BALI balipost (148rb Like) http://facebook.com/balipost
@balipostcom (4.295 Follower) http://twitter.com/balipostcom
@balipostcom http://instagram.com/balipostcom
TROTOAR Seorang pekerja mendorong alat pengangkut material dalam kegiatan proyek pembuatan saluran drainase, sekaligus trotoar di Banjar Kedampal, Abiansemal, Badung. Foto diambil baru baru ini.
www.iklanbalipost.com
Balipost on Gadget
Kamis Pon, 15 September 2016
Terdesak Hiburan Lain
Pamor Drama Gong Pudar
Denpasar (Bali Post) Tepat 50 tahun yang lalu pada tahun 1966, drama gong lahir di Bali. Kesenian ini menapaki puncak popularitas di era tahun 70-80an. Namun kemunculan berbagai jenis hiburan yang lain membuat drama gong kini terdesak. Bisa dikatakan pamornya mulai turun seiring usianya yang kian uzur. “Sudah menurun pemahaman orang tentang drama gong. Bahasa Bali saja banyak yang tidak tahu,” keluh budayawan Prof. Dr. I Made Bandem usai memandu acara diskusi dengan para seniman drama gong di Dinas Kebudayaan Bali, Rabu (14/9) kemarin. Bandem menambahkan, saat ini juga semakin sulit mencari bintang baru yang bermain dalam drama gong. Hanya tersisa bintang-bintang tua atau para senior di pertunjukan seni ini. Salah satunya karena sudah tidak ada lagi sekaa sebunan yang betul-betul kuat dan memiliki komitmen untuk pelestarian drama gong. Padahal drama gong sejatinya merupakan sebuah genre atau penemuan baru dalam seni pertunjukan Bali. “Jangan sampai seni yang sudah pernah ada puncaknya, disenangi masyarakat, sudah memberikan kontribusi kepada seni pertunjukan Bali ini sampai hilang,” imbuhnya. Bandem mengusulkan agar ada fleksibilitas dalam pementasan drama gong. Kendati tetap harus mengacu pada pakem-pakem sebagai pedoman dasar. Pemilihan cerita, salah satunya akan menjadi gaya dari sebuah pementasan drama gong. “Misalnya Buleleng, itu kan lebih banyak membawa cerita yang bersifat kerakyatan dan sosial seperti Jayaprana, Sampek Ingtay. Sedangkan di Bali Selatan sering membawa cerita-cerita sejarah,” jelasnya. Hal lain yang perlu diperhatikan, lanjut Bandem, keharusan adanya dialog dan monolog, esensi cerita, kostum, hingga dialek bahasa. Terkait kostum, dalam drama gong sebetulnya sudah unik tanpa harus mengambil dari gambuh, wayang wong atau barong. Terpenting disesuaikan dengan jalan cerita. “Harapan saya, suatu saat drama gong juga bisa dipentaskan ke luar negeri sebagai kesenian yang menjadi identitas Bali. Oleh karena itu, mari dipikirkan strategi supaya drama gong juga bisa dikenal oleh orang luar Bali,” tandasnya. Seniman drama gong I Wayan Sugita mengatakan drama gong harus tetap menonjolkan penggunaan bahasa Bali agar sesuai dengan pengertian dasar drama gong. Pengalamannya saat membawakan drama gong ke luar Bali, khususnya ke daerah-daerah transmigran, penonton di sana bahkan meminta agar drama gong tetap dipentaskan menggunakan bahasa Bali. “Warga transmigran justru merasa kangen dengan penggunaan tata bahasa Bali,” ujarnya. Sugita menambahkan, pengembangan drama gong membutuhkan pula kesepakatan penggunaan gong. Terutama menyangkut lingkup gong di Bali yang berjumlah sekitar 30 jenis. Seniman I Wayan Juana menekankan, cerita-cerita lama drama gong tetap harus dilestarikan. Namun, agar diolah juga sesuai dengan konteks kekinian. “Ini agar penonton tidak menjadi cepat bosan,” jelas seniman yang terkenal dengan panggilan Dadong Rerod itu. (kmb32)
Simulasi Pengamanan Pilkada Buleleng
Singaraja (Bali Post) – Kawasan eks Pelabuhan Buleleng dijadikan lokasi simulasi pengamanan Pilkada Buleleng Rabu (14/9) kemarin. Simulasi ini melibatkan polsek dan satuan fungsional di Jajaran Polres Buleleng. Ini dilakukan untuk melatih kesiapan anggota dalam menerapkan standar operasional prosedur (SOP - red) pengamanan pilkada Buleleng Februari 2017 mendatang. Dalam simulasi yang berlangsung sekitar tiga jam itu memanfaatkan salah satu bangunan tua di eks Pelabuhan Buleleng sebagai gedung Sekretariat KPU Buleleng. Sejumlah masa mendatangi gedung KPU untuk menyampaikan aksi protes. Upaya negoisasi telah dilakukan, namun massa yang tidak dikenal tetap merangsek masuk ke dalam gedung KPU Buleleng. Situasi ini membuat polisi melakukan pemecahan