OPINI
6
Jumat Wage, 3 Juni 2016
Harian untuk Umum
Bali Post
Pengemban Pengamal Pancasila
Terbit Sejak 16 Agustus 1948
Tajuk Rencana Pancasila sebagai Intisari Kehidupan Sosial Indonesia DIAKUINYA 1 Juni 1945 sebagai kelahiran Pancasila harus kita hargai sebagai sebuah prestasi pemerintah. Bisa dibayangkan, sejak kelahirannya di tahun 1945, selalu kontroversial tentang kelahiran ideologi negara yang mempersatukan ini. Hanya pemerintah sekaranglah yang kemudian menegaskan bahwa tanggal itu merupakan kelahiran Pancasila, dasar dari negara Indonesia yang menjadi patokan sosial manakala kita bertindak. Tidak adil rasanya apabila nilai-nilai nasional itu kita dengungkan, lalu masing-masing sila itu disosialisasikan dan ditempel di setiap ruangan, tetapi tidak ada pengakuan kelahiran terhadap konsepsi nilai tersebut. Pasti ada angka kelahiran dari sebuah konsepsi, dan pasti ada yang menggali dan menggagasnya. Sekali lagi, ditetapkannya tanggal kelahiran tersebut menjadi prestasi bagi pemerintah Indonesia sekarang. Memang kemudian menjadi pertanyaan, mengapa baru sekarang diakui? Bukankah sejarah bisa dilihat secara runtut dan mampu memberikan pesan yang pasti, bahwa 1 Juni 1945 ini menjadi kelahiran Pancasila. Kita mencoba memandangnya secara bijaksana. Bahwa sebuah negara memang harus dijalankan dan dikuasai oleh politik. Dalam kancah inilah kemudian saling bercampur aduk berbagai kepentingan, baik kepentingan politik, pribadi dan kelompok yang kemudian saling beradu dengan kepentingan nasional. Untuk itulah kita harus lihat perkembangan ini dari sisi proses. Dan kita coba lihat dari sisi positifnya, ternyata proses tersebut melahirkan sebuah kesadaran. Mau tidak mau kita akui, reformasi yang terjadi setelah tahun 1998 itu juga melahirkan efek yang tidak positif. Ada kebebasan yang terlalu berlebih, sehingga tidak terkontrol. Maka berbagai konflik, pertentangan, sampai dengan kekerasan dan teror muncul di Indonesia. Dari sinilah muncul kesadaran bahwa Pancasila memang sangat berguna bagi Indonesia, karena merupakan intisasi dari berbagai budaya yang hidup di Indonesia. Karena merupakan intisari, maka ke mana pun dibawa pada masyarakat Indonesia, pasti akan cocok. Bahkan mungkin juga cocok untuk masyarakat internasional. Benar kalau kemudian ada pendapat bahwa Pancasila itu merupakan mahakarya dari masyarakat Indonesia yang kemudian digali, ditemukan dan dikemukakan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Jadi Pancasila dengan Soekarno tentu berkaitan. Kita tidak harus mempolitisir fenomena ini, tetapi merupakan fakta sejarah. Di masa lalu dengan kontroversi yang ada, konteks inilah yang dipelintirpelintir dan malah masuk menuju ranah pendidikan. Bisa dibayangkan, bagaimana kecewanya ketika kemudian para terdidik di masa lalu (entah di SMP maupun SMA) kemudian sadar bahwa informasi atau pengetahuan yang didapatkannya keliru, atau bahkan sengaja dikelirukan. Cara mendidik seperti ini harus kita hindari di masa sekarang, dimasa ketika para siswa jauh lebih tahu tentang informasi yang beredar. Kita berharap ditetapkannya 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila mampu menjadi perekat bangsa Indonesia yang kini harus menghadapi tantangan di berbagai hal, skala global maupun lokal. Sesungguhnya pemerintah juga melakukan langkah yang bagus ketika melalui dewan pertimbangan presiden, menggagas dialog tentang peristiwa tahun 1965. Tetapi berbeda dengan langkah pengakuan kelahiran Pancasila ini, gagasan dialog tersebut masih menuai banyak diskusi. Namun kita percaya, diskusi tersebut akan mampu melahirkan kesadaran yang lebih baik ke depan, agar Indonesia bebas dari luka kekelaman masa lalu.
