Edisi 19 Februari 2018 | Ekbis NTB

Page 1

MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com

SENIN, 19 FEBRUARI 2018

Ekbis NTB

4 HALAMAN NOMOR 22 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257

Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Ekspor Produk, Kadin NTB Siap Jadi Fasilitator KAMAR Dagang Industri (Kadin) Provinsi NTB telah menandatangani kerjasama dengan distributor dunia. salah satu komoditas yang dicari adalah kopi. Tak tanggungtanggung, kebutuhannya mencapai 50.000 ton per tahun. Halaman 2

PR Besar Menunggu ’’Tangan Dingin’’ Heri Susanto MUSDA Real Estate Indonesia (REI) NTB ke – VIII yang berlangsung di Hotel Golden Palace Rabu (14/2) lalu, menghasilkan keputusan di luar dugaan. Nama Heri Susanto tiba-tiba mencuat. Ia dipilih secara aklamasi memimpin REI NTB tiga tahun ke depan. Ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang menunggunya. Halaman 4

Suku Bunga KPR dan Jeritan Konsumen Konsumen KPR (Kredit Pemilikan Rumah) komersil menjerit. Mereka merasa takut dan tak kuat menanggung tingginya suku bunga kredit. Mereka khawatir, kenaikan suku bunga akan terus berlanjut mengikuti suku bunga pasar. Di sisi lain, pendapatan masyarakat tak menentu akibat pengaruh ekonomi nasional dan global. BELAKANGAN ini, suku bunga KPR komersil naik. Itu terjadi tanpa ada konfirmasi dari pihak perbankan. Ada yang menyebut lonjakannya sangat tinggi dan bahkan drastis. Ada yang menyebut, suku bunga perbankan adalah ‘’penjajahan’’’ halus kekinian. Dengan dalih menawarkan jasa kredit, di baliknya serasa konsumen seperti hidup kerja rodi. Membayar suku bunga bank yang besar. Meski demikian tak ada pilihan bagi masyarakat, selain berutang di bank untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, papan. Kondisi ini juga terjadi di NTB. Nasabah harus merasakan bagaimana beratnya membayar cicilan perumahan dengan tingginya suku bunga kredit. Apalagi tingkat kebutuhan rumah di NTB begitu tinggi. Di NTB kekurangan rumah sampai tahun ini sebanyak 348.000 unit. Belum lagi karena peningkatan populasi penduduk, harus dibangun sebanyak 25.000 unit rumah setiap tahunnya di NTB. Gubernur NTB Dr. TGH. M. Zainul Majdi saat meresmikan Bank BTN Syariah di Mataram awal Januari 2018 lalu, meminta langsung kepada Direktur Utama Bank BTN Maryono, untuk menurunkan suku bunga KPR agar

masyarakat lebih mudah mendapatkan rumah layak huni. Saat itu, Gubernur NTB mengaku, suku bunga yang mendekati 13 persen sangat membebani konsumen. Paling tidak, bank pelat merah dengan pasar utama peru-

ga beberapa kali. Saat ini menjadi 4,25 persen. Sayangnya bank tak mengikutinya. Suku bunga KPR komersil bahkan hampir menembus 13 persen. Akibatnya, satu per satu, nasabah angkat tangan. Tak kuat menanggung beban cicilan. Dari pada menunggu suku bunga diturunkan, keputusan mereka adalah memilih menjual rumah yang telah mereka tempati lebih dari satu tahun.

Bersambung ke hal 3

mahan ini dapat menurunkan suku bunga KPR dalam batas maksimal. Tingginya suku bunga, bertolak belakang dengan tingkat kebutuhan rumah masyarakat yang seharusnya terpenuhi. Bank Indonesia melakukan penyesuaian suku bungan acuan hing-

(Ekbis NTB/bul)

Disepakati Saat Akad Kredit

(Ekbis NTB/bul)

PIHAK Bank BTN Cabang Mataram, menyerahkan sepenuhnya banyaknya keluhan nasabah terhadap suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) komersil di Mataram ke Bank BTN Pusat. Kepala Cabang Bank BTN Mataram, Dedi Kurniadi tak berkomentar banyak saat dikonfirmasi Ekbis NTB mengenai keluhan nasabah ini. Meski demikian, dalam keterangan singkat yang diberikan, jika Bank BTN pada awal tahun ini sedang melakukan pembahasan program, salah satunya soal rencana menyesuaikan suku bunga KPR. Ia menjelaskan secara umum soal kenaikan cicilan konsumen, terutama KPR komersil. Biasanya satu atau dua tahun sejak akad kredit, konsumen mendapatkan suku bunga promosi. Setelah itu, kembali kepada suku bunga pasar. Informasi mengenai kenaikan pembayaran (suku bunga) sewaktuwaktu ini, kata Dedi, sebetulnya telah disepakati oleh konsumen saat melakukan akad perjanjian kredit dengan pihak perbankan. Sebelumnya, pada awal Januari 2018 lalu, Direktur Utama Bank BTN, Maryono yang hadir saat meresmikan Bank BTN Syariah di Mataram menjelaskan,

