Online :http://www.balipost.co.id http://www.balipost.com E-mail: balipost@indo.net.id
terbit sejak 16 agustus 1948 perintis: k. nadha HARGA LANGGANAN Rp 90.000 ECERAN Rp 4.000
balipost (170 rb Like) http://facebook.com/balipost
sabtu umanis, 21 april 2018
Pengemban Pengamal Pancasila
Perempuan Bali Memang
Hebat
Perempuan Bali memang hebat. Mereka dinilai sebagai pekerja tangguh. Banyak pekerjaan laki-laki dilakoninya. Mereka ternyata mampu. Namun pekerjaannya di dapur dan membuat sarana upakara tak ditinggalkannya. Itulah kelebihan mereka. Sekarang di era milinial perempuan Bali juga tak mau kalah dengan laki-laki. Terbukti tingkat pengangguran kaum perempuan di Bali jauh lebih kecil daripada laki-laki. Bahkan tingkat pengangguran perempuan Bali paling rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Tukang suun di Pasar Kumbasari.
Bali Post/eka
Sejak 2011, pengangguran perempuan Bali lebih rendah dibandingkan laki-laki. Sebelumnya, tingkat pengangguran perempuan Bali lebih tinggi daripada laki-laki. Hal itu karena perempuan Bali mulai melihat aktivitas agama dan budaya bisa menjadi peluang ekonomi. ‘’Sebelum tahun 2011 tingkat penganggurannya lebih tinggi dibandingkan laki-laki secara persentase. Setelah tahun 2011, justru angka pengangguran perempuan relatif lebih rendah dibanding lakilaki, ada pembalikan,’’ ungkap Asim Saputra, S.ST., M.Ec.Dev., Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Bali, Jumat (20/4) kemarin. Setelah ditelusuri, ada banyak industri rumah tangga (IRT) membuat
banten yang dikerjakan lebih banyak perempuan. Perempuan lebih banyak aktif melakukan aktivitas ekonomi walaupun di rumah. ‘’Mereka tidak harus keluar rumah, tapi dia tetap menyokong perekonomian keluarga, utamanya di desa-desa. Saya cukup kagum dengan perempuan Bali karena hari-harinya sangat sibuk. Pagi dia ngurusin keluarga, siang hari menjahit, malam buat banten. Proses itu yang membuat rumah tangga di Bali relatif stabil,’’ bebernya. Tren pengangguran laki-laki lebih tinggi daripada perempuan terlihat sejak 2011. Angka pengangguran perempuan pada Februari 2015 adalah 1,31 persen dan laki-laki 1,41 persen. Pada Agustus 2017 perbedaan angka
pengangguran antara laki-laki dan perempuan makin jauh. Pengangguran laki-laki 1,83 persen dan perempuan hanya 1,06 persen. Ditilik lebih dalam, sektor tertinggi yang dikerjakan perempuan adalah di bidang industri pengolahan (termasuk membuat banten) dan perdagangan. Pada industri pengolahan, pekerja perempuan mendominasi dengan porsi dua kali lipat dari laki-laki. Data statistik bulan Agustus 2017 menunjukkan jumlah perempuan yang bekerja di sektor ini adalah 226.000 dan laki-laki 162.000. Sedangkan di sektor perdagangan, pekerja perempuan berjumlah 394.000 dan laki-laki 355.000. Hal. 19 Hampir Sama
Tiga Wanita yang Jadi ’’Nomor Satu’’ 21 APRIL, hari ini bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Kartini. Emansipasi yang dikumandangkan 118 tahun lalu (Kartini berusia 20 tahun) telah melahirkan banyak tokoh wanita di negeri ini. Tak hanya di bidang pendidikan dan profesi, juga di bidang politik yang kerap dinilai sebagai dunianya laki-laki. Di Bali saat ini sejumlah wanita telah menjadi ‘’nomor satu’’. Selain sebagai pucuk pimpinan, dia juga yang pertama menduduki jabatan tertinggi di lembaga tersebut. Satu; Ni Putu Eka Wiryastuti. Dia adalah Bupati Tabanan yang terpilih untuk kedua kalinya. Dia merupakan wanita pertama yang menjadi bupati di lumbung berasnya Bali. Dua, I Gusti Ayu Mas Sumatri. Dia menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai Bupati Karangasem. Tiga; Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S.(K). Dia adalah rektor wanita pertama di Universitas Udayana.