S URAT PEMBACA Persyaratan : Sertakan Fotokopi KTP atau SIM
Renovasi Lapangan Umum Kelurahan Kapal Masyarakat kapal menyambut gembira pembangunan kembali/renovasi lapangan umum Kelurahan Kapal yang dibangun secara gotong royong tahun 1968, dan sudah lama tidak layak untuk dipakai karena rusak berat, yang dikenal dengan nama Lapangan Putra Angkasa Kapal. Saat ini lapangan tersebut telah diambil alih menjadi milik Pemkab Badung, di mana penataan kembali lapangan tersebut kini sedang dikerjakan. Termasuk pembangunan jembatan, pagar keliling, jogging track, gapura, pembangunan lapangan basket dan ribun menyusul. Baru pada bulan Februari tahun 1982, Bupati Badung mengeluarkan surat keputusan bupati dengan memberi nama lapangan tersebut Pratu Made Linggih, bersamaan dengan Lapangan Mengwitani Pratu Rai Madra, dan Lapangan Blahkiuh dengan nama Kopral Wayan Surem. Pada tahun 2002, Lurah Kapal juga mengeluarkan surat keputusan dengan persetujuan Bupati Badung pada waktu itu, dengan memberikan nama lapangan tersebut Bumi Pusaka yang identik dengan bumi = tanah yang lapang, pusaka = singkatan dari putra angkasa Kapal. Padahal sampai saat ini Surat Keputusan Bupati Badung tahun 1982 belum pernah dicabut, alias masih tetap berlaku. Harapan masyarakat setempat, setelah selesai penataan kembali lapangan dimaksud, kegiatan olahraga khususnya cabang sepak bola di wilayah tersebut dapat bangkit seperti pada masa jayanya dulu. I Gede Mertana Banjar Muncan, Kapal
Kesadaran yang Menjadi Landasan Visi Pembangunan Nasional Tanggal 1 Juni akhirnya diakui pemerintah sebagai Hari Lahirnya Pancasila, ditetapkan sebagai hari libur nasional. Perjalanan panjang untuk mengakui kelahiran Pancasila cukup melelahkan. Boleh dikatakan, kesulitan pengakuan kelahiran ini sebagai sesuatu yang lucu. Tanggal 1 Oktober diakui sebagai Hari Kesaktian Pancasila akan tetapi kelahiran subjek yang sakti tersebut tidak diakui, diperdebatkan, bahkan sampai ke ranah ilmiah. Inilah salah satu politisisasi Pancasila, yang dalam hal ini mempunyai makna sebagai alat kekuasaan. Artinya, pemegang kuasa dapat saja memanfaatkan segmen positif dari Pancasila untuk mempertahankan kekuasaan dan mengeliminasi unsur lain yang merugikan, bahkan mungkin mencederai kekuasaan. Maka Kesaktian Pancasila diperlukan untuk pengakuan tetapi hari lahir dan penggalinya disembunyikan, sebab berpotensi mengganggu kekuasaan.
Oleh GPB Suka Arjawa ustru dalam konteks itulah, masyarakat Indonesia harus mengakui manfaat luhur dari Pancasila. Justru dari kontroversi itulah, masyarakat harus memahami bahwa Pancasila itu merupakan karya agung dari masyarakat karena terbukti diperlukan, dibutuhkan. Saat ini, ketika reformasi menghasilkan efek samping kekerasan, maka kembali ideologi itu didengung-dengungkan tentang kemanfaatannya bagi negara, baik dari sisi politik, sosial, budaya, keamanan dan sebagainya. Ketika Orde Baru mengambil kekuasaan, yang sangat jelas kelihatan adalah sikap kontranya dengan Orde Lama. Tokoh dan titik sentral Orde Lama adalah Soekarno, tokoh yang kini dipandang sebagai penggali lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1945 saat sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Banyak yang mengutarakan bahwa ada perbedaan arah politik (bahkan ideologis) antara Orde Baru dengan Soekarno. Dengan demikian, dalam konteks politik dan kekuasaan, mengakui kelahiran Pancasila bisa-bisa mencoreng Orde Baru yang memakai Pancasila sebagai ikon saktinya untuk mempertahankan kekuasaan politik dan pemerintahan. Menyebut kelahiran Pancasila pasti juga menyebut Soekarno, padahal Soekarno mempunyai cara pandang politik yang berbeda dengan Orde Baru. Maka itulah yang kemudian terjadi dalam sejarah perjalanan Indonesia, mengeliminir sang
J
