnya, banyak yang hanya mencari harga murah tanpa melihat kualitas produk tersebut. Tidak terkecuali peralatan instalasi kelistrikan di pasaran, masyarakat cenderung memilih produk murah tanpa SNI dengan mengacuhkan keselamatan. Farhan, salah satu pemilik toko di Mataram menerangkan biasanya masyarakat membeli produk instalasi kelistrikan dengan mempertimbangkan murah atau tidaknya harga. “Soalnya balik lagi ke keuangan yang mereka punya, jadi mereka pilih murahnya saja,” terangnya pada Ekbis NTB, pekan kemarin. Dari hasil pantauan Ekbis NTB, rata-rata produk kelistrikan yang dijual banyak yang belum memiliki label SNI, meski bisa dibilang
produknya termasuk produk ‘kecil’. Saat ditanyakan kenapa tidak menjual produk berlabel SNI, ia mengatakan masyarakat banyak yang mencari. “Terutama untuk anak kos ataupun masyarakat berpenghasilan rendah, mereka carinya beginian, yang penting bisa dipakai,” imbuh Farhan. Produk-produk jualannya pun, diakuinya, diambil dari sales produk tersebut yang mendatangi tokonya langsung. Tetapi ia tidak serta merta mengambil semuanya, dipilih dulu sesuai keinginan pembeli. “Belinya juga secara grosiran jadi bukan beli satu-dua,” jelasnya. Harganya pun termasuk murah, berkisar mulai Rp 4 ribu saja. Ditanya apakah dirinya menggunakan produk jualannya, ia mengaku memilih memakai produk dengan kualitas terbaik meskipun harganya mahal. Hal itu dilakukannya karena masalah kelistrikan ini jika salah memilih produk, akibatnya bisa fatal.
Bersambung ke hal 2
Konsumen Harus Cerdas Memilih dan Membeli MASIH ditemukannya peralatan instalasi kelistrikan yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) di pasaran menjadi tugas pemerintah memberikan pemahaman. Jangan sampai, penjualan komponen kelistrikan di pasaran merugikan konsumen dan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Melihat masih banyaknya komponen atau peralatan instalasi listrik yang dijual bebas di pasaran, H. Muhammad Saleh, dari Yayasan Perlindungan Konsumen (YPK) NTB, mengingatkan masyarakat agar menjadi konsumen cerdas. Dalam hal ini, masyarakat tidak membeli produk yang tidak ber-SNI, karena memiliki risiko besar. Selain komponen cepat rusak atau mati untuk balon (lampu
listrik) juga bisa menimbulkan kebakaran. “Karena mempengaruhi kualitas, apalagi instalasi kelistrikan itu risikonya sangat tinggi,” terangnya pada Ekbis NTB, pekan kemarin. Pihaknya memang pernah menerima laporan terkait instalasi listrik tanpa SNI ini selama beberapa waktu terakhir. Tetapi namanya orang berusaha, pihaknya tidak bisa melarang mereka untuk menjual produk ber-SNI atau tidak. “Pelaku usaha harusnya memberitahu kepada konsumen terkait produk yang dijualnya, mana produk ber-SNI, mana tidak,” ujarnya. Sebab tidak semua konsumen paham mengenai barang tersebut apalagi kualitasnya, sehingga penjual wajib mem-
Rachman Primadya Setyawan
(Ekbis NTB/dok)
H. Muhammad Saleh
beritahukan informasi terkait produk jualannya. Sesuai peraturan perundangundangan No.8 tahun 1999, pelaku usaha dituntut untuk menyampaikan informasi yang benar kepada konsumen agar tidak merugikan. Jika pelaku usaha menyampaikan informasi secara benar, konsumen juga berhak dan berkewajiban untuk membayar produk itu. Terkait pilihan masyarakat lebih membeli alat instalasi kelistrikan tanpa SNI, karena harganya murah, di sinilah konsumen harus bersikap cerdas. Apakah akan membeli dengan harga murah, namun cepat rusak atau membeli barang ber-SNI dengan harga mahal, tapi umurnya lebih lama. Untuk itu, ujarnya, jika masih ada temuan ini di pasaran, harusnya Dinas Perdagangan
Provinsi maupun kabupaten/ kota mengambil tindakan tegas kepada pelaku usaha. Misalnya dengan mengambil sampelsampel barang yang dijual, kemudian dilakukan peringatan ke penjual. Jika tidak mau diperingatkan, barulah dilakukan tindakan sesuai hukum yang berlaku. Ia menyoroti tingkat kemandirian konsumen sekarang ini sudah tidak ada, artinya pengetahuan mereka akan suatu produk sangat jauh dari harapan. “Untuk itu, pemerintah melalui Dinas Perdagangan harusnya melakukan sosialisasi ke masyarakat akan pentingnya SNI, terutama akan alat instalasi kelistrikan, tentang harga dan kualitasnya,” jelasnya.
Bersambung ke hal 2
Cabut Izin Usahanya PERALATAN kelistrikan yang digunakan oleh konsumen di NTB seharusnya memiliki standar yang jelas, aman serta tidak menimbulkan risiko yang buruk. Untuk mewujudkan hal itu, semua produk kelistrikan termasuk proses instalasi listrik haruslah terjaga standarnya dari hulu ke hilir. Sejumlah regulasi sudah diterbitkan oleh pemerintah terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan (Ekbis NTB/dok) Yek Agil untuk menjadi acuan semua pihak, termasuk produsen dan konsumen listrik. Sekretaris Komisi II Bidang Perdagangan DPRD NTB Yek Agil kepada Ekbis NTB mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pemberlakukan Wajib Standar Nasional Indonesia di Bidang Ketenagalistrikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian juga sudah diberlakukan. Tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan. “Selain itu tujuan dari pemberlakuan wajib SNI di bidang ketenagalistrikan adalah untuk memenuhi aspek keselamatan ketenagalistrikan sesuai Pasal 44 Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,” kata politisi PKS ini. Ia mengajak masyarakat untuk terus membangun kesadaran agar lebih peduli pada keselamatan nyawa dan harta benda dengan hanya menggunakan peralatan listrik yang sudah memiliki logo SNI. Masyarakat diharapkan tidak tergoda untuk membeli produk instalasi listrik yang tidak standar karena sangat berisiko terhadap banyak hal, salah satunya potensi korsleting arus pendek yang selama ini menjadi penyebab banyaknya kasus kebakaran.
Bersambung ke hal 2
Nurdin Ranggabarani
(Ekbis NTB/dok)
Komponen kelistrikan tak berstandar nasional Indonesia (SNI) beredar bebas di pasaran. Harganya pun lebih murah dibandingkan dengan komponen kelistrikan yang tidak berSNI. Bagi masyarakat yang belum paham dengan standar komponen, harga murah masih jadi pilihan. Padahal risikonya sangat besar, seperti komponen cepat mati. Dan yang lebih ekstrem lagi, terjadi arus pendek dan bisa menimbulkan kebakaran.
Berisiko Memicu Bencana