Edisi 16 Oktober 2017 | Ekbis NTB

Page 1

MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com

SENIN, 16 OKTOBER 2017

Ekbis NTB

4 HALAMAN NOMOR 9 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257

Tembolak, Tudung Saji Tradisional Lombok yang Masih Eksis TUDUNG saji digunakan oleh masyarakat untuk menutup makanan agar terhindar dari lalat atau lainnya. Di Lombok sejak dahulu kala, masyarakat sudah memiliki tudung saji tradisional sebelum adanya tudung saji modern dari plastik seperti sekarang yang dikenal dengan nama tembolak. Tembolak terbuat dari daun lontar yang dibentuk melingkar dan berwarna cerah yang digunakan untuk menutup makanan atau dulang saat ada acara-acara besar. Halaman 2

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB

Satgas Waspada Investasi Bidik Satu Travel Umroh di NTB TIM Waspada Investasi Pusat telah menerima laporan terkait dengan adanya perusahaan travel umroh yang berafiliasi dengan investasi bodong. Kantor pusatnya ada di NTB, sehingga tim sedang mengincarnya. Halaman 4

Ketika Pekerja Penyandang

Disabilitas Dipandang Sebelah Mata

(Ekbis NTB/uul)

Tidak ada manusia di dunia ini yang ingin terlahir cacat atau tidak normal. Semua pasti menginginkan lahir dengan kondisi fisik dan mental yang normal. Namun, bagi yang terlahir dengan kondisi tidak normal atau penyandang disabilitas, mereka juga menginginkan kesetaraan dengan manusia normal lainnya. Baik kesetaraan di bidang pendidikan atau dunia kerja. NAMUN saat mencari kerja, mereka banyak ditolak oleh perusahaan. Padahal, mereka memiliki skilI sesua dengan yang dibutuhkan perusahaan tersebut. Sementara di satu sisi ada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menekankan semua warga negara memiliki hak yang sama. Seperti apa pengalaman beberapa penyandang disabilitas ditolak bekerja saat melamar di perusahaan? Adalah Mar’aini, penyandang disabilitas dengan cacat fisik pada kaki sebelah kirinya memiliki pengalaman kurang menyenangkan saat mencari kerja. Wanita asal Wakan Lauk, Kelurahan Leneng, Praya, Lombok Tengah ini memiliki pengalaman yang pernah membuat dirinya kecewa ketika mencari kerja Bangil, Jawa Timur. Saat tamat sekolah, ia sempat masuk di salah satu panti di Bangil untuk menimba ilmu, khususnya keterampilan menjahit. Selesai mengikuti pelatihan, Mar – sapaan akrabnya memutuskan melamar pekerjaan di pabrik konveksi di Jawa Timur bersama temannya.

Bersambung ke hal 3

Winarna

Perlu Ada Kualifikasi KEBERADAAN Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas menekankan penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga lainnya. Baik dalam mendapatkan pekerjaan atau pelayanan lainnya. Jika ada perusahaan atau instansi yang menolak penyandang disabilitas dalam bekerja telah melanggar undang-undang. ‘’Kalau sekarang kan sudah ada undang-undang yang menyatakan, jika penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan orang normal untuk melamar pekerjaan di perusahaan,’’ ujar Winarna, M.Pd, pemerhati penyandang disabilitas di Mataram. Winarna mengatakan, penyandang disabilitas tidak semuanya bisa beraktivitas secara normal. Menurutnya, penyandang disabilitas dibagi menjadi dua. Yaitu cacat mental, yakni mentalnya kurang dan cacat fisik, di mana hanya fisiknya saja yang kekurangan. Ia menjelaskan, jika penyandang cacat mental hanya belajar untuk melatih kemandirian mereka, karena mereka sangat bergantung dengan orang lain.