pencetus, mengeliminir angka kelahiran demi mampu memanfaatkan Pancasila itu sebagai legitimasi kekuasaan. Dalam konteks ini, apa boleh buat, politik benar-benar berjalan sesuai dengan tafsiran rezim. Yang penting kekuasaan dapat bertahan, tidak penting kemudian kapan lahirnya Pancasila, siapa yang melahirkannya dan bahkan siapa yang melahirkan negara! Pada pihak lain, Pancasila justru memperlihatkan bukti kemanfaatannya. Ia merupakan intisari Indonesia, endapan berbagai budaya yang bertebaran di Nusantara sehingga mampu dipakai sebagai nilai-nilai nasional. Mampu dipakai sebagai perwakilan sosial dan terserap dalam setiap budaya mana pun di Indonesia. Konteks paling utama, masyarakat Indonesia dalam berbagai cara apa pun, mempercayai kekuasaan di luar manusia, yaitu Tuhan. Maka, sila pertama sangat mewakili Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas hidup dari pertanian, juga perkebunan di gunung-gunung, serta nelayan karena sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan. Cara hidup berhadapan dengan alam seperti ini, pada masyarakat tradisional Indonesia, harus dihadapi dengan cara kerja sama, gotongroyong untuk kesejahteraan bersama. Tidak bisa lain, sila Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan landasannya. Seluruh masyarakat Indonesia pernah mengalami kekejaman perang, dan dari sinilah muncul rasa kemanusiaan yang tinggi serta merasakan bagaimana
cara untuk menyelesaikan persoalan penjajahan tersebut. Dengan demikian, Pancasila merupakan solusi sekaligus sebagai karya besar dari bangsa Indonesia. Kearifan lokal yang tersebar di manamana itu, terpatri dan terintisarikan pada Pancasila. Ketika Orde Baru muncul sebagai pemegang kekuasaan, jelas para elitenya sangat sadar dengan kondisi bangsa yang demikian beragam, memerlukan satu perekat. Dan tidak bisa lain, yang menjadi solusi adalah Pancasila itu. Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), dalam konteks demikian, akhirnya mempunyai dua sisi. Yang pertama adalah bukti bahwa Pancasila dapat merasuk ke setiap budaya dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Penataran P4 ini dilangsungkan secara sistematis di seluruh segmen masyarakat mulai dari pejabat tingkat tinggi di berbagai daerah, kota, untuk pegawai negeri maupun swasta mulai dari manajer sampai anggota masyarakat di pedesaan. Menurut beberapa catatan, total sampai 70.000 anggota masyarakat ikut dalam penataran tersebut. Lepas dari pemaksaan pemerintah, tidak mungkin pelaksanaan demikian dapat berlangsung kalau tidak ada kesamaan pola penataran dengan sistem sosial di masing-masing budaya di Indonesia. Melalui penataran tersebut, mau tidak mau setiap elemen yang ikut penataran akan mengeluarkan nalarnya dengan memakai landasan kearifan lokal saat sesi diskusi dan presentasi penataran. Inilah yang harus diakui sebagai man-
Suara Publik Masihkah Jiwa Pancasila Ada di Hati Kita? TANGGAL 1 Juni adalah salah satu tanggal yang spesial bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal inilah muncul pemikiran mengenai Pancasila, yang merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang melandasi dicanangkannya tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Berbicara mengenai Pancasila, umumnya banyak orang yang akan mengaitkan dengan berketuhanan serta tenggang rasa dengan suku, agama, dan ras lainnya. Namun, Pancasila tak hanya melulu mengenai hal tersebut. Hal di atas hanyalah sebagian dari banyaknya nilai yang terkandung dalam Pancasila. Mari kita bahas lebih dahulu dari sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada sila ini terkandung falsafah yang bernilai, bahwa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Setiap penduduk Indonesia tidak diperbolehkan untuk memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain, karena agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah hal yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercaya dan diyakininya. Nilai-nilai yang terkait dengan sila pertama ini pada lazimnya telah diketahui dan dipahami oleh mayoritas bangsa Indonesia. Namun realita yang berkembang di masyarakat, terkadang masih ada penyimpangan dari nilai sila pertama Pancasila ini. Selanjutnya, mari kita tengok sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Oleh I Nym. Edi Suryadi, S.E., M.Ec.Dev. Sila ini terkait dengan pengakuan dan perlakuan kepada manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga pengakuan persamaan derajat serta persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia. Sila ini juga menekankan untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan tidak semena-mena terhadap orang lain. Terkait dengan nilai-nilai pada sila kedua, tentu kita sudah mengetahui bahwa dewasa ini banyak terjadi hal-hal yang telah melanggar norma kemanusiaan