MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com
SENIN, 5 MARET 2018
Ekbis NTB
4 HALAMAN NOMOR 24 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB
SIAPA yang menyangka ternyata rempah-rempah bisa diubah menjadi kerajinan yang bernilai seni tinggi. Di tangan Agus Suhaili, rempah-rempah diubah diolah menjadi hiasan dekorasi rumah dan pengharum ruangan yang unik dan tidak biasa. Halaman 2
BANK Indonesia (BI) terus memantau pergerakan pertumbuhan pembangunan di Provinsi NTB. Ada potensi pertumbuhan yang cukup besar, bahkan bisa melebihi ekspektasi saat ini. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan seluruh aspek pendukungnya sejak dini. Terutama soal kapasitas bandara. Halaman 4
Ketika Jagal Kesulitan Ternak di Bumi Sejuta Sapi
TERWUJUDNYA NTB sebagai Provinsi BSS diharapkan mampu menjadikan NTB sebagai daerah penghasil sapi. Tidak saja untuk memenuhi kebutuhan daging bagi warga NTB. Tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan daging nasional. Dengan predikat NTB BSS, tidak saja kebutuhan daging bisa dipenuhi, harapan masyarakat harga daging dan stok sapi untuk dipotong tidak ada masalah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Harga daging sapi di NTB justru lebih mahal dibandingkan daerah yang mendatangkan sapi dari NTB. Misalnya, di DKI Jakarta yang notabene mendapat pasokan ternak sapi dari NTB, justru harga daging di daerah lebih murah dari daerah pemasoknya (NTB). Harga daging sapi di NTB, khususnya Pulau Lombok di atas Rp100.000 per kilogram. Lebih ironis lagi, jagal di NTB, khususnya di Pulau Lombok justru kesulitan mencari stok sapi untuk dipotong. Para jagal yang sebelumnya menggantungkan harapannya terhadap pemerintah dengan kebijakan yang dilakukan hanya bisa menghela nafas. Banyak di antara usaha jagal yang harus menutup tempat usahanya, karena pasokan sapi jantan yang akan dipotong kekurangan stok. Sulitnya mendapat pasokan sapi jantan potong berimbas pada tingginya harga beli sapi hidup. Bagi yang tidak kuat modal, harus bersiap-siap tutup usaha. Para jagal harus bersaing mendapatkan sapi jantan atau sapi yang berada dalam kondisi tidak menguntungkan bagi peternak untuk dipotong. Kita bisa melihat aktivitas Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek, Lombok Barat. RPH yang difasilitasi oleh Pemprov NTB dan dikelola PT. Gerbang NTB Emas ini juga mengalami permasalahan yang sama. Perusahaan ini kesulitan memperoleh pasokan ternak sapi yang akan dipotong. Belakangan RPH bertaraf internasional ini ditutup. Alasannya, karena mahalnya harga sapi potong dan terbatasnya biaya operasional.
Dahlanuddin
Perlu Perhatian Pemerintah
Bersambung ke hal 3
Disnakeswan Klaim Stok Sapi Potong Surplus
H. Aminurrahman (Ekbis NTB/dok)
DINAS Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB memiliki data cukup lengkap soal ketersediaan ternak. Data ini didapat dari pendataan yang dilakukan oleh Dinas Nakeswan di kabupaten/kota. Data ini juga yang kemudian menjadi acuan program, dan rekomendasi pemotongan hingga pengiriman ternak keluar daerah. Soal sapi potong, Disnakeswan Provinsi NTB memastikan NTB tak kekurangan. Atas dasar itu juga, pemerintah daerah merekomendasikan pengiriman ternak keluar daerah sebanyak 45.000 ekor tahun 2018 ini. Kepala Disnakeswan Provinsi NTB, drh. H. Aminurrahman, M. Si menying-
gung perihal kekurangan sapi potong di dalam daerah. Sehingga para pejagal memilih menutup usahanya karena mahalnya harga beli sapi. Menurutnya, setiap tahun, Disnakeswan duduk semeja dengan dinas terkait di kabupaten/kota. Di sinilah dibahas potensi kebutuhan dalam daerah, potensi potong dan potensi kirim. Saat ini jumlah populasi sapi di NTB mencapai 1.149.719 ekor dengan komposisi 65 persen berita dan 35 persen jantan. Jumlah ini naik dari populasi tahun sebelumnya sebanyak 1.092.719 ekor. Populasi sebanyak 1.149.719 itu,
Bersambung ke hal 3
Saat Harga Sapi Ditentukan Saudagar PILIHAN beternak sapi yang masih menjadi primadona bagi peternak. Pasalnya, harganya mahal. Terkadang peternak bisa mendapatkan keuntungan cukup besar dari sapi yang dipelihara. Namun, tidak sedikit para peternak yang harus membagi keuntungan penjualan sapi, karena yang memiliki sapi adalah pengusaha. Hal inilah yang dialami sejumlah peternak di kandang kolektif Desa Bagek Nunggal, Lingsar, Lombok Barat. Ada puluhan sapi pedaging siap jual dipelihara di kandang yang sudah berusia puluhan tahun itu. Posisinya yang berada di pinggir jalan memudahkan siapapun melihat-lihat koleksi sapi di dalamnya. ‘’Di sini kandangnya untuk penggemukan sapi,’’ kata Khaerudin,anggota kelompok ternak Pade Angen Desa Bagek Nunggal. Pria yang pernah menjadi ketua kelompok ternak hampir 15 tahun ini mengatakan
Busairi (Ekbis NTB/uul)
(Ekbis NTB/uul)
Tahun 2013 merupakan tahun bersejarah bagi pasangan Dr. TGH. M. Zainul Majdi memimpin NTB. Di tengah pesimisme dan pandangan sebelah mata dari banyak pihak terkait rencana mewujudkan NTB sebagai daerah Bumi Sejuta Sapi (BSS), TGB – sapaan akrab Gubernur NTB yang waktu itu berpasangan dengan Ir. H. Badrul Munir, MM, mampu merealisasikannya.