Bersambung ke hal 3

Mar’aini

Berikan Porsi Khusus

Bersambung ke hal 3

(Ekbis NTB/bul)

PARA penyandang disabilitas telah mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Mereka harus mendapatkan perlakukan yang sama dalam segala hal. Namun pada posisi, nampaknya mereka yang notabenenya tidak terlahir sempurna ini masih juga dipandang sebelah mata. Terutama ketika mereka ingin mendapatkan haknya untuk mendapat pekerjaan yang layak. Meski dengan keterbatasan secara fisik, bukan berarti para difabel tak mampu berbuat, seperti yang diperbuat oleh mereka yang memiliki fisik normal. Bisa jadi, mereka justru lebih mampu. Hanya saja, para difabel ini memang harus diberikan ruang. Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi NTB, Sri Sukarni mengatakan, mereka ingin agar hak-hak mereka, bisa didapatkan, sebagaimana orang normal pada umumnya. HWDI Provinsi NTB belum lama ini telah terbentuk.

(Ekbis NTB/dok)

Penyandang Disabilitas Masih Didiskriminasi

PERHATIAN pemerintah dan masyarakat terhadap kelompok disabilitas atau orang yang berkebutuhan khusus, secara umum sudah mulai membaik. Di sejumlah tempat publik sudah banyak terdapat fasilitas untuk membantu aktivitas kaum disabilitas. Namun yang berkaitan dengan akses pekerjaan, pemerintah dan pihak swasta harus tetap didorong agar memberikan perhatian yang serius. Sekretaris Komisi V Bidang Ketenagakerjaan DPRD NTB M Hadi Sulthon, S.Sos., kepada Ekbis NTB mengatakan, keterbatasan kemampuan yang dimiliki kelompok disabilitas tidak menghalangi mereka untuk beraktivitas dan berkarya. Disabilitas yang berkaitan dengan kondisi fisik tetap memiliki kemampuan bekerja dengan mengandalkan pikiran dan ilmu pengetahuan. ‘’Kaum disabilitas yang memiliki keterbatasan secara fisik, bisa bekerja di kantoran misalnya. Bekerja dengan otak itu saya pikir kita sama. Karena itu kita dorong pemerintah atau kalangan pengusaha untuk mengakomodir itu,’’ katanya.

Bersambung ke hal 3

iki karyawan minimal 100 orang dan kelipatannya, maka wajib memberikan kuota satu persen bagi tenaga kerja penyandang disabilitas. Terbaru, pemerintah menetapkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam undang –undang ini ada dua yang diatur. Pertama, hak penyandang disabilitas dan kewajiban berbagai pihak untuk memenuhi hak tersebut. Penyandang disabilitas berhak untuk menduduki jabatan publik. Mereka berhak menjadi pejabat di tingkat lokal maupun nasional. Berdasarkan pasal 50 UU Penyandang Disabilitas, setiap pemberi kerja wajib menyediakan akomodasi yang layak dan fasilitas yang mudah diakses oleh tenaga kerja penyandang disabilitas. Pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban

tersebut juga bisa berujung penghentian kegiatan operasional, pembekuan izin usaha, dan pencabutan izin usaha. Dalam UU tersebut juga diatur, bahwa pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Sementara itu, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Kepala dinas mengatakan, pengawasan tetap dilakukan, karena berkaitan erat dengan norma-norma yang berlaku. Jika norma tersebut dilanggar, dengan ada pembuktian. Maka secara hukum harus diproses.

Bersambung ke hal 3

Penyandang Disabilitas Dilatih Menjadi Wirausaha Mandiri DINAS Perindustrian akan ambil bagian untuk memberdayakan para penyandang disabilitas. Mereka akan diberikan pelatihan agar menjadi wirausaha mandiri. Para penyandang disabiltas ini tak bisa dipungkiri bahwa mereka terkadang masih diabaikan. Padahal, di dalam kekurangan mereka (ketidaksempurnaan fisik), ada kelebihan yang harus dikembangkan. ‘’Dalam waktu dekat ini, Dinas Perindustrian Provinsi NTB akan memberikan pelatihan kepada 30 para penyandang disabilitas. Sebanyak 15 orang di Kecamatan Lingsar dan Narmada serta