kerumunan massa dengan barikade. Kukatan polisi masih dikalahkan dengan jumlah massa, sehingga satu kompi pasukan Dalmas Sat Sabhara Polres Buleleng dipimpin Kabag Oprasional Polres Buleleng Kompol I Made Joni Antara mengambil alih pengamanan. Situasi semakin panas di mana massa tidak mampu dikendalikan hingga akhirnya mobil watercanon dikerahkan dengan melumpuhkan krumunan massa. Unit Pengurai Massa (Raimas) dari anggota Polwan tangguh membubarkan massa yang berkerumun. Wakapolres Buleleng Kompol Michael Ravelindo Risakotta mengatakan, simulasi ini digelar lantaran beberapa tahapan pilkada sudah berjalan dan kini menjelang masa pendaftaran calon baik dari jalur partai politik (parpol), atau gabungan parpol, dan calon perseorangan. Dalam tahapan pihaknya tidak boleh lengah, sehingga anggota harus mulai dibekali dengan SOP pengamanan yang benar. (kmb38)
Bali Post/wan
redaksi@balipost.com iklan@balipost.co.id
Jangan Hanya Pencitraan
7
Sektor Kelautan Jadi Penggerak Ekonomi Denpasar (Bali Post) -
Sektor kelautan dan perikanan saat ini diharapkan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun harapan ini juga harus dibarengi dengan kebijakan atau aturan yang tidak kontraproduktif. Pemerintah jangan sekadar membuat peraturan secara nasional, tetapi juga memperhatikan kekhasan masing-masing daerah. “Core ekonomi Indonesia fokus ke laut, boleh. Tapi jangan hanya pencitraan. Banyak pencitraan ngebom kapal (penanganan illegal fishing - red), tapi turunannya terhadap aturan harus diperhatikan bagi masingmasing daerah,” ujar anggota Komisi II DPRD Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana di Denpasar, Rabu (14/9) kemarin. Adhi Ardhana melihat ada peraturan dari Menteri Kelautan dan Perikanan justru kontraproduktif dengan keinginan
Presiden yang berharap sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi. Salah satunya, pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan yang beratnya di bawah 300 gram. “Secara nasional bagus, tapi di Bali itu menghasilkan lobster pasir yang ukurannya memang kecil-kecil dan sebagian besar beratnya di bawah 300 gram. Kalau itu dilarang, kan repot,”
jelasnya. Hal senada disampaikan anggota Komisi II, I Gede Kusuma Putra. Lantaran ada peraturan itu, nelayan akhirnya tidak bisa melakukan ekspor lobster sebagai penggantung hidup mereka. “Akhirnya dia tidak jual, dimainin sama tengkulak,” ujarnya. Kusuma Putra menegaskan, aturan seperti ini tidak bisa diberlakukan sama di tiap daerah. Peraturan ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah, khususnya Presi-
den agar hasil laut bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan. Di samping memenuhi kebutuhan konsumsi lokal dan bisa mendatangkan devisa bagi negara lewat ekspor. “Lobster di Bali jenis pasir, berapa pun umurnya tetap segitu besarnya. Makanya Dinas Perikanan dan Kelautan Bali harus proaktif biar ada kekhususan peraturan untuk Bali,” tegasnya. Sementara itu, Ketua Komisi II Ketut Suwandhi mengatakan, selama ini hampir tidak ada usaha untuk menjaga keberlangsungan sumber daya laut seperti ikan, tidak terkecuali di Bali. Imbasnya, jumlah ikan kini sudah tidak sebanyak dulu. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat
dari tingkat terendah di banjar diminta untuk ikut mencegah illegal fishing. Termasuk melarang penangkapan ikan menggunakan bom. “Kalau sistemnya pakai bom, bukan hanya ikan yang mati. Tapi karangnya juga ikut mati,” ujarnya. Suwandhi menambahkan, ketegasan dalam penanganan illegal fishing jangan hanya di awal-awal saja. Sebab, kekayaan laut selama ini tidak banyak berkontribusi bagi perekonomian lantaran digerogoti oleh kapalkapal dari luar. Tidak hanya soal kekayaan laut Indonesia yang dicuri kapal-kapal asing, tapi juga potensi laut Bali yang kerap diambil oleh kapal-kapal dari luar Bali. (kmb32)
Lompat dari Atas Tebing
Turis Turki Tewas
Bali Post/edi
LONTAR - Koordinator penyuluh bahasa Bali, Rabu (14/9) kemarin menunjukkan sejumlah sampel lontar yang mengalami kerusakan yang ditemukan di beberapa daerah di Bali. Kinerja dua bulan penyuluh bahasa Bali telah berhasil mengidentifikasi hampir sepuluh ribu lebih lontar di seluruh Bali yang rusak parah.