BI Dorong Percepatan Penambahan Kapasitas Bandara
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Ketika Rempah-rempah Diolah Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi
bahwa sapi-sapi yang dipelihara merupakan milik para saudagar sapi yang menitipkan sapinya di sana. ‘’Kita cuma bagian pelihara saja dan jaga kandangnya,’’ tambahnya. Saat ditanya apakah selama dia menjabat ketua kelompok, apa pernah menerima menerima bantuan program BSS, ia menjawab, tidak pernah. Bantuanbantuan lainnya pun, kelompoknya hanya pernah didata saja tetapi tidak ada kelanjutan program. Harga sapi, imbuhnya, sekarang ini berkisar antara Rp 8 jutaan per ekor. Di mana, harga jual ditentukan oleh yang punya sapi. Sementara para peternak hanya memelihara saja. Khaeruddin mengaku tidak memiliki pekerjaan lain dari beternak sapi ini. Sehingga tetap bertahan pada profesinya. ‘’Mau dibilang untung, ya untung-untung saja yang penting ada pemasukan untuk bertahan hidup,’’ jelasnya. Senada dengan Khaerudin, Busairi dari Kelompok Ternak Bintang di Dusun Batu Belek Timur, Desa Bunut Baok, Praya. Busairi mengaku, kelompoknya pernah menerima bantuan sapi sebanyak 11 ekor sapi. ‘’Sudah lama bantuannya itu, pas kelompok ternak sudah jalan setahunan, masih sampai sekarang sapinya,’’ jelasnya. Ia menerangkan dirinya tidak tahu harga pasaran sapi sekarang ini karena dirinya hanya peternak saja. Saat ditanya apa pernah mendapat manfaat dari harga sapi yang mahal, ia hanya tersenyum. ‘’Kita jualnya kan tergantung kondisi, ndak berani omong
macam-macam,’’ kata Busairi. Harga asanya, saya beli sapi yang agak kurus dari saudagar biasanya antara Rp 13 dan agak sehat. Biasanya, kalau sudah juta, sedangkan dari peternak hanya gemuk, sapi ini kami jual ke jagal,’’ Rp 12 juta saja. ‘’Kita punya sapi juga ujarnya belum lama ini. Begitu juga dengan sejumlah peterndak banyak. Paling satu atau dua nak lainnya, kata dia, berusaha betersaja,’’ terangnya. Menurutnya, beternak sapi ini lebih nak sapi dan hewan lainnya untuk dibanyak bertumpu pada kekuatan tena- jual, seperti kambing. Diakuinya, potenga saja dalam mencari pakan. ‘’Yang lain- si memelihara ternak di Lombok Tennya kita tidak hitung, kalau pelihara gah cukup tinggi, apalagi permintaan banyak ya berarti sanggup untuk cari dari pasaran cukup besar. Meski demikian, mereka sering dihpakan yang banyak,’’ kata Busairi. Beda halnya, dengan H. Mustiadi — adapkan dengan pakan ternak. Jika peternak asal Kampung Baru Praya pada musim hujan, pakan ternak tidak Tengah Lombok Tengah. Sapi yang dipe- masalah, namun saat musim kemarau, lihara di kandang kolektif adalah sapi mereka kesulitan mendapatkan pakan yang khusus dijual pada jagal. Jika ternak. Akibatnya, mereka harus mengurangi jumlah sapi yang dipelihara. dalam jangka waktu beberapa Sulitnya mendapatkan sapi jantan bulan, sapinya sudah dipeliuntuk dipotong juga dialami Genur hara dan layak dijual, maka – warga Labuapi Lombok Barat. Sedirinya tinggal mengbagai salah satu pemasok sapi bagi hubungi jagal atau makepara jagal di Lobar, Genur sering lar sapi yang siap memkesulitan mendapatkan sapi janbawa ke pasar sapi. tan yang layak potong. Dirinya Nantinya, setelah harus sering turun ke peternak sapi yang dipelihara yang ada di daerahnya untuk mensudah laku, ia kembali cari stok sapi pejantan. Namun, membeli sapi yang agak terkadang dirinya juga harus kurus dan masih mencari sapi betina yang muda. Setelah dalumurnya sudah agak tua dan am masa pemedalam kondisi cacat atau liharaan, sapi pincang. ‘’Biasanya, katersebut sudah lau ada sapi betina gemuk dan yang pincang, layak jual, maka sapi Bersambung tersebut Khaeruddin ke hal 3 dilepas. ‘’Bi(Ekbis NTB/uul)
