16 HALAMAN
NOMOR 298 TAHUN KE 70
Online :http://www.balipost.co.id http://www.balipost.com E-mail: balipost@indo.net.id
terbit sejak 16 agustus 1948 perintis: k. nadha HARGA LANGGANAN Rp 90.000 ECERAN Rp 4.000
balipost (170 rb Like) http://facebook.com/balipost
@balipostcom (6.000 Follower) http://twitter.com/balipostcom
@balipost_com http://instagram.com/balipostcom
Pengemban Pengamal Pancasila
Gunung Agung Meletus
Pertama Kali Lontarkan Lava Pijar
Amlapura (Bali Post) – Semalam, pukul 21.04 Wita, Gunung Agung meletus. Selain mengeluarkan suara dentuman berkali-kali, dari kawah Gunung Agung juga keluar lava pijar. Ini baru pertama kali terjadi sejak Gunung Agung ditetapkan pada level Awas pada 22 September 2017. Suara dentuman Gunung Agung terdengar sampai Dusun Pulasari, Bangli. Demikian pula kobaran api akibat lava panas membakar hutan Gunung Agung terlihat jelas dari Desa Bugbug, Karangasem. Sementara ini guguran lava mengarah ke bagian timur. Dentuman yang diikuti dengan guguran lava panas, membuat kepanikan warga sejumlah desa. Di Desa Besakih, misalnya. Semua warganya mengungsi
ke Pos Rendang. Demikian juga warga Tulamben sudah banyak yang mengungsi. Informasi dari KESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung menyebutkan, kolom abu teramati berwarna kelabu dengan ketinggian 2.000 meter. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 24 mm dan durasi ± 7 menit 21 detik. Erupsi terjadi secara strombolian dengan su-
ara dentuman. Lontaran lava pijar teramati keluar kawah mencapai jarak 2 km. Saat ini Gunung Agung berada pada Status Level III (Siaga). Selain lontaran lava pijar, letusan Gunung Agung juga disertai lontaran abu. Bahkan abunya sudah sampai di Petang, Badung. Sementara itu, operasional Bandara Ngurai Rai sampai pukul 22.30 Wita masih normal. (tim BP)
TERBAKAR - Lontaran lava pijar membakar semak belukar yang ada di puncak Gunung Agung, Senin (2/7) malam kemarin. Lelehan lava mencapai dua kilometer menuju arah timur Gunung Agung. Bali Post/istimewa
’’Pararem’’ Jangan Sampai ’’Menyakiti’’
Bergerak Sinergis Perangi Narkoba PEREDARAN narkoba kian masif. Bahkan di Bali telah merasuki kalangan pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga. Hal ini bisa dilihat dari data rehabilitasi yang diterbitkan BNNP Bali. Ada kecenderungan, jumlah mahasiswa dan pelajar yang terlibat mengalami peningkatan. Kondisi ini memunculkan wacana; Bali harus membuat grand design pemberatasan narkoba termasuk melalui pararem adat. Tahun 2017, jumlah mahasiswa dan pelajar yang menjalani rehabilitasi tercatat 38 orang. Sementara hingga Juni 2018, jumlah mahasiswa dan pelajar yang menjalani rehabilitasi sudah mencapai 39 orang. Jika dilihat berdasarkan profesi, kalangan mahasiswa/ pelajar menduduki peringkat
keempat setelah karyawan swasta, wiraswasta dan pengangguran. Atas fakta itu, kampus dan sekolah harus peka melihatnya. Selanjutnya melakukan berbagai aksi nyata untuk menyelamatkan generasi milenial. Hal. 15 Sangat Urgen
REHABILITASI BNNP BALI Mahasiswa/ Pelajar 7%
PNS 0,6%
Putra Wijaya
Bali Post/dok
Polri 0,4% IRT 0,5%
Seniman 0,3% Nelayan 0,1% Pensiunan 0,1%
Tidak Bekerja 14% Wiraswasta 19%
Budi Utama
Petani 0,8%
Swasta 58%
Sumber BNNP Bali
ADA keinginan upaya pencegahan diwadahi lewat pararem (kesepakatan) warga desa. Namun pararem ini tetap dalam kerangka pembinaan. Bukan menyakiti, misalnya kasepekang (mengusir warga dari desa). Pararem harus bersifat mendidik walaupun harus ada sanksi sosial apabila dilanggar. Dr. Drs. I Wayan Budi Utama, M.Si., dosen Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, mengatakan kontribusi dan perhatian khusus masyarakat terkait pencegahan peredaran narkoba sangat diperlukan. Peran bendesa pakraman, kepala desa dan perangkat desa yang menjalankan fungsi keamanan wilayah desa dan kesejahteraan warganya, sangat strategis mengingat peredaran narkoba telah menjamah pelosok desa dan berbagai lapisan masyarakat. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mendorong desa pakraman di wilayah desa masing-masing untuk membuat pararem tentang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Pararem P4GN ini bisa berisi-
kan tentang pelaksanaan sosialisasi bahaya narkoba dan imbauan bagi pecandu narkoba agar mengikuti program rehabilitasi. Bahkan, pararem juga bisa mengatur sanksi sosial bagi penyalah guna atau pengedar narkoba karena seringkali sanksi sosial lebih ditakuti oleh krama dibandingkan sanksi hukum nasional. ‘’Namun, sanksi sosial di sini tidak boleh berupa sanksi kasepekang atau pengusiran krama yang terlibat penyalahgunaan narkoba ke luar desa adat. Sanksi itu harus dalam kerangka membina atau mengarahkan pelaku agar kembali ke jalan yang benar, sehingga kembali bisa hidup bermasyarakat layaknya krama lainnya,’’ tegasnya. Menurut Budi Utama, desa pakraman sejatinya bisa di-
fungsikan sebagai benteng yang tangguh untuk mencegah atau mengantisipasi masuknya narkoba ke wilayah desa pakraman. Fungsi pengawasan ini, misalnya, bisa diperankan oleh pecalang untuk mendeteksi dan mengawasi krama yang berperilaku mencurigakan atau diduga menjadi penyalah guna narkoba. Sementara itu, bendesa pakraman dan para prajuru yang biasanya juga memerankan diri sebagai key person yang sangat disegani oleh krama-nya sangat potensial menjadi pelopor dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai program pemberantasan narkoba, deteksi dini dalam penyalahgunaan narkoba serta wajib lapor bilamana terjadi penyalahgunaan narkoba di lingkungan masing-masing. (ian/rah)