KLUNGKUNG
12
Rabu Pon, 18 April 2018
Kerusakan Jalan Gunung Merapi Makin Parah Semarapura (Bali Post) Jalan Gunung Merapi, Kelurahan Semarapura Kangin, Kabupaten Klungkung semakin memprihatinkan. Kerusakannya semakin parah. Berdasarkan pantauan, Rabu (17/4) kemarin, jalan rusak tersebar di sejumlah lokasi. Sejumlah lubang menganga cukup besar. Hal tersebut menyebabkan arus lalu lintas kendaraan, terutama truk tersendat dan harus ekstra hati-hati. Seorang sopir asal Karangasem I Wayan Merta mengatakan kerusakan jalan yang sudah berlangsung cukup lama ini sangat mengganggu kenyamanan. Truk pengangkut pasir kerap mengalami patah as. Supaya tak terus berlanjut, pemerintah diharapkan bisa segera melakukan perbaikan. “Sudah banyak truk yang patah as. Jalan ini sangat mengganggu lalu lintas. Ini jalur satu-satunya. Kalau bisa supaya segera diperbaiki,” ungkapnya. (sos)
SOSOK Cintai Pekerjaan ORANG-orang yang duduk di kursi legislatif tak seluruhnya terjun di dunia politik sejak lama. Beberapa ada yang sebelumnya justru menggeluti pekerjaan lain. Bahkan sangat jauh dari urusan politik. Seperti karyawan hotel atau bungalo, bahkan sopir taksi. Itulah sekilas gambaran hidup Ketua Komisi I DPRD Klungkung I Nengah Mudiana yang menjabat periode 2014-2019. “Saya baru sekali naik. Sebelumnya sempat menekuni beberapa pekerjaan. Prinsip saya, cintai setiap pekerjaan,” ujarnya, Selasa (17/4) kemarin. Melenggang sebagai wakil rakyat, ia masuk Daerah Pemilihan Klungkung. Empat tahun berjalan, banyak pengalaman yang didapatkan dari masyarakat. Saat menjalankan tugas, juga tidak ada batasan. Tidak ada perubahan sikap. Menyeruput secangkir kopi beramai-ramai masih menjadi hal biasa. “Saya masih bersikap biasa dengan masyarakat. Kadang lupa kalau jadi dewan. Minum kopi, bisa secangkir bertiga,” ucapnya sembari tertawa. Politisi Partai Gerindra ini pun mengaku dalam menyampaikan aspirasi, juga tak terpaku pada warga di Kecamatan Klungkung. Tetapi juga kecamatan lain, termasuk Nusa Penida yang ada di seberang lautan. “Di Nusa Penida ada beberapa persoalan yang menyangkut pariwisata. Saya biasa turun ke sana. Menyerap aspirasi. Saya tidak membedakan. Malahan dengan ini saya banyak dapat teman, dapat sahabat. Kenal banyak orang,” tegasnya. Selama menjabat, pembangunan di Kabupaten Klungkung sudah cukup baik, terutama fasilitas umum. Namun demikian, masih banyak aspirasi masyarakat yang belum bisa diakomodir pemerintah. Ini akan terus diperjuangkan. “Saya tidak ada menyia-nyiakan kepercayaan rakyat. Komitmen bekerja untuk rakyat,” tandasnya. (sos)
Kasus Dugaan Penyimpangan APBDes
Perbekel Satra Ditahan
Semarapura (Bali Post) Kasus dugaan penyimpangan penggunaan APBDes Desa Satra 2015 dilimpahkan penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Klungkung, Selasa (17/4) kemarin. Usai dilimpahkan, perbekel Ni Made Ratnadi yang berstatus sebagai tersangka pun langsung ditahan dengan beberapa pertimbangan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, tersangka digiring ke Rutan Klungkung yang berlokasi di timur Lapangan Puputan Klungkung pukul 11.30 Wita. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan berkas penyidikan. Tersangka juga menjalani pemeriksanaan kesehatan oleh petugas medis RSUD Klungkung didampingi pengacaranya, I Putu Oka Pratiwi Widasmara. “Kesehatannya baik. Hanya tensinya katanya naik. Tapi itu tidak mempengaruhi penahanan,” jelas Kasi Pidsus Kejari Klungkung Meyer Volmar Simanjuntak. Penahanan itu, sambungnya, karena beberepa pertimbangan. Yakni tersangka dijerat pasal 2 subsider pasal 3 Undang-undang 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun. Selain itu, ada kekhawatiran dari JPU tersangka melarikan diri. Terlebih kasus itu ditargetkan sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Denpasar pekan depan. “Penahanan berlangsung 20 hari ke depan,” sebutnya. Sebelum ditahan, tersangka sempat mengajukan penangguhan, namun itu tidak disertai surat resmi. Selain itu juga ada keinginan untuk mengembalikan kerugian, tetapi tak kunjung ada. Pada kasus ini, tersangka diduga melakukan korupsi APBDes 2015. Sesuai hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara sebesar Rp 94.344.000. Dugaan penyimpangan berupa mark-up harga barang. Beberapa di antaranya dalam finishing balai desa dan operasional kantor. “Ada yang diakui tersangka. Ada yang tidak. Tetapi sudah disampaikan, kalau berdebat, supaya di pengadilan saja. Biar hakim menilai,” tegasnya. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Klungkung I Wayan Suteja mengaku telah mendengar informasi penahanan perbekel perempuan satu-satunya di Kabupaten Klungkung. Pihaknya segera menunjuk pelaksana harian untuk melanjutkan roda pemerintahan. “Ini bisa oleh Sekdes maupun kaur lain. Tetapi rasanya akan ditunjuk Sekdes. Kalau untuk menunjuk pelaksana tugas, belum bisa. Karena rekomendasi pemberhentian sementara belum turun dari Kemendagri,” terangnya. (kmb45)
Bali Post/ist
DIGIRING - Perbekel Satra Ni Made Ratnadi saat digiring ke mobil dan ditahan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Klungkung, Selasa (17/4) kemarin.