I Gusti Ayu Mas Sumatri
Ni Putu Eka Wiryastuti
Ni Putu Eka Wiryastuti sudah dua periode menjabat sebagai Bupati Tabanan. Kiprahnya sebagai Bupati Tabanan memang banyak menorehkan prestasi, sehingga tak mengherankan jika dia bisa jadi sosok perempuan inspiratif, Kartini di era masa kini. Perempuan asal Desa Angseri, Baturiti ini pernah mendapatkan penghargaan International Women’s Day serangkaian peringatan Hari Wanita Dunia oleh Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo. Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi tertinggi kepada para tokoh masyarakat yang dianggap berjasa dalam kemajuan wanita di Indonesia. Bupati Eka dianggap berhasil meningkatkan kesadaran publik mengenai isu peran wanita dalam ekonomi, sosial, budaya dan politik. Penghargaan lainnya yakni Anugerah Dana Rakça 2017. Anugerah itu merupakan penghargaan dari Presiden RI Joko Widodo atas daerah-daerah yang dinilai memiliki kinerja baik dalam pengelolaan
keuangan daerah, pelayanan dasar publik, kesejahteraan masyarakat, dan pelayanan pemerintahan umum. Walaupun berjibaku dengan urusan pemerintahan dan politik tidak serta merta membuat Bupati Eka meninggalkan jiwa seni dan budayanya sebagai sosok perempuan Bali. Salah satu yang sedang dirancangnya yakni tari kontemporer ‘’Rejang Sandat Ratu Segara’’. Rencananya tarian ini untuk Festival Tanah Lot II, Juli 2018 mendatang. Bupati Eka mengatakan, tari kontemporer Rejang Sandat Ratu Segara memang dibuat khusus sebagai bentuk cinta akan seni dan persembahan kepada Ratu Segara. ‘’Saya harap dengan adanya tarian ini, kaum ibu dan anak muda akan mencintai seni budaya. Sebab, seni itu harus bermetamorfosis dengan zaman, tanpa meninggalkan pakemnya,’’ jelasnya. Sementara itu, I Gusti Ayu Mas Sumatri mengatakan, perjuangan kaum perempuan itu tiada henti. Perempuan harus tetap
Raka Sudewi berinovasi dengan spirit perjuangan RA Kartini. ‘’Kunci kesuksesan adalah bersatu. Saya berharap di mana pun perempuan ada, selalu ada spirit membangun, membangun wilayah, membangun manusianya. Berdaya saing, untuk terwujudnya kualitas perempuan yang lebih baik,’’ kata Mas Sumatri. Dia ingin spirit yang terbangun selalu berlandaskan ajaran Tri Hita Karana, sebagai semangat bersama. ‘’Perjuangan perempuan harus memiliki rasa, sehingga kita mampu merasakannya. Sebesar apa pun persoalannya, kita Kartini zaman now pasti mampu menyelesaikannya,’’ tegasnya. Menurut Mas Sumatri, Kartini merupakan sosok yang menginspirasi untuk selalu tangguh berjuang memajukan kaum wanita. “Langkah-langkah kehidupan yang saya jalani mulai dari sekolah, bisnis sampai dengan politik semua itu terilhami oleh citacita mulia RA Kartini,”tegasnya. Hal. 19 Perempuan Pertama
Kartini Hindu Zaman ’’Now’’
Antara Upacara dan Sosialita
MENYEBUT nama Kartini mengantarkan ingatan pada sosok wanita pejuang emansipasi. Nama lengkapnya Raden Ajeng Kartini, wanita bangsawan Jepara menjadi pendobrak belenggu kebebasan kaum wanita. Emansipasi artinya perjuangan untuk memperoleh seluruh hak dasar manusia, khususnya kepada wanita, yang memang sepatutnya diberikan, termasuk hak memperoleh pendidikan bagi perempuan ataupun kaum pribumi yang saat itu tabu dan sulit didapat. Seiring perkembangan, makna kata ‘’emansipasi’’ kian meluas menjadi istilah yang sekarang lebih populer disebut ‘’kesetaraan gender’’, meskipun sebenarnya tidak persis sama. Hakikat kesetaraan gender adalah perlakuan yang setara (sama) antara pria dan wanita dalam segala hal yang berhubungan dengan hak asasi manusia (human rights), sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun. Benarkah wanita setara, atau sejajar atau malah sama dengan pria? Jawaban atas pertanyaan genderik ini, sampai kapan
