Edisi 26 Februari 2018 | Ekbis NTB

Page 1

MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com

SENIN, 26 FEBRUARI 2018

Ekbis NTB

4 HALAMAN NOMOR 23 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257

Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB

SEJAK diperkenalkan ke khalayak umum di akhir tahun 2009, batik Sasambo mulai dikenal oleh publik. Motif-motif dari tiga suku asli NTB yaitu Sasak, Samawa, dan Mbojo yang didominasi motif flora dan fauna menyita perhatian pecinta batik. Bahkan batik Sasambo pernah dijadikan sebagai pakaian wajib bersama kain tenun, meski sekarang sudah tidak pernah terdengar kembali gaungnya. Halaman 2

BI Siapkan Beasiswa untuk 100 Mahasiswa Miskin

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Eksistensi Batik Sasambo di Tengah Serbuan Produk Luar

KUALITAS generasi muda dapat menjadi faktor penentu bagi kemajuan suatu daerah. Sumber daya manusia yang terdidik, berilmu pengetahuan dan berkualitas akan menjadi aset strategis dalam pembangunan bangsa dan negara dimasa depan, termasuk di Provinsi NTB. Pembangunan NTB tidak hanya dapat mengandalkan pembangunan infrastruktur fisik saja, namun pengembangan kualitas SDM menjadi hal yang penting agar Indeks Pembangunan Manusia NTB dapat lebih bersaing. Halaman 4

Mediator Harus Ditertibkan

MLM dan Investasi yang Mencurigakan Penawaran produk dengan skema Multi Level Marketing (MLM) menjadi perhatian khusus Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi. Masyarakat juga penting untuk tetap waspada. Pasalnya, ada indikasi kegiatan usahanya menawarkan produk dengan meminta anggota untuk menempatkan dananya.

(Ekbis NTB/bul)

WASPADA - Produk-produk yang banyak dijual lewat online. Pembeli harus waspada, karena banyak produk yang dijual tidak memiliki izin edar dan tidak sesuai dengan pesanan konsumen.

BBPOM Belum Lakukan Pengawasan Khusus BALAI Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram belum melakukan pengawasan khusus terhadap produk obat dan kosmetik yang dipasarkan dengan skema Multi Level Marketing (MLM), maupun daring/ online. Kendati demikian, BBPOM tetap mengingatkan agar masayarakat menjadi konsumen cerdas. Produk-produk yang dijual dengan skema itu bukan dilarang. Tetapi diingatkan kepada konsumen untuk teliti sebelum membeli. Melihat izin-izin edarnya, mengecek masa kedaluarsanya, dan memastikan siapa penjaminnya. Kepala BBPOM Mataram Dra. Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih, Apt. MH., menyebut untuk produk-produk kosmetik, dan obat-obatan lainnya yang dipasarkan melalui sistem online, BPOM pusat melakukan pengawasan langsung, yakni bekerjasama dengan Kemenkominfo. Termasuk untuk produk-produk yang dipasarkan dengan skema MLM. Dulu katanya, Tianshi juga dilakukan pengawasan. Beragam produk yang dijual saat ini dengan skema ini, diakuinya belum mengetahui persis apa saja produk-produk itu, karena banyak jenisnya. “Kalau kita belum lihat, belum bisa memastikannya,” ujarnya. Tetapi yang terpenting diketahui oleh masyarakat. Bagaimanapun skema pemasaran produknya, asal produk tersebut memiliki izin edar dari BBPOM. Pengawasan barang beredar, baik pangan, obat-obatan maupun kosmetika rutin dilakukan. Pun yang dijual dengan cara online. Hanya saja, keterbatasan tenaga yang membuat BBPOM Mataram belum menjangkau desa-desa. BBPOM juga melakukan sosialisasi, pemberian informasi melalui berbagai media. Kegiatan ini dilakukan sebatas yang mampu dijangkau. Karenanya, sangat diharapkan yang mengambil bagian terdepan adalah dinas di kabupaten/kota. Misalnya, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan. Tentu yang paling penting adalah peran aktif dari masyarakat untuk melaporkan produk-produk yang dianggap tak meyakinkan. ‘’Kalau produknya tidak terdaftar di BPOM, tidak ada jaminan kemanfaatan, mutu serta khasiatnya. Itu juga melanggar undangundang yang ada,’’ ujarnya. Pada dasarnya, pemerintah tak melarang pemasaran produk melalui sistem MLM maupun online. Karena menjadi bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan. Tetapi catatannya,

Bersambung ke hal 3

Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih (Ekbis NTB/bul)