15 orang di Kecamatan Gerung Lombok Barat,’’ sebut Kepala Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Dra. Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih melalui Sekretaris Dinas, Bambang Sugeng Ariyadi, Kamis (12/10) lalu. Di Lingsar, para penyandang disabilitas akan diperkuat kemampuannya sebagai penenun. Sementara di Gerung, lebih diarahkan untuk memperkuat industri kerajinan anyaman. ‘’Sudah dilakukan mapping. Sementara baru dua titik ini yang kita tingkatkan keterampilannya karena kemampuannya sudah ada. Tingkatkan yang sudah ada, kemudian dengan pengembangan desain, pengembangan desain

produk,’’ ujarnya. Selama ini, potensi yang dimiliki penyandang disabilitas diabaikan. Atas dasar itu, Pemprov NTB memberikan pelatihan di dua lokasi untuk tahun ini agar mereka menjadi wirausaha mandiri. ‘’’Karena dengan kekurangannya, mereka justru memiliki kelebihan. Sangat paham tentang alat-alat yang mereka gunakan,’’ jelasnya. Menurutnya, pelatihan yang akan dilaksanakan bersifat aplikatif. Dinas Perindustrian melibatkan instruktur. Bambang Sugeng mengatakan, pada akhirnya yang diinginkan pemerintah, para penyandang disabilitas ini akan lebih produk-

tif dan memiliki income sendiri tanpa menunggu bantuan dari orang lain. Dinas Perindustrian juga akan bekerjasama dengan asosiasi penyandang disabilitas untuk melaksanakan program-program pemberdayaan. Bambang juga mengatakan, selain memberikan pemahaman tentang potensi usaha yang digiatkan oleh para penyandang disabilitas, pemerintah juga sedapat mungkin akan memberikan dukungan bantuan peralatan. ‘’Bantuan teknis dan non teknis bisa kita dukung. Dengan harapan ke depan mereka yang akan mempekerjakan orang, tidak mencaricari pekerjaan,’’ harapnya.(bul)

Apindo Siap Jadi Mediator

(Ekbis NTB/ris)

(Ekbis NTB/dok)

SEMUA pihak bisa mengambil peran atau melaporkan bila menemukan perusahaan melakukan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Pemerintah daerah membuka tangan selebar-lebarnya sebagai fasilitator. Ajakan dan komitmen ini disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, Drs.H.Wildan, menanggapi masih adanya perusahaan yang belum memberikan porsi bagi para penyandang disabilitas. Di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 jelas ditegaskan, setiap perusahaan swasta yang memil-

MUNCULNYA keluhan dari pengurus Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) wilayah NTB tentang sulitnya mereka mendapat pekerjaan di dunia usaha mendapat respons dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Wilayah NTB. Apindo NTB mengaku siap menjadi mediator untuk menjembatani mereka dengan dunia usaha. Ketua Apindo NTB Ni Ketut Wolini kepada Ekbis NTB, mengaku baru mengetahui ada himpunan disabilitas di kalangan perempuan ini. Secara umum, Apindo NTB sangat tertarik untuk bertemu dan sharing untuk membahas apa saja kesulitan mereka selama ini dalam mengakses pekerjaan di dunia usaha. ‘’Kita bisa bertemu dan menerima keluhan apa kesulitan mereka. Karena kami belum tahu apa kesulitan dan juga apa keahlian yang dimilikinya. Saat kami sudah mengetahui potensi dan keahlian masing-masing penyandang disabilitas. Kami dari Apindo akan mensinergikan dengan kalangan pengusaha yang sesuai dengan kemampuan mereka,’’ kata Wolini belum lama ini. Ia mengatakan, akses kerja untuk penyandang disabilitas tidak hanya menjadi tanggung jawab para pengusaha semata. Namun pemerintah juga memiliki tanggung jawab yang sama. Pemerintah daerah juga bisa menjadi mediator dalam hal ini dengan mempertemukan kalangan dunia usaha dengan kelompok disabilitas yang ada di NTB.

Bersambung ke hal 3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.