MINGGUAN TERBIT SEJAK 15 AGUSTUS 2016 E-mail: ekbisntb@gmail.com
SENIN, 30 APRIL 2018
Ekbis NTB
4 HALAMAN NOMOR 30 TAHUN KE 2 TELEPON: Iklan/Redaksi/ Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257
Kekuatan Ekonomi dan Dunia Usaha NTB
Kopi dan Keripik Andalan KWT Solong Jaya
Manfaatkan Aset, Pemprov NTB akan Gelar ’’Beauty Contest’’
EKSISTENSI Kelompok Wanita Tani (KWT) Solong Jaya, Desa Pesanggrahan, Montong Gading Lombok Timur, secara perlahan-lahan mulai terlihat, terutama setelah mendapat bantuan dari salah satu non government organization (NGO). Seperti disampaikan Sriastuti Indayani, pengurus KWT Solong Jaya kepada Ekbis NTB menjelaskan produk-produk yang dihasilkan anggota kelompok sudah mulai bisa meningkatkan perekonomian mereka. Halaman 2
(Ekbis NTB/bul)
SEJUMLAH bangunan yang menjadi aset Pemerintah Provinsi NTB masih belum dimanfaatkan dengan maksimal, bahkan terkesan mangkrak. Padahal, jika dimanfaatkan dengan maksimal, aset-aset tersebut akan mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Halaman 4
Dilema TKA, Antara Retribusi IMTA dan Tertutupnya Peluang Naker Lokal Ancaman “impor” tenaga kerja asing ke Indonesia secara tidak langsung mulai dikeluhkan masyarakat. Lombok Utara sebagai daerah tujuan wisata dunia, dirasa telah lebih dulu kemasukan TKA. Hanya saja, hiruk pikuk pro kontranya tidak begitu kelihatan, karena keberadaan TKA belum seluruhnya terdeteksi. KEPALA Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Asing (Disnaker PM PTSP) Kabupaten Lombok Utara (KLU), Vidi Ekakusuma, MM., Jumat (27/4) mengungkapkan, para TKA di Lombok Utara bekerja pada deskripsi pekerjaan yang tidak bisa dianggap tidak bisa dilakukan oleh warga lokal. TKA yang berada di industri pariwisata kebanyakan dipekerjakan sebagai manajer, chef, marketing dan instruktur dive (menyelam). Meski mengurangi kran lapangan kerja, namun keberadaan TKA di KLU juga menyumbang PAD dari Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Tahun 2017 lalu, PAD IMTA yang dibukukan Pemda KLU Rp 2 miliar lebih. Padahal angka target dari
IMTA yang dibebankan sekitar Rp 1,8 miliar. Kepala Bidang PHI pada Disnaker KLU, Abdul Khairul Mas mencatat, data TKA sementara yang diperoleh sebanyak 370 orang. Hanya saja, tidak setiap TKA dapat ditarik retribusinya karena diantara pekerja ada yang bekerja di kabupaten lain pada satu pemilik perusahaan yang sama sehingga retribusinya masuk ke provinsi. ‘’Saat ini kami sedang memberi keterangan terkait PAD IMTA di depan Pansus DPRD. Jumlah TKA sementara sekitar 370-an orang. Dengan retribusi perpanjangan IMTA di daerah sebesar 1.200 dolar Amerika per orang per tahun,
Bersambung ke hal 3
(Ekbis NTB/ari)
Wisatawan mancanegara di Gili Trawangan yang antre menunggu fastboat untuk menyeberang ke Bali. Di sektor pariwisata, banyak TKA yang bekerja pada posisi tertentu.
Tenaga Kerja Lokal Terancam PRESIDEN Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor ) Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Keluarnya Perpres ini akan mempermudah TKA bekerja di Indonesia, termasuk di NTB. Selain itu, TKA ini diharapkan mampu mentransfer ilmu pada tenaga kerja dalam negeri. Begitu Perpres Nomor 20 ini keluar, responsnya cukup besar. Terutama dari pihak-pihak yang berseberangan politik dengan pengusung presiden. Tidak hanya itu, asosiasi pekerja di sejumlah daerah juga menyuar-
akan hal yang sama. Mereka meminta agar penerapan Perpres ini ditinjau kembali, termasuk dari sejumlah pencari kerja di NTB. Mi’raz Nur Indareani, salah satu lulusan PTN ternama di Indonesia, misalnya. Ia tidak setuju adanya pemberian izin TKA, karena akan mengurangi kesempatan calon tenaga kerja lokal bersaing mencari kerja. ‘’Pastinya itu akan mengurangi jatah tenaga kerja lokal untuk bekerja padahal di sini kan jumlah yang nganggur banyak,’’ujarnya pada Ekbis NTB, Rabu (25/4). Perempuan yang sedang menunggu waktu wisuda ini mempertanyakan ala-
san pemerintah mempermudah masuknya TKA. Semestinya pemerintah memperketat masuknya pekerja asing untuk memberikan kesempatan pekerja lokal bekerja di perusahaan besar. Meski demikian, pihaknya tidak mempermasalahkan, jika pemerintah memberikan izin kerja pada TKA, asalkan tidak ada tenaga kerja lokal yang memang mampu memenuhi persyaratan ditetapkan. ‘’Kalau memang ada pekerjaan yang orang asing itu saja yang bisa sih oke-oke saja, tetapi harusnya orang lokal juga diberi pelatihan agar mereka juga punya. Biar tidak terlalu bergantung ke orang luar,’’ sarannya.