SATGAS Waspada Investasi ini, tim yang tergabung di dalamnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kejaksaan, Kepolisian, serta industri jasa keuangan lainnya. Aktivitasnya adalah melakukan pengawasan terhadap berbagai bentuk penawaran investasi yang berpotensi bodong. Penawaran produk dengan MLM menjadi salah satu yang diperhatikan. Lantaran ada indikasi kegiatan usahanya menawarkan produk, dengan meminta anggota untuk menempatkan dananya. Misalnya, untuk produk obat-obatan atau kosmetik. Ada MLM yang menawarkan keuntungan besar bagi mereka yang hasil penjualannya paling besar,

Bersambung ke hal 3

BARANG dan jasa yang dijual dengan pola Multi Level Marketing (MLM) kepada masyarakat masih tetap eksis sampai saat ini. Pola MLM dinilai sangat menguntungkan bagi anggota yang masuk dalam entitas bisnis tersebut, terutama yang memiliki posisi di atas dan punya banyak downline. Namun tak semua bisnis MLM punya legalitas, karena faktanya banyak dari mereka yang belum mengantongi izin dan dilarang operasionalnya oleh otoritas. Sekretaris Komisi II Bidang Perdagangan DPRD NTB Yek Agil kepada Ekbis NTB mengatakan, ada banyak jenis bisnis yang menyasar masyarakat sampai ke desa-desa. Mulai dari produk kecantikan hingga bisnis perjalanan umroh dengan sistem MLM tersebut. Menurutnya, secara psikologis, masyarakat akan cenderung menerima atau membeli barang / jasa yang ditawarkan tersebut jika yang menawarkannya adalah orang yang dekat Yek Agil atau orang

yang bisa dipercaya. Karena bisnis MLM sifatnya jemput bola, saling mengajak menjadi anggota dari bisnis tersebut sehingga banyak yang tertarik masuk dengan janji keuntungan yang bagus. Namun tak semuanya untung. Banyak konsumen yang merasa dirugikan dengan sejumlah barang/ jasa yang ditawarkan oleh bisnis tersebut. Karena itulah, pemerintah daerah melalui OPD terkait harus turun tangan guna mencegah agar bisnis yang merugikan masyarakat tak leluasa bergerak di bawah. Tugas pemerintah untuk memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar tak gampang tergiur

(Ekbi NTB/dok)

BISNIS investasi atau non investasi yang beroperasi menjual produk tanpa mengantongi izin dari otoritas terkait sebaiknya tidak diberikan toleransi. Karena model bisnis ilegal semacam ini sudah lama terjadi. Pola penjualan multi level maupun pola biasa dengan mencari konsumen sebanyak-banyaknya tanpa keamanan produk yang jelas akan menambah potensi kerugian bagi konsumen itu sendiri. ‘’Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, banyak sekali tindak penipuan yang dilakukan oleh entitas usaha itu. OJK itu yang harus pertama melakukan evaluasi, Pemda juga memberikan pemantauan. Apalagi jika ada informasi dari masyarakat, tentu akan lebih baik,’’ kata Pemerhati Ekonomi Bisnis Dr. H. Abdul Azis Bagis kepada Ekbis NTB. Azis Bagis meminta pemerintah daerah melalui SKPD terkait agar gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perusahaan yang ilegal serta produk yang berbahaya. Karena ia melihat pada aspek edukasi inilah pemerintah masih sangat kurang. “ Masyarakat kita tidak semuanya mengerti, apalagi perusahan-perusahaan itu menjanjikan ada keuntungan dalam bentuk bunga atau bagi hasil dan lainnya yang memberikan daya pikat. Biasanya janji keuntungan yang ditawarkan itu di atas suku bunga bank. Katakankah bunga bank paling tinggi 14 persen per tahun, dia bisa janji diatas 14 persen. Ini yang membuat masyarakat tergiur,” kata Aziz. Yang tidak kalah pentingnya adalah OJK dan pemerintah daerah haruslah menyentuh masyarakat secara langsung yang masuk dalam kategori mediator. Mediator ini tugasnya mencari konsumen untuk diajak masuk dalam bisnis. Tidak jarang mediator itu dari kalangan t o k o h masyarakat atau orang yang dipercaya oleh masyarakat setempat, sehingga bisnisnya menjadi lancar.