dan melakukan tindakan tidak beradab. Contohnya, marak pemerkosaan kepada kaum perempuan, yang lebih kejinya dilakukan kepada korban yang masih di bawah umur. Selain itu, ada kasus pembunuhan dengan berbagai modus dan cara, yang bagi orang awam menganggap bukanlah tindakan yang beradab. Persatuan Indonesia merupakan bunyi sila ketiga Pancasila. Sila ini menggarisbawahi untuk menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi. Kita sebagai bangsa Indonesia juga diajak untuk selalu mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa. Pada praktiknya, rasa cinta tanah air di negeri ini seakan-akan luntur seiring dengan berbagai pergolakan yang terjadi belakangan ini. Tak usah kita mengambil contoh dari pulau seberang, se-
bab di Pulau Bali ini pun rasa cinta tanah air dan persatuan-kesatuan masih kalah bergelora dibandingkan dengan semangat untuk membela organisasi kemasyarakatan yang diikutinya. Kita lanjutkan dengan sila keempat, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dalam sila keempat ini mengutamakan musyawarah untuk mengambil keputusan dan kepentingan bersama. Hal ini benar-benar harus diresapi oleh setiap warga negara Indonesia agar keputusan bisa memberikan keuntungan bagi seluruh pihak. Musyawarah sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya pengambilan keputusan sepihak oleh oknum-oknum tertentu. Lanjut kita beralih pada sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Poin dari sila kelima ini adalah mengembangkan sikap adil terhadap sesama serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Terkait dengan keadilan, tentu kita tak bisa menampik bahwa masih banyak ketidakadilan yang terjadi di tanah air ini. Simak saja ketidakadilan yang masih diterima kaum buruh maupun ketidakadilan hukum yang kerap terjadi di pengadilan. Lantas, masih adakah jiwa Pancasila tumbuh dalam setiap sanubari kita sebagai penduduk Indonesia? Hanya hati setiap warga negara Indonesia yang mampu menjawabnya dengan jujur. Penulis, pemerhati sosial, alumnus MEP FEB UGM
faat penataran P4 tersebut. Kedua, sebagai sebuah kegiatan yang dibuat oleh pemerintah (pemegang kekuasaan), mau tidak mau titipan politik akan terselip saat penataran. Pada penataran inilah muncul berbagai pendapat yang menyatakan dukungan atas kebijakan Orde Baru. Dukungan itu bisa saja lewat pernyataan dari penatar maupun petatar, yang pada akhirnya menginternalisasi secara langsung, pada basis masyarakat, kekuasaan Orde Baru. Bahwa saat ini masyarakat banyak lagi berbicara Pancasila, dan pengakuan pemerintah terhadap kelahirannya 1 Juni 1945, ini adalah momentum yang sangat positif. Fenomena ini bukan euforia, tetapi sebuah kesadaran. Euforia hanya sesaat, ikut-ikutan sifatnya, tetapi kesadaran merupakan bentuk tindakan yang berasal dari nalar dari hati, yang akhirnya mengandung keinginan untuk mewujudkan apa yang disadari tersebut. Positif apabila kemudian pemerintah penanggapi hal ini dengan mengakui kelahiran Pancasila tanggal 1 Juni dan Soekarno sebagai penggalinya. Pemerintah dan masyarakat haruslah dewasa menindaklanjuti kesadaran ini. Indonesia masih mempunyai luka sejarah yang besar terutama di tahun 1965-1966. Tentu dengan rasa kemanusiaan harus itu dilihat secara jujur pengungkapannya. Harus dibicarakan sesuai dengan rasa tanggung jawab sebagai warga negara. Maka, mendiskusikan untuk mencari cara-cara terbaik solusi 1965 ini tidak bertentangan dengan Pancasila. Semua pihak harus dapat berbicara jujur, menahan diri tanpa harus kebakaran jenggot di sana-sini. Masalah ini mesti diselesaikan karena di tengah kita merayakan keberhasilan pemerintah mengesahkan hari lahirnya dasar negara, tetapi salah satu sejarah Indonesia yang paling kelam, malah masih mengambang. Dengan berkesadaran Pancasila, nampaknya tidak akan ada bangsa lain yang mampu menandingi Indonesia. Mudah-mudahan kesadaran ini mampu menjadi jalur visi negara untuk mewujudkan masyarakat adil makmur. Penulis adalah staf Pengajar FISIP Universitas Udayana
POJOK Amandemen UUD 1945 dinilai telah memberi jalan kebangkitan PKI. - Kembali ke UUD 1945 solusinya. *** PT perberat hukuman SDA dari enam menjadi sepuluh tahun. - Pasti ada hikmahnya. *** Menteri Pertahanan berharap Jokowi bijak menyikapi prahara 1965. - Apa perlu minta maaf?