PETERNAK di NTB membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pemerintah daerah dengan program NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan data populasi sapi dari pemerintah yang terus meningkat tidak membuat peternak semakin sejahtera. Menurut Pengamat Peternakan dari Universitas Mataram (Unram) Prof. Ir. Dahlanuddin, M. Rur.Sc., PhD., harga sapi hidup yang masih tinggi (mahal) di NTB menjadi salah satu indikatornya. Masih mahalnya harga sapi hidup sebagai pemilikan sapi yang sangat kecil sehingga sistem produksi tidak efisien. Meskipun populasi sapi yang dilaporkan terus meningkat tidak berarti otomatis meningkatkan kesejahteraan peternak. Karena itu tergantung pada apakah usaha mereka menguntungkan atau tidak. ‘’Yang menentukan itu adalah seberapa efisien sistem produksinya sehingga peternak mendapatkan keuntungan,’’ jelasnya beberapa waktu lalu. Program BSS yang digulirkan beberapa tahun yang lalu, tambahnya, pasti masih ada efeknya yang dirasakan oleh masyarakat. Setidaknya bantuan sapi yang diberikan pasti berkembang, kemudian ada penyuluhan-penyuluhan lalu berbagai kegiatan peningkatan kapasitas peternak. ‘’Hanya seberapa besar dampaknya terhadap kesejahteraan peternak, belum ada evaluasinya,’’ kata Dahlan. Ia tidak berani berspekulasi seberapa besar dampak ekonomi program tersebut karena tidak ada evaluasi dan monitoring yang terstandar, dilihat dari tujuan dan indikator yang tercapai. ‘’Kan belum pernah dilakukan evaluasi dampaknya terhadap kesejahteraan peternak. Paling yang dihitung hanya populasinya saja,’’ jelasnya. Dari segi jumlah, pemerintah memang mengatakan populasinya sudah tercapai. ‘’Mereka sudah punya data resmi, jadi tidak bisa kita bantah,’’ tambahnya. Namun, persoalan yang dihadapi Rumah Potong Hewan (RPH) atau jagal yang kesulitan mendapatkan pasokan sapi potong hidup dikarenakan harga yang mahal, seperti di RPH Banyumulek yang hanya mampu memotong 1-2 sapi setiap harinya. Padahal kapasitas RPH mampu memotong paling tidak 50 ekorsapi setiap harinya. ‘’Itu kan tidak efisien dari segi biaya, karena harga sapi di sini sama dengan harga sapi di Jakarta. Bagaimana orang bisa jual sapi ke Jakarta,’’ tanyanya.
Bersambung ke hal 3 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Ragukan Jumlah Populasi Sapi KOMISI II DPRD NTB mempertanyakan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang sudah dimunculkan sejak tahun 2009 lalu. Program ini merupakan program prioritas Pemprov NTB. Meskipun eksekutif mengklaim populasi sapi sudah melampaui target kuantitatif yaitu satu juta sapi. Namun fakta di lapangan memang berbeda. Setidaknya hal itu dirasakan oleh pelaku usaha jagal sapi yang mengaku semakin sulit mendapat sapi potong yang sesuai aturan. ‘’Akhir-akhir ini kebijakan BSS tidak terlalu signifikan, terlebih juga dorongan Pemda tidak terlalu kuat, tidak seperti pada periode pertama. Itu yang sesungguhnya yang terjadi, sehingga saat ini terjadi kesulitan untuk mencari sapi potong yang layak sesuai dengan Perda,’’kata anggota Komisi II DPRD NTB H. Burhanudin kepada Ekbis NTB. Burhanudin mengaku tak menemukan jumlah populasi sapi yang sebenarnya meskipun eksekutif menyebutkan angkanya sudah lebih dari satu juta. Jika kebijakan ini terus berkembang secara konsisten sesuai dengan cetak biru yang sudah ditetapkan, maka BSS menjadi salah satu penyumbang peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, DPRD NTB sudah menetapkan Perda Ternak Ruminansia Betina Produktif untuk menjaga populasi sapi di NTB. Dalam perda tersebut diatur soal ternak sapi yang boleh dipotong serta yang dilarang. Jika tidak dibatasi pemotongan sapi itu, akan sangat sulit mengontrol jumlah populasi sapi yang dipelihara oleh masyarakat.
Bersambung ke hal 3
H. Burhanudin (Ekbis NTB/dok)