Hal yang sama juga dikatakan Eni Rahmawati yang baru di awal bulan ini lulus dari salah satu PTN ternama. Ia mengaku tidak habis pikir dengan adanya kebijakan pemerintah yang mengeluarkan izin bekerja TKA. ‘’Di sini kan pengangguran banyak, semakin banyak saingan dalam mencari kerja. Sedangkan cari kerja di sini juga susah,’’ keluhnya. Kebijakan itu menurutnya tidak adil karena NTB sendiri memiliki potensi besar yang bisa dipakai untuk menyejahterakan masyarakatnya.
Prioritaskan Tenaga Kerja Lokal KALANGAN DPRD NTB menekankan agar proyek atau aktivitas bisnis yang berlangsung di NTB lebih memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal daripada tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing memang tak dipungkiri sudah masuk ke sejumlah sektor mulai dari pariwisata, pembangkit listrik, pertambangan hingga ekspor impor komoditas lokal. Wakil Ketua DPRD NTB H. Abdul Hadi, SE, MM kepada Ekbis NTB mengatakan, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi NTB masih tinggi yaitu sekitar 79 ribu di tahun 2017, sehingga butuh lapangan pekerjaan yang banyak untuk menyerap angkatan kerja yang semakin bertambah. “Masyarakat NTB sedang membutuhkan serapan tenaga kerja yang banyak. Angkatan kerja di NTB yang masih nganggur cukup tinggi, seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah,” tegasnya. Lahirnya Perpres Nomor 20/2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia sangat diharapkan tidak menggerogoti peluang kerja putra daerah. Pada dasarnya ia setuju bahwa proyek dan aktivitas usaha dalam daerah bisa dilakukan oleh tenaga profesional asing dalam batas tertentu. Namun jangan sampai pekerjaan kasar juga menggunakan tenaga kerja asing, karena hal itu bertentangan dengan kondisi dalam daerah. “Yang diberikan ke tenaga kerja asing yaitu yang tidak ditemukan di NTB, tenaga kerja yang memiliki keahlian tertentu. Jika dalam kondisi ini kita dukung. Namun ketersediaan tenaga kerja kita yang non skill sangat melimpah, ini jadi catatan kita, jangan sampai diambil peluang ini oleh mereka,” katanya. Politisi PKS ini mengatakan, masuknya tenaga kerja asing harus memiliki efek yang positif untuk masa depan. Artinya transformasi skill, pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada tenaga kerja lokal pada bidangbidang tertentu haruslah dilakukan. Proses transformasi pengetahuan dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja lokal menjadi poin penting untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dalam daerah. Terkait dengan dugaan adanya pekerja asing yang berstatus ilegal bekerja di sektor pariwisata di NTB, Abdul Hadi meminta kepada otoritas terkait seperti Kantor Imigrasi untuk lebih intensif melakukan pengawasan di lapangan. Mengingat banyaknya destinasi wisata di NTB terutama di Lombok Barat dan Lombok Utara sehingga potensi itu tenaga kerja asing ilegal itu cukup besar.