Ribuan Lontar Ditemukan Rusak Disakralkan, Tak Pernah Dibaca Denpasar (Bali Post) Para penyuluh bahasa Bali menemukan ribuan lontar tersebar di masyarakat dalam kondisi kurang terawat dan rusak. Pasalnya, masyarakat hanya mensakralkan lontar-lontar tersebut tanpa mau membaca ataupun mengetahui apa isinya. Padahal, lontar merupakan salah satu warisan sejarah intelektual yang tak ternilai bagi Pulau Dewata. “Awalnya kita melakukan pemetaan terhadap potensi kebahasaan, baik itu aksara, sastra dan bahasa Bali-nya. Ternyata ketika kita turun menemui beberapa tokoh masyarakat, banyak yang menyodorkan lontar dan mereka berharap lontar ini mampu dibantu untuk diselamatkan. Kebanyakan meminta untuk dikonservasi dan dibaca,” ujar Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali I Nyoman Suka Ardiyasa saat menyampaikan data di Dinas Kebudayaan Bali, Rabu (14/9) kemarin. Selama dua bulan terjun ke desa, lanjut Suka, lontar yang ditemukan sebanyak 8.370 cakep. Dari jumlah itu, 2.562 cakep lontar dalam kondisi kurang terawat dan rusak. Dalam hal ini, kondisi lontar sudah tidak utuh baik dari sisi bentuk atau fisik maupun kontennya.
Data tersebut masih akan terus bergerak karena di beberapa tempat ada lontar yang hanya boleh dilihat pada dewasa atau hari raya tertentu seperti perayaan Saraswati. “Kebanyakan tersimpan di puri, geria, dan yang biasanya rusak adalah yang dimiliki masyarakat awam. Kalau di puri dan geria biasanya terawat dengan baik. Hanya memang di beberapa puri, generasi selanjutnya tidak mampu untuk merawatnya. Istilahnya tidak ngeh lagi tentang itu,” imbuhnya. Suka memaparkan, kerusakan lontar justru tidak lepas dari masyarakat yang menganggap lontar sebagai barang tenget atau disakralkan. Siapa pun tidak boleh sembarangan membaca lontar itu. Tetapi karena terlalu lama tidak dibaca, lontar kemudian digerogoti oleh serangga dan akhirnya rusak. Sementara di puri atau geria, lontar masih bisa bertahan karena kerap dibuka untuk nunas dewasa atau kebutuhan upacara Hindu lainnya. “Tetapi kalau di masyarakat tidak ada kepentingan begitu. Hanya di-banten-in 6 bulan sekali, itu pun kalau memang bisa membuatkan banten. Ada yang aneh kami temukan adalah
ketika lontar itu misalnya dipakai di tirta, tirtanya di-tunas biar sehat, biar sakti, itu kan sebenarnya salah dalam memelihara lontar,” terangnya. Suka menambahkan, konservasi lontar ke depan menjadi PR semua pihak. Utamanya terkait pendanaan yang tidak sedikit. Kemudian masyarakat juga harus menyadari lontar bukan sekadar pusaka tetapi juga pustaka. Apalagi lontar Bali banyak mengandung ajaran spiritual, filsafat, pengobatan, perhitungan hari (wariga), sampai catatan utang-piutang. “Lontar itu adalah sebuah buku yang sebelum disakralkan harus dibaca, harus tahu isinya,” tandasnya. (kmb32)