pun emansipasi diperjuangkan tidak akan pernah mendapat jawaban ‘’ya’’, karena memang ada pembeda sehingga pasti berbeda. Apanya yang berbeda dan apa pula yang kini diperjuangkan lewat gerakan emansipasi agar setara, sejajar atau bahkan sama? Semuanya tergantung pada banyak hal, mulai dari kodrat sebagai hal yang paling dasariah (asli), lalu kedudukan/posisi, peran, kewajiban/tanggung jawab, hak, dan seterusnya. Selain kodrat, dalam banyak bidang kehidupan antara pria dan wanita pasti bisa disetarakan, disejajarkan ataupun disamakan, bahkan bisa melebihi kelaziman aktivitasnya pada masa kuno. Pada zaman now seperti sekarang ini, kaum wanita sudah banyak membuktikan bahwa golongan makhluk yang sering juga disebut kaum hawa ini mampu melampaui batas kemampuan kalangan pria, terutama dilihat dari capaian prestasi intelektual dan profesional. Malah, puncak-puncak pencapaian prestasi dan profesi kaum pria saat ini sudah banyak diisi bahkan dilampaui kaum wanita. Kaum wanita pemburu prestasi di luar peran domestiknya inilah sering disebut
sebagai wanita karier. Berbeda dengan Kartini-kartini Hindu, meski berada di zaman now dengan segudang karier plus prestasi dan profesi menjulang tinggi, peran-peran domestik yang berkaitan dengan tradisi, dan atau kewajiban religi sebagai wujud bakti, nyaris tak dapat ditanggalkan, apalagi ditinggalkan. Karena hal itu berkaitan dengan kodrat dan amanat sebagai wanita Hindu, sebagaimana disuratkan di dalam kitab Manawadharmasastra, IX.28: ‘’kelahiran anak, terselenggaranya upacara keagamaan, pengabdian yang setia, kebahagiaan rumah tangga, surga untuk leluhur maupun untuk diri sendiri, semuanya didukung wanita’’. Sungguh berat sejatinya kodrat dan amanat yang diemban kaum wanita Hindu, hingga petikan Sarasamuscaya, 240 menyatakan: apan lwih temen bwatning stri, sangkeng bwatning lemah (sebab sesungguhnya jauh lebih beratnya wanita (ibu) daripada beratnya tanah/bumi). Tak heran, jika kaum Kartini Hindu, apalagi di Bali secara hierarki dalam struktur sosial kemasyarakatan berada di posisi dan porsi dengan peran, tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang berat (besar). Menyimak sloka Manawadharmasastra,
@balipostcom (6.000 Follower) http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
TELEPON: Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0361) 225764, 233801 Faksimile: 227418
Tingkat Pengangguran Paling Rendah
Oleh : I Gusti Ketut Widana
20 HALAMAN
NOMOR 232 TAHUN KE 70
IX.28 di atas, tersurat jelas swadharmaning wanita, mulai dari peran kodrati sebagai penerus generasi dengan melahirkan anak (pretisentana), menjadi penyelenggara upacara, menunjukkan rasa pengabdian setia, lalu membahagiakan kehidupan keluarga, termasuk membuka atau melapangkan jalan leluhur menuju ke surga. Padahal selain peran kodrati melahirkan anak, kewajiban dan tanggung jawab lainnya justru harus secara bersama-sama dilakoni juga oleh kaum prianya, apalagi ketika berada pada posisi sebagai pemimpin keluarga, atau nakhoda biduk rumah tangga. Persoalannya sekarang, Kartini-kartini Hindu zaman now, tidak lagi mau seperti pada umumnya wanita-wanita zaman kuno, hanya berkutat pada kewajiban domestik, mengurus rumah tangga, merawat anak dan berlaku setia pada suami, serta melakoni peran suci sebagai wanita religi atau ibu upacara. Kini, dunia luar sudah semakin terbuka lebar, membuka cakrawala berpikir kaum wanita Hindu, pesona kemajuan kehidupan modern telah menstimulus wanita Hindu bergerak mengikuti arus perkembangan zaman kontemporer. Hal. 19 Tak Terpisahkan