Perintis : K.Nadha, Pemimpin Umum: ABG Satria Naradha Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Wirata Redaktur Pelaksana : Made Sueca, Dira Arsana Sekretaris Redaksi: Sugiartha Redaktur Eksekutif: Parwata Redaksi: Daniel Fajry, Mawa, Yudi Winanto, Subrata, Diah Dewi, Giriana Saputra Anggota Redaksi Denpasar: Oka Rusmini, Umbu Landu Paranggi, Sumatika, Asmara Putra, Dedy Sumartana, Yudi Karnaedi, Pramana Wijaya, Eka Adhiyasa, Parwata, Rindra, Agustoni, Ngurah Kertanegara, Komang Suryawan, Made Miasa, Agung Dharmada. Bangli: IA Swasrina, Sosiawan, Buleleng: Dewa Kusuma, Mudiarta. Gianyar: Manik Astajaya, . Karangasem: Budana, Bagiarta, Klungkung: Dewa Dedy Farendra, Negara: IB Surya Dharma, Tabanan: Dewi Puspawati,Wira Sanjiwani. Jakarta: Nikson, Hardianto, Ade Irawan. NTB: Agus Talino, Izzul Khairi, Raka Akriyani. Surabaya: Bambang Wiliarto. Banyuwangi: Budi Wiriyanto Kantor Redaksi: Jalan Kepundung 67 A Denpasar 80232. Telepon (0361)225764, Facsimile: 227418, Alamat Surat: P.O.Box:3010 Denpasar 80001. Perwakilan Bali Post Jakarta, Bag.Iklan/Redaksi: Jl.Palmerah Barat 21F. Telp 021-5357602, Facsimile: 021-5357605 Jakarta Pusat. NTB: Jalam Bangau No. 15 Cakranegara Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257. Manajer Iklan: Suryanta, Manajer Sirkulasi: Budiarta, Manajer Percetakan: Tri Iriana, Marketing/Pengaduan Pelanggan: K. Budiarta, Alamat Bagian Iklan: Jl.Kepundung 67A, Denpasar 80232 Telp.: 225764, Facsimile : 227418 Senin s.d. Jumat 08.00-19.00, Sabtu 08.00-13.00, Minggu 08.00-19.00. Tarif Iklan : Iklan Mini: minimal 2 baris maksimal 10 baris, Minggu s.d. Jumat Rp 49.500,- per baris, Sabtu Rp 64.350,- per baris Iklan Umum: < 100 mmk Rp 50.000 per mmk, >100 mmk Rp 55.000 per mmk. Iklan Keluarga/Duka Cita: Rp 40.000 per mmk. Advertorial Rp 25.000 per mmk. Iklan Warna: 2 warna Rp 55.000, 4 warna Rp 75.000 per mmk. Pembayaran di muka, iklan mendesak untuk dimuat besok dapat diterima sampai pukul 18.00. Alamat Bagian Langganan/Pengaduan Langganan: Jl.Kepundung 67A Denpasar 80232 Tel: 225764, Facsimile: 227418. Harga Langganan: Rp 90.000 sebulan, Pembayaran di muka. Harga eceran Rp 4.000. Terbit 7 kali seminggu. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 005/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 Tanggal 24 Oktober 1985, ISSN 0852-6515. Anggota SPS-SGP, Penerbit: PT Bali Post. Rek. BCA KCU Hasanudin Denpasar AC: 040-3070618 a/n PT. Bali Post. Rek. BRI Jl. Gajahmada Denpasar A/C: 00170 1000320 300 an Pt.Bali Post. Sumbangan untuk orang sakit Rek. BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00016-8 A/n Simpati Anda,BCA Cabang Denpasar No.040.3555000 A/n Simpati Anda, Dana Punia Pura Rek.BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00017-1 A/n Dana Punia Pura, BCA Cabang Denpasar No. 040.3966000 A/n Dana Punia Pura, BCA Cabang Denpasar No. 040.3277000 A/n Dompet Beasiswa, BCA Cabang Denpasar No. 040.3688000 A/n Dompet Lingkungan. WARTAWAN BALI POST SELALU MEMBAWA TANDA PENGENAL, DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARA SUMBER