Jalur Hijau di Ambang Dilematis
Semarapura (Bali Post) Puluhan lokasi di Kabupaten Klungkung ditetapkan sebagai jalur hijau. Namun beberapa tahun belakangan, kondisinya justru berbeda. Alih fungsi menjadi permukiman terus mengepung. Pemerintah pun berada di ambang dilematis menyikapi ini karena berbenturan dengan kepentingan masyarakat. Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Kawasan Permukiman Klungkung Gusti Gde Gunarta menjelaskan sesuai data terakhir, tercatat ada 28 blok jalur hijau di Klungkung Daratan yang ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 1998, yang seluruhnya berupa lahan persawahan. Sesuai pengamatannya, tak
dipungkiri sudah ada yang terkepung bangunan, baik untuk fasilitas pertanian, berupa balai subak dan pura maupun permukiman pribadi. “Bangunan itu ada sebelum muncul perda, ada juga setelah itu. Cukup banyak dan rata-rata ada di setiap jalur hijau,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (17/4) kemarin. Dengan kondisi itu, pemkab
tidak bisa berbuat banyak dan berada dalam situasi dilematis. Jika dipaksakan lahan tersebut tetap untuk jalur hijau, masyarakat yang tidak memiliki lahan lain akan tidak bisa melakukan pembangunan. “Memang ini membuat dilematis. Umumnya, rata-rata masyarakat yang membangun di sana, memiliki lahan sedikit. Tidak ada lagi di tempat lain,” katanya. Disampaikan lebih lanjut, alih fungsi itu menyebabkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai amanat Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang yang luasnya minimal 30
Bali Post/sos
JALUR HIJAU - Lahan persawahan di Kabupaten Klungkung yang masuk jalur hijau. Namun sudah ada yang beralih fungsi menjadi permukiman.
persen dari luas wilayah keseluruhan semakin sulit tercapai. “Sekarang RTH baru sekitar sebelas persen,” kata Gunarta. Supaya tak terus menuai dilematis, pejabat asal Karangasem ini mengatakan pada Mei medatang akan diusulkan perubahan Perda Nomor 3 Tahun 1998 tentang Jalur Hijau. Sesuai rencana, nantinya akan ada ketentuan yang dapat diakomodir jika ingin memanfaatkan jalur hijau. Misalnya, untuk kepentingan ibadah maupun menunjang pertanian seperti balai subak. “Kita akan berikan insentif kalau mematuhi peraturan. Contohnya seperti subsidi pupuk maupun bibit. Kalau tidak, akan diberikan disinsentif. Misalnya, saat membangun tidak diberikan layanan seperti air atau listrik. Atau mungkin pajaknya dikenakan lebih besar. Tetapi itu baru sebatas pemikiran. Memang agak ekstrem. Ini akan dibahas lagi. Tentu memerlukan masukan dari pihak lain,” sebutnya. Pada usulan itu, tidak ada perubahan tempat jalur hijau. Tidak ada pula rencana perluasan. Yang terjadi ke-
mungkinan justru penyempitan. Jika itu benar, maka jalur hijau akan ditutupi dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). “Kalau perluasan rasanya tidak mungkin. Kami khawatir malah memicu konflik di masyarakat. Kemungkinan bisa menyempit. Kalau memang begitu, secara otomatis RTH berkurang. Tetapi kami berharap sawah lain bisa dijadikan lahan pertanian abadi. Ini sedang kami perjuangkan ke pusat,” imbuhnya. Sesuai pantauan, alih fungsi jalur hijau satunya terjadi di Subak Delod Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan. Padahal, di dekatnya sudah terpasang pengumuman yang menyatakan kilometer 6.911 sampai dengan 8.590, sepanjang 1.679 meter dan kedalaman 500 meter dilarang membangun. Fenomena itu berdampak pada luas sawah yang semakin menyusut. Pada 2015 mencapai 3.843 hektare dan 2016 menjadi 3.779 hektare atau berkurang 64 hektar. Di tengah situasi itu, Kabupaten Klungkung pada 2017 kekurangan beras mencapai 2.146 ton untuk memenuhi kebutuhan 177.400 orang. (kmb45)