Bersambung ke hal 3

Abdul Azis Bagis (Ekbis NTB/bul)

Farid Faletehan

Sosialisasi Agar Tak Mudah Tergiur Rayuan Produk dengan tawaran produk tersebut. ‘’Sebaiknya, Dinas Perdagangan melakukan koordinasi dengan aparatur pemerintah terkait sampai ke bawah seperti desa atau lurah, untuk memantapkan sosialisasi terkait dengan produk MLM yang ditawarkan. Masyarakat harus diberikan daya tahan terhadap perdagangan yang tak memiliki izin,’’ kata politisi PKS ini. Menurutnya, aspek sosialisasi tetap menjadi yang paling penting untuk mencegah maraknya bisnis yang tidak diketahui legalitasnya ini. Ada banyak cara yang ditempuh oleh penjual agar produknya bisa diterima oleh konsumen, salah satunya dengan iming-iming keuntungan yang besar. “ Namun masyarakat sebelum membeli produk tersebut harus dianalisis dulu. Tidak asal beli. Agar punya pemahaman soal produk, masyarakat harus diberikan sosialisasi dan pengetahuan terkait dengan daftar perusahaan yang illegal dan berpotensi merugikan konsumen,” katanya.

Menurutnya, terkadang legalitas sebuah produk kalah cepat dibanding marketingnya. Produk yang belum tentu memiliki izin edar terlebih dahulu dijual dan diterima oleh konsumen. Padahal cara ini sangat keliru karena berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Seperti halnya produk kecantikan dan makanan. Banyak konsumen yang justru mengeluh setelah menggunakan produk tersebut. “ Banyak perempuan yang mukanya bintik bintik, kulitnya rusak gara-gara menggunakan produk kosmetik yang tak jelas. Ini salah satu contoh,” katanya. Karena itulah Dinas Perdagangan Provinsi NTB diminta lebih ketat dalam melakukan pengawasan. Terhadap aktifitas perusahaan yang melakukan pemasaran produk yang tak sesuai dengan ketentuan yang ada agar dilakukan penindakan apabila ditemukan pelanggaran. “Sehingga ini akan menimbulkan efek jera serta tidak leluasanya mereka dalam pemasaran produk,” tutupnya (ris)

Dikes Hanya Memberikan Rekomendasi DINAS Kesehatan (Dikes) NTB belum menerima laporan mengenai produk kesehatan dan kecantikan yang dipasarkan melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Kepala Bidang Sumber Daya pada Dikes NTB Lalu Budarja, pihaknya belum menerima adanya laporan terkait produk yang berbahaya ataupun belum berizin. ‘’Setelah kita turun ke lapangan untuk melihat apakah produk itu dikatakan layak atau tidak,’’ jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Ia menjelaskan, pihak Dikes hanya memberikan rekomendasi terkait perizinan kepada Tim Perizinan Terpadu yang nantinya menerbitkan izin bagi produsen obat

dan kecantikan tersebut. ‘’Tetapi kalau ada sidak untuk perusahaan yang tidak berizin, itu menjadi tugas BPOM yang nantinya tim sidaknya berasal dari Dikes juga,’’ kata Budarja. Peredaran produk kesehatan dan kosmetik yang banyak beredar, terutama melalui dunia maya. Pihaknya tidak bisa melakukan kontrol terutama jika produknya berasal dari luar daerah. ‘’Sebenarnya hal itu tidak boleh terjadi, harus ada izin. Kalau dari daerah kita sendiri, kita bisa melakukan pengawasansecara berkala,’’ jelasnya. Jika produknya berasal dari luar, itu menjadi wewenang dari Kementerian Kesehatan untuk memberikan izin. ‘’Kemenkes akan berkoor-

dinasi dengan Dinas Kesehatan yang ada di sana,’’ tambahnya. Produk kecantikan dan kesehatan via MLM yang hasilnya diyakini lebih baik daripada produk umum di pasaran. Kata Budarja, belum tentu memiliki kandungan bahan yang tepat dan bagus. ‘’Bisa saja kandungan yang ada di dalamnya bisa saja jelek. Jika BPOM menemukan bahan-bahan tertentu yang menurut BPOM itu tidak boleh beredar,’’ jelasnya. Jadi harus diselidiki terlebih dahulu barang tersebut agar yakin dengan keamanannya. Sasaran produk-produk ini yang kebanyakan berada di daerah terpencil. Masyarakat bisa berkoordinasi dengan Dinas Keseha-

tan kabupaten setempat agar lebih dekat. ‘’Tetapi yang berhak untuk mencabut izin ya dari BPOM,’’ tambahnya. Produk yang banyak beredar melalui dunia maya masih menjadi kendala terbesar bagi Dinas Kesehatan. ‘’Karena memang itu harus kita tahu dimana diproduksinya. Kalau tidak sulit untuk dilacak. Sehingga Kementerian Kesehatan harus bisa berkordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat,’’ kata Budarja.

Bersambung ke hal 3

Lalu Budarja (Ekbis NTB/uul)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.