Mangupura (Bali Post) Usai bertengkar dengan pacarnya, Yeliz Kemaloglu (34) asal Turki ditemukan tewas di dasar tebing Villa Milo’s Home Balangan di Jalan Pantai Balangan, Kuta Selatan, Badung, Rabu (14/9) kemarin. Korban melompat dari atas tebing kedalaman sekitar 50 meter, setelah ribut dengan pacarnya, Onur Aslan (28) asal Turki. Pemicunya diduga gara-gara korban sempat chatting dengan mantan pacarnya. Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Reinhard Habonaran Nainggolan mengatakan, dari keterangan satpam Milo’s Home Balangan, Yoseph Tey Seram (40), awalnya ia mendengar ribut-ribut di dalam kamar nomor 4. Selanjutnya Yoseph mendekati kamar tersebut dan sempat beberapa saat berdiri di depan pintu villa. Tiba-tiba keluar turis asing diduga pacar korban, Onur Aslan (28) asal Turki. “Saksi (Yoseph - red) bertanya ada apa ribut? Pacar korban menjawa tidak apa-apa. Pacar korban langsung masuk kamar dan saksi langsung pergi,” ujarnya. Beberapa saat kemudian, Yoseph mengaku bertemu lagi dengan Onur. Selanjutnya Onur menanyakan lihat pacarnya? “Saksi menjawab, bahwa melihat tamu itu berjalan menuju ke Villa Lajoya yang satu areal dengan Villa Milo’s berada di pinggir tebing,” tegas Reinhard. Onur langsung menuju ke sana dan mencari-cari ke pinggir tebing. Yoseph mendengar Onur teriakteriak minta tolong. Ia langsung mendekat dan dilihat Onur terus teriak-teriak sambil menyenter dengan HP-nya ke bawah tebing. Onur memberitahu pacarnya terjun dari tebing tersebut. Yoseph langsung minta bantuan kepada turis yang menginap di villa. Mereka langsung turun ke pantai untuk menolong korban. Saat hendak dievakuasi, korban
dalam keadaan tidak bernyawa di TKP. “Korban mengalami luka di bagian kepala dan wajah, diduga akibat benturan batu karang di dasar tebing. Tangan kanan patah, kaki kanan mengalami luka-luka,” tandasnya. Sementara pengakuan Onur mereka tiba di Bali, Sabtu (10/9) lalu. Awalnya mereka menginap di Sara Villas, Seminyak, Kuta. Selanjutnya mereka menginap di Villa Milo’s sejak, Selasa (13/9) dan rencananya check out, Rabu (14/9). Pada Selasa pukul 20.00 Wita, Onur dan korban keluar jalan-jalan menuju Cafe Tebe Jimbaran. Di sana Onur minum 1 botol wine, sedangkan korban minum 2 botol wine. Setelah itu mereka kembali ke Villa Milo’s dan langsung ke kamar. “Onur keluar kamar dan minum bir di pinggir kolam villa. Berapa menit kemudian, korban menyusul dan mereka minum bir,” ucap mantan Kapolsek Kuta Utara ini. Selanjutnya Onur kembali ke kamar untuk buang air kecil dan melihat HP milik korban di-charger. Onur iseng mengambil HP itu dan dibuka. Ternyata korban sempat chating dengan mantan pacarnya. Selanjutnya Onur mencari korban di kolam dan memperlihatkan history chatting itu dan terjadi perang mulut. Untuk meredam kemarahan korban, Onur meninggalkan pacarnya dan masuk ke kamar. Namun korban tak kunjung ke kamar. Selanjutnya Onur keluar kamar dan melihat korban berada di tepi tebing. “Onur mengaku sempat membujuk dan menenangkan pacarnya. Dari pengakuannya, dia sempat dicakar dan ditendang korban. Setelah itu korban lari dan melompat dari tebing itu. Onur panik dan langsung minta bantuan security villa,” ujarnya. (kmb36)
”Kebanyakan tersimpan di puri, geria, dan yang biasanya rusak adalah yang dimiliki masyarakat awam. Kalau di puri dan geria biasanya terawat dengan baik. Hanya memang di beberapa puri, generasi selanjutnya tidak mampu untuk merawatnya. Istilahnya tidak ngeh lagi tentang itu.” Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali I Nyoman Suka Ardiyasaa
Bali Post/ist
CEK TEBING - Anggota Polresta Denpasar mengecek tebing. Di tempat inilah Yeliz Kemaloglu diduga terjun dan ditemukan tewas di dasar tebing.