Dedi Kurniadi

Bersambung ke hal 3

PEMERINTAH tidak bisa disalahkan sepenuhnya terhadap masih banyaknya kekurangan rumah (backlog) di Indonesia, termasuk di NTB. Adanya keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah membuat realisasi kebutuhan rumah masyarakat belum sepenuhnya bisa dipenuhi. Program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah sejak tahun (Ekbis NTB/uul) 2015 masih dilakukan seIda Ayu Putri Suprapti cara bertahap. Artinya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dan belum memiliki rumah masih harus menunggu untuk bisa memenuhi kebutuhan papannya. ‘’Masyarakat juga jangan berpikir, yang berpenghasilan rendah bisa mendapatkan rumah secara gratis.

Bersambung ke hal 3

SEMAKIN tingginya kebutuhan terhadap rumah sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Sejumlah upaya telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi ketersediaan rumah yang layak bagi masyarakat. Kekurangan rumah yang mencapai belasan ribu per tahun di Provinsi NTB memang haruslah diselesaikan dengan beragam program yang tepat sasaran. Anggota Komisi IV Bidang Infrastruktur DPRD NTB Drs Ruslan Turmuzi kepada Ekbis NTB mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat, pemerintah daerah harus memiliki banyak jurus. Misalnya untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), pemda bisa membuat program subsidi khusus untuk mereka, karena banyak ASN yang hingga kini belum memiliki umah. “Ada semacam subsidi atau dispensasi bunga KPR. Karena tidak semua ASN punya rumah, misalnya untuk pegawai golongan II, III dan lainnya,” kata Ruslan. Dulu ada program khusus perumahan untuk ASN. Upaya tersebut dipandang mampu menjawab kekurangan rumah yang hingga kini belum mampu terpenuhi. “ Penting juga saya kira dihidupkan kembali program itu,” tambahnya. Sementara kepemilikan rumah untuk masyarakat secara umum, intervensi pemerintah salah satunya melalui perbaikan rumah tak layak huni. Program ini harus dipercepat dan dioptimalkan oleh pemerintah dengan menyasar penduduk yang memiliki tempat tinggal yang tak layak baik di perkotaan maupun di pedesaan. Bahkan agar program perbaikan rumah tak layak ini menjadi prioritas dan simultan, DPRD NTB akan membuat peraturan daerah (perda) terkait dengan hal ini. Dinas terkait, dalam hal ini Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi NTB yang menjadi salah satu dinas teknis diharapkan melakukan program ini dengan baik. Tujuannya agar tidak ada lagi rumah tak layak huni di NTB. Terkait dengan perumahan non subsidi yang dibangun oleh pengembang atau developer di NTB,

Ruslan Turmuzi

Bersambung ke hal 3

(Ekbis NTB/dok)

Optimal Kelola Risiko, Bunga Kredit Lebih Kompetitif SUKU bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) banyak dikeluhkan oleh konsumen karena cenderung naik. Memang setelah masa promo bunga rendah dalam janga waktu beberapa tahun, suku bunga KPR biasanya akan mengikuti bunga berjalan. Namun nasabah merasa sangat berat dengan kenaikan suku bunga KPR dobel digit atau diatas 10 persen. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB Achris Sarwani kepada Ekbis NTB mengatakan, sebenarnya yang paling mengetahui struktur biaya yang menjadi dasar penetapan kredit perbankan adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya suku bunga kebijakan BI yang dijadikan acuan oleh pasar keuangan hanyalah salah satu pertimbangan bagi masing-masing bank untuk menetapkan tingkat bunga kredit bank. Ada tiga biaya yang paling mempengaruhi tingkat bunga kredit di masing-masing bank yaitu biaya perolehan dana, biaya operasional serta biaya/

premi risiko. “Semakin rendah biaya-biaya tersebut, maka bank dapat menjual kreditnya dengan lebih murah,” kata Achris. Suku bunga acuan BI sebesar 4,25 persen, mengapa suku bunga KPR bisa dobel digit?Achris mengatakan, perbankan sebenarnya tetap akan mengikuti suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh BI, terutama pada saat bank masuk ke pasar uang (beli/jual dana). Yang digunakan oleh perbakan adalah adalah angka tertentu dari suku bunga acuan BI tersebut. Namun perbankan yang cenderung memberikan bunga lebih kompetitif atau bunga lebih rendah kepada para nasabah termasuk nasabah KPR adalah bank y a n g efisien dalam operasionalnAchris Sarwani ya serta