Bersambung ke hal 3
Bersambung ke hal 3
H. Abdul Hadi (Ekbis NTB/dok)
Nihil Tenaga Kerja Asing Ilegal
Daerah Jangan Kecolongan
(Ekbis NTB/ist)
Yustinus Habur
KONFEDERASI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi NTB masih memandang ketidaktegasan pemerintah daerah dan optimalnya tugas pengawasan. Hal ini menjadi kesimpulan, karena masih terindikasi adanya tenaga-tenaga kerja asing yang bekerja diam-diam tanpa dokumen-dokumen yang seharusnya dipenuhi. Terutama untuk kawasan-kawasan pariwisata. Ketua Konfederasi SPSI Provinsi NTB, Yustinus Habur tidak menyebut mana saja lokusnya secara khusus. Namun pekerja asing terindikasi masih leluasa menjalankan usaha di daerah ini. “Itu masalahnya, masih saja ada bocor-bocor ,” kata Yustinus pada Ekbis NTB belum lama ini. Belakangan isu membludaknya pekerja asing masuk ke Indonesia menjadi perhatian publik. Apalagi pemerintah kemudian memberikan kelonggaran kepadanya yang tidak terlalu memiliki keahlian. Yustinus mengatakan persoalan ini tentu mengkhawatirkan.
Bersambung ke hal 3
(Ekbis NTB/dok)
PEMPROV NTB melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) menyebut belum ada catatan jumlah tenaga kerja asing ilegal yang masuk ke NTB, ataupun yang sudah bekerja. Sementara yang resmi, jumlahnya baru sebanyak 29 orang. Pemerintah daerah juga tak menampik kekhawatiran masuknya tenaga kerja asing tanpa prosedur. Karena itu, pengawasan tak berhenti dilakukan, bekerjasama dengan instansi terkait. Selain bermasalah melanggar aturan masuknya orang asing ke daerah ini juga mengancam tenaga kerja H. Wildan lokal yang memiliki keahlian lebih baik dari orang asing
yang didatangkan dari luar. Sejauh ini kata Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, Drs. H. Wildan, belum ada laporan masuk terkait keberadaan tenaga kerja dari luar negeri yang “nyelonong” ke NTB. Disnakertrans kata kepala dinas, tetap melakukan koordinasi, setidaknya dengan Imigrasi Mataram untuk memantau aktivitas orang asing yang ada di NTB. Demikian juga dengan kabupaten/ kota diharapkan tak kendor pengawasannya. Belakangan santer beredar kabar membludaknya tenaga kerja luar negeri masuk Indonesia. Bahkan ada kabar, jutaan tenaga kerja asing yang menyerbu negeri ini. Pro kontra kemudian semakin ra-
mai di masyarakat, setelah Presiden Jokowi memberikan lampu hijau untuk tenaga kerja luar negeri masuk Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Orang nomor satu di negeri inipun meminta syarat masuknya tenaga kerja asing dilonggarkan. Dengan harapan, tenaga kerja asing yang masuk akan melakukan transfer ilmu kepada tenaga kerja dalam negeri. Kekhawatiran masyarakat lebih kepada masih banyaknya tenaga kerja dalam negeri yang belum dilibatkan maksimal dalam berbagai sektor pembangunan.
Bersambung ke hal 3
Disnakertrans Loteng Antisipasi Serbuan TKA
(Ekbis NTB/yon)
MAGNET BARU - Kawasan KEK Mandalika menjadi magnet baru bagi TKA. TKA masuk ke kawasan ini bersamaan dengan masuknya investor yang menggarap kawasan ini.
KEBERADAAN Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) diakui sejauh ini masih belum banyak. Namun sebelum menjadi ‘’ancaman’’ bagi eksistensi tenaga kerja lokal, Pemkab Loteng sudah sejak awal mengambil langkah-langkah antisipasi. Guna melindungi keberadaan para tenaga kerja lokal. Salah satunya, dengan menyiapkan regulasi khusus yang mengatur soal kuota tenaga kerja yang bisa diperkerjakan diperusahaan yang ada di wilayah ini. Terutama tenaga kerja luar daerah dan tenaga kerja asing. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Loteng, H. Masrun, Minggu (29/4) kemarin, mengatakan,
saat ini regulasi yang mengatur soal ketenagakerjaan di Loteng satu ada satu, yakni Perda Nomor 1 tahun 2017. Namun itu khusus mengatur soal perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Loteng yang bekerja di luar negeri. Sehingga dipandang perlu untuk membuat satu regulasi yang mengatur keberdaan tenaga kerja di daerah ini. ‘’Draf regulasi sedang kita susun. Dan, ini lahir atas permintaan langsung dari teman-teman di DPRD Loteng,’’ akunya. Awalnya, regulasi tentang tenaga kerja tersebut mau digabung dengan Perda Perlindungan TKI tersebut. Tapi oleh DPRD Loteng minta supaya dipisah, sehingga regulasinya berbeda dengan harapan.
Bersambung ke hal 3
(Ekbis NTB/ist)
TAMBANG - operasional tambang pasir besi di Lotim. Di perusahaan ini sejumlah TKA terdata bekerja sebagai tenaga teknis.