Melirik Kerajinan Tikar Pandan di Pesinggahan
Jelang Galungan Permintaan Meningkat, Nganyam hingga Lembur PANDAN berduri tumbuh subur di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Sejak bertahun-tahun hingga sekarang masih menjadi “nafas” untuk sejumlah warga. Hal itu disulap menjadi kerajinan tikar yang cukup laku di pasaran. Menjelang hari raya Galungan, permintaan sudah cukup banyak. Guna memenuhi itu, perajin mulai menganyam sejak pagi hari. Pesinggahan merupakan desa paling timur di Kabupaten Klungkung. Berbatasan dengan Kabupaten Karangasem. Saat dijelajahi, desa ini memiliki banyak potensi. Tak hanya sektor perikanan. Tak juga hanya pertanian yang masih tumbuh subur. Tak hanya usaha perdagangan kuliner yang banyak dijumpai di pinggir jalan menawarkan aneka masakan yang mampu menggoda perut. Namun, juga banyak tumbuh pandan berduri. Terlihat memadati lahan di pinggir jalan. Sekilas, itu hanya nampak sebagai tanaman liar yang hanya berfungsi untuk pembatas pekarangan. Rupanya, tanaman yang juga cocok tumbuh di pinggiran pantai ini justru sangat berarti. Mampu menjadi “nafas” sejumlah warga sejak bertahun-tahun. Tekstur daunnya yang mirip daun lontar menjadikannya sangat baik untuk kerajinan anyaman, salah satunya tikar. Itu digeluti Nyoman Sumiati (40). Dikunjungi ke rumahnya, Selasa (17/4) kemarin, nampak sibuk memotong pandan yang masih hijau. Menghilangkan durinya yang tajam. Membentuk helaian berukuran cukup panjang. Ada sekitar satu meter. Itu tak langsung dianyam. Namun, harus dijemur sampai kering. Kembali direndam pada air supaya kuat. “Ini sudah menjadi pekerjaan setiap hari. Sudah dari dulu,” tuturnya. Membuat tikar pandan tak sulit baginya. Sehari dapat menghasilkan dua lembar ukuran 1 x 1,5 meter. Itu dijual Rp 25 ribu per lembar. Yang lebih besar lagi, kisaran Rp 35 ribu. Itu diambil langsung oleh pengepul untuk dijual kembali ke daerah lain. “Tidak pernah bawa ke pasar.
Tetapi dicari langsung ke sini,” kata perempuan satu anak ini. Jelang hari raya Galungan, senyumnya semakin sumringah. Pesanan datang semakin banyak. Waktunya pun dimaksimalkan untuk mempercepat produksi. Mengisi keinginan untuk lebih banyak mendulang rupiah. “Kalau sudah jelang hari raya, pasti lebih banyak pesanannya,” imbuhnya. Pekerjaan ini juga dilakoni perempuan yang sudah renta. Ia adalah Nengah Narsi (85). Hidupnya seakan sudah bergantung pada tikar itu. Menganyam dilakukan setiap hari. Namun, kondisi fisiknya yang tak sekuat dulu, membuat prosesnya lebih lambat. Satu tikar baru bisa se-
lesai dua hari. “Saya mengayam sudah dari penjajahan Jepang. Bertahan sampai sekarang. Hitung-hitung untuk menutupi kebutuhan hidup,” ucapnya. Cerita berbeda diungkapkan warga, Ni Wayan Norti. Di tengah permintaan pengepul yang meningkat, ia muilai menganyam sejak pukul 06.00 Wita. Aktivitasnya itu sembari menunggu nasi matang. Hingga siang, satu tikar berhasil terselesaikan. “Sudah biasa seperti ini,” katanya. Seiring berkembangnya zaman, kerajinan ini kurang dilirik generasi muda. Sebagian besar memilih untuk mengadu nasib ke perkotaan, dengan harapan mendapat penghasilan lebih besar. (sos)
Bali Post/sos
PERAJIN TIKAR - Perajin tikar di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan. Jelang hari raya Galungan, permintaannya meningkat.