mampu mengelola risiko dengan optimal. Artinya perbankan yang kurang mampu mengelola risiko dan operasionalnya kurang efisien cenderung memberlakukan bunga lebih tinggi. Sehingga yang bisa didorong atau dihimbau oleh pihak otoritas terutama oleh OJK yang memiliki kewenangan memgawasi secara detil setiap biaya di suatu bank adalah terkait dengan tiga biaya yang paling mempengaruhi tingkat bunga kredit yang meliputi biaya perolehan dana, biaya operasional serta biaya/premi risiko. “ Jika sudah efisien dan optimal, pihak otoritas dapat meminta bank ‘mengambil margin keuntungan yang sewajarnya’ sehingga hasil akhirnya yaitu suku bunga kredit yang diputuskan oleh perbankan tidak terlalu jauh dari suku bunga acuan BI. (ris)

(Ekbis NTB/ris)

Harus Ada Sosialisasi

Harus Buat Perda

Idealnya Bank Harus Turunkan Suku Bunga OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan perbankan mestinya melakukan penyesuaian suku bunga. Ketika Bank Indonesia telah melakukan beberapa kali penyesuaian suku bunga acuan. Terakhir, suku bunga acuan yang harusnya diikuti bank sebesar 4,25 persen. Dalam hal ini, OJK bukanlah yang memiliki kewenangan untuk menurunkan suku bunga. Tapi perbankan harusnya mengikuti penurunan suku bunga. Seperti acuan yang disajikan oleh Bank Indonesia. ‘’Kita juga mengimbau kepada bank untuk menurunkan suku bunga, kalau suku bunga acuan telah turun. Cuma waktunya turun disesuaikan oleh masing-masing bank,’’ jelas Kepala OJK NTB, Farid Faletehan pada Ekbis NTB belum lama ini. Untuk memastikan tingginya suku bunga KPR, terutama KPR komersil otoritas harus menghitungnya. apakah pertumbuhan kredit properti seluruh bank mengalami pertumbuhan negatif atau sebaliknya. Farid Faletehan

Bersambung ke hal 3

(Ekbis NTB/dok)

Kebutuhan Primer dan Peran Semua Pihak RUMAH layak huni yang menjadi kebutuhan primer manusia masih menjadi fokus pemerintah saat ini. Jumlah kekurangan (backlog) perumahan di NTB yang masih berada di atas 300 ribu menjadi persoalan yang harus dituntaskan. Mengacu pada data 2017 lalu, hunian rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat NTB sebanyak 1,4 juta dari 5 juta lebih masyarakat NTB. Dari 1,4 juta kebutuhan rumah tersebut, yang sudah tersedia sekitar 10.50.000 unit, sehingga masih terdapat kekurangan di atas angka 300 ribu unit. Untuk memenuhi kekurangan rumah ter(Ekbis NTB/dok) sebut, pemerintah daer-

ah tak bisa sendiri. Peran serta semua pihak harus ada, termasuk peranan swasta, masyarakat secara swadaya dan para pengembang perumahan tentunya. Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi NTB Ir. I Gusti Bagus Sugiharta, MT kepada Ekbis NTB belum lama ini mengatakan, persoalan backlog tidak bisa dituntaskan sepenuhnya. Selain karena angka pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahun, banyak juga satu unit rumah dihuI Gusti Bagus ni lebih Sugiharta dari satu

KK. Hal tersebut menyebabkan persoalan backlog tidak kunjung selesai. Namun, hal yang bisa diupayakan adalah bagaimana agar angka kekurangan tersebut dapat diturunkan. Terkait metode penghitungan pembangunan perumahan swadaya, Sugihartha mengaku proses yang dilakukan masih menggunakan cara manual dan terstruktur. Yaitu dengan data yang diperoleh dari pemerintah kabupaten/ kota melalui kecamatan dan desa. S e l a i n memberikan Heri Susanto kemudahan

kepemilikan rumah melalui bantuan pembiayaan perumahan, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga getol melakukan perbaikan rumah tak layak huni di masyarakat. Dalam membangun dan memperbaiki rumah di NTB tidak saja melalui anggaran APBD Provinsi melainkan dari pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota bahkan pemerintah desa. Pemerintah desa diminta ikut membenahi rumah tak layak huni untuk mempercepat target penuntasan kasus rumah tak layak huni di NTB.

(Ekbis NTB/uul)

Bersambung ke hal 3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.